Disusun oleh
NPM : 17020030
GRUP : 2 K2
2018
I. JUDUL
1.1 Identifikasi zat warna pada polyester
1.2 Identifikasi zat warna pada poliamida golongan 1
1.3 Identifikasi zat warna pada poliamida golongan 2
II. MAKSUD DAN TUJUAN
2.1 Untuk mengidentifikasi zat warna pada polyester
2.2 Untuk mengidentifikasi zat warna pada serat poliamida golongan 1
2.3 Untuk mengidentifikasi zat warna pada serat poliamida golongan 2
III. DASAR TEORI
3.1 POLIAMIDA
Poliamida adalah jenis serat buatan yang dibuat dari Heksametilena diamina
dan asam adipat, jenis serat ini biasanya disebut poliamida 66,
Disamping itu ada juga jenis poliamida 6 yang dibuat dari heksametilena diamina
dengan asam sebasat HOOC(CH2)8COOH.
Adapun sifat-sifat poliamida 66 antara lain :
1. Kekuatan dan mulur
Poliamida mempunyai kekuatan dan mulur berkisar dari 8,3 gram per denier
dan 18 % sampai 4,3 gram per denier dan 45 %. Kekuatan basahnya 80-90
% kekuatan kering.
2. Tahan gosokan dan tekukan
Poliamida mempunyai tahan tekukan dan gosokan yang tinggi. Tahan
gosokan poliamida kira-kira 4-5 kali tahan gosokan wol.
3. Elastisitas
Poliamida selain mempunyai mulur tinggi (22%), juga mempunyai elastisitas
yang tinggi. Pada penarikan 8% poliamida elastis 100%, dan pada penarikan
sampai 16%, poliamida masih mempunyai elastisitas 91%.
4. Sifat Kimia
Poliamida tahan terhadap pelarut-pelarut dalam pencucian kering. Poliamida
tahan terhadap asam-asam encer, tetapi dengan asam klorida pekat
mendidih selama beberapa jam, akan terurai menjadi asam adipat dan heksa
metilena diamonium hidroklorida.
Poliamida sangat tahan terhadap basa. Pengerjaan dengan larutan Natrium
Hidroksida 10% pada suhu 85o selama 10 jam hanya mengurangi kekuatan
poliamida sebanyak 5%.
Pelarut-pelarut yang biasa untuk melrutkan poliamida adalah asam formiat,
kresol dan fenol.
Zat warna yang biasanya dipakai untuk mewarnai serat poliamida
biasanya dibedakan menjadi 2 golongan berdasarkan atas sifat kelarutannya
:
3.1.1 Golongan I
Zat warna yang larut dalam pelarut organic toluene, yaitu zat warna bejana,
zat warna dispersi, beberapa zat warana kompleks logam, beberapa zat
warna dispersi-reaktif, dan semua zat warna naftol. Reaksi antara zat warna
golongan I dengan serat poliamida
OCOCH OCOCH3
OH O NHOH3
C C
C
+ C C C
C
C C C C
CH3 HNO OH
CH2OCOCH3
O OH
NaOH
ONa
ONa
c. Zat warna naftol
Zat warna naftol merupakan zat warna yang proses pembentukan
warnanya dilakukan simultan pada saat pencelupan sehingga terjadi
proses penggandengan antara komponen zat warna dengan komponen
kopling.
OH ONa
+ NaOH
+ H2O
R R
Naft Naftola
ol t
ONa
NH2
NH
N=N N=
+ Sel - OH
N
SO3Na
b. Zat warna Asam
Zat warna asam merupakan zat warna yang larut dalam air dan berikatan
ionik dengan serta poliamida. Katuaan pencelupan zat warna asam sangat
bergantung pada kondisi pH larutan sehingga kontrol ketuaan dapat dilakukan
dengan mengontrol pH karena dengan pH yang rendah maka muatas positif
bahan akan bertambah sehingga akan meningkatkan laju penyerapan zat
warna.
H+ COO-
Untuk mengetahui zat warna yang ada pada serat poliamida, maka perlu
diadakan uji pendahuluan yang terdiri dari :
- Uji pencucian diikuti dengan pencelupan kembali terhadap multi fibers.
- Uji abu untuk menentukan logam-logam.
- Uji kelarutan untuk pewarnaan lapisan air / lapisan toluene.
Dalam uji kelarutan dibedakan bahwa :
Lapisan toluene adalah golongan I, yaitu :
1. Zat warna dispersi
2. Zat warna bejana
3. Zat warna kompleks logam ( celup netral )
4. Zat warna dispersi-reaktif.
Lapisan air adalah golongan II, yaitu:
