Anda di halaman 1dari 24

PRAKTIKUM EVALUASI KERUSAKAN SERAT

SELULOSA 1, SELULOSA 2, SELULOSA 3

LAPORAN

diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Evaluasi Kerusakan


Serat dari dosen pengampu Maya Komalasari, S.ST

Oleh :

ARDINUS SITOHANG

18020006

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2019/2020

1
DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
1.1. Maksud.............................................................................................................. 3
1.2. Tujuan ............................................................................................................... 3
1.3. Dasar Teori....................................................................................................... 3
PERCOBAAN ................................................................................................................. 10
2.1. Kerusakan Selulosa 1 ................................................................................. 10
2.2. Kerusakan Selulosa 2 ................................................................................. 11
2.3. Kerusakan Selulosa 3 ................................................................................. 12
2.3.3. Pengujian Pewarnaan dengan Pencelupan Tolak .................................... 14
BAB III ............................................................................................................................. 15
DATA PERCOBAAN ..................................................................................................... 15
BAB IV ............................................................................................................................. 16
DISKUSI .......................................................................................................................... 16
4.1. SELULOSA 1 .......................................................................................................... 16
4.2. SELULOSA 2 .......................................................................................................... 18
4.3. SELULOSA 3 .......................................................................................................... 20
BAB V .............................................................................................................................. 22
KESIMPULAN ................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 24

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Maksud
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis
kerusakan serat selulosa, penyebab kerusakan serat selulosa, dan gugus yang
terkandung pada jenis kerusakan serat selolusa tersebut

1.2. Tujuan

1.2.1. Selulosa 1
Pengujian penggelembungan dengan NaOH dan pengujian pewarnaan
dengan Congo Red dilakukan untuk membedakan kerusakan serat kapas karena
zat kimia dan mekanika.

1.2.2. Selulosa 2
Pengujian pewarnaan dengan Cara uji Horizon, perak nitrat amoniakal, dan
dengan pereaksi fehling dilakukan untuk menunjukan adanya gugus pereduksi
pada serat yang rusak karena zat kimia.

1.2.3. Selulosa 3
Pengujian pewarnaan dengan cara pencelupan tolak, cara biru trunbull,
natrium kromat dan dengan metilen blue dilakukan untuk menunjukkan adanya
karboksilat pada serat selulosa yang rusak karena zat kimia.

1.3. Dasar Teori

1.3.1. Serat Kapas

Kandungan terbesar dari serat kapas adalah selulosa, zat lain selulosa akan
menyulitkan masuknya zat warna pada proses pencelupan, oleh karena itu zat
selain selulosa dihilangkan dalam proses pemasakan. Komposisi serat kapas
dicantumkan pada tabel 1.3.1.1 sebagai berikut:

3
Tabel 1.3.1.1 Komposisi Serat Kapas

(Sumber: Noerati et al., Teknologi Tekstil, 2013, p.7)

Senyawa Kandungan (%)


Selulosa 94
Pektat 1,2
Protein 1,3
Lilin 0,6
Debu 1,2
Pigmen dan zat-zat lain 1,7

Tabel 1.3.1.2 Sifat Kimia dan Sifat Fisika Serat Kapas

Sifat Kimia Sifat Fisika


- Tahan terhadap penyimpanan,pengolahan - Warna tidak putih
dan pemakaian yang normal. tetapi kecoklat-
- Kekuatan menurun oleh zat pengoksidasi, coklatan.
karena terjadi oksi selulosa, biasanya dalam - Kekuatan serat
pemutihan berlebihan, penyinaran dalam kapas dipengaruhi
keadaan lembab atau pemanasan yang oleh kadar selulosa
0
lama pada suhu diatas 140 C. dalam serat.
- Kekuatan menurun oleh zat penghidrolisa, - Kekuatan dalam
asam dapat menyebabkan terjadinya hidro- keadaan basah lebih
selulosa. kuat dari pada dalam
- Alkali berpengaruh sedikit terhadap serat, keadaan kering.
kecuali alkali kuat dengan konsentrasi yang - Kekuatan mulur
tinggi dapat menyebabkan serat kapas 13-14%
penggelembungan serat. rata-rata 7%.
- Kapas mudah diserang jamur dan bakteri - Keliatan serat kapas
dalam keadaan lembab dan pada suhu relatif tinggi
hangat. dibandingkan serat
wol dan sutera.

4
- Mempunyai moisture
regain 7-8%.
- Berat jenis 1.5-1.56.
- Indeks bias 1.58
dalam keadaan
sejajar sumbu serat
dan 1.53 melintang
pada sumbu.

1.3.2. Hidroselulosa

Serat selulosa yang dikerjakan dalam larutan asam kuat seperti HCl dan
H2SO4 akan mengakibatkan terjadinya reaksi hidrolisis yang mengambil tempat
pada jembatan glukosida, sehingga terjadi pemutusan rantai molekul selulosa.
Rantai molekul selulosa menjadi lebih pendek sehingga menyebabkan terjadinya
penurunan kekuatan. Gambar reaksi hidroselulosa dapat dilihat pada dibawah ini.

