Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCAPAN 2

PENCAPAN KAIN NYLON DENGAN ZAT WARNA ASAM


VARIASI KONSENTRASI ASAM ASETAT

Disusun oleh:
Kelompok 5
Nama : Bagja Laksana Putera (14020017)
Dieta Fadhilah (16020071)
Monica Dwi B.R. (16020079)
Nasiha Khaerunnisa (16020096)
Grup : 3K3
Dosen : Khairul Umam, S.ST., MT.
Desiriana

POLITEKNIK STTT BANDUNG


KIMIA TESKTIL
2018
I. MAKSUD DAN TUJUAN
1.1 Maksud
1. Mengetahui dengan baik prinsip dasar proses pencapan kain nilon dengan zat
warna asam.
2. Memahami karakter kain nilon, zat warna asam, zat pembantu dan alat cap yang
akan dipakai.
3. Mengetahui faktor – faktor penting yang memengaruhi hasil proses pencapan
kain nilon dengan zat warna asam.

1.2 Tujuan
1. Dapat membuat perencanaan proses pencapan kain nilon dengan zat warna asam.
2. Dapat menghitung kebutuhan bahan, zat warna dan zat pembantu sesuai resep
pencapan.
3. Mampu melakukan proses pencapan kain nilon dengan zat warna asam dengan
hasil pencapan yang rata, tajam, tahan luntur warna dan ketuaan warna sesuai
yang dipersyaratan.
4. Mampu mengevaluasi dan menganalisa hasil proses pencapan.
5. Melaksanakan prinsip – prinsip kesehatan dan keselamatan kerja.
II. TEORI DASAR
Serat Nilon
Nylon dibuat dari rangkaian unit yang digabungkan dengan ikatan peptida (ikatan
amida) dan sering diistilahkan dengan poliamida atau PA. Nylon merupakan polimer
pertama yang sukses secara komersial, dan merupakan serat sintetis pertama yang dibuat
seluruhnya dari bahan anorganik seperti batu bara, air dan udara. Elemen-elemen ini
tersusun menjadi monomer dengan berat molekul rendah, yang selanjutnya direaksikan
untuk membentuk rantai polimer panjang. Bahan ini ditujukan untuk menjadi pengganti
sintetis dari protein. Serat nylon sekarang dipergunakan untuk kain dan tali. Nylon dapat
digunakan juga untuk bagian mekanik dan rekayasa.

Nilon adalah termoplastik bahan sutra, pertama kali digunakan secara komersial
dalam nilon-bulu sikat gigi (1938), diikuti lebih terkenal dengan perempuan stoking (
"nilon"; 1940). Terbuat dari mengulang unit dihubungkan oleh ikatan peptida (nama lain
untuk amida obligasi) dan sering disebut sebagai poliamida (PA). Ada dua metode umum
untuk membuat serat nilon untuk aplikasi. . Dalam satu pendekatan, molekul dengan
asam (COOH) kelompok masing-masing ujung yang bereaksi dengan molekul yang
mengandung amina (NH2) kelompok-kelompok pada setiap ujungnya. Nilon yang
dihasilkan ini dinamai berdasarkan jumlah atom karbon yang memisahkan kedua
kelompok asam dan dua amina. Ini adalah dibentuk menjadi monomer perantara berat
molekul, yang kemudian bereaksi untuk membentuk panjang polimer rantai. Nilon ini
dimaksudkan untuk menjadi pengganti sintetis dari sutra dan menggantinya untuk itu
dalam berbagai produk setelah sutra menjadi langka selama Perang Dunia II.
Menggantikan silsask dalam aplikasi militer seperti parasut dan rompi antipeluru, dan
digunakan dalam berbagai jenis ban kendaraan. Solid nilon digunakan untuk mekanik
bagian seperti mesin sekrup, roda gigi dan lain-rendah sampai menengah komponen stres
dalam logam cor sebelumnya.Serat nilon digunakan dalam banyak aplikasi, termasuk
kain, kerudung pengantin, karpet, musik senar, dan tali.