1. Zat warna direk
2. Zat warna basa
3. Zat warna asam
4. Semua zat warna kompleks logam ( celup asam )
5. Zat warna krom.
ZW ZW ZW ZW ZW ZW
Serat Bejana Dispersi Naftol Direk Asam Basa
No
Multifibre
A B A B A B A B A B A B
1 Kapas - - - - - - + - - + - -
2 Poliamida - - + + - - - - + - - -
3 Vipoliamida - - - - - - - - - - - -
4 Asetat - - + + - - - - - - - -
5 Wol - - - - - - + + + + + +
6 Viskosa - - - - - - - - - + - -
7 Akrilat - - + + - - + - - - + -
8 Sutera - - - - - - + + + + + +
9 Polyester - - + + - - - - - - - -
Keterangan :
A : Suasana Asam
B : Suasana Basa
+ : Tercelup
- : Tidak tercelup
3.2 POLIESTER
Serat polyester adalah serat sintetik yang dibuat dari etilena glikol
dan asam tereftalat melalui proses polimerisasi kondensasi. Kekuatan
polyester pada keadaan basah sama besar dengan kekuatan pada keadaan
kering. Polyester mempunyai gugus amorf kecil dan gugus kristalin yang
tinggi sehingga sifat kristalinitasnya tinggi (bersifat hidrofob) dan tidak
mengandung gugusan-gugusan yang aktif, sehingga sukar sekali ditembus
oleh molekul-molekul yang berukuran besar ataupun tidak bereaksi dengan
zat warna anion atau kation. Untuk memperoleh hasil celup yang baik maka
proses pendahuluan (pretreatment) untuk polyester sangat perlu.
Penggunaan alkali panas waktu proses pencucian polyester sebaiknya
dihindari, karena akan menyebabkan terkelupasnya permukaan serat
tersebut. Polyester juga memiliki titik leleh yang tinggi yaitu 280oC, juga daya
tahan terhadap sobekan maupun gosokan dan elastisitas yang tinggi.
Polyester kebanyakan hanya dapat dicelup oleh zat warna dispersi.
Poliester dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol. Dacron dibuat
dari asamnya dan reaksinya sebagai berikut :
HO OC COO(CH 2) 2O H + (2n-1)H 2O
n
Dacron A ir
Sedangkan Terylene dibuat dari dimetil ester asam tereftalat dengan etilen
glikol, dan reaksinya sebagai berikut :
Etilena glikol
1. Morfologi
Penampang membujur serat poliester berbentuk seperti silinder dengan
penampang melintang berbentuk bundar.
2. Sifat fisika
a. Kekuatan dan mulur
Terylene memilki kekuatan 4,5-7,5 g/denier dan mulur 25-7,5%.
Dacron mempunyai kekuatan 4-6,9 g/denier dan mulur 40-11%.
b. Elastisitas
Pemulihan selama 1 menit setelah penarikan :
Penarikan 2% pulih 97%
Penarikan 4% pulih 90%
Penarikan 8% pulih 80%
c. Moisture Regain
Kondisi standar = 0,45%. Pada RH 100% = 0,6-0,8%.
d. Titik leleh
Meleleh pada udara panas bersuhu 250oC.
e. Berat jenis
Berat jenis poliester adalah 1,38.
3. Sifat kimia
a. Tahan asam lemah walaupun pada suhu mendidih, dan tahan asam
kuat dingin.
b. Tahan oksidator, alkohol, keton sabun, dan zat-zat untuk pencucian
kering.
c. Larut dalam meta-kresol panas, asam trifloroasetat-orto-klorofenol.
d. Tahan serangga, jamur, dan bakteri.
Identifikasi zat warna pada serat poliester digolongkan menjadi dua golongan
yaitu zat warna yang luntur dalam asam asetat glasial dingin dan zat warna
yang tidak luntur dalam asam asetat glasial dingin.
Serat poliester umumnya dapat diwarnai oleh zat warna dispersi, kation,
bejana, pigmen (pencelupan larutan polimer atau dengan pengikat resin) dan
zat warna yang dibangitkan.
Cara uji untuk zat warna pada poliester dapat dilakukan dengan melunturkan
dalam asam asetat glasial atau mengerjakannya dalam kaprolaktan.
Zat warna yang umumnya luntur banyak dalam asam asetat asam glasial
dingin, zat warna yang masuk pada golongan ini adalah :
1. Zat Warna dispersi carrier biasa
2. Zat Warna dispersi diazotasi
Zat warna yang umumnya tidak luntur dalam asam asetat asam
glasial dingin atau luntur sedikit dan luntur banyak dalam asam asetat glasial
panas, zat warna yang masuk pada golongan ini adalah :
1. Zat Warna bejana
2. Zat warna dispersi thermosol
3. Zat warna naftol
3.2.1 ZAT WARNA
3.2.1.1 Zat warna disperse
Jenis zat warna yang digunakan kali ini adalah zat warna disperse
yang tidak memiliki kelarutan dalam air dan tidak dapat dilarutkan. Zat
warna ini merupakan zat warna organik yang dibuat secara sintetik. Karena
tidak larut dan tidak dapat dilarutkan, yang bisa dilakukan hanyalah
mendispersikannya menjadi partikel-partikel zat warna yang hanya
melayang dalam air, dimana zat warna ini umumnya dapat terdispersi
secara sempurna. Pada pemakaiannya, perlu untuk mendispersikannya
terlebih dahulu, disini digunakan suatu zat pendispersi yang mampu
mendispersikan molekul-molekul zat warna sehingga lebih kecil dan mampu
masuk kedalam serat. Sementara proses pencelupannya sendiri
memerlukan bantuan zat pengemban (carrier) atau suhu tinggi.
Zat warna ini selain memiliki berat molekul yang relatif kecil, juga
bersifat non-ionik meskipun terdapat gugus-gugus fungsional (seperti gugus
hidroksil –OH atau amina –NH2) yang membuat zat warna ini (sangat)
sedikit larut dalam air, dimana gugus fungsi tersebut berfungsi sebagai
donor atom hidrogen untuk mengadakan ikatan dengan gugus karbonil pada
serat polyester. Selama proses pencelupan berlangsung, yaitu dengan suhu
tinggi, zat warna ini tidak akan mengalami perubahan kimia. Penyerapannya
pada keadaan setimbang sangat baik, akan tetapi difusi kedalam serat
sangat lama. Saat ini zat warna disperse, beberapa diantaranya memiliki
kecepatan difusi yang cukup besar sehingga memungkinkan untuk
mencelup warna muda maupun sedang dengan waktu proses yang tidak
terlalu lama. Zat warna seperti ini umumnya memiliki struktur yang
sederhana seperti Duranol Blue G yang skemanya ada dibawah.
Zat warna ini dapat digolongkan kedalam beberapa golongan
berdasarkan ketahanan sublimasi dan tingkat kerataan yang dihasilkan.
Golongan pertama memiliki berat molekul yang sangat kecil, sehingga
mudah terdispersi dan masuk kedalam pori-pori serat. Meskipun ketahanan
sublimasinya rendah, yaitu tersublimasi pada suhu 1000C.
Golongan kedua memiliki sifat pendispersian dan ketahanan sublimasi
yang cukup, dimana tersublim sempurna pada suhu 1900C. Zat warna
golongan ini umum digunakan untuk mencelup serat polyester baik dengan
cara carrier maupun suhu tinggi.
Golongan ketiga memiliki daya pendispersian yang cukup dengan
ketahanan sublimasi yang tinggi, yaitu tersublim secara sempurna pada
suhu 2000C. Hasil yang didapat cukup baik mengingat prosesnya dapat
dilakukan dengan cara carrier, termosol, maupun suhu tinggi. Sedangkan
golongan terakhir memiliki berat molekul yang paling besar diantara
semuanya, hal ini membuat golongan ini sukar terdispersi dalam larutan dan
masuk kedalam serat. Akan tetapi, golongan ini memiliki ketahanan
sublimasi yang sangat tinggi, yaitu tersublim penuh pada 2200C, sehingga
dengan sifat yang seperti ini, zat warna golongan ini sangat cocok untuk
proses pencelupan cara suhu tinggi maupun termosol.
Berdasarkan struktur kimianya, zat warna ini dapat digolongkan menjadi 3
golongan :
1. Golongan Azo (-N=N-)
Zat warna Naftol merupakan zat warna yang terbentuk didalam serat,
ketika proses pencapan/ pencelupan berlangsung. Zat warna ini terbentuk
dari hasil reaksi komponen senyawa naftol dengan senyawa garam
diazonium.
Pencapan dengan zat warna naftol dapat dipakai untuk serat kapas,
namun jarang digunakan karena prosesnya panjang. Daya serap zat warna
naftol baik terhadap rayon viskosa dibandingkan dengan serat kapas,
sehingga menyebabkan penghilangan naftol yang tidak dibangkitkan dengan
garam diazonium dari dalam bahan akan lebih sulit. Oleh karena itu untuk
rayon viskosa biasanya hanya dipakai warna-warna yang muda atau zat
warna naftol yang memiliki daya serap rendah.
Naftol tidak larut dalam air, namun larut dalam soda kostik, tahan
gosok dari hasil pencelupan tergantung dari kelarutan naftolnya. Untuk
melarutkan naftol yang stabil, biasanya ditambahkan formaldehida,
penambahan formaldehida tersebut harus dalam keadaan dingin, bila tidak
akan terjadi pengendapan. Larutan naftolat tidak stabil terhadap
karbondioksida dari udara, ini berarti larutan tersebut dapat mengurai
kembali menjadi naftol yang tidak larut, sehingga apabila digunakan untuk
mencelup maka akan menghasilkan celupan yang belang, suram dan tidak
tahan terhadap gosokan.
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Tabung reaksi
2. Batang pengaduk
3. Rak tabung
4. Penjepit
5. Ball filler
6. Pipet tetes
7. Pipet volume
8. Heater
Bahan :
Kurnia, Dede Wahab. 2002. Laporan Praktikum Evaluasi dan Pengujian Zat Warna
Pada Poliamida. STTT: Bandung.
Moerdoko, Wibowo, S.Teks, dkk.1975. Evaluasi Tekstil (Bagian Kimia), ITT, Bandung.
Rahayu, Haryanti S.Teks, 1995. Pedoman Praktikum Evaluasi Tekstil Kimia II, STTT.
Catatan – catatan mata kuliah teori pengujian dan evaluasi tekstil 2 dengan
dosen ibu Haryanti Rahayu