Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCELUPAN 1


PENCELUPAN KAIN SUTERA DENGAN ZAT WARNA BASA DENGAN
MENGGUNAKAN VARIASI WAKTU PENCELUPAN DENGAN METODA
STANDAR DAN METODA PENAHANAN SUHU

Kelompok 1
Disusun oleh : Ahmad Jauhari N. (15020092)
Chaerunisa Aulia R. (15020097)
Gugun Sumaryadi S. (15020103)
Selvina Septianti (15020132)
Grup : 2K4
Nama Dosen : Hj. Hanny H. K., S.Teks
Asisten Dosen : Eka O., S.ST., MT.
Yayu E. Y., S.ST
Tanggal Praktikum : 13 April 2017

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL
BANDUNG
2017
I. MAKSUD DAN TUJUAN
I.1 Maksud
Melakukan Pencelupan pada kain sutera dengan zat warna asam dengan
memvariasikan waktu pencelupan dengan menggunakan metoda standard dan
metoda penahanan suhu.

I.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum :
1. Untuk membandingkan hasil pada ketuaan dan kerataan celupan dengan
menggunakan metoda standar dan dengan menggunakan metoda penahanan
suhu.
2. Mengevaluasi masing-masing kain terhadap masing-masing variasi dengan cara
uji penilaian ketuaan warna dan kerataan warna.
3. Untuk mengetahui factor yang berpengaruh pada pencelupan kain sutera
dengan zat warna basa dengan menggunakan metoda standard an metoda
penahanan suhu.

Sehingga praktikan dapat memahami pengaruh metoda dan variasi waktu


pencelupan terhadap hasil pencelupan, serta dapat menentukan resep yang optimal
untuk digunakan pada proses pencelupan.

II. DASAR TEORI


II.1 Serat Sutera
Sutera adalah serat yang diperoleh dari sejenis serangga yang
disebut Lepidopter.Serat sutera yang berbentuk filamen dihasilkan oleh larva ulat
sutera waktu membentukkepompong. Spesies utama yang dipelihara untuk
menghasilkan sutera adalah Bombyx MoriPemeliharaan ulat sutera telah dimulai
kira-kira sejak 2600 tahun sebelum Masehi di negeri China. Cara memproduksi serat
sutera merupakan monopoli Cina selema berabad-abad, tetapi sejak permulaan
tahun Masehi pemeliharaan ulat sutera mulai menyebar ke Jepang, kemudian
melalui Asie Tengah dan Timur Tengah sampai ke Eropa pada abad ke VIII. Saat ini
negara utama penghasil sutera adalah Jepang, China, Itali dan Perancis

II.1.1 Sifat Serat Sutera


Serat ini memiliki sifat-sifat dan karakteristik sebagai berikut :
1. Sifat Fisika
Pada keadaan kering, kekuatan serat sutera berkisar antara 4 – 4,5
gram per denier dengan mulur 20 – 25 % dan pada keadaan basah, antara
3,5 – 4,0 gram per denier dengan mulur 25 – 30. Moisture regain serat sutera
mentah kurang lebih 11 % . Sifat khusus dari serat sutera adalah bunyi
gemerisik (scroop) yang timbul apabila serat saling bergeseran. Dan berat
jenis serat sutera mentah sebesar 1,33.
2. Sifat Kimia
Serat sutera bersifat amfoter dan menyerap asam dan basa dari
larutan encer. Serat sutera tidak mudah diserang oleh larutan asam encer
hangat, tetapi larut dan rusak didalam asam kuat. Dibandingkan dengan serat
wool, serat sutera kurang tahan terhadap asam tetapi lebih tahan terhadap
alkali; meskipun dalam konsentrasi rendah dan pada suhu tinggi akan terjadi
kemunduran kekuatan. Serat sutera juga tahan terhadap semua pelarut
organic, tetapi larut didalam kuproamonium hidroksida dan kupri etilena
diamina. Serat sutera juga kurang tahan terhadap zat-zat oksidator dan sinar
matahari apabila dibandingkan dengan serat selulosa atau serat buatan,
tetapi lebih tahan terhadap serangan secara biologi bila dibandingkan dengan
serat-serat alam lainnya.