Pembuatan Serat Nilon


Bahan baku pembuatan serat nilon 66 adalah asam adipat dan heksametilena
diamina yang keduanya dapat dibuat dengan beberapa cara, misalnya dengan pengolahan
dari biji bijian ,butadiena atau dari fenol .
Heksametilena diamina dan asam adipat masing masing dilarutkan secara terpisah
dalam methanol untuk membentuk garam nilon pada saat dicampurkan .Garam nilon itu
dilelehkan dalam atmosfir nitrogen pada suhu 285 – 2900C kemudian disemprotkan
membentuk suatu pita dan didimnginkan dengan air dingin untuk mengurangi ukuran
kristal.Pita pita nilon tadi dipotong potong menjadi serpih serpihan nilon yang kemudian
dipintal dengan cara pemintalan leleh .

NH2 (CH2)6 NH2 + COOH (CH2)4 COOH NH2(CH2)6 NHCO (CH2)4 COOH + H2O

asam adipat
heksametilena diamine

Nilon
1.15 g
Density
/cm³
Electrical conductivity
10 -12 S /m
(σ)
0.25 W
Thermal conductivity
/(m· K
463 K -
624 K
190° C -
Melting point
350°
374° F -
663°

Kristalinitas
Baik nylon 6 ataupun nylon 66 merupakan polimer semi-kristalin (fig. 3)
Sifat mekanik, termal dan optikal dari serat sangat dipengaruhi oleh orientasi dan
kristalinitas. Dasarnya, semakin tinggi orientasi dan kristalinitas serat akan menghasilkan
sifat yang baik. Kristalinitas nylon dapat dikontrol dengan nucleation, yang akan
menghasilkan polimer yang bentuknya seragam dan lebih kecil. Hasilnya akan
meningkatkan kekuatan tarik, kekakuan, dan mulur. Tapi dapat menurunkan mulur.
Manfaat penting lainnya dari nucleation adalah menurunkan waktu proses set-up.

Sifat Fisika Serat Nilon 66


Stuktur fisika serat nilon secara umum terdiri atas dua bagian besar ,yaitu amorf
dan kristalin. Pada serat nilon ini komposisi kristalin sekitar 85 % sedangkan bagian
amorfnya 15 % .Sifat sifat fisik yang dimiliki serat nilon ini antara lain :
1. Kekuatan mulurnya
Nilon mempunyai kekuatan dan mulur berkisar dari 8,8 gram per denier dan 18 %,
sampai 4,3 gram per denier dan 45 %. Kekuatan basahnya 80-90 % dari kekuatan kering.
2. Tahan gosokan dan tekukan
Tahan gosok dan tekukan nilon tinggi sekitar 4-5 kali dari tahan gosok wol.
3. Elastisitas
Selain mulurnya tinggi (22 %), nilon juga mempunyai elastisitas tinggi. Pada penarikan
8 % nilon elastis 100 % dan pada penarikan 16 %, nilon masih mempunyai elastisitas 91
%.
4. Berat jenis
Berat jenis nilon 1,14
5. Titik leleh
Nilon meleleh pada suhu 263oC dalam atmosfer mitrogen dan diudara pada suhu 250oC
6. Sifat kamia
 Nilon tahan terhadap pelarut dalam pencucian kering.
 Nilon tahan terhadap asam encer.
 Dalam HCl pekat mendidih dalam beberapa jam akan terurai menjadi asam adaipat dan
heksa metilena diamonium hidroklorida.
 Nilon sangat tahan terhadap basa.
 Pelarut yang bisa melarutkan nilon diantaranya asam formiat, kresol dan fenol.
7. Sifat biologi
Nilon tahan terhadap serangan jamur, bakteri, dan serangga.
8. Moisture Regain
Pada kondisi standar (RH 65 % dan suhu 21oC) moisture regain nilon 4,2 %.

