Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud dan Tujuan

1.1.1 Maksud

Praktikum ini dimaksudkan agar praktikan dapat Untuk mengidentifikasi pencapan


kain nilon dengan zat warna asam dan mempelajari mekanisme dalam pencapan
baik di mulai dari persiapan sampai mengevaluasi hasil kain proses pencapan.

1.1.2 Tujuan

Adapun beberapa tujuan dalam praktikum ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh dari faktor waktu fiksasi zat warna terhadap hasil
pencapan kain nylon dengan zat warna asam.

2. Mengetahui pengaruh proses pencucian pada hasil pencapan kain nylon


dengan zat warna asam.
2

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Serat Poliamida (Nylon)

Nilon yang dibuat dari asam adipat COOH(CH2)4COOH dengan heksametilena diamina
H2N(CH2)6NH2 disebut nilon 66, sebab asam dan diaminanya masing-masing mempunyai 6
atom karbon. Nilon sejenis dapat dibbuat pula, misalnya heksametilena diamina dengan
asam sebasat HOOC(CH2)8COOH yang dikenal dengan nilon 610.

Poliamida (nilon) lain yang dikenal sebagai nilon 6 dibuat dari kaprolaktan

CH2-CH2-CH2-CH2-CH2

OC NH

Sejenis dengan nilon 6 dikenal dengan nilon 7 dan nilon 11. selain poliamida alifatik, akhir-
akhir ini dproduksi pula poliamida aromatic yang terutama mempunyai sifat lebih tahan panas
dibanding poliamida biasa.

Serat nilon dibuat dengan tujuan yang berbeda. Nilon untuk kepeluan industri mempunyai
kekuatan yang sangat tnggi dengan mulur yang kecil, sedang yang ditunjukan pakaian
mempunyai kekutan yang lebih rendah sedang mulur yang lebih tinggi. Berikut beberapa
sifat fisika dari nylon.

1. Kekuatan Dan Mulur


Bergantung pada jenisnya nilon mempunyai kekutan dan mulur berkisar dari 8,8 gram
per denier dan 18 % sampai 4,3 gram per denier dan 45 %. Kekutan besahnya 80-90 %
kekutan kering.

2. Tahan Gosokan dan Tekukan


Nilon mempunyai tahan tekukan dan gosokan yang tinggi. Tahan gosokan nilon ± 4 – 5
kali tahan gosokan wol.
3

3. Elastisitas
Nilon selain mempunyai mulur tinggi (22 %), juga mempunyai elastisitas yang tinggi..
pada penarikan 8 % nilon elastisitas 100 %, dan pada penarikan sampai 16 %, nilon
masih mempunyai elastisitas 91 %.

4. Berat Jenis
Berat jenis nilon 1,14.

5. Titik Leleh
Nilon meleleh pada suhu 263 0C dalam atmosfir nitrogen, dan diudara meleleh pada
suhu 250 0C. Oleh karena itu titik lelehnya tidak begitu tinggi apabila suhu seterika terlalu
tinggi, seratnya akan menempel. Apabila suhu seterika lebih dari 180 0C serat nilon
mulai lengket dan apabila lebih dari 230 0C serat nilon akan rusak. Nilon dalam
pemanasan di udara pada suhu 150 0C selama 5 jam akan merubah kekuning-kuningan,
tapi masih agak lebih baik dibandingkan dengan wol dan sutera. Apabila dibakar nilon
akan meleleh dan tidak membantu pembakaran.

Selain sifat fisika, nylon mempunyai sifat kimia yaitu nilon tahan tehadap pelarut-pelarut
dalam pencucian kering. Nilon tahan terhadap asam-asam encer, tapi dengan asam klorida
peat mendidih selama bebarapa jam, aka terurai menjadi asam adipat dan heksametilena
diamonium hidroksida.

Nilon sangat tahan tehadap basa. Pengerjaan dengan laritan NaOH 10 % pada suhu 85 0C
selama 10 jam hanya mengurangi kekuatan nilon sebanyak 5 %. Pelarut-pelarut yang biasa
untuk melarutkan nilon adalah asam formiat,kresol dan fenol.