Sifat Kimia Serat sutera yaitu adalah sebagai berikut :


- Tahan oleh asam encer
- Rusak dan larut dalam asam kuat pekat
- Lebih tahan alkali disbanding dengan wool
- Tidak tahan oksidator dan sinar matahari

II.1.2 Bentuk Dan Komposisi Serat


Komposisi sutera mentah adalah sebagai berikut :
- Fibroin (serat) .............…76 %
- Serisin (perekat) ............. 22 %
- Lilin ................................ 1,5%
- Garam-garam mineral .....0,5%

Fibroin dan serisin kedua-duanya adalah protein yang tidak mengandung


belerang. Susunan kimianya berbeda dan sifat-sifat fisikanyapun berbeda pula.
1. Serisin
Serisin adalah protein albumin yang tidak larut dalam air dingin, tetapi
menjadi lunak didalam air panas dan larut didalam larutan alkali lemah atau
sabun. Serisin menyebabkan serat sutera mentah pegangannya. kaku dan
kasar, dan merupakan pelindung serat selama pengerjaan mekanik. Supaya
kain sutera menjadi lembut, berkilau dan dapat dicelup, serisinnya harus
dihilangkan, biasanya dilakukan dengan pemasakan didalam larutan sabun.
Dalam pamasakan ini lilin dan garam-garam mineral ikut dihilangkan.
2. Fibroin
Fibroin adalah protein yang tidalk larut didalam alkali lemah dan
sabun. Protein terdapat didalam zat-zat hidup dan mungkin merupakan
bagian yang terpentiug. Protein merupakan molekul rantai yang dibentuk oleh
gabumgan asam-asam amino membentuk rantai polipeptida. Hidrolisa
polipeptida akan menghasilkan satuan-satuan asam amino. Asam amino
adalah suatu senyawa yang mempunyai gugus-gugus asam maupun basa
yang terikat pada atom karbon yang sama dan mempunyai rumus
NH2CHRCOOH. ·Perbedaan antara bermacam-macam protein ditimbulkan
oleh variasi gugus samping R yang terikat pada rantai utamanya. Telah
dikenal lebih dari 20 asam amino dengan gugus samping yang berbeda-
beda, sehingga memungkinkan banyak sekali variasi susunan polipeptida.

Gambar 1. Penampang melintang dan membujur serat sutera

2.2 Pencelupan
Pencelupan adalah suatu proses pemberian warna pada bahan tekstil secara
merata dan baik, sesuai dengan warna yang diinginkan. Sebelum pencelupan
dilakukan maka harus dipilih zat warna yang sesuai dengan serat. Pencelupan
dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik dengan menggunakan alat – alat
tertentu pula.
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat
warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil kedalam
larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat. Penyerapan
zat warna kedalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan reaksi
kesetimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali atau lainnya
ditambahkan kedalam larutan celup dan kemudian pencelupan diteruskan hingga
diperoleh warna yang dikehendaki. Pencelupan terjadi tiga tahap, yaitu :
1. Tahap pertama merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu
bergerak, pada suhu tinggi gerakan molekul cepat. Kemudian bahan tekstil
dimasukkan kedalam larutan celup. Serat tekstil dalam larutan bersifat negatif
pada permukaannya sehingga dalam tahap ini terdapat dua kemungkinan yakni
molekul zat warna akan tertarik oleh serat atau tertolak menjauhi serat. Oleh
karena itu perlu penambahan zat – zat pembantu untuk mendorong zat warna
lebih mudah mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama tersebut
sering disebut difusi zat warna dalam larutan.
2. Dalam tahap kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga cukup besar
dapat mengatasi gaya – gaya tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat
warna tersebut dapat terserap menempel pada permukaan serat. Peristiwa ini
disebut adsorpsi.
3. Tahap ketiga yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan adalah
penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat kepusat. Tahap ketiga
merupakan proses yang paling lambat sehingga dipergunakan sebagai ukuran
menentukan kecepatan celup.

