Keselamatan Kerja (K3) di Unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap PT. X Kota Padang, 15
Sebtember 2019
Abstrak: Risiko kerusakan pendengaran pada pekerja dapat disebabkan oleh bising yang
tinggi atau jumlah waktu paparan yang berlebihan. Pekerja lapangan di Unit Pembangkitan
Listrik Tenaga Uap PT. X Kota Padang setiap hari berhubungan dengan mesin-mesin
pembangkit listrik yang memiliki tingkat kebisingan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisa tingkat kebisingan yang ada dilokasi penelitian dan mengetahui waktu
pemaparan maksimal yang diperbolehkan. Metode penelitian yang digunakan adalah
melakukan perhitungan tingkat kebisingan yang terjadi di Unit Pembangkitan Listrik Tenaga
Uap PT. X Kota Padang berdasarkan KepMenLH No 48 Tahun 1996 dan SNI 7231-2009
kemudian melakukan analisa waktu maksimal pekerja terpapar kebisingan yang ditimbulkan
berdasarkan metode perhitungan NIOSH. Dari hasil penelitian, empat titik sampel yang
diambil berada di atas Nilai Ambang Batas (NAB) PerMenKes Republik Indonesia No 70
Tahun 2016. Waktu terlama pemaparan yaitu titik 4 (Area Condensar Water Pump) dengan
waktu pemaparan maksimal selama 6,83 jam, sedangkan waktu pemaparan paling singkat
yaitu titik 2 (Area Boiler) dengan lama pemaparan diperbolehkanhanya selama 7,26 menit.
Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk Unit Pembangkitan Listrik Tenaga Uap PT. X
Kota Padang dalam penerapan Sistem Manjemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
di Unit Pembangkitan Listrik Tenaga Uap PT. X Kota Padang.
Kata kunci : tingkat kebisingan, NIOSH, lama paparan kebisingan, sound level meter
Abstract: The risk of hearing damage to workers can be caused by high noise or excessive
amount of exposure time. Field workers in the Steam Power Generation unit PT. X Padang
City every day is associated with power generation machines that have high noise levels. This
study aims to analyze the noise level at the research location and determine the maximum
exposure time allowed. The research method used is to calculate the noise level that occurs in
the Steam Power Generation Unit PT. X Padang City based on KepMenLH No 48 Year 1996
and SNI 7231-2009 then analyze the maximum time workers were exposed to noise generated
based on the NIOSH calculation method. From the results of the study, four sample points
were taken above the Threshold Value (NAB) PerMenKes Republik Indonesia No 70 Year
2016. The longest time for exposure is point 4 (Condensar Water Pump Area) with a
maximum exposure time of 6.83 hours, while the shortest exposure time is point 2 (Area
Boiler) with exposure allowed for only 7.26 minutes. It is hoped that this research will be
useful for the Steam Power Generation Unit PT. X Padang City in the application of the
Occupational Health and Safety Management System (SMK3) in the Steam Power Generation
Unit of PT. X Padang City.
Keywords: noise level, NIOSH, duration of noise exposure, sound level meter
PENDAHULUAN
Kinerja karyawan dalam suatu industri sangat bergantung kepada Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) di tempat kerja. Penggunaan mesin modern, juga memberikan pengaruh terhadap
kinerja karyawan khususnya yang memiliki kontak langsung dengan peralatan industri
maupun yang berada disekitarnya. Salah satu faktor bahaya yang berasal dari operasional
peralatan industri dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan karyawan adalah kebisingan.
Kebisingan tidak dapat dipisahkan dari perkembangan industri karena hampir semua proses
produksi di suatu industri akan menimbulkan kebisingan (Fithri dan Annisa, 2015). Indonesia
menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) tingkat kebisingan di tempat kerja yaitu maksimal 85
dB dengan lama paparan 8 jam (PerMenKes RI No 70 Tahun 2016). Apabila hasil
pengukuran tingkat kebisingan di tempat kerja selalu melebihi NAB dengan frekuensi yang
cukup sering, periode pajanan setiap hari, lama paparan yang terintegrasi dengan waktu kerja,
pengaruh kepekaan individu, faktor umur dan sebagainya, maka akan menimbulkan noise
induced hearing loss (NHIL) (Sasmita, A. dkk., 2016).