Gambar 2. Reaksi hidroselulosa


Hidrolisis sederhana dengan larutan asam encer panas, rantai molekul
akan terpecah menjadi dua atau lebih dan dapat membentuk molekul glukosa
individu bergantung pada dasarnya pengaruh asam yang diberikan dan dihasilkan
bentuk B. Hidrolisis jenis B mempunyai daya reduksi lebih besar tetapi daya serap
terhadap alkali dan zat warna basa kecil. Pada hidrolisis yang lebih kompleks
gugus aldehida akan teroksidasi menjadi gugus karboksilat dan menghasilkan
bentuk C. Hidrolisis jenis C mempunyai daya reduksi yang kecil dan mudah larut
dalam alkali serta daya serap terhadap zat warna basa besar.

5
1.3.3. Oksiselulosa

Pengerjaan selulosa dengan oksidator menyebabkan terjadinya


oksiselulosa. Reaksi oksidasi selulosa dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. Reaksi Oksiselulosa


Reaksi oksiselulosa dapat terjadi dalam beberapa tingkatan. Pada oksidasi
sederhana misalnya oleh NaOCl dalam suasana asam tidak terjadi pemutusan
tetapi hanya terjadi pembukaan cincin glukosa seperti jenis D. Pengerjaan lebih
lanjut dengan alkali akan menyebabkan pemutusan rantai molekul yang
menyebabkan kekuatan tarik turun dan memberikan hasil jenis F. Oksiselulosa
jenis D dan F mempunyai daya reduksi karena mempunyai gugus alhedid. Bila
pengerjaan alkali ini berhubungan dengan udara, maka oksidasi memberikan hasil
jenis G yang mempunyai gugus -COOH- (karboksilat). Pada pengerjaan alkali
secara normal, dengan adanya udara umumnya terjadi campuran sedikit jenis G
dan jenis F.

1.3.4. Identifikasi Kerusakan Serat Selulosa


Jenis kerusakan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu kerusakan
mekanika dan keruakan kimia.
1. Kerusakan mekanika
Kerusakan mekanika adalah kerusakan yang menyebabkan terjadinya
perubahan fisik pada bahan atau serat sebagai akibat gerakan mekanik
pada bahan tersebut.

6
a. Serangan serangga
Kerusakan yang disebabkan karena serangan serangga biasanya
terjadi pada serat yang berasal dari polimer alam baik selulosa
maupun protein. Kerusakan karena serangga ini dapat ditunjukkan
dengan pengamatan secara visual pada pola-pola kerusakannya.
Serangan serangga dapat ditentukan dengan adanya bekas gigitan
pada bagian serat yang rusak. Hal ini kadang-kadang merupakan
satu-satunya tanda kerusakan, karena sisa-sisa bekas gigitan telah
hilang ketika serat dibuat benang atau ketika benang dan kain
mengalami pengolahan basah atau dibersihkan.
b. Gesekan
Kerusakan karena gesekan biasanya terbatas pada serat dalam
benang atau kain. Kerusakan dapat terjadi pada setiap tingkat
pengolahan dari pemintalan sampai hasil akhir, dan seringkali
kerusakan tersebut tidak diketahui sebelum hasil akhir diperiksa.
Pengamatan pola kerusakan ini sangat berguna. Benang yang
tergesek permukaannya lebih berbulu daripada yang biasa dan
mengandung serat serat yang tampak terpotong, tersikat atau
terkoyak-koyak apabila dilihat dengan mikroskop.
c. Putus karena tarikan dan dorongan
Serat yang putus karena tarikan biasanya ujungnya sobek atau
tersobek, atau tercabik cabik tidak rata, sedangkan serat yang
terpotong biasanya ujungnya rata. Tepi kain yang sobek dapat
disebabkan karena tegangan pada benang pakan yang berlebihan.
Kerusakan jenis ini terjadi pada pergantian palet dan biasanya disertai
dengan terjadinya tepi kain yang tidak rata. Cacat tersebut sering tidak
tampak sebelum kain mendapat tarikan kearah lusi dalam pengolahan
basah. Dalam beberapa hal, mengganggap tepi yang sobek itu
disebabkan karena kerusakan kimia adalah keliru.
d. Tusukan
Sering terdapat adanya tusukan atau lubang kecil pada kain dalam
suatu pola yang berulang, cacat ini disebabkan oleh suatu titik kasar
pada rol logam atau sepotong logam kecil yang tertanam pada rol
lunak. Pengamatan dengan mikroskop akan menunjukkan adanya

7
serat yang terpotong atau hancur. Banyak pabrik penyempurnaan
tekstil yang memuat tabel mengenai rol-rol yang dilewati kain,
sehingga sumber kerusakan tersebut dengan mudah dapat dicari.