2.2.1 Tujuan Proses Pencelupan


Tujuan dari proses pencelupan dengan zat warna direk pada serat
kapas adalah untuk mendapatkan kerataan warna yang permanen pada serat
yang telah mengalami pencelupan

2.2.2 Jenis Ikatan pada Proses Pencelupan


Agar supaya pencelupan dan hasil celupan baik dan tahan cuci maka
gaya gaya ikat antara zat warna dan serat harus lebih besar dari pada gaya-
gaya yang bekerja antara zat warna dan air. Hal tersebut dapat tercapai
apabila molekul zat warna mempunyai susunan atom-atom yang tertentu,
sehingga akan memberikan daya tembus yang baik terhadap serat dan pula
memberi ikatan yang kuat.
Pada dasarnya dalam pencelupan terdapat empat jenis gaya ikat yang
menyebabkan adanya daya tembus atau tahan cuci suatu zat warna pada
serat, yaitu :

a. Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan ikatan sekunder yang terbentuk
karena atom hidrogen pada gugusan hidroksi atau amina mengadakan
ikatan yang lemah dengan atom lainnya, misalnya molekul-molekul air
yang mendidih pada suhu yang jauh lebih tinggi daripada molekul-molekul
senyawa alkana dengan berat yang sama.

Gambar : Ikatan Hidrogen antar Selulosa


Sumber : www.pencelupan.com

Pada umumnya molekul –molekul zat warna dan serat mengandung


gugusan gugusan yang memungkinkan terbentuknya ikatan hidrogen.

b. Ikatan elektrovalen
Ikatan antara zat warna dan serat yang kedua merupakan ikatan
yang timbul karena gaya tarik-menarik antara muatan yang berlawanan.
Dalam air seratserat bermuatan negatif sedangkan pada umumnya zat
warna yang larut merupakan suatu anion sehingga penetrasi akan
terhalang. Oleh karena itu perlu penambahan zat-zat yang berfungsi
menghilangkan atau mengurangi sifat negatif dari serat atau zat warna,
sehingga zat warna dan serat dapat lebih saling mendekat dan gaya-gaya
non polar dapat bekerja lebih baik. Maka pada pencelupan serat-serat
selulosa perlu penambahan elektrolit, misalnya garam dapur atau garam
glauber dan pada pencelupan serat wol atau poliamida perlu
penambahan asam.
Gugusan amina dan karboksil pada serat wol di dalam larutan
akan terionisasi. Bila ke dalamnya ditambahkan suatu asam maka ion
hidrogen langsung diserap oleh wol dan menetralkan ion karboksilat
sehingga serat wol akan bermuatan positif yang kemudian langsung
menyerap anion asam. Pada tahap selanjutnya anion zat warna yang
berkerak lebih lambat karena molekul lebih besar akan masuk ke dalam
serat dan mengganti kedudukan anion asam. Hal tersebut mungkin sekali
terjadi karena selain penarikan oleh muatan yang berlawanan juga terjadi
gaya-gaya non-polar.

c. Gaya-gaya non polar


Pada umumnya terdapat kecenderungan bahwa atom-atom atau
molekulmolekul satu dan lainnya saling tarik menarik. Pada proses
pencelupan daya tarik antara zat warna dan serat akan bekerja lebih
sempurna bila molekulmolekul zat warna tersebut berbentuk memanjang
dan datar, atau antara molekul zat warna dan serat mempunyai gugusan
hidrokarbon yang sesuai sehingga waktu pencelupan zat warna ingin
lepas dari air dan bergabung dengan serat. Gaya-gaya tersebut sering
disebut gaya-gaya Van der Waals yang mungkin merupakan gaya-gaya
dispersi, London ataupun ikatan hidrofob.

d. Ikatan kovalen
Zat warna reaktif terikat pada serat dengan ikatan kovalen yang
sifatnya lebih kuat dari pada ikatan-ikatan lainnya sehingga sukar
dilunturkan. Meskipun demikian dengan pengerjaan larutan asam atau
alkali yang kuat beberapa celupan zat warna reaktif akan meluntur.

