Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN


1.1.1 Maksud
Mewarnai kain poliamida dengan zat warna disperse secara merata dan permanen.

1.1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum :
 Melaksanakan proses pencelupan pada kain Poliamida dengan menggunakan zat
warna Dispersi dengan variasi pH
 Memvariasikan pH untuk mengetahui pengaruh variabel tersebut terhadap hasil
proses
 Mengidentifikasi resep optimum penggunaan pH
 Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil proses.
Sehingga praktikan dapat memahami pengaruh pH yang digunakan terhadap hasil
celup serta dapat menentukan resepyang optimal berdasarkan percobaan.
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 TEORI DASAR


2.1.1 Serat Poliamida
Poliamida adalah serat yang derajat kristalinitasnya tinggi, yang terbentuk akibat
rantai polimer yang linear dan antar rantai polimernya berikatan hydrogen sehingga
strukturnya relative sangat rapat dan bersifat hidrofob. Oleh karena itu, poliamida dapat
dicelup dengan zat warna dispersi yang molekulnya relative kecil dan bersifat hidrofob.
Namun demikian sebaiknya dipilih struktur molekul zat warna disperse yang bentuknya
langsing agar zat warna dapat berdifusi dengan baik ke dalam serat. Hasil pencelupan
poliamida dengan zat warna disperse umumnya mempunyai kerataan yang baik tetapi
ketahanan luntur terhadap sinar relative kurang baik. Bahan polimida yang dicelup dengan
zat warna disperse diperuntukan untuk bahan sandang yang jarang terkena sinar
matahari.
Polymer polyamida (nylon) adalah polimer yang dibentuk dari asam karboksilat dan
amino. Jenis asam karboksilat dan amino sangat bervariasi sehingga terbentuk poliamida
yang sangat bervariasi, misalnya nylon 6, nylon 66, nylon 11 dll. Yang paling banyak
diproduksi adalah 6 dan 66. Gugus penghubung (-OH-CO-), nylon 6 dibuat dari senyawa
kaprolaktom dan nylon 66 dibuat dari senyawa asam adipat dengan heksa metilen
diamina.

H2N – CONH – CONH – CONH – COOH


Ujung-ujung polimer terdapat gugus fungsi NH2 (amino) dan COOH (karboksilat) dan
sebagai penghubungnya adalah gugus amida (-CONH-). Jumlah NH2 dan COOH tergantung
pada banyaknya polimer yang menyusun sebuah serat. RH standar 4,0 – 4,5 % karena serat
poliamida ini mempunyai gugus fungsional maka serat ini masih mungkin bereaksi dengan
zat-zat lain sedangkan poliester tidak mempunyai gugus fungsional sehingga daya
serapnya lebih besar dari poliester (sekitar 4,5). Gugus NH2 bersifat basa lemah yang dapat
menarik air dan gugus karboksilat .
Yang membedakan antara nylon 6 dan nylon 66 adalah sifat fisikanya sedangkan
sifat kimianya relatif kimia, misal : titik leleh nylon 6 = 2150C <nylon 66 = 2500C ,
penyerapan nylon 6 > nylon 66 ini disebabkan oleh perbedaan struktur fisik yaitu
perbedaan DO dan DK. Poliamida ini dapat dicelup dengan zat warna dispersi asam
(kompleks logam, mordan ) dispersi – reaktif.

Pembuatan Polyamida/Nylon
Nilon atau poliamida yang dibuat dari heksa metilen diamina dan asam adipat
NH2(CH2)6NH2 + COOH(CH2)4COOH  NH2(CH2)6NHCO(CH2)4COOH + H2O
heksa metilena asam adipat diamina
Kemudian molekul-molekul tersebut bereaksi lagi membentuk molekul yang
panjang. Pembuatan nilon diawali dengan pembuatan bahan baku yaitu asam adipat dan
heksa metilena diamina. Asam adipat dibuat dari fenol melalui pembentukan
sikloheksanol dan sikloheksanon. Sedangkan heksa metilena diamina dibuat dari asam
adipat dengan melalui pembentukan amida dan nitril. Setelah bahan baku diperoleh maka
dilakukan pembuatan polimer yang didahului dengan pembuatan garam nilon,
polimerisasi dan penyetopan panjang rantai. Pada pembuatan garam nilon asam adipat
dan heksa metilena diamina dilarutkan dalam metanol secara terpisah dan setelah
dicampurkan akan terbentuk endapan heksametilena diamonium adipat (garam nilon).
Pada pemintalan nilon kehalusan filamen tidak bergantung pada diameter lubang
spineret, tetapi bergantung pada :
1. Sifat polimer.
2. Kecepatan penyemprotan polimer melalui spineret
3. Kecepatan penggulungan filamen
Untuk mendapatkan derajat orientasi tinggi, filamen yang terbentuk ditarik dalam
keadaan dingin. Panjangnya kira-kira menjadi empat atau lima kali panjang semula.
Sifat Polyamida/Nylon
Sifat – sifat polyamida/nylon, yaitu :
1. Kekuatan dan Mulur
Nilon mempunyai kekuatan dan mulur berkisar dari 8,8 gram per denier dan 18 %, sampai
4,3 gram per denier dan 45 %. Kekuatan basahnya 80-90 % dari kekuatan kering.
2. Tahan gosokan dan tekukan

Tahan gosok dan tekukan nilon tinggi sekitar 4-5 kali dari tahan gosok wol.
3. Elastisitas
Selain mulurnya tinggi (22 %), nilon juga mempunyai elastisitas tinggi. Pada penarikan 8 %
nilon elastis 100 % dan pada penarikan 16 %, nilon masih mempunyai elastisitas 91 %.
4. Berat jenis
Berat jenis nilon 1,14
5. Titik leleh
Nilon meleleh pada suhu 2630C dalam atmosfer nitrogen dan diudara pada suhu
6. Sifat kimia
- Nilon tahan terhadap pelarut dalam pencucian kering.
- Nilon tahan terhadap asam encer.
- Dalam HCl pekat mendidih dalam beberapa jam akan terurai menjadi asam adipat dan
heksa metilena diamonium hidroklorida.
- Nilon sangat tahan terhadap basa.
- Pelarut yang bisa melarutkan nilon diantaranya asam formiat, kresol dan fenol.
7. Sifat biologi
Nilon tahan terhadap serangan jamur, bakteri, dan serangga.
8. Moisture Regain
Pada kondisi standar (RH 65 % dan suhu 21oC) moisture regain nilon 4,2 %.
Terdapat beragam jenis dari serat nylon, tetapi jenis yang banyak digunakan adalah
nylon 6 dan nylon 66. Adapun perbedaan dari kedua jenis tersebut dapat dijelaskan dibawah
ini :

 Nylon 66
Sifat dari nylon 66 :
o Nylon mempun yai kekuatan dan mulur berkisar dari 8,8 gram per denier dan 18 % sampai
4,3 gram per denier dan 45 %. Kekuatan basah 80 – 90 % kekuatan kering.
o Nylon mempunyai tahan tekukan dan gosokan yang tinggi. Tahan gosokan nylon kira-kira
3 – 4 kali tahan gosok wol.
o Pada penarikan 8 % nylon elastis 100 %, danpada penarikan sampai 16 %, nylon masih
mempunyai elastisitas sampai 91 %.
o Berat jenis nylon 1,14
o Nylon meleleh pada suhu 2630 C dalam atmosfer nitrogen, dan diudara meleleh pada suhu
2500 C. oleh karena titik lelehnya tidak begitu tinggi apabila suhu setrika terlalu tinggi,
seratnya akan lengket. Apabila suhu setrika diatas 1800 C, serat nylon mulai lengket dan
apabila lebih dari 2300 C serat nylon akan rusak.
o Nylon tahan terhadap pelarut-pelarut dalam pencucian kering.
o Nylon terhadap asam encer, tetapi dalam asam klorida pekat mendidih selama beberapa
jam akan terurai menjadiasam adipat dan heksametilena diamonium hidroklorida.
o Nylon sangat tahan terhadap basa.
o Nylon tahan terhadap serangan jamur, bakteri dan serangga.
o Pada kondisi standar (RH 65 % dan suhu 210 C) moisture regain nylon 4,2 %.
o Bentuk memanjangnya seperti silinder yang rata dan penampang lintangnya hamper
bulat.
o Sebelum penarikan nylon suram, tetapi setelah penarikan seratnya berkilau dan cerah.
o Nylon seperti serat tekstil lainnya akn terdegradasi oleh pengaruh sinar, tetapi
ketahanannya jauh lebih baik dibandingkan denagn sutera.
o Nulaon merupakan isolator yang baik, sehingga dapat menimbulkan listrik static.
o Pengerjaan dengan panas dan lembab akan memberi bentuk yang tetap pada nylon, yaitu
bentuknya akan tetap selama nylon tersebut dikerjakan pada suhu pengerjaan pertama.
o Radiasi nuklir pada umumnya menyebabkan terjadinya degradasi serat. Tetapi dengan
dosis radiasi tetentu dan cara tertentu dapat dibuat timbulnya rantai cabang pada
permukaan serat nylon.