Unit Pembangkitan Listrik Tenaga Uap PT. X Kota Padang merupakan salah satu industri
pensuplai energi listrik di Sumatera Bagian Selatan. Unit ini yang berada di Provinsi
Sumatera Barat yang memiliki kapasitas 112 x 2 MW. Unit Pembangkitan Listrik Tenaga Uap
PT. X Kota Padang dioperasikan dengan peralatan/mesin yang menghasilkan intensitas
kebisingan yang cukup tinggi, sehingga dapat menyebabkan resiko terpapar bising bagi
pekerja cukup tinggi. Beberapa area yang diindikasikan memiliki intensitas kebisingan cukup
tinggi di perusahaan ini diantaranya Area Turbin, Area Boiler, Area Desalination dan Area
Condensar Water Pump House. Peralatan mesin yang digunakan pada area ini untuk proses
produksi beroperasi selama 24 jam (Wenhong, Yan dan Jin, 2014).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sasmita (2016), yang menyatakan untuk
titik lokasi yang memiliki tingkat kebisingan diatas nilai ambang batas nilai NIOSH, dapat
menggunakan alat pelindung diri (ear plug) untuk mengurangi tingkat kebisingan sehingga
memungkinkan untuk lebih lama terpapar kebisingan. Diharapkan penelitian ini bermanfaat
untuk Unit Pembangkitan Listrik Tenaga Uap PT. X Kota Padang untuk melengkapi data-data
dalam penerapan Sistem Manjemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) mengenai
intensitas kebisingan dan waktu paparan yang di perbolehkan di Unit Pembangkitan Listrik
Tenaga Uap PT. X Kota Padang.
METODOLOGI
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu penelitian experimen kuantitatif.
Data yang di perlukan dalam analisis penelitian didapatkan dari pengukuran dengan alat
Sound Level Meter dan diolah menggunakan microsoft excel untuk menghitung intensitas
kebisingan rata-ratanya per 10 menit.
4. CWP House
3. Area
Desalination
Plant
2. Area Boiler
1. Area Turbin
Alat
1. Sound Level Meter tipe KRISBOW KW06-209 yang mempunyai Range pengukuran
35dB – 130dB.
2. Stopwatch untuk menghitung waktu pengambilan sampling kebisingan.
3. GPS (Global Positioning System) untuk menentukan koordinat lokasi pengukuran.
4. TEMPERATURE tipe HTC-1 untuk mengukur kelembaban udara saat pengambilan
sampel.
5. Anemometer untuk mengukur kecepatan angin
6. Tree Pod sebagia dudukan alat Sound Level Meter saat pengukuran.
Sumber Data
Data Primer
Pengambilan data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari hasil pengukuran di
lapangan. Data primer didapat dengan melakukan observasi lapangan berupa pengambilan
sampel kebisingan, dokumentasi.
Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum wilayah studi.
Data sekunder didapat dengan melakukan studi pustaka dan dari data perusahaan yang
berhubungan dengan kebisingan sebagai acuan
Berdasarkan tabel di atas di dapatkan tingkat kebisingan maximum yaitu : 93,7 dB dan
minimum 92 dB.Berdasarkan nilai minimum dan maximum yang dilihat pada tabel, maka
ditentukan nilai r (range max-min), k (jumlah kelas) dan i (interval kelas) untuk menentukan
distribusi frekuensi.
Nilai r
r = Max – Min
= 93,7 – 92
= 1.7
Nilai k
k = 1 + 3,3 Log n
= 1 + 3,3 Log 120
= 7,86
Nilai i
i=
= 1,7/7,86
= 0,2
Data distribusi frekuensi dibuat berdasarkan hasil perhitungan di atas. Kemudian ditentukan
distribusi frekuensi berdasarkan interval bising, Nilai tengah, dan frekuensi dari interval
bising tersebut. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Tabel 3).
Dari data distribusi ferkuensi di atas kemudian dilakukan perhitungan nilai Leq menggunakan
(Pers 1).
Nilai Leq
Leq= 10 Log [ × (Σ x 10 0,1 X Ln)] dB
Berdasarkan perhitungan diatas, diketahui nilai Leq untuk L1 pada titik satu adalah sebesar
92,77 dB. Menggunakan rumus Leq yang sama juga digunakan dalam menentukan nilai
bising tiap jam dan tiap titik lainnya. Sehingga diperoleh hasil kebisingan tiap jam pada titik
satu sebagai berikut (Tabel 4).
Setelah didapatkan hasil perhitungan LTM10 setiap titik dan jamnya, maka dilakukan
perhitungan berikutnya untuk mendapatkan nilai LS (waktu pengukuran selama siang hari atau
selama 16 jam) dan LM (waktu pengukuran selama malam hari atau selama 8 jam).
menggunakan (pers 2) dan (pers 3).