2.2.3 Mekanisme Pencelupan


Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau
mendispersikan zat warna dalam air atau medium lain, kemudian
memasukkan bahan tekstil ke dalam larutan tersebut, sehingga terjadi
penyerapan zat warna ke dalam serat. Penyerapan ini terjadi karena reaksi
eksotermik (mengeluarkan panas) dan keseimbangan. Jadi pada pencelupan
terjadi tiga peristiwa penting, yaitu :

1. Difusi zat warna dalam larutan


Didalam larutan zat warna reaktif panas berbentuk molekul tunggal
dan beragregat. Molekul-molekul ini dalam keadaan gerak dan tidak
mempunyai arah tertentu. Gerakan secara terarah akan terjadi jika ada
gaya penggeraknya. Gaya penggerak ini dapat disebabkan karena adanya
gradien konsentrasi dalam larutan atau perbedaan pontensial elektro statik
dibagian-bagian tertentu di dalam larutan. Gerakan yang ditimbulkan oleh
adanya perbedaan konsentrasi tersebut disebut difusi.
Difusi merupakan proses pemindahan dengan adanya proses difusi
maka akan terjadi proses pemindahan zat warna dari bagian larutan yang
berkonsentrasi tinggi kebagian yang berkonsentrasi rendah.

2. Adsorpsi zat warna ke permukaan serat


Serat dalam larutan cenderung bermuatan negatif, demikian pula zat
warna reaktif panas dalam larutan juga bermuatan negatif. Dengan
demikian akan terjadi gaya tolak menolak antara zat warna dengan serat.

3. Difusi zat warna kedalam serat


Adsorpsi zat warna pada permukaan serat menyebabkan
konsentrasi dipermukaan serat menjadi tinggi, sedangkan di dalam serat
konsentrasi mula-mula adalah nol. Apabila butir-butir zat warna tersebut
mempunyai energi untuk masuk ke dalam serat maka akan terjadi proses
pemindahan zat warna dari permukaan serat ke dalam serat. Mula-mula
butir zat warna dalam bentuk molekul tunggal atau agregat kecil masuk
ke dalam serat melalui daerah amorf. Dengan bantuan panas serta
mengembangnya kapas, maka butir-butir zat warna akan masuk lebih
cepat dan bermigrasi ke bagian kristalin lewat antar molekul selulosa.

4. Ikatan zat warna dengan serat


Setelah berada dalam serat, kemudian zat warna tersebut
mengadakan ikatan hidrogen dengan serat. Ikatan hidrogen terjadi antara
gugus-gugus yang bertindak sebagai pemberi elektron atau gugus-gugus
yang mengandung hidrogen dan dapat mengadakan ikatan hidrogen
dalam zat warna dengan gugus-gugus hidroksil didalam serat.
Apabila zat warna terlalu cepat terfiksasi maka kemungkinan
diperoleh celupan yang tidak rata. Sebaliknya, apabila zat warna
memerlukan waktu yang cukup lama untuk fiksasinya, agar diperoleh
waktu yang sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan peningkatan
suhu atau penambahan zat-zat pembantu lainnya. Berdasarkan hal-hal
tersebut di atas, maka dalam pencelupan faktor-faktor pendorong seperti
suhu, penambahan zat pembantu dan lamanya pencelupan perlu
mendapatkan perhatian yang sempurna. Zat warna dapat terserap ke
dalam bahan sehingga mempunyai sifat tahan cuci.