2. Kerusakan kimia
Kerusajan kimia adalah kerusakan yang menyebabkan penurunan
kekuatan karena adanya zat kimia yang dapat ditimbulkan oleh adanya
serangan jasad renik (microorganisme), cahaya, panas dan pengerjaan
dengan zat kimia. Pada umumnnya kerusakan serat karena kimia dapat
dibedakan dari kerusakan mekanika dengan cara pebgukuran fluiditas
serat dalam pelarut yang sesuai. Kerusakan karena jasad renik (microbial
damage) dapat mengakibatkan penurunan kekuatan yang tidak dapat
ditunjukkan dengan pengukuran fluiditas (Rahayu, Hariyanti et al., 2005,
p.17-18).
a. Serangan jasad renik
Serangan jasad renik digolongkan kedalam kerusakan kimia karena
jasad renik itu menggeluarkan enzim yang dapat menyebabkan
kerusakan kimia. Kerusakan oleh jasad renik ini biasanya terjadi pada
serat serat alam.
Jasad renik akan tumbuh pada permukaan bahan tekstil apabila suhu,
kelembaban, pH sekelilingnya sesuai dan terdapat sumber makanan
bagi jasad reniknya. Jasad renik tumuh dalam kelompok-kelompok
dengan kenampakan tertentu menimbulkan noda-noda pada serat
yang dapat dilihat denagn cahaya biasa atau ultraviolet. Dalam
cahaya biasa dapat dilihat noda pada serat selulosanya berwarna
kuning, coklat, hitam.
b. Cahaya
Kerusakan karena penyinaran disebabkan oleh terjadinya pemutusan
ikatan primer, membentuk gugus-gugus yang dapat ditunjukkan
dengan pewarnaaan atau titrasi. Kerusakan ini sangat susah
dibedakan dari kerusakan kimia lainnya, tetapi karena kerusakan oleh
cahaya terjadi dalam pola tertentu, hal ini dapat membantu dalam
penentuan kerusakan tersebut. Misalnya warna permukaan kain akan
berbeda dari warna belakangnya, bagian tepi mungkin terlindung dan

8
sebagainya. Serat yang disuramkan lebih mudah rusak dibandingkan
serat yang berkilau.
c. Panas
Kerusakan serat kapas karena panas kadang-kadang dapat
ditunjukan dengan uji congo red, yang menimbulkan penodaan pada
dinding primernya yang berbentuk spiral. Panas menyebakan wol
berwarna kuning atau coklat sedangkan panas yang tinggi
menyebabkan serat wol berbentuk blister-blister. Serat buatan akan
meleleh karena panas, sehingga pada ujung serat terjadi bulatan
seperti bola, dan pada bagian yang meleleh sebagian akan terjadi
perubahan bentuk.
d. Pengerjaan dengan zat kimia
Kerusakan Karena pengerjaan dengan zat kimia lebih banyak terjadi
pada serat alam atau serat dengan dasar polimer alam, karena serat
buatan pada umumnya lebih tahan zat kimia.
Kerusakan serat kapas yang disebabkan oleh zat kimia dapat
dilakukan dengan cara pewarnaan dengan zat warna Congo Red (C.I.
Direct Red 28). Dasar pengujian ini adalah congo Red dapat
mewarnai selulosa pada dinding sekundernya. Supaya congo red
dapat mewarnai serat maka serat digelembungkan, setelah itu conga
red akan dapat mewarnai. Apabila dinding luarnya serat rusak sedikit
maka dinding sekunder yang menggelembung akan menonjol keluar
menjadi bentuk dumbel. Kerusakan kimia akan melemahkan dinding
sedemikian rupa, sehingga tidak dapat menahan tekanan yang
ditimbulkan oleh dinding sekunder yang menggelembung, sehingga
seluruh bagian serat menggelembung.
Serat selulosa dapat rusak karena asam maupun zat oksidator.
Kerusakan karena asam menimbulkan hidroselulosa yang
mempunyai gugus pereduksi. Proses oksidasi baik didalam suasana
asam maupun suasana basa menimbulkan oksiselulosa yang
mempunyai gugus pereduksi dan juga gugus karboksilat.

9
BAB II

PERCOBAAN
2.1. Kerusakan Selulosa 1
2.1.1. Pengujian Penggelembungan dengan NaOH
Alat:
 Mikroskop
 Kaca objek dan kaca penutup
 Kertas hisap

Pereaksi:
 Larutan NaOH 18%

Cara Kerja:
 Serat kapas dipotong pendek dengan ukuran ± 0,5 mm.
 Contoh uji diletakkan diatas kaca objek, ditetesi dengan NaOH dan
ditutup dengan cover glass.
 Contoh uji didiamkan selema beberapa menit.
 Contoh uji diamati di bawah mikroskop.

2.1.2. Pengujian Pewarnaan dengan Congo Red


Alat:
 Mikroskop
 Kaca objek dan kaca penutup
 Kertas hisap

Pereaksi:
 Larutan zat warna Congo Red 1%

Cara Kerja:

 Contoh uji direndam dalam larutan NaOH 1 N selama 3-5 menit.