Nilon seperti serat tekstil lainnya akan terdegradai oleh pengaruh sianr tapi ketahanannya
masih jauh baik disbanding sutera. Dalam penyinaran selama lebih dari 16 minggu,
suteraberkurang kekuatannya 85 %, nion biasa 23 %, nilon agak suram 50 % dan kapas
hanya 18 %.

2.2 Zat Warna Asam


Zat warna yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah zat warna asam, dimana
merupakan zat warna yang pada proses pencelupannya menggunakan asam untuk
membantu penyerapan zat warna, atau zat warna yang merupakan garam natrium asam -
asam organik dimana anionnya merupakan komponen yang berwarna.
4

Zat warna asam mempunyai afinitas terhadap serat-serat protein dan poliamida misalnya
serat wol dan nylon. Beberapa zat warna asam akan mencelup juga serat-serat selulosa
karena bentuk dan besar molekulnya hampir serupa dengan zat warna direk.

Struktur kimia zat warna asam menyerupai zat warna direk, merupakan senyawa yang
mengandung gugusan-gugusan sulfonat atau karboksilat, sebagai gugus pelarut.Menurut
kimiawinya zat warna asam dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Golongan 1

Yakni zat warna asam derivat trifenilmetan misalnya Xylene Blue VS ( C.I. Acid Blue)

N(C2H5)2
NaO3S C
+N(C2H5)2
SO3Na

2. Golongan 2

Yakni zat warna asam derivat Xanten misalnya Lissamine Rhodamine B ( C.I. Acid
Red 52 )

(C2H5)2 N O N (C2H5)2

SO3Na

SO3Na

3. Golongan 3

Yakni zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa nitroaromatik, misalnya


Naphtol Yellow 1 ( C.I. Acid Yellow 1)
5

ONa

NO2
NaO3S

NO2

4. Golongan 4

Yakni zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa Azo misalnya Azo-
Garanine 2G ( C.I. Acid Red 1 )

CH NH.CO.CH3

N=N

SO3Na SO3Na

5. Golongan 5

Yakni zat warna asam yang mempunyai inti pirazplon, misalnya Tartrazine

HO. C N=N SO3Na

NaO3S c N=N C N
C

COOH

6. Golongan 6

Yakni zat warna asam derivat antrakwinon, misalnya Solvay Blue B ( C.I. Acid Blue
45 )
O NH2
NaO3S

SO3Na
NH2 O OH
6

Menurut cara pemakaiannya zat warna asam dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Golongan 1 ( LEVELLING ) yakni zat warna asam yang memerlukan asam kuat dalam
pencelupannya misalnya dengan asam formiat atau asam sulfat agar pH larutan celup
dapat mencapai 3,5 - 4,5 sehingga penyarapan zat warna lebih besar. Zat warna
golongan ini sering disebut zat warna asam terdispersi molekuler atau zat warna asam
celupan rata, yang pada umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik tetapi
ketahanan cucinya kurang.

2. Golongan 2 (MILING ), yakni zat warna asam yang memerlukan asam lemah dalam
pencelupannya, misalnya asam asetat, untuk memperoleh pH antara 5,2 – 6,2.
Penambahan elektrolit kedalam larutan celup akan memperbesar penyerapan hingga
sukar memperoleh celupan rata. Zat warna ini mempunyai sifat lebih mudah
membentuk larutan koloidal.

3. Golongan 3 (SUPER MILLING) , yakni zat warna asam yang tidak memerlukan
panambahan asam dalam pencelupannya. Pada temperatur rendah zat warna ini
terdispersi koloidal, meskipun pada temperatur mendidih akan terdispersi molekuler.
Zat warna ini sering disebut zat warna asam milling, zat warna asam celupan netral
atau zat warna asam berkatahanan baik. Untuk dapat mengetahui perbedaan diantara
ketiga golongan tersebut dengan jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Karakteristik Zat Warna Asam