2.2.4 Faktor yang berpengaruh


1. Ketepatan pemilihan zat warna pencelupan terutama mengenai jenis dan
sifatnya.
2. Konsentrasi zat pencelupan.
3. Kondisi proses seperti pH, suhu dan waktu
4. Metode yang digunakan

2.2.5 Metoda Proses Pencelupan


Metode pencelupan bermacam – macam tergantung efektifitas dan
efisiensi yang akan diharapkan. Metode pencelupan bahan tekstil diantaranya
adalah:
a. Metode pencelupan, Mc Winch, Jet/ over flow, package, dan beam.
- Metode normal proses, penambahan garam secara bertahap.
- Metode all – in proses.
- Metode migrasi proses.
- Metode isotermal proses.
b. Metode pencelupan cara jigger.
c. Metode pencelupan cara pad – batch.
d.Teknik pencelupan lainnya adalah sistem kontinyu atau semi kontinyu,
exhoution, teknik migrasi, cara carrier atau pengemban, cara HT/HP atau
tekanan dan suhu tinggi, cara thermosol, dengan pelarut organik, dengan
larutan celup tuggal/ ganda, cara satu bejana celup, dengan pemeraman,
dan sebagainya.

2.3 Zat Warna Basa


Zat Warna basa adalah zat warna yang mempunyai muatan positif atau
sebagai kation pada bagian yang berwarna, maka zat warna tersebut disebut juga
disebut juga zat warna kation. Pada tahun 1856, W.H. Perkin mereaksikan
kondensasi senyawa anilin yang belum dimurnikan untuk membuat senyawa kwinin
tetapi didalamnya terdapat pula senayawa berwarna yang dapat mencelup serat
sutera atau wol secara langsung.
Zat warna basa merupakan garam, basa zat warna basa pada umumnya
mempunyai :
HO R (C6H4) NH2
Yang dapat membentuk garam dengan asam sebagai berikut :

R NH2 + HCl R NH+ Cl -


OH

Zat warna basa diperdagangkan dapat membentuk garam dengan asam


hidro – klorida atau oksalat sebagai asamnya, dan mungkin pula berbentuk garam
seng klorida. Berdasarkan inti khomofornya yang menciri maka zat warna basa dapat
digolongkan sebagai berikut.
a. Golongan 1.
Yaitu merupakan devirat Tri fenil Metan, Misalnya Melachite Green

C
+ -
N(CH3)2 Cl
b. Golongan 2
Yaitu merupakan devirat Thiasin, misalnya Methylen blue

N(CH3)2

N
Methylene Blue
(CH3)2N
c. Golongan 3 S+
-
Yaitu merupakan deviratClOxazin, misalnya meldola blue

(CH3)2N Meldola Blue


O
d. Golongan 4
+
Yaitu merupakan devirat
- azin, misalnya Neutral red
Cl

N
CH3
(CH3)2N + NH2

N
Neutral Red

e. Golongan 5
Yaitu merupakan devirat Xanten, misalnya Rhodamine B

N
N+(C2H5)2 Cl-
(C2H5)2N
C
Rhodamine B
COOH
f. Golongan 6
Yaitu merupakan devirat azo, misalnya Bismarck browm.

NH2 N
H
2
H2N N N NH2
N N

Sifat zat warna basa


Sifat utama zat warna basa adalah mempunyai kecerahan dan intensitas
warna yang tinggi. Zat warna basa segera larut dalam alkohol tetapi pada umumnya
tidak larut dalam air sehingga sering kali terbentuk gumpalan. Demikian pula pada
zat warna basa misalnya Anramine akan mengurai dengan pendidihan sehingga
pemakaiannya hanya pada temperatur 60 – 65oC. Dan pada umumnya pada
pendidihan yang lama akan terjadi penguraian sebagian yang menghasilkan
penurunnan intensitas warna. Bila kedalam larutan zat warna basa ditambahkan
alkali kuat maka akan terbentuk basa zat warna basa yang tidak berwarna. Tetapi
dengan penambhan suatu asam akan terbentuk lagi bentuk garamnya yang
berwarna. Basa tersebut akan larut dalam eter.
Zat warna basa memiliki ketahanan sinar yang jelek dan ketahanan cuci yang
kurang. Asam tanin akan memberikan senyawa yang tidak larut dalam air dengan zat
warna basa terutama bila tidak ada asam mineral. Sifat tersebut berguna dalam
pencelupan serat – serat sellulosa. Dengan istilah back tanning tetapi kerja iring
tersebut berguna akan menyuramkan kilap zat warna basa.
Beberapa senyawa reduktor akan mengubah zat warna basa menjadi
basanya yang tidak berwarna Basa tersebut teroksidasi menjadi bentuk semula.
Misal pada zat warna pararosaniline.