Sifat Kimia Serat Nilon 66


Stuktur kimia serat nilon merupakan rantai panjang senyawa poliamida yang
mempunyai gugus gugus amida (-CONH-) ,amino(-NH2) dan karboksilat (-
COOH).Nilon tahan terhadap pengerjaan asam asam lemah atau asam encer .Asam asam
kuat seperti HCl pekat pada suhu mendidih dapat menguraikan nilon menjadi asam adipat
dan heksametilena diamonium hidroklorida.Nilon sangat tahan terhadap basa,pengerjaan
dengan NaOH 10 % pada suhu 850C selama 10 jam hanya mengurangi kekuatan nilon
sebanyak 5%.Nilon tahan terhadap pelarut pelarut yang digunakan pada pencucian
kering .Pelarut yang biasa dipakai untuk melarutkan nilon adalah asam formiat ,fenol dan
kresol.
Zat Warna Asam
Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam air karena mempunyai gugus
pelarut sulfonat atau karboksilat dalam struktur molekulnya. Gugus-gugus tersebut juga
berfungsi sebagai gugus fungsi untuk mengadakan ikatan ionik dengan tempat-tempat
positif dalam serat.
Zat warna asam yang mempunyai 1 gugus sulfonat dan struktur molekulnya disebut
zat warna asam monobasik, yang mempunyai 2 gugus sulfonat disebut zat warna asam
dibasik dan seterusnya.
Karena gugus pelarut zat warna asam dibasik lebih banyak gugus pelarutnya, maka
kelarutannya makin tinggi, akibatnya pencelupannya menjadi lebih rata, tetapi tahan
luntur hasil celupan terhadap pencuciannya akan berkurang. Selai itu dibanding zat wana
asam monobasik jumlah maksimum zat warna dibasik yang dapat diserap oleh serat
menjadi lebih kecil, terutama bila suasana larutan celup kurang begitu asam, karena
dalam kondisi seperti itu tempat-tempat positif pada bahan terbatas. Jadi untuk pencelpan
warna tua dan kondisi tersebut sebaiknya digunakan zat warna asam monobasik.
Keunggulan lain dari zat warna asam adalah wananya yang cerah, hal tersebut karena
ukuran partikelnya relatif kecil (lebih kacil dari ukuran partikel zat warna direk).
Struktur kimia zat warna asam bervariasi, antara lain trifenil metan, xanten, nitro
arematik, azo dan pirazolin. Kebanyakan zat warna asam termasuk jenis azo sehingga
hasil celupannya dapat dilunturkan dengan reduktor.
Beberapa di antaranya mempunyai susunan kimia seperti zat warna direk sehingga
dapat mewarnai serat selulosa.
Nama dagang zat warna asam adalah :
− Nylosan (Sandoz)
− Nylomine (I.C.I)
− Tectilan (Ciba Geigy)
− Dimacide (Francolor)
− Acid (Mitsui)
Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Pada umumnya
zat warna asam mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang baik. Sifat
ketahanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berat molekul dan konfigurasinya.
Sama baiknya pada interaksi intermolekuler, interaksi intramolekuler memiliki
peranan penting pada sifat zat warna. Perbandingan dua zat warna yang ditunjukkan
dibawah. Zat warna sebelah kanan (dengan ikatan hydrogen) menunjukkan memiliki
ketahanan terhadap pencucian alkali, dan ketahanan luntur terhadap cahaya lebih baik.

Penggolongan zat warna asam yang lebih umum adalah berdasarkan zara
pemakaiannya, yaitu:
 Zat warna asam celupan rata (levelling acid dyes)
Disebut zat warna asam celupan rata karena pencelupannya musah rata akibat sari
ukuran molekul zat warna yang relatif sangat kecil sehingga substantifitasnya terhadap
serat relatitf kecil. Sangat mudah larut dan warnanya sangat cerah, tetapi tahan luntur
warnanya rendah.
Ikatan antara serat dan zat warna yang utama adalah ikatan ionik disamping sedikit
ikatan Van Der Waals. Untuk pencelupan warna tua biasanya diperlukan kondisi larutan
celup yang sangat asam pada pH 3-4, tetapi untuk warna sedang dan muda dapat
dilakukan pada pH 4-5.
Pemakaian NaCl padalarutan celup yang pH nya rendah akan berfungsi sebagai
perat, tetapi pada pH > 4 berperan sebagai pendorong penerapan zat warna.
 Zat warna asam milling
Ukuran molekul zat warna asam milling agak lebih besar dibanding zat warna asam
celupan rata, sehingga afinitas zat warna asam milling lebih besar dan agak sukar
bermigrasi dalam serat, akibatnya agak sukar mendapatkan kerataan hasil celup.
Tahan luntur wana hasil celupannya lebih baik zari zat warna asam celupan rata
karena walaupun iaktan antar serat dan zat warna dengan serat masih didominasi ikatan
ionik tetapi sumbangan ikatan sekunder berupa gaya Van der Waals nya juga relatif mulai
cukup besar (sesuai dengan makin besarnya ukuran partikel zat warna).
Untuk mencelup warna tua umumnya diperlukan kondisi larutan celup pH 4-5,
tetapi untuk warna sedang dan muda sebaiknya silakukan pada pH 5-6 agar hasil
celupannya rata.
Penambahan NaCl dalam larutan celup akan berfungsi sebagai pendorong
penyerapan.