 Dicuci dengan air hingga bebas NaOH (di uji dengan kertas lakmus).
 Dikeringkan dengan kertas penghisap.
 Dicuci bersih dengan air.
 Direndam dalam larutan NaOH 18% selama 3-5 menit.

10
 Contoh uji dipindahkan pada kaca preparat dan diamati dengan
mikroskop.
2.2. Kerusakan Selulosa 2
2.2.1. Pengujian Pewarnaan dengan Uji Horizon

Alat:
 Tabung reaksi
 Pembakar bunsen

Pereaksi:
 Pelarut A: (AgNO3 80 g/L)
 Pelarut B: (Na tiosulfat 200g/L dan NaOH 200 g/L)

Cara Kerja:
 Dicampurkan 1 mL larutan A dalam 20 mL air dengan 2 mL larutan B
dalam 20 mL.
 Didihkan dalam 2-5 mL campuran tersebut selama 5 menit.
 Dicuci dalam larutan B (1 mL dalam 10 mL air).
 Dicuci dengan air panas suhu 70°C.
 Adanya endapan abu-abu hitam menunjukkan adanya gugus aldehida
(kerusakan karena zat kimia).

2.2.2. Pengujian Pewarnaan dengan Perak Nitrat Amoniakal

Alat:
 Tabung reaksi
 Pembakar bunsen

Pereaksi:
 AgNO3 Amonikal
 NH4OH 10%

Cara Kerja:

 Contoh uji dipanaskan dalam larutan AgNO3 amoniakal pada suhu


60°C selama 3-5 menit.
 Dicuci dengan air dingin.

11
 Dicuci dengan larutan amoniak 10%.
 Diamati warna yang terjadi.
 Serat rusak akan berwarna kuning atau coklat, serat yang baik warna
akan hilang setelah pencucian.

2.2.3. Pengujian Pewarnaan dengan Pereaksi Fehling

Alat:
 Tabung reaksi
 Pembakar bunsen

Pereaksi:
 Fehling A: (60 g/L CuSO4)
 Fehling B: (346 g kalium natrium tartrat dan 100 g NaOH /L air)

Cara Kerja:
 Dicampurkan 5 mL larutan Fehling A dan 5 mL larutan Fehling B
(Larutan dapat diencerkan dengan 10 mL air suling).
 Didihkan dalam 2-5 mL campuran tersebut selama 10 menit.
 Dicuci dengan air panas 70°C.
 Diamati warna yang terjadi.
 Adanya endapan kupro oksida yang berwarna merah muda-merah,
menunjukkan adanya gugus pereduksi.

2.3. Kerusakan Selulosa 3


2.3.1. Pengujian Pewarnaan dengan Cara Biru Trunbull

Alat:
 Tabung reaksi
 Pembakar bunsen

Pereaksi:
 Ferro sulfat 10 g/L
 Kalium ferri sianida 10 g/L

12
Cara Kerja:
 Contoh uji direndam dalam larutan fero sulfat selama 5 menit pada
suhu kamar.
 Dicuci dengan air pada suhu 70oC.
 Contoh uji dipindahkan dalam larutan kalium ferri sianida kemudian
direndam dalam larutan tersebut selama 5 menit pada suhu kamar.
 Dicuci dengan air pada suhu 70oC.
 Dikeringkan.
 Diamati warna yang terjadi.
 warna biru tua menunjukkan adanya gugus karbonil pada bahan.

2.3.2. Pengujian Pewarnaan dengan Natrium Kromat

Alat:
 Tabung reaksi
 Pembakar bunsen

Pereaksi:
 Natrium kromat 10 g/L
 Pb asetat 10 g/L

Cara Kerja:
 Contoh uji direndam dalam larutan Pb-asetat selama 5 menit pada
suhu kamar.
 Dibilas dengan air dingin.
 Contoh uji dipindahkan ke dalam larutan Na-kromat kemudian
direndam dalam larutan tersebut selama 5 menit pada suhu kamar.
 Dicuci dan dikeringkan.
 Diamati warna yang terjadi.
 adanya pereduksi menyebabkan Pb asetat terserap sedikit sehingga
warnanya cream, warna kuning tua menunjukkan adanya gugus
karboksilat.

13
2.3.3. Pengujian Pewarnaan dengan Metilen Biru

Alat:
 Tabung reaksi

Pereaksi:
 Larutan Metilen biru 10 g/l yang diasamkan dengan H2SO4 2N (10ml/l)

Cara Kerja:
 Contoh uji direndam dalam larutan Methylene Blue selama 5-10
menit pada suhu kamar.
 Dicuci dengan air mengalir.
 Diamati warna yang terjadi.
 warna biru tua menunjukkan adanya gugus karboksil.

2.3.3. Pengujian Pewarnaan dengan Pencelupan Tolak


Alat:
 Tabung reaksi
 Pembakar bunsen

Pereaksi:
 Larutan Chlorazol Sky Blue FF ( Cl Direct Blue 1) 5 g/L

Cara Kerja:
 Contoh uji direndam dalam larutan Chlorazol Sky Blue FF selama 5-
10 menit pada suhu kamar.
 Dicuci dengan air pada suhu 70oC.
 Diamati warna yang terjadi.
 Tidak terjadinya pewarnaan atau adanya titik warna muda pada daerah
yang rusak menunjukkan adanya gugus karboksil.