H2N H2N
+ -
= NH2 Cl H NH2
C= C=
O
H2N H2N

Tetapi zat warna basa yang mempunyai ikatan azo proses reduksi tersebut
akan membongkar ikatan azonya sehingga tidak mungkin kembali kebentuk semula
dengan proses oksidasi.
Afinitas zat warna basa
Serat – serat selulosa tidak mempunyai afinitas terhadap zat warna basa.
Apabila beberapa zat warna basa dapat mencelup serat – serat tersebut maka
ketahanan cucinya akan rendah sekali. Tetapi serat – serat protein afinitas terhadap
zat warna basa adalah besar karena terbentuk ikatan garam yang dapat digambar
sebagai berikut :

W – COO - + ( Kation – Zat warna ) + W – COO ( Kation – Zat warna )

Zat warna tersebut akan terserap pada tempat – tempat yang bermuatan
negative sehingga apabila tempat tersebut telah terisi maka penyerapan zat warna
akan terhenti.

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
- Mesin padder
- Mesin stenter
- Piala gelas 500 ml
- Pengaduk
- Timbangan digital
- Gelas ukur
- Pipet ukur

3.2 Bahan
- Zat warna Basa
- CH3COOH
- Pendispersi non ionik
- Teepol
- Na2CO3

IV. DATA PERCOBAAN


IV.1 Diagram Alir

Persiapan larutan celup Pencelupan Pencucian

Evaluasi
- Ketuaan
- kerataan
IV.2 Skema Proses
- Metoda Standar

Sabun netral
Zw basa
CH3COOH
Pndispersi non ionic
Pembasah 60 – 70 oC
60 oC

5 15 45 65

- M
etoda Penahanan suhu
Zat warna basa
CH3COOH
Pendispersi non ionic
70 oC
Pembasah

50 oC
suhu (oC)

30 oC

0 5 20 30 40 70
Waktu (menit)

IV.3 Data Percobaan


a. Berat bahan 1 : 2,87 gram.
b. Berat bahan 2 : 2,92 gram.
c. Berat bahan 3 : 3,06 gram.
d. Berat bahan 4 : 3,15 gram

IV.4 Resep
a. Pencelupan
- zat warna basa :1%
- CH3COOH : 2 mL
- Pembasah : 1 ml
- Pendispersi : 0,5 %
- Suhu : 80oC
- Waktu : 30 menit
- Vlot : 1 : 20

b. Pencucian
- Sabun netral : 2 g/L
- Waktu : 15 menit
- Suhu : 60oC
- Vlot : 1 : 20

c. Variasi resep
Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
Zat warna basa ( % ) 1 1 1 1
CH3COOH ( ml/L ) 2 2 2 2
Waktu ( menit ) 30 45 30 45
pembasah 1 1 1 1
Pendispersi (ml) 0,5 0,5 0,5 0,5
Vlot 1 : 20 1 : 20 1 : 20 1 : 20
Suhu ( oC ) 70 70 60 60
Penahanan Penahanan
Metoda Standar Standar
suhu suhu

IV.5 Fungsi Zat


- Zat warna basa berfungsi untuk memberikan warna pada kain sutera
- CH3COOH 35 % berfungsi untuk memberikan suasana asam pada larutan
pencelupan kain sutera dengan zat warna basa sehingga serat sutera dapat
bermuatan postif.
- Pembasah berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga
mempercepat pembasahan pada bahan.
- Pendispersi berfungsi sebgai zat yang membantu penetrasi zat warna pada

kain.

- Sabun netral berfungsi untuk proses pencucian setalh proses pencelupan agar
dapat menghilangkan zat warna asam yang terhidrolisis atau tidak terfiksasi
dengan kain sutera yang menempel pada permukaan.