 Nylon 6
Asam 6 – aminokaproat H2N(CH2)5COOH apabila dipanaskan akan membentuk polimer
nylon 6, H [- HN(CH2)5 CO -]n OH.
Sifat nylon 6 :
o Perbedaan pokok antara nylon 6 dan nylon 66 ialah titik lelehnya lebih rendah.
o Kekuatan dan mulur nylon 6 dapat divariasaikan dari 8 gram per denier dan 16 – 20 % sampai
5 gram per denier dan 30 %.
o Berat jenis nylon 6 adalah 1,14.
o Moisture regainnya adalah kira-kira 4 %.
o Apabila nylon 6 direndam dalam air dan kemudian diperas, volumenya hanya bertambah 13
%m sedangkan kapas bertambah 40 – 45 % dan rayon viskosa 80 – 110 %.
o Tahan sinarnya seperti serat alam.
o Sifat biologinya sangat baik. Nylon 6 yang dikubur dalam tanah selam 6 bulan masih
mempunyai kekuatan 95 % kekuatan aslinyasedang serat sutera sudah rusak sama sekali,
benang wol dan kapas sudah rusak dalam waktu sebulan.
o Nylon 6 melunak pada suhu 170– 1800 C dan meleleh pada suhu 2150 C. pada suhu 1000 C
dalam waktu yang lama tidak berubah warnanya.
o Nylon 6 tahan terhadap kebanyakan pelarut organik seperti benzena, khloroform, aseton,
ester-ester dan eter-eter, tetapi larut dalam fenol, kresol, dan asam kuat.
o Nylon 6 tahan terhadap alkali.
o Nylon 6 tahan terhadap asam-asam lemah dingin, tetapi tidak tahan asam-asam dalam
keadaan panas.
o Nylon 6 larut dalam asam formiat

2.1.2 Pencelupan
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan
zat warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil ke
dalam larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna ke dalam serat.
Penyerapan zat warna ke dalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan
reaksi keseimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali atau
lainnya ditambahkan ke dalam larutan celup dan kemudian pencelupan diteruskan
hingga diperoleh warna yang dikehendaki. Vickerstaf menyimpulkan bahwa dalam
pencelupan terjadi tiga tahap :
a. Tahap pertama merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu
bergerak, pada suhu tinggi gerakan molekul lebih cepat kemudian bahan tekstil
dimasukkan ke dalam larutan celup. Serat tekstil dalam larutan bersifat negatif
pada permukaannya sehingga dalam tahap ini terdapat dua kemungkinan yakni
molekul zat warna akan tertarik oleh serat atau tertolak menjauhi serat. Oleh
karena itu perlu penambahan zat-zat pembantu untuk mendorong zat warna
lebih mudah mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama tersebut
sering disebut zat warna dalam larutan.
b. Dalam tahap kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga yang cukup
besar dapat mengatasi gaya-gaya tolak dari permukaan serat, sehingga molekul
zat warna tersebut dapat terserap menempel pada permukaan serat. Peristiwa
ini disebut adsorpsi.
c. Tahap ketiga yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan adalah
penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat ke pusat. Tahap ketiga
merupakan proses yang paling lambat sehingga dipergunakan sebagai ukuran
untuk menentukan kecepatan celup.

2.1.3 Zat Warna Dispersi


Zat warna disperse adalah zat warna organic yang dibuat secara sintesis,
memiliki sifat kelarutan yang kecil dalam air dan merupakan larutan disperse. Zat
warna ini bersifat hidrofob sehingga dapat digunakan untuk mewarnai serat – serat
hidrofob seperti serat poliamida, polyester dan poliakrilat. Zat warna disperse
mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus pelarut. Dalam
pemakaiannya memerlukan zat pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan zat
warna dan mendistribusikan secara merata di dalam larutan yang disebut zat
pendispersi.
Untuk pencelupan poliamida dengan zat warna disperse biasanya menggunakan
golongan C (tipe SE) dan D (tipe S) pada suhu 130⁰C. Namun untuk poliamida yang
elastisitasnya relative tinggi dapat digunakan tipe B (tipe E) dengan suhu
pencelupan 120⁰C.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 ALAT DAN BAHAN


Alat Bahan
- Piala Gelas 100 ml - Kain poliamida
- Piala gelas 500 ml - Zat warna disperse
- Gelas ukur 100 ml - Asam asetat 30%
- Pipet volume 10 ml - Zat pendispersi
- Pengaduk kaca - Sabun
- Timbangan
- Tabung HT – Dyeing
- Kompor
- Bunsen
- Mesin pencelupan HT – Dyeing
- Mesin stenter
BAB IV
PROSEDUR

4.1. Diagram Alir

Persiapan Larutan Celup dan persiapan Bahan

Pencelupan

Pencucian

Pengeringan

Evaluasi :
Ketuaan warna
Kerataan Warna

4.2 Skema Proses


Air 1200C -1300C
Zat Warna
CH3COOH Pencucian 900C
Pendispersi
Kain

400C

10’ 30’ 30’ 10’

Waktu (Menit)

4.3 Prosedur Kerja


a. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
b. Pilihlah zat warna disperse.
c. Buatlah rencana proses pencelupannya meliputi, penyusunan diagram alir proses,
pemilihan skema proses, pemilihan zat pembantu dan penyusunan resep pencelupan.
d. Hitunglah kebutuhan bahan, zat warna, air, zat pembantu pencelupan sesuai dengan
resep yang anda buat.
e. Lakukan proses pencelupan sesuai skema proses.
f. Evaluasi dan analisa hasil pencelupannya.
BAB V
DATA PERCOBAAN

5.1 Resep
a. Resep Umum Pencelupan
Zat Warna Dispersi : 2 % owf
Asam Asetat 30% : 2 ml/L
Pendispersi : 1 ml/L
Vlot : 1 : 20
Suhu : 120 - 130⁰C
Waktu : 30 menit

b. Variasi Resep Pencelupan


Resep Variasi Orang Ke -
1 2 3
Zat Warna Dispersi 2 % owf
Asam Asetat 30% pH 3 pH 5 pH 7
Pendispersi 1 ml/L
Vlot 1 : 20
Suhu 130⁰C
Waktu 30 menit

c. Resep Pencucian
Sabun : 1 ml/L
Vlot : 1 : 20
Suhu : 70⁰C
Waktu : 10 menit
d. Fungsi Zat
- Asam asetat 30% berfungsi untuk mendapatkan suasana asam agar tidak terjadi
kerusakan serat selama proses pencelupan.
- Zat pendispersi berfungsi untuk mendispersikan zat warna disperse agar terdispersi
monomolekuler di dalam larutan celup.
- Sabun untuk proses pencucian setelah proses pencelupan guna menghilangkan zat
warna disperse yang menempel di permukaan serat.

5.2 Perhitungan Resep


a. Perhitungan Resep Umum Pencelupan

Sampel BB Vlot ZW Pendispersi Air


2 100
𝑥 20 = mL 𝑥 𝑥 1
1 g 100 1 𝑥 = 𝑚𝑙
1000
= 𝑚𝐿
2 100
𝑥 𝑥 1
2 g 𝑥 20 = 𝑚𝐿 100 1 𝑥 = 𝑚𝑙
1000
= 𝑚𝐿
2 100
𝑥 𝑥 1
3 g 𝑥 20 = 𝑚𝐿 100 1 𝑥 = 𝑚𝑙
1000
= 𝑚𝐿

b. Perhitungan Penyabunan

Sampel Vlot Sabun


1
1
2 300 𝑚𝐿 𝑥 300 = 0,3 𝑚𝐿
1000
3
BAB VI
HASIL
DAFTAR PUSTAKA

M. Ichwan Dkk. (2013). Bahan Ajar Praktikum Pencelupan II. Bandung: Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil.
Sunarto. (2008). Teknologi Pencelupan dan Pencapan JILID 2 untuk SMK. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Widayat, S. (1973). Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.

Anda mungkin juga menyukai