14
BAB III

DATA PERCOBAAN
Data percobaaan terlampir pada lampiran laporan praktikum evaluasi tekstil
ini.

15
BAB IV

DISKUSI

4.1. SELULOSA 1
Uji Penggelembungan dengan NaOH
Pengujian ini dapat menunjukkan kerusakan pada serat selulosa (kapas)
yang disebabkan oleh zat kimia atau mekanika. Pada serat kapas yang masih
baik, hasil pengamatan dengan mikroskop menunjukkan adanya kepala jamur
(dumble) pada ujung serat, begitupun pada serat yang mengalami kerusakan
oleh mekanik seperti pukulan dan panas. Pada serat kapas yang masih baik,
dinding sekunder akan mengalami penggelembungan dan menonjol keluar
dari ujung potongan serat sehingga membentuk dumble. Pada serat yang
megalami kerusakan juga menunjukkan adanya kepala jamur (dumble) pada
ujung serat, hal tersebut kemungkinan derajat kerusakan serat oleh zat kimia
cukup kecil sehingga menghasilkan dumble. Sedangkan untuk sample lainnya
seperti serat yang mengalami kerusakan oleh, Hipoklorit, Kaporit, KMnO4,
alkali, H2O2 dan jamur tidak menunjukkan adanya dumbe pada ujung serat,
sehingga dapat dikatakan sample tersebut mengalami kerusakan kimia yang
cukup besar, dan beberapa serat lainnya mengalami kerusakan oleh gerakan
mekanik antara lain, serat pukulan dan serat panas.
Pengujian Pewarnaan dengan Congo Red
Pada serat selulosa yang mengalami kerusakan oleh panas, pengujian
dengan Congo Red akan memberikan penodaan pada dinding primer selulosa
yang berbentuk spiral. Congo Red dapat mewarnai serat selulosa pada
dinding sekundenrnya. Adapun sebelum serat direndam dalam larutan Congo
Red, terlebih dahulu serat direndam dalam larutan NaOH encer. Perendaman
dengan larutan NaOH tersebut bertujuan untuk menggelembungkan serat
selulosa terlebih dahulu, sehingga Congo Red dapat mewarnai dinding
sekunder serat. Selanjutnya direndam kembali dalam larutan NaOH pekat
untuk menggelembungkan kembali serat selulosa, agar bagian yang terwarnai
oleh Congo Red dapat mudah dilihat.
Pada lampiran menunjukkan serat selulosa yang mengalami kerusakan
oleh H2O2, Hipoklorit, KMnO4, asam, panas dan pukulan terdapat kepala jamur

16
atau dumble pada ujung serat, hal tersebut menunjukkan bahwa sample serat
lebih banyak mengalami kerusakan mekanik dibandingkan dengan
kerusakannya oleh zat kimia. Sedangkan pada serat selulosa yang
mengalami kerusakan oleh asam, alkali, jamur serta Kaporit tidak terdapat
dumble, dan pada serat selulosa yang mengalami kerusakan oleh asam
terdapat sedikit retakan yang memanjang. Tidak terdapatnya dumble dan
terlihat retakan yang memanjang tersebut menunjukkan bahwa sample serat
mengalami kerusakan oleh zat kimia. Tidak terdapatnya dumble pada sample
serat tersebut juga dikarenakan seluruh bagian serat mengalami
penggelembungan yang disebabkan dari adanya kerusakan kimia yang dapat
melemahkan dinding primer selulosa, sehingga tidak dapat menahan tekanan
yang ditimbulkan oleh dinding sekunder yang menggelembung.
Pada sample serat selulosa yang mengalami kerusakan oleh jamur,
pengamatan pada mikroskop menunjukkan permukaan serat yang aus, dan
tampak filamen-filamen jasad renik. Hal tersebut menunjukkan bahwa serat
selulosa (kapas) mengalami kerusakan yang disebabkan oleh jasad renik.
Jasad renik dan serangan microorganisme dapat menimbulkan jamur pada
serat selulosa. Jamur tersebut akan menghasilkan suatu enzim yang dapat
mendegradasi selulosa dengan mereduksi pada bagian amorf selulosa
sehingga terjadi pemutusan ikatan pada daerah amorf lebih cepat
dibandingkan pada daerah kristalin. Sedangkan pada sample serat selulosa
yang megalami kerusakan oleh panas, pengamatan pada mikroskop
menunjukkan adanya noda spiral. Noda spiral pada serat tersebut
menujukkan bahwa serat mengalami kerusakan oleh panas. Kondisi panas
pada serat dapat pula mendegradasi serat selulosa, terlebih apabila serat
mengalami proses pengeringan pada suhu panas atau suhu tinggi secara
berlebih, hal tersebut dapat menurunkan kadar air pada serat atau terjadi
dehidratasi. Selanjutnya pada sample serat selulosa yang masih baik,
pengamatan pada mikroskop menunjukkan adanya dumble.

17
4.2. SELULOSA 2
Kerusakan karena asam menimbulkan hidroselulosa yang mempunyai
gugus pereduksi. Dalam suasana asam maupun basa proses oksidasi
menimbulkan oksiselulosa yang juga mempunyai gugus pereduksi dan gugus
karboksil. Gugus pereduksi yang dapat menyebabkan kerusakan serat
tersebut dapat diidentifikasi melalui pengujian pewarnaan dengan cara uji
Harrizon,uji AgNO3 amoniakal dan pengujian dengan pereaksi Fehling.

Uji Harrizon
Pada pengujian ini, pada sampel serat selulosa yang mengalami kerusakan
oleh asam, alkali, maupun oksidator seperti Kaporit (CaOCl2), Hipoklorit,
Hidrogen peroksida (H2O2) dan Kalium permanganat (KMnO4) menghasilkan
endapan abu-abu dan hitam. Endapan abu-abu atau hitam tersebut
menunjukkan adanya gugus aldehid. Gugus aldehid ini juga merupakan gugus
pereduksi dan bersifat reduktor kuat yang dapat mereduksi serat selulosa.
Gugus pereduksi dari reaksi hidroselulosa oleh asam tersebut akan
mereduksi jembatan glukosida pada selulosa, sehingga terjadi pemutusan
rantai molekul selulosa. Pemutusan tersebut menjadikan rantai molekul
selulosa lebih pendek sehingga dapat menyebabkan penurunan kekuatan
pada serat selulosa.
Sedangkan gugus pereduksi dan gugus karbonil dari reaksi oksiselulosa
tersebut ditimbulkan dari adanya proses oksidasi selulosa baik dalam suasana
asam maupun basa. Proses oksidasi dalam keadaan asam tidak terjadi
pemutusan rantai molekul tetapi hanya terjadi pembukaan cincin glukosa. Dan
proses oksidasi pada keadaan basa akan menyebabkan pemutusan rantai
molekul yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan tarik pada serat
selulosa. Oksiselulosa tersebut memiliki daya reduksi yang disebabkan
adanya gugus aldehid. Selanjutnya apabila sampel selulosa yang mengalami
kerusakan alkali berhubungan dengan udara, maka akan menghasilkan gugus
karboksil (-COOH-) yang dapat pula mereduksi serat selulosa.
Pada umumnya untuk membedakan gugus pereduksi dan gugus karboksil
karena oksiselulosa tersebut, gugus karboksil dapat diuji dengan pengujian
Turnbull.

18
Pada serat selulosa yang mengalami kerusakan oleh jamur, dalam
pengujian Harizon juga memberikan endapan abu-abu dan hitam. Hal tersebut
menunjukkan adanya suatu pereduksi yang dapat memutus rantai molekul
selulosa. Jamur dapat merusak selulosa dengan menghasilkan enzim yang
dapat mendegradasi selulosa dengan mereduksi pada bagian amorf selulosa
sehingga terjadi pemutusan ikatan pada daerah amorf lebih cepat
dibandingkan pada daerah kristalin.
Pada serat selulosa yang mengalami kerusakan oleh panas, dalam
pengujian Harrizon juga memberikan hasil endapan abu-abu dan hitam yang
menunjukkan adanya reduksi selulosa. Pengaruh uap air, air mendidih dan
panas juga dapat menyebabkan degradasi selulosa. Serat-serat selulosa
yang dikeringkan pada suhu panas atau suhu tinggi secara berlebihan dapat
menurunkan kadar air pada serat atau terjadi dehidratasi. Degradasi selulosa
ini disebabkan terjadinya pemutusan rantai molekul selulosa.
Pada serat selulosa yang mengalami kerusakan oleh pukulan, dalam
pengujian Harrizon juga memberikan hasil endapan abu-abu dan hitam. Hal
tersebut menunjukkan hal yang sama dengan serat selulosa yang mengalami
kerusakan oleh panas. Pukulan mekanis dapat menyebabkan degradasi
rantai selulosa.

Uji AgNO3 amoniakal


Pada pengujian AgNO3 amoniakal ini secara keseluruhan sampel yang
rusak berwarna coklat atau kuning, kecuali pada sampel serat yang
mengalami kerusakan oleh asam, kaporit dan serat selulosa yang masih baik
atau tidak rusak warna coklat atau kuning tersebut hilang setelah pencucian
dan kembali menjadi serat putih. Warna coklat atau kuning pada pengujian ini
menunjukkan adanya gugus pereduksi pada serat selulosa yang
menyebabkan kerusakan pada serat.
Untuk serat selulosa yang mengalami kerusakan oleh asam dan kaporit
menghasilkan warna putih seperti serat selulosa yang masih baik. Hal tersebut
menunjukkan tidak adanya gugus pereduksi yang dapat merusak serat
selulosa. Sedikit berbeda dengan hasil yang diperoleh pada pengujian
Harrizon. Hal tersebut kemungkinan jumlah degradasi pada rantai selulosa
yang disebabkan oleh zat kimia tidak terlalu besar, sehingga sifat serat masih

19
cukup baik seperti serat yang tidak mengalami kerusakan. Sehingga besarnya
zat kimia juga dapat mempengaruhi degradasi selulosa.

Uji Fehling
Pengujian ini juga dapat menunjukan adanya gugus pereduksi pada serat
selulosa yang rusak oleh zat kimia. Secara keseluruhan pada sampel serat
yang rusak menghasilkan endapan merah, kecuali pada sampe serat selulosa
yang masih baik, serat selulosa rusak oleh alkali, H2O2, kaporit, KMnO4,
Jamur, Panas, dan Pukulan. Endapan merah tersebut menunjukkan adanya
gugus pereduksi pada serat. Dimana gugus pereduksi ini yang dapat
menyebabkan kerusakan pada serat, dengan gugus pereduksi seperti
aldehid. Reaksi aldehid dengan reagen Fehling dapat membentuk endapan
tembaga oksida yang berwarna merah bata. Reaksi yang berlangsung antara
aldehid dengan reagen Fehling yakni sebagai berikut: R-CHO + 2Cu (aq) →
R-CHOH + Cu2O (s). Aldehid ini merupakan reduktor kuat yang dapat
mereduksi rantai molekul selulosa menjadi lebih pendek. Reduksi rantai
molekul selulosa tersebut juga dapat menurunkan kekuatan serat selulosa.

4.3. SELULOSA 3
Uji Pencelupan Tolak
Pengujian ini dapat menunjukkan adanya gugus karboksilat pada serat
selulosa yang mengalami kerusakan karena kimia. Pada lampiran
menunjukkan seluruh serat kapas terjadi pewarnaan atau adanya titik warna
muda. Terjadinya pewarnaan atau adanya titik warna muda pada daerah yang
rusak tersebut menunjukkan tidak adanya gugus pereduksi pada serat.
Dimana gugus pereduksi ini dapat menyebabkan keruskan serat berupa
hidroselulosa maupun oksiselulosa. Reaksi hidroselulosa pada serat dapat
memutus rantai molekul serat menjadi lebih pendek sehingga dapat
menurunkan kekuatan pada serat selulosa. Sedangkan reaksi oksiselulosa
pada serat dalam keadaan asam tidak terjadi pemutusan rantai molekul tetapi
hanya terjadi pembukan cincin glukosa, dan oksiselulosa dalam keadaan basa
dapat memutus rantai molekul selulosa.

20
Uji Na-Kromat
Pada lampiran menunjukkan seluruh serat kapas menghasilkan warna kuning,
serta kapas yang masih baik yakni warna kuning muda. Penyebab perubahan
warna serat menjadi kuning ini disebabkan adanya gugus karbonil dan
karboksil (-COOH-) pada selulosa. Penghilanngan gugus karbonil dan
karboksil ini dapat dilakukan dengan proses oksidasi dan reduksi. Jamur pada
serat dapat merusak serat selulosa dengan menghasilkan enzim yang dapat
mendegradasi bagian amorf serat selulosa, sehingga terjadi pemutusan ikatan
pada serat.

Uji Methylene Blue


Metilen biru merupakan suatu indikator redoks yang dapat digunakan untuk
menunjukkan adanya gugus karboksilat pada serat selulosa yang mengalami
kerusakan oleh zat kimia. Pada pengujian pewarnaan dengan Methylene Blue
ini serat selulosa yang mengalami kerusakan oleh Hipoklorit menghasilkan
warna biru tua. Warna biru tua pada sample serat tersebut menunjukkan
adanya gugus karboksilat pada serat. Sedangkan pada sample serat yang
mengalami kerusakan oleh pukulan, panas, jamur, KMnO4, kaporit, H2O2,
alkali, asam dan serat kapas yang masih baik menghasilkan warna biru muda.
Gugus karboksil tersebut dapat mereduksi rantai molekul serat selulosa
menjadi lebih pendek.

Uji Biru Trunbull


Pada uji biru trunbull, warna biru tua menunjukkan adanya gugus karboksil
pada serat. Banyaknya gugus karboksil yang terdapat pada serat ditunjukkan
dengan semakin tua warna yang dihasilkan dari pengujian ini. Hal tersebut
mengindikasikan semakin besar kerusakan yang dialami oleh serat. Pada
pengujian ini tidak ada serat selulosa yang menimbulkan warna biru tua.