IV.6 Perhitungan
a. Pencelupan

Percelupan Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4


Kebutuhan air 20 × 2,87 : 57,4 20 × 2,92 : 58,4 20 × 3,06: 61,2 20 × 3,15 : 63
(mL)

1 50 1 50 1 50 1 50
Zat warna (mL) 2,87 × × 2,92 × ml ×
=2,87 3,06ml
=2,92 × × 3,15 ×ml ×
=3,06 =3,15 m
100 0,5 100 0,5 100 0,5 100 0,5
1 1 1 1
Pembasah (mL/L) ×57,4 : 0,05 ×58,4 : 0,05 ×61,2 :0,06 ×63 :0,06
1000 1000 1000 1000
2 2 2 2
CH3COOH (mL/l) ×57,4 : 0,11 ×58,4 : 0,11 ×61,2 : 0,12 ×63 :0,13
1000 1000 1000 1000
0,5 0,5 0,5 0,5
Pendispersi (mL) ×57,4 : 0,03 ×58,4 : 0,03 ×61,2 :0,03 ×63 :0,03
1000 1000 1000 1000

b. Pencucian
pencucian Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4

2 2 2 2
Sabun Netral (g/L) ×57,4 : 0,11 ×58,4 : 0,11 ×61,2 :0,12 ×63 :0,13
1000 1000 1000 1000

IV.7 Evaluasi

Kerataan Ketuaan
Kain 1 4 2
Kain 2 4 2
Kain 3 4 3
Kain 4 4 4

IV.8 Hasil Pencelupan

Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4

V. DISKUSI
Pada praktikum ini yaitu zat warna basa mencelup serat sutera. Zat Warna
basa adalah zat warna yang mempunyai muatan positif atau sebagai kation pada
bagian yang berwarna, maka zat warna tersebut disebut juga zat warna kation. Hal ini
dalam bentuk basa, zat warna basa termasuk zat warna yang tidak larut, tetapi dalam
larutan yang bersifat asam zat warna akan berubah menjadi bentuk garam yang
mudah larut. Hal ini pada pencelupan ini ditambahkan CH3COOH (asam) yang
berfungsi untuk memberikan suasana asam pada larutan merubah zat warna basa
menjadi garam dan akan larut. Oleh karena itu kelarutan zat warna asam tergantung
pada pH semakin tinggi pH maka kelarutan akan semakin tinggi.
Zat warna basa dapat berikatan dengan serat sutera karena pada serat sutera
memiliki gugus amina pada daya celup zat warna basa sangat tergantung pada
banyaknya gugus amin yang bermuatan positif yang terkandung dalam tiap molekul
zat warna. Mengingat terbatasnya tempat-tempat yang bermuatan negatif, (gugus
karboksil atau silfonat) dalam serat sutera maka untuk zat warna basa yang tiap
molekulnya mengandung gugus amin (muatan positif) lebih banyak akan lebih sedikit
jumlah maksimum zat warna basa basa yang dapat diikat serat wol/sutera dan
sebaliknya.
Pada percobaan pencelupan zat warna basa dengan kain sutera dilakukan
menggunakan metoda standar dan penahanan suhu dengan cara Exhaust. Hal ini
dilakukan dengan cara exhaust karena pada proses exhaust kain celupan akan lebih
banyak berikatan dengan zat warna ketimbang dengan menggunakan padd. Dalam
pengerjaan ini dilakukan dengan variasi waktu dan metoda.
Hasil yang didapatkan pada kain 1 dan 2 ketuaannya sangat rendah artinya
kain berwana cerah hal ini karena bisa diakbiatkan ukuran molekul zat warna basa
relatif kecil dan untuk zat warna yang lebih kecil ukuran molekulnya substantifitasnya
lebih kecil sehingga relative lebih muda rata. Pada kain 3 dan 4 pada ketuaan
dihasilkan sedikit tua hal ini dapat disebabkan dari beberapa faktor seperti waktu
pengerjaannya dan metoda yang digunakan.
Pada kain 4 didapatkan hasil celupan warna pada bahan baik yaitu sedikit tua
dan kerataan baik hal ini karena pada kain 4 dilakukan metoda arest temperature
system dengan waktu 45 menit, arrest temperature system yaitu dengan
memperlambat kenaikan suhu (penyerapan zat warna diperlambat) dan menggunakan
retarder anionik atau nonionik. Yang berfungsi sebagai rertader anionic pada
pencelupan disini yaitu pembasah dan berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan sehingga mempercepat proses pembasahan pada kain. Pada metoda
arest temperature system didapatkan hasil yang lebih baik karena zat warna basa
berikatan dengan seratnya yaitu Long Term Interaction artinya antara zat warna sudah
berikatan dari jauh, namun proses ini harus diperlambat dengan menggunakan arrest
temperature system. Bila tidak diatur kenaikan suhu makan hasil celup yang dihasilkan
akan belang atau tidak rata.
factor yang mempengaruhi hasil pencelupan basa disini yaitu
1. pH
pH adalah salah satu hal yang berpengaruh pada proses ini, untuk
menjamin terbentuknya kation zat warna basa (seluruh zat warna basa larut
sempurna) maka pencelupan perlu dilakukan dalam suasana asam. pH larutan
celup yang optimal adalah 4,5 dan perlu dikontrol dengan baik, sebab untuk
kebanyakan zat warna konvensional yang muatan positifnya berpindah-pindah
melalui kromogen, bila pH lebih besar dari 4,5 maka kelarutan zat warna akan
berkurang (warna bisa berubah), hasil celup muda dan kurang rata. Bila pH
larutan celup lebih rendah dari 4,5 maka terbentuknya muatan negatif pada gugus
karboksilat pada serat akan lebih sulit, sehingga laju pencelupan akan lebih
lambat, dalam hal ini hasil celup akan lebih rata namun ketuaan warna akan lebih
muda dan ada kemungkinan terjadi penurunan kekuatan bahan yang dicelup.