Nilai Ls
0,1×L1 0,1×L4
LS = 10 log 1/16 {(T1×10 ) + ,… +( T4×10 )} dB (A)
0,1×92,77 0,1×92,0 0,1×93,02
= 10 log 1/16 {(3×10 ) + (5×10 ) + (3×10 )+
0,1×93,53
(5×10 )
= 93,11 dB
Nilai LM
0,1×L5 0,1×L7
LM = 10 log 1/8 {(T5×10 ) + ,… + (T7×10 )} dB (A)
= 10 log 1/8 {(2×100,1x92,61) + (3×100,1×92,56) + (3×100,1×92,57)}
= 92,58 dB
Dari perhitungan diatas didapatkan nilai Ls sebesar 93,11 dB dan nilai LM sebesar 92.58 dB.
Setelah mendapatkan hasil perhitungan nilai Ls dan LM maka ditentukan nilai LSM
menggunakan (pers 4) untuk mendapatkan nilai kebisingan selama satu hari. Dimana tingkat
Kebisingan selama satu hari di dapat dari perhitungan LSM sebagai berikut:
Nilai LSM
0,1×Ls 0,1(Lm+5)
LSM = 10 log 1/24 {(16×10 ) +( 8×10 )} dB (A)
0,1×93,11 0,1(92,58+5)
= 10 log 1/24 {(16×10 ) + (8×10 )}
= 95,15 dB
Dari perhitungan di atas didapatkan nilai LSM sebesar 95,15 dB untuk titik satu (Area Turbin).
Dengan perhitungan yang sama juga di lakukan pada ke tiga titik dan jam pengukuran
kebisingan lainnya (Area Boiler, Desalination Plant, dan Condensar Water Pump) sehingga
di dapatkan nilai LSM selama siang dan malam hari. Berdasarkan hasil pengukuran dan
perhitungan data kebisingan terhadap aktifitas kerja selama 24 jam, maka didapatkan data
rata-rata tingkat kebisingan di empat titik area kerja PT. PLN (Persero) PLTU Teluk Sirih
selama satu hari, untuk lebih jelas dapat di lihat pada tabel di bawah (Tabel 5).
Dari data di atas dapat dilihat keempat titik pengukuran yang dilakukan berada diatas Nilai
Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia No. 70 Tahun 2016 dimana nilai ambang batas yang telah
ditetapkan yaitu 85 dB. Resiko kerusakan atau keluhan gangguan pendengaran dengan tingkat
kebisingan <75 dB hingga 85 dB dengan lama paparan selama 8 jam dapat diabaikan, akan
tetapi tingkat kebisingan > 85 dB dengan masa kerja lebih dari 5 tahun bekerja dapat
menyebabkan peningkatan 1% terhadap keluhan gangguan pendengaran (Busyairi, 2014).
T=
Berdasarkan rumus yang dikeluarkan oleh NIOSH maka waktu lama pemaparan pekerja
terhadap kebisingan pada titik satu dengan tingkat kebisingan 95,15 dB adalah 45,99 menit
atau 0,77 jam. Perhitungan yang sama juga dilakukan pada data perhitungan ketiga titik
pengukuran lainnya (Area Boiler, Desalination Plant, dan Condensar Water Pump) untuk
mendapatkan waktu lama pemaparan. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada tabel di bawah ini
(Tabel 6).
Berdasarkan lamanya waktu pemaparan kebisingan yang diterima tenaga kerja setelah
dihitung dengan rumus maka dihasilkan waktu maksimal yang diperbolehkan bagi tenaga
kerja untuk terpapar kebisingan. Keempat titik pengukuran melebihi standart NIOSH yaitu 8
jam pemaparan untuk tingkat kebisingan 85 dB. Waktu terlama pemaparan yaitu titik 4
dengan waktu pemaparan selama 410,21 menit, sedangkan waktu pemaparan paling singkat
yaitu titik 2 dengan waktu pemaparan selama 7,26 menit. Semakin tinggi tingkat kebisingan
maka lama pemaparan semakin singkat, begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat
kebisingan maka lama pemaparan semakin lama. Untuk mengurangi dampak kebisingan
dapat dilakukan dengan penggunaan APD berupa ear muff yang berfungsi mereduksi tingkat
kebisingan yang masuk ke telinga bagian luar dan bagian tengah sebelum masuk telinga
bagian dalam, ear muff lebih efektif dari pada ear plug karena dapat mengurangi intensitas
suara hingga 20 dB sampai dengan 30 dB (Busyairi, 2014).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sasmita (2016), yang menyatakan untuk
titik lokasi yang memiliki tingkat kebisingan diatas nilai ambang batas nilai NIOSH, dapat
menggunakan alat pelindung diri (ear plug) untuk mengurangi tingkat kebisingan sehingga
memungkinkan untuk lebih lama terpapar kebisingan. Dan perlu penanganan lebih lanjut
terhadap empat area pengukuran sampel kebisingan yang melebihi baku mutu kebisingan
sehingga tidak menimbulkan penyakit akibat kerja khususnya resiko kerusakan atau gangguan
pendengaran yang disebabkan oleh lamanya waktu pemaparan yang melebihi standar seperti,
memberi isolasi atau kotak khusus untuk peralatan yang menghasilkan kebisingan > 85 dB,
meperbaiki secepatnya peralatan yang rusak yang menimbulkan kebisingan tinggi dan wajib
alat pelindung telinga (ear plug) pada area kebisingan > 85 dB serta dengan merotasi pekerja
yang biasanya bekerja pada area bising tinggi ke area yang tidak terpapar kebisingan.
Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk Unit Pembangkitan Listrik Tenaga Uap PT. X
Kota Padang untuk melengkapi data-data dalam penerapan Sistem Manjemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3) mengenai intensitas kebisingan dan waktu paparan yang di
perbolehkan di Unit Pembangkitan Listrik Tenaga Uap PT. X Kota Padang.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yang berdasarkan pada hasil pengukuran kebisingan
dan analisis data, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Tingkat kebisingan di empat titik sampel (Area Turbin, Area Boiler, Area Desalination
Plant, dan Area Condensar Water Pump) di Unit Pembangkitan Listrik Tenaga Uap PT.
X Kota Padang berada di atas Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 Tentang
Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.
2. Waktu paparan untuk 8 jam kerja/shift di empat titik sampel (Area Turbin, Area Boiler,
Area Desalination Plant, dan Area Condensar Water Pump) di Unit Pembangkitan
Listrik Tenaga Uap PT. X Kota Padang berada di atas Nilai Ambang Batas Peraturan
Mentri Kesehatan Republik Indonesia No 70 Tahun 2016 dan NIOSH.
Saran
1. Para pekerja diperbolehkan terpapar secara langsung selama batas waktu yang telah
ditentukan. Jika bekerja melebihi batas waktu yang telah ditentukan maka pekerja
sebaiknya menggunakan alat pelindung telinga (ear muff) sehingga memungkinkan untuk
lebih lama terpapar kebisingan..
2. Diperlukan penanganan lebih lanjut terhadap empat area pengukuran sampel kebisingan
yang melebihi baku mutu kebisingan sehingga tidak menimbulkan penyakit akibat kerja
khususnya resiko kerusakan atau gangguan pendengaran yang disebabkan oleh lamanya
waktu pemaparan yang melebihi standar.
3. Memberi simbol khusus waktu papar yang di perbolehkan pada area dengan intensitas
kebisingan di atas NAB yang di perbolehkan
4. Memberi peredam kebisingan pada peralatan yang memiliki intensitas kebisingan di atas
NAB seperti kotak khusus atau dinding pembatas pada area tersebut.
5. Pembatasan jam kerja pada lokasi yang memiliki tingkat kebisingan tinggi perlu dilakukan
dengan pembuatan jam kerja shift atau dengan merotasi pekerja yang sebelumnya bekerja
di area bising tinggi ke area yang rendah tingkat kebisingannya.
6. Pengawasan lebih lanjut terhadap pekerja oleh bagian pengelolaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) Unit Pembangkitan Listrik Tenaga Uap PT. X Kota Padang dalam
penggunaan APD (Reward or punishment) dan memberikan informasi tentang bahaya
kebisingan terhadap kesehatan pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Aryo Sasmita, Shinta Elystia dan Jecky Asmura. “Evaluasi Tingkat Kebisingan Sebagai
Upaya Pengelolaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Unit PLTD/G Teluk
Lembu PT PLN Pekan baru dengan Metode Niosh”. Jurnal Sains dan Teknologi, Jurnal
Sains, ISSN 1412-6257, 2016.
[2] Fithri, P. dan Indah Qisti Annisa, 2015, Analisa Intensitas Kebisingan Lingkungan
Kerja pada Area Utilities Unit PLTD dan Boiler di PT Pertamina RU II Dumai, Jurnal
Sains, Teknologi dan Industri, Vol. 12, No 2.
[3] Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MENLH/11/1996,
tentang baku tingkat kebisingan, Mentri Negara Lingkungan Hidup: Jakarta.
[4] Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 tahun2016, tentang standard
dan persyaratan kesehatan lingkungan kerja industry, Mentri Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta, 2016.
[5] Standar Nasional Indonesia No: 7231-2009, Tentang Metoda Pengukuran Intensitas
Kebisingan di Tempat Kerja Cara. Badan Standarisasi Nasional: Jakarta.
[6] Wenhong, Yan dan Jin, Operation Regulations for Chemistry (Modified Version)
INDONESIA SUMATERA BARAT 2×112 MW COAL-FIRED POWER PLANT,
2014.