21
BAB V

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:


Uji Penggelembungan dengan NaOH
- Serat kapas yang mengalami kerusakan secara mekanik serta serat kapas
yang masih baik, terdapat dumble pada pengamatan mikroskop.
- Serat yang mengalami kerusakan oleh zat kimia, tidak terdapat dumble.
Besar kecilnya dumble yang dihasilkan tergantung pada derajat kerusakan
kimia dari serat. Adapun serat yang tidak memiliki dumble yakni seperti serat
kapas yang mengalami kerusakan oleh asam, Hipoklorit, Kaporit dan
KMnO4, alkali, dan H2O2.
Pengujian Pewarnaan dengan Congo Red
- Adanya kepala jamur (dumble) pada ujung serat menunjukkan serat kapas
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh mekanik. Adanya retakan
memanjang dan tidak terjadi dumble menunjukkan serat kapas mengalami
kerusakan yang disebabkan oleh zat kimia. Terdapatnya jasad renik dan
permukaan aus ada serat menunjukkan serat kapas mengalami kerusakan
yang disbebabkan oleh jasad renik seperti jamur. Sedangkan adanya noda
spiral pada serat menunjukkan adanya kerusakan serat yang disebabkan
oleh zat kimia. Pada sample serat selulosa yang mengalami kerusakan
oleh panas, jamur dan pukulan lebih banyak mengalami kerusakan
mekanik. Sedangkan pada sample serat selulosa yang mengalami
kerusakan oleh asam, alkali, H2O2, KMnO4 serta Hipoklorit mengalami
kerusakan yang disebabkan oleh zat kimia.

Uji Harrizon
- Adanya endapan abu-abu atau hitam menunjukkan adanya gugus aldehid.
Secara keseluruhan sample serat kapas yang mengalami kerusakan
mekanik seperti pukulan dan kerusakan oleh zat kimia menunjukkan
adanya gugus pereduksi, sedangkan pada sample serat kapas yang masih
baik tidak terdapat gugus pereduksi.

22
Uji AgNO3 amoniakal
- Secara keseluruhan pada sampel serat yang rusak menghasilkan endapan
merah, kecuali pada sampe serat selulosa yang masih baik, serat yang
mengalami kerusakan oleh asam serta kaporit. Endapan merah tersebut
menunjukkan adanya gugus pereduksi pada serat.
Uji Fehling
- Secara keseluruhan pada sampel serat tidak menghasilkan endapan
merah, kecuali pada sampel serat selulosa yang rusak oleh asam dan
hipoklorit. Endapan merah tersebut menunjukkan adanya gugus pereduksi
pada serat.
Pengujian Pewarnaan dengan Cara Pencelupan Tolak
- Adanya gugus karboksil ditunjukkan dengan tidak terjadinya pewarnaan
atau adanya titik warna muda pada daerah serat yang rusak. Pada seluruh
sampel serat kapas terjadi pewarnaan menunjukkan tidak adanya gugus
karboksil.
Pengujian Pewarnaan dengan Na-kromat
- Tidak adanya gugus karboksilat ditunjukkan dengan adanya warna kuning
pada serat dan gugus pereduksi memberikan warna cream pada serat.
Pada seluruh sampel serat kapas menunjukkan adanya warna kuning yang
berarti tidak adanya gugus karboksilat.
Pengujian Pewarnaan dengan Metylene Blue
- Warna biru tua menunjukkan adanya gugus karboksilat pada serat. Pada
sample serat selulosa yang mengalami kerusakan oleh Hipoklorit terdapat
gugus karboksilat, sedangkan pada sample serat lainnya tidak.
Pengujian Pewarnaan dengan Biru Trunbull
- Warna tetap menunjukkan tidak adanya gugus karboksilat pada serat.
Pada seluruh sampel serat selulosa warna tetap menunjukkan tidak
adanya gugus karboksilat.

23
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, Hariyanti., Rukaesih, Okay., Komalasari, Maya., dan Sjukur, Achmad.
2005. Bahan Ajar Praktikum Evaluasi Kimia 1 Analisa Kualitatif dan
Kuantitatif Kerusakan Serat Tekstil. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi
Tekstil Bandung.
Noerati., Gunawan., Ichwan, Muhammad., dan Sumiharti, Atin. 2013. Teknologi
Tekstil. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.
Moerdoko, Wibowo., Isminingsih., Budiarti., dan Widayat. 1975. Evaluasi Tekstil
Bagian Kimia. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
F. Boer. 2016. Degradasi Dinding Selulosa oleh Jamur. Diambil dari
http://www.academia.edu/8747534/Degradasi_dinding_sel_selulosa_oleh_ja
mur. Diakses pada 16 Februari 2020.
Dsupardi. 2016. Senyawa Organik. Diambil dari
https://dsupardi.wordpress.com/kimia-xii-2/sentawa-organik/. Diakses pada
16 Februari 2020.
Nimonoire. 2011. Senyawa Turunana Alkana: Aldehid. Diambil dari
https://bisakimia.com/2012/12/03/senyawa-turunan-alkana-aldehid/.
Diakses pada 16 Februari 2020.
---------. 2014. Serat Kapas. Diambil dari
https://textilepower.wordpress.com/category/
fiber-textile/. Diakses pada 16 Februari 2020.
---------. 2016. Degradasi Selulosa dan Reaksi Kimia. Diambil dari
http://notesfkt.blogspot.co.id/2014/04/degradasi-selulosa-danreaksi-
kimia.html. Diakses pada 16 Februari 2020.

24

Anda mungkin juga menyukai