Sifat/kondisi Levelling Milling Super Milling

pH pencelupan 2–3 5–6 netral


Baik sekali, Sedang, migrasi Jelek, migrasiu
Kerataan
migrasi tinggi cukup rendah
Penyerapan Kurang Baik Sangat baik
Terdispersi Terdispersi Terdispersi
Larutan
molekuler koloidal koloidal
Ketahanan cuci Cukup Baik Baik sekali
Penghambat Penambah Penambah
Pemakaian elektrolit
penyerapan penyerapan penyerapan
7

Sifat zat warna asam :

1. Larut dalam air dan pada umumnya mengion


2. Mencelup serat protein dan poliamida
3. Pada umumnya berikatan dengan serat membentuk ikatan elektrovalen (ionik)
4. Pada umumnya menggunakan asam pada pencelupannya
5. Tidak menggunakan air sadah
6. Liquor ratio berpengaruh terhadap tua muda warna
7. Dipakai pada temperatur panas
8. Jenisnya ada yang mudah rata, sedang dan sukar rata
9. Tahan luntur baik
10. Setelah pencelupan perlu dicuci air panas

2.3 Kelarutan Zat Warna Asam

Zat warna asam pada umumnya akan mudsh sekali dilarutkan dalam air,hal ini karena
pada molekul zat warna asam ini terdapat gugu8s – gugus yang berfungsi sebagai
pelarutnya dalam air ,yaitu gugus asam sulfonat atau dapat juga suatu gugus garam
sulfomamida.Zat warna asam ini kelarutannya dalam air cukup besar yaitu sekitar 5-
7%,sehingga lebih sukar terjadinya difusi zat warna kedalanm serat.Hal ini disebabkan
karena kelarutannya didalam larutan polimer nylon lebih kecil daripada kelarutan nya
dalam air>Berdasarkan sifat kelarutannya dalam larutan celup zat warna asam ini dapat
dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Terdispersi molekuler
Jenis zat warna asam yang pecah sebagai molekul tunggal,mudah sekali larut
dan terdisosiasi sempurna didalam larutan.

(Z.W-Na)10 10 Na + + 10 Z.W —

Warna larutannya jernih dan mempunyai afinitas sedikit terhadap serat tumbuh
tumbuhan dan serat wol dalam keadaan netral.Golongan tersebut mencelup dengan
pertolongan asam formiat ,mudah merata dalam pencelupan dan tidak luntur dalam
pengerjaaan basah.

2. Zat wrana asam teragregasi


Jenis zat warna sam yang laruit dalam agregat atau kumpulan molekul .Disosiasinya
didalam air dapat ditulis sebagai berikut:
8

(Z.W –Na)10 3Na+ + (Na7Z.W 10)-

Zat warna golongan ini tidak mudah larut ,larutannya tidak jernih terutama dalm
keadaan dingin.Tidak menunjukkan kenaikan kapiler ,mencelup juga serat tumbuh
tumbuhan dan mempunyai afinitas besar sekali terhadap wol dalam keadaan netral.
Zat warna golongan ini dicelup dengan pertolongan asam asetat.dalam keadaan
netral untuk dapat kan hasil celupan yang rata,adalah sukar ,tetapi ketahaanan luntur
terhadap cucian adalah baik sekali.

2.4 Pencapan

Pencapan pada kain tekstil mungkin lebih sesuai jika digambarkan sebagai suatu
teknologi seni pemindahan desain-desain pada kain tekstil. Hasil pencapan tidak lepas
dari suatu nilai-nilai seni, sedangkan teknologi yang diterapkan /diaplikasikan diharap
dapat menjamin mutu atau kualitas dari hasil seni tersebut untuk keperluan tersebut
diperlukan selain selera seni yang tajam, juga keahlian tentang teknologi pencapan yang
memadai.

Pencapan adalah suatu proses untuk mewarnai bahan tekstil dengan melekatkan zat
warna pada kain secara tidak merata sesuai dengan motif yang diinginkan. Motif yang
akan diperoleh pada kain cap nantinya harusnya dibuat dulu gambar pada kertas.
Kemudian dari gambar ini masing-masing warna dalam komponen gambar yang akan
dijadikan motif dipisahkan dalam kertas film.

Dari kertas film inilah motif dipindahkan ke screen, dimana dalam screen ini bagian-
bagian yang tidak ada gambarnya akan tertutup oleh zat peka cahaya sedangkan untuk
bagian-bagian yang merupakan gambar akan berlubang dan dapat meneruskan pasta
cap ke bahan yang akan dicap.

2.4.1 Metode Pencapan

Metode pencapan dikenal beberapa macam yang sering dilakukan berdasarkan


cara mengaplikasikan pada bahan tekstil dan bahan yang dipakai, antara lain :

1. Pencapan Langsung, yaitu pasta cap yang mengandung zat warna dicapkan
langsung pada bahan tekstil yang masih utuh atau telah berwarna (hasil
celupan). Termasuk dalam hal ini adalah pencapan diatas warna dasar blok
atau motif warna hasil proses pencapan sebelumnya (tumpang) yang
9

umumnya warna motif lebih tua daripada warna dasar. Hasil warna motif
yang diinginkan pada pencapan ini sudah langsung dapat dilihat.

2. Pencapan tidak langsung, yaitu pencapan ang tidak langsung diperoleh


warna motif pencapan yang diinginkan karena adanya zat pembantu yang
bersifat merintangi fiksasi, merusak zat warna atau merusak serat termasuk
pencapan rusak (etsa atau discharge), yaitu bahan tekstil yang telah
berwarna hasil cap atau celup lalu dicap dengan pasta cap yang
mengandung zat perusak sehingga warna putih tekstil tampak kembali yang
disebut etsa putih.

3. Pencapan langsung, yang termasuk pencapan tersebut adalah pencapan


alih panas, yaitu pencapan yang dilakukan pada kertas kemudian dialihkan
pada bahan tekstil dengan bantuan panas.Pencapan rambut serat,
pencapannya ditaburkan pada permukaaan bahan tekstilyang telah dilapisi
perekat dengan pencapan-pencapanyang menggunakan kombinasi metode-
metode pencapan yang telah dikenal tersebut, termasuk pencapan khusus.

2.5 Zat Pengental

Seperti halnya pada pencelupan, dimana pada umumnya menggunakan air sebagai
medium pembawa zat warna tekstil untuk dapat sampai pada serat kain, maka demikian
halnya dengn pencapan diperlukan juga suatu medium.

Tentu saja air tidak dapat digunakan, karna sifat air yang selalu menyebar, maka akan
mengakibatkan zat warna menyebar ke luar dari desain sehingga hasilnya tidak baik. Oleh
karna itu sebagai gantinya digunakan pengental. selain sebagai medium, pengental
tersebut berfungsi untuk melekatkan zat warna tetap pada tempatnya sesuai desain yang
ditentukan. pengental di masukan kedalam larutan zat warna dan zat pereaksi, hingga
merupakan suatu pasta dengan kekentalan tertentu. Pengental tidak boleh terlalu kental
ataupun encer.
10

2.5.1 Syarat-syarat Pengental

Syarat-syarat pengental diantaranya :

1. Tidak Berwarna

Sebaiknya pengental yang akan di gunakan tidak berwarna. apa bila


pengental yang akan kita gunakan berwarna, maka akan mempengaruhi
warna dari zat warna itu sendiri, terutama untuk warna muda.
2. Stabil Dalam Penyimpanan

Bahan pengental sebisa mungkin harus stabil dalam penyimpanan yang lama,
sehingga tidak menimbulkan perubahan fisik maupun kimia.

3. Mempunyai Daya Ikat

Pengental harus bisa mengikat zat-zat yang dicampurkan dalam pasta


pencapan.

4. Tidak Mengadakan Reaksi Kimia

Selain mampu mengambil dan mengikat zat-zat yang dicampurkan


kedalamnya, pengental tersebut tidak boleh mengadakan reaksi dengan zat-
zat tersebut. Sehingga dapat merubah sifat pengental maupun zat-zat yang
dicampurkan.

5. Dapat Dihilangkan Kembali

Sebagaimana fungsinya yang hanya bersifat sementara, yaitu sebagai


medium. Maka setelah zat warna terfiksasi dalam serat, maka pengental
tersebut dihilangkan kembali. pada umumnya penghilangannya dilakukan
dengan pencucian dalam air panas tampa penambahan zat-zat kimia yang
dapat mempengaruhi zat warna. Oleh karena itu dengan jalan pencucian
tersebut pengental harus mudah dihilangkan kembali.

2.5.2 Jenis-jenis Pengental

Ada beberapa pengental yang dapat digunakan untuk proses pencapan. dalam
memilih pengental, harus disesuaikan dengan macam zat warna. pada umumnya
pengental yang dapat digunakan dalam pencapan adalah pengental alam,
pengental buatan dan modifikasi pengental alam dan emulsi.
Macam-macam pengental diantaranya:
11

1. Pengental Alam
Pengental alam yaitu suatu pengental yang didapat dari hasil alam, seperti
kanji (amilum), natrium alginat(manutex) dan sebagainya.

Tabel 2.2 Macam-Macam Pengental Alam

Asal Nama Nama Dagang


Batang atau semak Gom arab, gom sengal, -
gom tragan, gom karaya
Tumbuhan atau biji Gom lokus Gom gatto dan gom
tumbuhan cesalpinia
Lumut Natrium alginat manutex

2. Modifikasi Pengental Alam

Dengan jalan modifikasi, baik dengan cara kimia maupun fisika terhadap
pengental alam akan diperoleh modifikasi pengental alam. pengental jenis ini
diperdagangkan dengan berbagai nama dagang. nama-nama dagang
tersebut berhubungan dengan perbedaan penggunaannya. Pengental jenis
selulosa yang tidak larut dalam air dengan jalan modifikasi kimia dapat
diperoleh bermacam-macam pengental hasil modifikasi.

3. Pengental Emulsi

Berbeda dengan dua jenis pengental diatas. Maka pengental emulsi bukan
merupakan jenis pengental alam ataupun modifikasi.

Emulsi sendiri sebenarnya adalah suatu sistem heterogen, mengandung dua


jenis zat cair yang tidak dapat bercampur. dengan suatu teknik tertentu, yaitu
dengan menambahkan zat ketiga yang sering disebut zat pengemulsi
(emulsifying agent) kedua zat cair tersebut dipaksa bersatu, yang satu
terdispersi sempurna didalam cairan lainnya.

Zat yang berada dalam bentuk terdispersi disebut fasa terdispersi atau fasa
dalam, sedangkan zat yang mengelilinginya disebut fama pendispersi atau
fasa luar.
12

Dua jenis emulsi yang bisa digunakan dalam pencapan yaitu emulsi minyak
dalam air dan emulsi air dalam minyak. sebagai minyak dapat digunakan
minyak tanah atau sejenisnya.

Pengental yang berasal dari jenis pengental alam atau modifikasi pengental
alam dapat dibuat dengan jalan melarutkannya dalam air dingin dan kemudian
memanaskannya. untuk mempercepat pelarutannya, sebaiknya pengental
tersebut di taburkan dalam air sambil diaduk kuat-kuat menggunakan alat
pengaduk putaran tinggi. Sedangkan pengental emulsi dibuat dengan jalan
mencampurkan minyak tanah, air dan emulgator diaduk menggunakan alat
pengaduk putaran tinggi tanpa pemanasan.

2.6 Asam Asetat (CH3COOH)

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat yang paling sederhana, setelah
asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan asam lemah, artinya hanya
terionisasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat digunakan dalam
produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun
berbagai macam serat dan kain. Dalam industri, asam asetat juga digunakan sebagai
pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai
pelunak air.
13

BAB III

METODA PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

1. Screen Printing
2. Meja printing
3. Rakel
4. Mesin Stenter
5. Mesin Steamer
6. Mixer
7. Pengaduk
8. Neraca
9. Gelar Ukur

3.1.2 Bahan

1. Kain Nylon
2. Zat Warna Asam (Merah dan Kuning)
3. Pengental CMC 10%
4. Natrium Asetat
5. Urea
6. Asam Asetat ( CH3COOH)
7. Na2CO3
8. Teepol

3.2 Cara Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.


2. Menghitung kebutuhan pasta cap seperti, zat warna, air, pengental dll sesuai dengan
resep.
3. Membuat pasta cap sesuai perhitungan resep.
4. Melakukan proses pencapan sesuai diagram alir.
5. Mengevaluasi dan menganalisa hasil pencapan.
14

3.3 Diagram Alir


 Pencapan

Persiapan pasta
cap, bahan dan Proses Pencapan
mesin

Drying Steaming
100oC, 1' 100oC, 15-30'

 Pencucian

Pencucian Dingin Pencucian Sabun

Pencucian Panas Pencucian Dingin

3.4 Resep

3.4.1 Resep Pencapan


Tabel 3.1 Resep Pencapan
No Resep 1 2 3 4
1 Zat Warna Asam 30 g
2 Pengental CMC 70 g
3 Urea 25 g
4 Na-Asetat 20 g
5 Asam Asetat 5g
6 Suhu Steam 1000C
7 Waktu Steam 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit
8 Pengeringan 1000C t = 1 menit
15

Tabel 3.2 Resep Pencucian

No Resep 1 2 3 4
1 Na2CO3 1 g/l
2 Teepol 1 ml/l
3 Suhu 80 0C
4 Waktu 15 Menit

3.5 Perhitungan Resep


3.5.1 Pencapan
30
Zat Warna Asam = x 75 g = 2,25 gram
1000
70
Pengental CMC = x 75 g = 52,5 gram
1000
30
Urea = 1000 x 75 g = 2,25 gram
30
Na-Asetat = 1000
x 75 g = 2,25 gram
5
Asam Asetat = 1000
x 75 g = 0,375 gram

3.5.1 Pencucian
1
Na2CO3 = 1000 x 100 ml = 0,1 gram
1
Teepol = x 100 ml = 0,1 ml
1000

3.6 Fungsi Zat

1. Zat warna Asam, berfungsi untuk memberi warna pada kain secara merata dan
permanen
2. Urea merupakan zat higroskopis yang berfungsi untuk menjaga kelembaban kain pada
waktu proses drying dan steaming
3. Pengental CMC sebagai pengental untuk zat warna asam.
4. Na. Asetat sebagai buffer pada pasta cap dan pemberi donor H+ pada saat proses
fiksasi.
5. Asam asetat sebagai asam yang mengatur suasana pH pasta cap pada fiksasi zat
warna kedalam serat.
6. Zat pendispersi sebagai zat yang mendispersikan zat warna yang tidak larut menjadi
lebih stabil pada pasta cap dan menghindari terjadinya penggumpalan zat warna
dispersi.
16

7. Teefol, Na2CO3 dan sabun untuk menghilangkan pengental, zat warna yang tidak
terfiksasi dan zat lain pada proses pencucian sabun.
3.7 Data Percobaan

3.7.1 Ketuaan Warna

Tabel 3.3 Hasil Evaluasi Ketuaan Warna Secara Visual

Pengamat
Kain Rata-rata Rangking
1 2 3 4

Kain 1 t = 15
7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 4
menit
Kain 2 t = 20
7,0 8,0 8,0 8,5 7,875 3
menit
Kain 3 t = 25
8,0 8,0 8,0 8,5 8,125 2
menit
Kain 4 t = 30
9,0 8,5 8,0 8,5 8,5 1
menit

Keterangan :
- Sangat Baik (8,1 – 10)
- Baik (6,1 – 8)
- Cukup Baik (4,1 – 6)
- Kurang Baik (x ≤ 4)
17

3.7.2 Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian

Tabel 3.3 Hasil Evaluasi Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian


(Staining Scale)

Kain Nilai

Kain 1 t = 15 menit 4,5

Kain 2 t = 20 menit 4,5

Kain 3 t = 25 menit 4,5

Kain 4 t = 30 menit 4,5

3.7.3 Ketajaman Motif

Tabel 3.5 Hasil Evaluasi Ketajaman Motif Secara Visual

Pengamat
Kain Rata-rata
1 2 3 4

Kain 1 t = 15 menit 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0

Kain 2 t = 20 menit 7,0 7,1 7,2 7,0 7,075

Kain 3 t = 25 menit 7,0 6,9 6,8 7,0 6,925

Kain 4 t = 30 menit 7,0 6,9 7,0 6,9 6,95

Keterangan :
- Sangat Baik (8,1 – 10)
- Baik (6,1 – 8)
- Cukup Baik (4,1 – 6)
- Kurang Baik (x ≤ 4)
18

BAB IV

DISKUSI

Pada percobaan ini dilakukan pencapan kain nylon dengan zat warna asam metoda steam
dengan memvariasikan waktu fiksasi yaitu 15, 20, 25 dan 30 menit yang dilakukan dalam skala
laboratorium di Laboratorium Pencelupan Politeknik STTT Bandung. Evaluasi kain yang
dilakukan adalah dari segi :

4.1 Ketuaan Warna

Pengukuran warna yang dilakukan oleh kelompok kami adalah sistem visual dengan cara
melihat ketuaan warna setiap kain kemdian dibandingkan dan diurutkan dari yang paling
muda ke yang paling tua. Semakin tua warna kain maka nilai dari ketuaan warna secara
visual semakin tinggi.

Berdasarkan data hasil percobaan ketuaan warna, terlihat bahwa waktu yang paling tinggi
adalah kain dengan waktu fiksasi 30 menit. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam grafik
berikut ini :

Grafik Hubungan Antara Waktu Fiksasi


Zat Warna terhadap Ketuaan Warna
10
8
6
4
2
0
Kain 1 t = 15
menit kain 2 t = 20
menit Kain 3 t = 25
menit Kain 4 t = 30
menit

Ketuaan Warna

Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Waktu Fiksasi Zat Warna terhadap Ketuaan
Warna
19

Pada grafik tersebut terlihat bahwa ketuaan warna kain yang paling tinggi adalah kain 4
dengan waktu fiksasi 30 menit. Setelah dianalisa, hal tersebut disebabkan karena waktu
pencelupan mempengaruhi hasil pencapan. Semakin lama waktu fiksasi maka ketuaan
warna semakin meningkat, hal tersebut menyebabkan zat warna yang masuk kedalam serat
dan zat warna yang terfiksasi semakin banyak. Selain itu ph berpengaruh terhadap ketuaan
warna. Ph tersebut menandakan jumlah ion positif yang terkandung pada serat. Semakin
asam pasta cap maka ion H+ nya semakin banyak sehingga penyerapan zat warna semakin
besar. Pencapan nylon dengan zat warna asam merupakan reaksi pertukaran ion. Struktur
nylon memiliki gugus amida dan karboksilat. Adanya penambahan asam pada pasta cap
menyebabkan serat nylon memiliki ion amonium bebas yang memungkinkan terjadinya
ikiatan dengan zat warna asam. Serat nylon akan menyerap (mengikat) ion-ion hidrogen dari
pasta cap yang mengandung asam, dimana ion-ion hidrogen tersebut akan diikat oleh gugus
amida, amina atau gugus karboksilat dengan membentuk ikatan garam yang dapat mengikat
anion dari molekul zat warna asam dengan ikatan ionik.

4.2 Ketajaman Motif

Berdasarkan hasil praktikum, ketajaman motif yang paling tajam adalah kain 4 dengan waktu
fiksasi 30 menit.

Ketajaman motif dapat dipengaruhi oleh tekanan saat perakelan dan kondisi sceen yang
digunakan. Jika tekanan yang diberikan saat proses perakelan tidak sempurna maka dapat
mempengaruhi hasil pencapan sehingga zat warna tidak akan sempurna menempel pada
kain.

Selain itu terdapat fakator lain yang sangat berpengaruh terhadap ketajaman motif yaitu
viskositas pasta pencapan. Viskositas pasta pencapan sangat menentukan hasil pencapan.
Viskositas yang terlalu tinggi menyebabkan pasta pencapan hanya mewarnai permukaan
serat saja, sedangkan bagian bawahnya tidak terwarnai. Viskositas yang terlalu rendah akan
menyebabkan hasil pencapan menjadi tidak tajam akibat menyebarnya pasta pencapan
keluar dari motif yang telah ditentukan.

Seperti yang kita lihat, pada hasil pencapan terdapat beberapa motif yang kurang tajam atau
meleber (tidak sesuai motif). Hal tersebut kemungkinan besar terjadi karena viskositas yang
terlalu rendah. Untuk ketajaman motif nilai viskositas sangat berpengaruh, karena semakin
encer kemungkinan pasta cap warna akan bermigrasi keluar lebih besar/motif tidak tajam,
tetapi apabila pasta cap terlalu kental ketajaman motif juga kurang baik karena pasta cap
20

terlalu kental sehingga tidak dapat menerobos kasa printing dengan baik sehinngga pinggir
motif bergerigi/tidak tajam. Namun selain nilai viskositas, penggunaan screen pada saat
pencapan pun dapat menjadi faktor kurang tajamnya motif, dimana pada saat penempatan
screen dengan motif yang berbeda, kemungkinan kasa tidak tepat dalam penempatannya,
sehingga menyebabkan motif mengalami overlap (tidak tepat dengan motif).

Fiksasi zat warna yang dilakukan menggunakan suhu kamar dengan memvariasikan waktu
fiksasinya. Waktu fiksasi yang digunakan adalah 15 menit, 20 menit, 25 menit dan 30 menit.

Grafik Hubungan Antara Waktu Fiksasi


Zat Warna terhadap Ketajaman Motif
8

7.5

6.5

5.5

5
Kain 1 t = 15 menit kain 2 t = 20 menit Kain 3 t = 25 menit Kain 4 t = 30 menit
Ketajaman Motif

Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Waktu Fiksasi Zat Warna terhadap
Ketajaman Motif

Pada grafik diatas, terlihat bahwa ketajaman motif dari semua kain memiliki hasil yang sama
hal tersebut disebabkan karena pasta cap yang digunakan memiliki viskositas yang sama.
Hasil dari ketajaman motif tersebut memiliki rata-rata 7,0.

4.3 Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian

Pengujian hasil pencapan kami menggunakan nilai staining scale. Hasil pengujian ketahanan
luntur warna kain terhadap pencucian untuk seluruh kain adalah 4,5.
21

Kain Nilai

Kain 1 t = 15 menit 4,5

Kain 2 t = 20 menit 4,5

Kain 3 t = 25 menit 4,5

Kain 4 t = 30 menit 4,5

Gambar 4.3 Tabel Nilai Staining Kain Hasil Pencapan Setelah Pencucian

Nilai 4,5 tersebut adalah nilai yang tinggi atau meunjukan bahwa tahan luntur warna semua
kain sudah sangat baik. Apabila dikaitkan dengan teori, zat warna asam dengan nylon
memiliki ikatan ionik, sehingga ketahanan luntur warna dari kain pencapan kami sangat baik.
Hal ini disebabkan karena setelah prncapan dilakukan proses pencucian sehingga zat warna
yang tidak terfiksasi dapat hilang pada proses pencucian tersebut.
22

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa :

1. Waktu fiksasi zat warna empengaruhi ketuaan warna. Semakin lama waktu fiksasi
maka semakin tinggi ketuaan warnanya. Ketuaan warna yang paling tinggi adalah kain
4 dengan waktu fiksasi 30 menit.
2. Ketahanan luntur zat warna pada setiap kain memiliki nilai yang sama yaitu 4,5 dengan
ketahanan luntur warna terhadap pencucian sangat baik.
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Sukirman, Sasmaya.2013. Bahan Ajar Praktikum Teknologi Pencapan. Sekolah Tinggi


Teknologi Tekstil. Bandung
2. Djufri, dkk. 1976. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan. Institut
Teknologi Tekstil. Bandung
3. Nadya Lestari, from:http://nadyalestari.blogspot.co.id/2011/04/kimia-zat-warna-zat-
warna-asam.html, diakses 19 Maret 2017 pukul 19:07 WIB
4. Evgust, 2011, from:https://evgust.wordpress.com/2011/04/05/flock-printing/, diakses 19
Maret 2017 pukul 19:07 WIB
5. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 2. Sekolah TInggi Teknologi Tekstil: Bandung

Anda mungkin juga menyukai