2. Suhu
Suhu adalah faktor kedua yang mempengaruhi proses pencelupan dengan zat
warna basa yaitu ketika pencelupan dinaikkan dan mulai memasuki suhu titik gelas
serat maka serat mulai mengembang dan laju penyerapan zat warna akan lebih
cepat, sehingga bila kenaikan suhu terlalu cepat maka akan menimbulkan hasil
celup yang belang. Untuk pencelupan dengan zat warna basa yang sukar rata,
pada suhu tersebut sebaiknya dilakukan penahanan suhu selama 10 hingga 30
menit. (arrest temperature system) sebelum selanjutnya suhu dinaikan dengan laju
kenaikan suhu 1-1,5 oC. Pada pencelupan dengan sutera dengan zat warna basa
suhu pencelupan sebaiknya tidak melebihi suhu 80oC agar tidak terjadi kerusakan
bahan karena sifat dari serat sutera tidak tahan panas.
VI. KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan dapat disimpulkan bahwa waktu proses pencelupan
mempengaruhi hasil dari pencelupan itu sendiri. Dan pada percobaan ini didapatkan
hasil yang optimum pada resep yang ke empat yaitu :

Resep
ZW Basa (%) 1
Pembasah (mL/l) 1
CH3COOH (mL/L) 2

Pendispersi (ml/L) 0,5


Waktu (menit) 45
Suhu (oC) 70
Vlot 1:20
Metoda Penahanan suhu
DAFTAR PUSTAKA
Soeprojo, dkk. 1973. Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.

Dede Kariyana, Elly K. Pedoman Praktikum Pencelupan 1. Bandung. Sekolah Tinggi


Teksnologi Tekstil.2005

Dr.Noerati,S.Teks,M.T,dkk,Bahan Ajar Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG)


Teknologi Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 2013

Isminingsih,Nn, S.Teks, M.SC, dkk, Pengantar Kimia Zat Warna, 1978, ITT, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai