Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

PENCELUPAN II

PENCELUPAN KAIN CDP


DENGAN ZAT WARNA BASA DAN DISPERSI

Disusun oleh :
KELOMPOK IV

Anggota : Budiyono NRP 01.P.2678


Ahmad Aizudin NRP 01.P.2670
Arif Wibisana NRP 01.P.2675
Deni Susanto NRP 01.P.2683
Grup : K-1
Dosen : Ir. Elly K., Bk. Teks.
Asisten : M. Ichwan, SSiT
Priatna
Tanggal Percobaan : 12 Mei 2003

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL


B A N D U N G
2003
Praktikum Pencelupan II

LAPORAN PRAKTIKUM PENCELUPAN II


PENCELUPAN KAIN CDP DENGAN ZAT WARNA BASA DAN DISPERSI

I. MAKSUD DAN TUJUAN


A. Maksud
Pencelupan adalah proses pemberian warna pada bahan secara merata dan permanen
( mempunyai ketahanan luntur yang cukup ) dengan menggunakan zat warna, zat
pembantu, cara, dan alat tertentu.
B. Tujuan

II. DASAR TEORI


A. Serat Cationic Dyeable Polyester (CDP)
Serat poliester biasa (Dacron) dihasilkan dari polimerisasi kondensasi antara
etilena glikol dan asam tereftalat.

nHOOC COOH + nHO(CH 2)2 OH

Asam tereftalat Etilena glikol

HO OC COO(CH 2) 2O H + (2n-1)H 2O
n

Dacron Air

Sedangkan CDP merupakan kopoliester yang dihasilkan dari kopolimerisasi


komponen ketiga yang dapat mengikat zat warna kation (zat warna basa). Komponen
ketiga yang biasa ditambahkan adalah asam sulfoisoftalat dengan rumus kimianya
sebagai berikut :
HOOC COOH

SO 3Na

B. Zat warna basa


Zat warna ini umumnya merupakan garam-garam klorida atau oksalat dari basa-
basa organik, misalnya basa amonium, oksonium, dan sering pula merupakan garam
rangkap dengan seng klorida. Oleh karena kromofor dari zat warna ini terdapat pada
kationnya, maka zat warna ini disebut juga zat warna kation. Warna-warnanya cerah
tetapi tahan lunturnya kurang baik.
Zat warna ini mempunyai daya serap terhadap serat-serat protein. Beberapa zat
warna basa yang telah dikembangkan dapat juga untuk mencelup serat poliakrilat.
Pada serat tersebut, zat warna basa memiliki tahan luntur dan tahan sinar yang baik.
Zat warna basa selalu terionkan di dalam air dengan gugus pembawa warna
bersifat kation. Ikatannya dengan serat merupakan ikatan ionik sehingga kemampuan
migrasinya sangat jelek. Karena itu agar hasil pencelupan rata, maka harus
diusahakan warna sudah rata sejak awal pencelupan. Zat perata untuk zat warna basa
adalah dari jenis pendispersi nonionik, perata anionik, dan perata kationik.
Praktikum Pencelupan II

Zat warna basa merupakan suatu garam basa yang umumnya mempunyai
struktur: HO-R-(C6H4)-NH2 yang dapat membentuk garam dengan asam sebagai
berikut :

+ -
R NH2 + HCl R N H Cl
OH
Berdasarkan strukturnya (inti kromofornya), zat warna basa digolongkan menjadi
beberapa jenis yaitu :
1. Golongan I : merupakan turunan + -
(CH3)2N O N (C2H5)2Cl
trifenil metana, misalnya Malachite
Green.
C
COOH

C
Rhodamine B
+ -
N (CH3)2 Cl 6. Golongan VI : merupakan turunan
azo, misalnya Bismarck Brown.
Malachite Green
NH2 NH2
2. Golongan II : merupakan turanan
tiazina, misalnya Methylene Blue. H2 N N N N N NH2

N
Bismarck Brown
+
(CH3)2 N S N(CH3)2
-
Cl
Methylene Blue
3. Golongan III : merupakan turunana
oksazina, misalnya Meldola Blue.

+
(CH3 )2N O
-
Cl
Meldola Blue

4. Golongan IV : merupakan turunan


azina, misalnya Neutral Red.
N CH3

+
(CH3)2N N NH2
-
HCl
Neutral Red
5. Golongan V : merupakan turunan
xantena, misalnya Rhodamine B.
Praktikum Pencelupan II

Zat warna basa memiliki sifat-sifat sebagai berikut :


1. Memiliki kecerahan dan intensitas warna yang tinggi.
2. Larut dalam alkohol tetapi tidak mudah larut dalam air.
3. Pendidihan yang lama dapat menurunkan intensitas warna.
4. Penambahan alkali kuat dalam larutan zat warna basa akan membentuk basa zat
warna basa yang tidak berwarna. Bila ditambahkan asam, maka akan terbentuk
lagi bentuk garamnya yang berwarna. Basa tersebut larut dalam eter.
5. Karena bersifat kationik, maka dapat diendapkan oleh zat warna direk dan zat
warna asam terutama dalam larutan yang tidak encer.
6. Ketahanan sinar dan cucinya kurang karena itu perlu pengerjaan iring.
7. Beberapa reduktor dapat mengubah zat warna menjadi basanya yang tidak
berwarna. Basa tersebut mudah teroksidasi menjadi bentuk semula. Misalnya pada
zat warna Pararosaniline.

H2 N H H2 N
+ -
C N H2 Cl CH NH2
O
H2 N H2 N

berwarna tidak berwarna


Tetapi zat warna basa yang mempunyai ikatan azo proses reduksi tersebut akan
membongkar ikatan azonya sehingga tidak mungkin kembali ke bentuk semula
dengan proses oksidasi.
Cara melarutkan zat warna basa
Pertama kali zat warna dibuat pasta dengan asam asetat 30% sebanyak zat
warna. Kemudian ditambahkan air mendidih sambil diaduk untuk melarutkannya.
Kadang-kadang dipergunakan pula alkohol untuk memastakannya dan bila
dipergunakan zat aktif permukaan maka harus dipilih yang bersifat nonionik atau
kationik.
C. Zat warna dispersi
Zat warna dispersi termasuk zat warna yang tidak larut dalam air, tetapi hanya
terdispersi. Digunakan untuk mewarnai serat-serat hidrofob.
Molekul zat warna ini relatif kecil, sederhana, dan tidak memiliki gugus pelarut.
Menurut bentuk kimianya, zat warna dispersi merupakan senyawa azo atau antrakinon
dengan BM kecil dan tidak mengandung gugus pelarut. Dalam perdagangan, zat
warna dispersi merupakan senyawa-senyawa aromatik yang mengandung gugus-
gugus hidroksil atau amina yang berfungsi sebagai donor atom hidrogen untuk
mengadakan ikatan dengan gugus-gugus karbonil dalam serat. Contoh zat warna
dispersi adalah :
O NH2

O2 N N=N NH 2

Cibacet Orange 3R O OH
(CI Disperse Orange 3) Cibacet Red 3B
(CI Disperse Red 1)
Sifat-sifat umum zat warna dispersi menurut J.L. Edward adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai berat molekul yang relatif kecil.
2. Kelarutan dalam medium air kecil, tetapi kelarutan dalam serat relatif besar.
3. Umumnya tidak mengion di dalam air.
4. Apabila dihaluskan dan didispersikan dengan zat pendispersi dapat dihasilkan
dispersi yang stabil dalam larutan celup dengan ukuran 0,5-2,0 mikron.
5. Mempunyai titik leleh sekitar 150oC.
6. Mempunyai tingkat kejenuhan 30-200 mg zat warna per gram serat.
Berdasarkan ketahanan sublimasinya, zat warna dispersi dapat digolongkan
menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Golongan A
Golongan ini memiliki kerataan yang sangat baik karena daya migrasinya sangat
tinggi dengan ukuran molekul yang sangat kecil. Tetapi mempunyai suhu sublimasi
yang paling kecil yaitu sekitar 130oC.
2. Golongan B
Golongan ini memiliki kerataan yang baik karena daya migrasinya juga tinggi
dengan ukuran molekul yang kecil dan mempunyai suhu sublimasi 150-170 oC.
3. Golongan C
Golongan ini memiliki kerataan lebih jelek dari golongan B karena daya migrasinya
juga lebih rendah dengan ukuran molekul yanglebih besar dan mempunyai suhu
sublimasi sekitar190oC.
4. Golongan D
Golongan ini memiliki kerataan yang paling jelek karena daya migrasinya paling
rendah dengan ukuran molekulyang paling besar dan mempunyai suhu sublimasi
sekitar 220oC.
D. Penggunaan garam glauber pada pencelupan
Pencelupan CDP dengan zat warna basa dan dispersi pada temperatur dan
tekanan tinggi serta pH rendah perlu menggunakan garam glauber. Garam ini
mencegah penurunan kekuatan serat (akibat hidrolisa gugus tambahannya yaitu asam
sulfoisoftalat), mempengaruhi migrasi dan daya absorpsi zat warna, serta kecepatan
pencelupan.
1. Pengaruh terhadap kekuatan serat CDP
Pencelupan pada pH rendah dapat menurunkan kekuatan serat CDP melalui
hidrolisa gugus tambahannya. Disamping mempengaruhi kekuatan serat, pH juga
memberikan efek terhadap hasil celupan yaitu ketahanan warnanya, corak dan
kesempurnaan.
Bila pH pencelupan makin besar, zat warna basa menjadai tidak stabil pada
temperatur tinggi sehingga dapat terurai. Maka hasil pencelupan akan berwarna muda
dan menurunkan ketahanan serat terhadap sinar.
Bila pencelupan dengan temperatur tinggi dan pH yang rendah, maka CDP akan
terhidrolisa. Walaupun kestabilan larutan celup pada temperatur tinggi dan pH rendah
akan bertambah, tetapi penurunan kekuatan serat akan terjadi dengan cepat.
Berikut adalah pengaruh dari pH larutan celup terhadap hasil pencelupan :
pH<4 pH 4 pH>4
 Ketuaan 
+ Corak warna ++
 Sisa 
 Ketahanan cahaya 
 Penodaan terhadap serat lain 
 Kekuatan serat 
Keterangan :  : turun + : berubah sedikit
 : naik ++ : berubah
2. Pengaruh terhadap migrasi zat warna basa
Kenaikan temperatur pada pencelupan CDP dengan zat warna basa tidak
mempengaruhi migrasi zat warna tidak seperti pada pencelupan poliakrilat. Yang
mempengaruhi adalah garam glauber yang dapat menambah migrasi tersebut.
Sebaliknya kecepatan penyerapan menjadi lambat karena adanya penambahan ion-
ion. Migrasi akibat garam glauber lebih besar dari pada migrasi dengan penambahan
zat pengemban.
E. Pencelupan CDP dengan zat warna basa dan mekanismenya
Secara umum, pencelupan CDP bertujuan memindahkan zat warna basa dari
medium pencelupan ke dalam serat melalui distribusi yang merat disertai dengan sifat-
sifat ketahanan warna yang optimum dari hasil celupannya, juga memelihara akibat
sampingan yang minimum terhadap kekuatan serat itu sendiri.
1. Kecepatan pencelupan
Pengontrolan temperatur dan waktu dilakukan untuk mengatur kecepatan celup
dalam pencelupan CDP dengan zat warna basa. Energi aktivitas difusi zat warna basa
pada CDP sekitar 25 kcal/mol yang kira-kira sebanding dengan dengan 30-34 kcal/mol
untuk zat warna dispersi pada serat poliester biasa.
Berdasarkan evaluasi ini diketahui kenaikan kecepatan celup CDP hanya 7%
setiap 1oC. Karena itu pengontrolan temperatur adalah cara yang paling efektif untuk
mengatur kecepatan celup ini.
2. Mekanisme pencelupan
Setelah pelarutan zat warna, molekul-molekul zat warna akan bergerak
mendekati bahan dan terserap pada permukaan bahan (serat). Selanjutnya terjadi
difusi zat warna ke dalam serat sehingga terjadi ikatan. Kuat tidaknya ikatan ini
tergantung pada jenis zat warna dan jenis serat yang dipakai.
Adapun bentuk mekanisme pencelupan serat CDP didasarkan pada sifat kedua
komponen ada 2 macam yaitu :
a. Mekanisme dengan bantuan zat pengemban
Jenis pengemban yang biasa dipakai untuk pencelupan CDP dengan zat warna
basa adalah pengemban nonionik untuk mengurangi migrasi zat warna yang
berlebihan. Mekanismenya :
 Zat pengemban, zat warna, dan air berada dalam satu kesetimbangan pada
permukaan serat.
 Zat pengemban, zat warna, dan air berdifusi ke dalam serat. Zat pengemban
bertindak sebagai pelunak dengan menghilangkan gaya-gaya di antara rantai-
rantai molekul polimer.
 Serat terplastiskan akibat perusakan tersebut dan zat warna masuk ke dalam serat
sehingga terjadilah pencelupan.
 Setelah pengemban keluar, serat akan kembali ke bentuk semula (sulit dicelup)
sehingga zat warna yang sudah ada di dalam serat tidak keluar lagi dan terjadi
ikatan antara serat dan zat warna.
b. Mekanisme dengan suhu dan tekanan tinggi
Energi panas menyebabkan terjadinya gerakan-gerakan makromolekuler yang
cepat sehingga terbentuk ruang-ruang antar molekul (pori-pori serat) yang
memungkinkan zat warna masuk ke dalam serat. Adanya tekanan akan membantu
perpindahan molekul zat warna dari larutan celup ke dalam serat. Stelah pencelupan,
serat kembali ke bentuk semula dengan zat warna yang membentuk ikatan di
dalamnya.
F. Pencelupan CDP dengan zat warna dispersi
Pencelupan CDP dengan zat warna dispersi sama dengan pencelupan poliester
biasa menggunakan zat warna dispersi karena pada serat CDP masih memiliki sifat
sifat yang mirip poliester biasa. Mekanisme pencelupan zat warna dispersi adalah solid
solution dimana suatu zat padat akan larut dalam zat padat lain. Dalam hal ini, zat
warna merupakan zat padat yang larut dalam serat.
Mekanisme lain menjelaskan demikian : zat warna dispersi berpindah dari
keadaan agregat dalam larutan celup masuk kedalam serat sebagai bentuk molekuler.
Pigmen zat warna dispersi larut dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi bagian zat
warna yang terlarut tersebut sangat mudah terserap oleh bahan. Sedangkan bagian
yang tidak larut merupakan timbunan zat warna yang sewaktu-waktu akan larut
mempertahankan kesetimbangan.
Bagian zat warna dalam bentuk agregat, pada suatu saat akan terpecah menjadi
terdispersi monomolekuler. Zat warna dispersi dalam bentuk ini akan masuk ke dalam
serat melalui pori-pori serat. Untuk lebih jelasnya, sifat zat warna dispersi dalam
larutan celup dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Partikel zat warna dispersi Agregasi Agregat zat warna


(<1) (10)
Pengagregasian
Pecah
Pecah + pendispersian kembali
Zat warna terdispersi
monomolekuler

Pencelupan

Serat

Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat,


selanjutnya terjadi difusi zat warna dari permukaan ke dalam serat. Adsorpsi dan difusi
zat warna ke dalam serat dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur proses.
Dalam air, serat poliester akan memiliki gaya dipol antar serat dimana ikatannya
digambarkan sebagai berikut:
Gaya ini terjadi karena atom karbon bermuatan parsial positif (+)dan atom

O O
HO OC CO(CH 2) 2O n H

Gaya Dipol
O O
HO OC CO(CH 2) 2O n H

oksigen bermuatan parsial negatif (-). Gaya dipol akan renggang pada saat
pemanasan di atas 80oC sehingga zat warna bisa masuk ke dalam serat.
Pada suhu tinggi, rantai-rantai molekul serat pada daerah amorf mempunyai
mobilitas tinggi dan pori-pori serat mengembang. Kenaikan suhu menyebabkan
adsorpsi dan difusi zat warna bertambah. Energi rantai molekul serat bertambah
sehingga mudah bergeser satu sama lain dan molekul zat warna dapat masuk ke
dalam serat dengan cepat. Masuknya zat warna ke dalam serat dibantu pula dengan
adanya tekanan tinggi.
Zat warna akan menempati bagian amorf dan terorientasi dari serat poliester.
Pada saat pencelupan berlangsung, kedua bagian tersebut masih bergerak sehingga
zat warna dapat masuk di antara celah-celah rantai molekul dengan adanya ikatan
antara zat warna dengan serat. Ikatan yang terjadi antara serat dengan zat warna
mungkin merupakan ikatan fisika, tetapi dapat pula merupakan ikatan hidrogen yang
terbentuk dari gugusan amina primer pada zat warna dengan gugusan asetil pada
molekul serat.

O2 N N=N N H O=C-O-C
H CH3
Ikatan Hidrogen

Demikian pula gaya-gaya Dispersi London (Van der Waals) yang dapat terjadi dalam
pencelupan tersebut, seperti diilustrasikan dalam gambar berikut.
Dalam gambar di atas dimisalkan atom A
adalah atom zat warna, sedangkan atom B adalah I II
Tolakan
serat poliester. Pada saat atom A mulai Tarikan
berdekatan dengan atom B, maka salah satu atom
cenderung untuk mendekati atom tetangganya. + TaTrikolaankan +
Smapai pada jarak tertentu maka pada kedua A B
atom akan terjadi antaraksi, dimana awan
elektron I pada atom A akan tertarik pada inti
atom B, awan elektron II pada atom B akan tertarik pada inti atom A, awan elektron I
dan awan elektron II saling tolak, dan inti atom A akan menolak inti atom B. Antaraksi
tersebut akan menghasilkan energi tarik-menarik.
G. Mekanisme pendispersian zat warna, pencucian reduksi, dan pencucian
Cara kerja zat pendispersi
Pencelupan dengan zat warna dispersi yang tidak larut dalam air tidak akan
terjadi bila zat warna belum didispersikan dalam air. Karena itu perlu penambahan zat
pendispersi. Mekanisme pendispersian zat warna dispersi oleh zat pendispersi adalah
sebagai berikut :
Zat pendispersi
memiliki bagian hidrofob dan
bagian hidrofil. Bagian hidrofil
Pendispersi
merupakan kepala dan bagian
hidrofob adalah ekor, seperti
Zat warna
Gambar a Gambar b gambar di samping. Pada saat
dimasukkan ke air, bagian
hidrofob zat pendispersi ini akan ditolak, sedangkan bagian hidrofil akan tertarik ke air
(gambar a). Namun ketika ke dalam air tersebut dimasukkan zat warna dispersi yang
bersifat hidrofob, maka bagian hidrofob zat pendispersi akan tertarik ke zat warna
tersebut (gambar b). Keadaan demikian akan mengakibatkan zat warna dispersi yang
tidak larut dalam air, akan lebih stabil karena didispersikan oleh pendispersi sehingga
tidak terjadi pengendapan zat warna.
Mekanisme kerja pencucian reduksi
Proses cuci reduksi (Reduction Clearing) menggunakan kaustik soda dan natrium
hidrosulfit yang akan menghasilkan gas hidrogen untuk mereduksi sisa zat warna yang
tidak mewarnai serat. Pemakaian kaustik soda ini hanya untuk mengaktifkan natrium
hidrosulfit agar menghasilkan gas hidrogen. Reaksinya sebagai berikut :

NaOH + Na2 S2 O4 Na 2SO4 + H n

Penghilangan sisa zat warna tersebut dengan hidrogen melalui reaksi reduksi
akan mengubah resonansi zat warna sehingga tidak berwarna lagi. Contoh reaksi
tersebut adalah sebagai berikut :
CN
R1
H2 N N N N
R2
reduksi lemah
CN
R1
O2N N N N
R2

reduksi kuat CN
R1
H2 N NH2 + H2 N N
R2
(resonansi kecil sehingga warna hilang)
Mekanisme kerja sabun dalam proses pencucian
Setelah cuci reduksi, bahan selanjutnya dicuci bersih dengan sabun/deterjen.
Pencucian dengan sabun untuk melepaskan sisa zat warna yang tidak berfiksasi dan
sisa zat proses memiliki mekanisme hampir sama dengan pendispersi zat warna oleh
zat pendispersi.
Suatu molekul sabun atau deterjen tersusun dari bagian muka yang berupa
gugus –COONa atau –SO3Na yang bersifat polar, dan bagian ekor berupa rantai alkail
yang non polar. Ketika sabun atau deterjen dimasukkan ke dalam larutan/air maka
sabun atau deterjen akan mengalami ionisasi. Ion natrium akan dilepaskan sehingga
sabun bermuatan negatif dan akan membentuk struktur unisel (buih) dimana bagian
COO- atau SO3- mengarah ke air sedangkan bagian lainnya mengarah kepada sisa zat
warna dispersi.
Sisa zat warna memiliki sifat hidrofob. Sedangkan teepol yang digunakan sebagai
zat pencuci atau sabun memiliki bagian hidrofil dan hidrofob. Zat warna yang tidak
berfiksasi dengan serat akan menempel pada permukaan bahan. Pada saat sabun
dimasukkan, maka bagian hidrofob sabun dan zat warna tersebut akan bergabung.
Sementara bagian hidrofil sabun akan menarik gabungan bagian hidrofob tersebut ke
air (mendispersikannya ke air).
Praktikum Pencelupan II

III. PERCOBAAN
1. Alat dan bahan
Alat-alat : - Pengaduk kaca - Gelas piala 100 ml - Kasa dan kaki tiga
- Termometer - Pembakar gas & korek
- Pipet volume 10 ml - Gelas ukur 100 ml - Neraca Ohauss
Bahan-bahan : - Zat warna basa - Zat warna dispersi
BASACRYL RED BG FORON BRILL YELLOW S-6GL
- Pendispersi - Asam asetat 30% - Garam glauber
- Carrier - Bahan CDP - Air proses
2. Resep dan fungsi zat
1. Resep pencelupan
Resep
Resep
I II III IV V
Zat warna basa % 1 1 1 1 -
Zat warna dispersi % - - - 1 1
Pendispersi cc/L 2 2 2 2 2
Asam asetat cc/L 3 3 3 3 3
Garam glauber g/L - 5 5 5 5
Carrier % - - 2 - -
Suhu o
C 100 100 120 120 120
Waktu menit 40 40 40 40 40
Vlot 1:30 1:30 1:30 1:30 1:30
Fungsi zat : (Resep yang dilakukan adalah I, III, IV, dan V)
Zat warna basa dan dispersi : mewarnai bahan CDP
Pendispersi : mendispersikan zat warna secara merata dalam larutan celup
Asam asetat : memberi suasana asam sekitar pH 4 agar terjadi pencelupan
Garam glauber : mencegah hidrolisa gugus tambahan pada bahan CDP
Carrier : membawa lebih banyak zat warna ke dalam bahan CDP
2. Resep pencucian reduksi
Resep Jumlah Vlot 1 : 30
Na. hidrosulfit % 2 Fungsi zat :
Kaustik soda cc/L 1 NaOH + Na2S2O4 :menghilangkan sisa
Suhu C
o
70 zat warna, carrier, dan sisa zat proses
lainnya pada permukaan serat ketika
Waktu menit 10
proses pencucian reduksi
3. Resep penyabunan
Resep Jumlah
Pembasah Teepol (sabun) cc/L 1
Natrium Karbonat g/L 1
Suhu o
C 60
Waktu menit 10
Vlot 1:50
Fungsi zat :
Teepol : menghilangkan sisa zat warna yang tidak mewarnai serat dan
juga sisa zat proses
Soda abu : memberikan suasana alkali agar hasil pencuciannya baik
3. Cara kerja
1. Persiapan larutan celup
 Mempersiapkan zat-zat proses.
 Membuat larutan celup dengan mencampurkan semua bahan dalam air proses.
2. Pencelupan
 Memasukkan kain ke larutan celup dan merendam 10 menit pada suhu 70 oC.
 Menaikkan suhu proses sampai suhu 100 oC atau 120oC dan meneruskan
pencelupan selama 40 menit (untuk suhu 100 oC) atau 20 menit (untuk suhu
120oC). Selanjutnya menurunkan suhu proses sampai 60oC.
3. Pencucian reduksi
 Membuat larutan proses dengan mencampurkan NaOH dan Na 2S2O4.
 Menaikkan suhu sampai 70oC dan meneruskan proses selama 10 menit.
 Mencuci, membilas dan mengeringkan hasil.
4. Pencucian dan pengeringan
 Membuat larutan proses dengan mencampurkan sabun dan soda abu dalam air
proses pencucian.
 Memanaskan suhu proses sampai 60oC dan meneruskan proses pada suhu
tersebut selama 10 menit.
 Membilas dan mengeringkan hasil.
4. Skema proses untuk resep I dan II

Bahan, zat warna, asam,


garam glauber, pendispersi,
pengemban

20 40 60 80 100

5. Skema proses untuk resep III, IV, dan V


Bahan, zat warna, asam,
garam glauber, pendispersi,

20 40 60 80 100 120

6. Diagram alir
 Pencucian sabun  Pembilasan (R I, II, III) 
Persiapan  Pencelupan Pengeringan  Evaluasi hasil
 Pencucian reduksi  Pembilasan (R IV, V) 

7. Data pengamatan
1. Perhitungan resep
a. Pencelupan
 Resep I dan V
Berat bahan = 8g, vlot = 1:30, maka zat-zat prosesnya:
Air =8 x 30cc = 240cc
Zat warna basa (R I) =1% x 8g x 100cc = 8cc
Zat warna dispersi (R V) =1% x 8g x 100cc = 8cc
Pendispersi =(2cc/1000cc )x240cc = 0,48cc
Asam asetat =(3cc/1000cc )x240cc = 0,72cc
Garam glauber (R V) =(5g/1000cc )x240cc = 1,20cc
 Resep III dan IV
Berat bahan = 7g, vlot = 1:30, maka zat-zat prosesnya:
Air =7 x 30cc = 210cc
Zat warna basa (R III,IV) =1% x 7g x 100cc = 7cc
Zat warna dispersi (R IV) =1% x 7g x 100cc = 7cc
Pendispersi =(2cc/1000cc )x210cc = 0,42cc
Asam asetat =(3cc/1000cc )x210cc = 0,63cc
Garam glauber =(5g/1000cc )x240cc = 1,20cc
Pengemban (R III) =1% x 7g x 100cc = 7cc
b. Pencucian reduksi (R IV dan V)
Berat bahan = 15g, maka kebutuhan zat-zat prosesnya:
Air = (30g/1g )x15cc = 450cc
Na. hidrosulfit = 2% x 15g = 0,3cc
Kaustik soda = (1cc/1000cc )x450cc = 0,45cc
c. Pencucian dengan sabun (R I dan III)
Berat bahan = 15g, maka kebutuhan zat-zat prosesnya:
Air = (15g/1g )x30cc = 450cc
Sabun/deterjen = (1cc/1000cc )x450cc = 0,45cc
Soda abu = (1g/1000cc )x450cc = 0,45cc
2. Contoh hasil pencelupan kelompok 4
Resep I Resep III Resep IV Resep V
IV. DISKUSI
Perbandingan hasil pencelupan resep I dan resep III
Perbedaan antara kedua resep tersebut adalah : penggunaan 5 g/L garam glauber
dan 2% zat pengemban pada resep III. Perbedaan lainnya adalah suhu yaitu 100 oC pada
resep I dan 120oC pada resep III. Sedangkan persamaannya adalah keduanya
menggunakan 1% zat warna basa, 2 cc/L pendispersi, dan 3 cc/L asam asetat.
Resep I menggunakan suhu 100oC. Pada suhu ini, pembukaan serat (pembentukan
pori-pori serat) masih sedikit. Tetapi zat warna tetap dapat masuk ke dalam serat karena
rantai polimer serat CDP bercabang akibat penambahan gugus tambahan dan memberikan
rongga-rongga, tidak seperti rantai polimer serat poliester biasa yang berupa rantai lurus
sehingga rongga-rongga antar rantai polimer sangat sempit. Perbandingan bentuk rantai
polimer antara polester biasa dengan CDP adalah sebagai berikut :

O O
HO C CO (CH2)2O H
n

O O
HO C CO (CH2)2O H
rantai polimer serat poliester
n tidak bercabang
: ikatan dipol antar rantai polimer serat poliester

O O O O
HO C CO C C O(CH2 )2 O H
n

SO 3 Na
O O O O
HO C CO C C O(CH2 )2O H
n

SO 3 Na
rantai polimer CDP bercabang
: ikatan dipol antar rantai polimer serat CDP

Pada resep III, kemungkinan terjadinya hidrolisis serat CDP sangat kecil karena
adanya penggunaan garam glauber. Selain itu, asam yang digunakan pun jenis asam
lemah. Difusi zat warna pada resep III terjadi pada suhu 120 oC dimana pada suhu tersebut
pori-pori serat akan lebih besar. Terjadinya pori-pori serat karena ada pemutusan ikatan
dipol antar rantai polimer serat CDP akibat pemanasan yang menggeser-geser rantai
polimer serat dan memungkinkan lebih banyak zat warna yang masuk ke dalam serat dan
melakukan ikatan secara kimia dengan serat. Karena itulah hasil pencelupan resep III
berwarna lebih tua dari pada resep I (yang menggunakan suhu difusi 100oC). Ikatan antara
zat warna basa dan serat terjadi karena adanya kation zat warna (bermuatan positif) dan
gugus tambahan yang bermuatan negatif (-SO3-) pada serat CDP.
Pembahasan tentang pencelupan dengan resep IV
Pencelupan dengan resep IV menggunakan campuran 1% zat warna basa merah,
1% zat warna dispersi kuning, 2 cc/L pendispersi, 3 cc/L asam asetat, dan 5 g/L garam
glauber. Secara teori, campuran kedua warna tersebut yang memiliki konsentrasi sama
akan menghasilkan warna oranye. Tetapi pada hasil praktikum didapatkan warna
campuran yang didominasi warna kuning dari zat warna dispersi.
Penyerapan pada bahan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pada suhu 70-100 oC dan
suhu 100-120oC. Meskipun pada tahap pertama, penyerapan akan sangat sedikit dan zat
warna yang dapat berikatan adalah zat warna basa. Difusinya juga dilakukan dua tahap
yaitu pada suhu 100oC selama 20 menit dan pada suhu 120 oC selama 20 menit.
Penyerapan pada tahap kedua akan lebih banyak dari pada tahap pertama karena pada
suhu 120oC pembukaan serat poliester lebih besar sehingga memungkinkan lebih banyak
zat warna basa dan dispersi untuk masuk ke dalam serat. Kemungkinan ikatan yang
terjadi pada pencelupan dengan resep IV adalah sebagai berikut :

ZW O H H O Zw
ikatan hidrogen
O O serat CDP dengan
zat warna dispersi
HO C CO OC CO O(CH2 )2 O H

H O Zw - + n
SO 3 D

ikatan ionik
serat CDP dan
zat warna basa

Penyerapan dan difusi tahap pertama terutama didominasi untuk zat warna basa.
Sedangkan tahap kedua adalah untuk zat warna dispersi. Warna kuning zat warna dispersi
akan mendominasi warna hasil pencelupan karena ada kemungkinan ikatan ionik antara
CDP dengan zat warna basa lebih sedikit (penambahan asam sulfoiosftalat sedikit) dari
pada ikatan fisika antara serat CDP dengan zat warna dispersi, seperti terlihat pada
gambar ikatan di atas.
Pembahasan tentang pencelupan dengan resep V
Pencelupan resep V merupakan pencelupan serat CDP dengan 1% zat warna
dispersi, 2 cc/L pendispersi, 3 cc/L asam asetat, dan 5 g/L garam glauber. Dalam
pencelupan ini, fungsi garam glauber untuk mencegah hidrolisis gugus tambahan pada
CDP tidak terlalu penting karena ikatan antara serat dan zat warna tidak terjadi pada
gugus tersebut. Ikatannya tidak seperti ikatan antara CDP dengan zat warna basa yang
merupakan ikatan ionik. Jadi meskipun gugus tersebut terhidrolisis, serat CDP masih
dapat menyerap zat warna dispersi melalui ikatan secara fisika, seperti halnya ikatan zat
warna dispersi dengan serat poliester biasa.
ZW O H H O Zw
ikatan hidrogen
O O serat CDP dengan
zat warna dispersi
HO C CO OC CO O(CH2 )2 O H

H O Zw n
SO 3H

ionisasi gugus ini tidak kuat sehingga ikatan serat


dengan zat warna basa tidak terjadi karena gugus
ini berubah dan tidak polar lagi akibat hidrolisis

Pencelupan ini menghasilkan warna kuning yang lebih tua dari pada warna kuning
pada hasil pencelupan dengan resep IV. Hal ini terjadi karena penyerapan pada bahan
dilakukan dalam 2 tahap yaitu pada suhu 70-100 oC dan suhu 100-120oC. Meskipun pada
tahap pertama penyerapan akan sangat sedikt. Difusinya juga dilakukan dua tahap yaitu
pada suhu 100oC selama 20 menit dan pada suhu 120 oC selama 20 menit. Penyerapan
pada tahap kedua akan lebih banyak dari pada tahap pertama karena pada suhu 120 oC
pembukaan serat poliester lebih besar sehingga memungkinkan lebih banyak zat warna
untuk masuk ke dalam serat.

V. KESIMPULAN
1. Hasil pencelupan dengan zat warna basa resep III berwarna lebih tua dari pada
resep I.
2. Pencelupan dengan resep IV menggunakan zat warna basa dan dispersi
menghasilkan warna campuran yang didominasi oleh zat warna dispersi.
3. Pencelupan dengan zat warna dispersi resep V memberikan warna kuning yang
lebih tua dari pada warna kuning yang tampak pada hasil pencelupan resep IV.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Djufri, Rasjid, Ir., dkk. 1982. Pengantar Kimia Zat Warna. Bandung : Institut
Teknologi Tekstil.
Djufri, Rasjid, Ir., dkk. 1976. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan, dan
Pencapan. Bandung : Institut Teknologi Tekstil.
Lubis, Arifin, S.Teks.. 1994. Teknologi Persiapan Penyempurnaan. Bandung :
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.

Anda mungkin juga menyukai