 Zat warna asam super milling


Diantara seluruh jenis zat warna asam, ukuran molekul zat warna asam
supermilling paling besar (tetapi masih lebih kecil dari ukuran molekul zat warna direk)
sehingga afinitas terhadap serat relatif besar dan sukar bermigrasi, akibatnya sukar
emndapatkan kerataan hasil celupannya, tetapi tahan luntur warnanya tinggi.
Tahan luntur yang tinggi diperoleh dari adanya ikatan antara serat dan zat warna
yang berupa ikatan ionik yang didukung oelh ikatan dari gaya Van Der Waals serta
kemungkinan terjadinya ikatan hidrogen. Untuk Pencelupan warna tua dapat dilakuakn
pada kondisi larutan celup pH 5-6 tetapi untuk warna sedang dan muda dapat dilakukan
pada pH 6-7 agar resiko belang menjadi lebih kecil biasanya tidak diperlukan
penambahna NaCl (atau jumlahnya dikurangi), karena NaCldalam suasana larutan celup
yang kurang asam akan berfungsi sebagai pendorong penyerapan zat warna asam.
Dalam pencelupan dengan zat warna asam supermilling sringkali sukar untuk
menghindarkan terjadinya keidakrataan. Untuk itu pada proses pencelupan dapat
ditambahkan perata anionik.
Catatan:
Urutan ukuran partikel zat warna asam mulai dari yang paling kecil adalah zat
warna asam levelling, milling, dan supermiling, sehingga kecerahan zat warna asam
levelling paling tinggi dibanding zat warna asam lainnya.
Ukuran partikel zat warna juga menentukan besarnya ikatan sekunder antara zat
warna dengan serat berupa ikatan dari gaya van der Waals, dimana makin banyak
elektron dalam molekul (makin besar ukuran molekul) zat warna maku besar ikatan fisika
(Vander Waals)nya. Oleh karena itu dapat dipahami bila tahan luntur hasil pencelupan
dengan zat warna asam levelling lebih rendah bila dibending dengan tahan luntur hasil
celup dengan zat warna asam milling atau supermilling.

Golongan Zat Warna Asam


Sifat Super
Leveling Milling
Milling
Tahan luntur
Kurang Baik Sangat baik
warna (basah)
Amonium
Cara celup Asam sulfat Asam asetat
asetat
pH
2–4 4–6 6–7
pencelupan
Agak Sangat
Kerataan baik
kurang kurang
BM rendah BM rendah BM tinggi
Sifat zat Larutan Larutan Larutan
warna molekul molekul molekul
larut tinggi larut rendah larut rendah
Sangat
Afinitas anion Rendah tinggi
tinggi
Garam Banyak Sedikit -

Ditinjau dari struktur kimianya, zat warna asam berasal dari berbagai
persenyawaan dan dapat digolongkan sebagai berikut :

Golongan 1 : Zat warna asam derivat trifenil metana.


N(C2H5)2

NaO3S C

SO3
N(C2H5)2

Golongan 2 : Zat warna asam derivate Xanten.

(C2H2)2N C N(C2H5)2

SO3Na

SO3Na

Golongan 3 : Zat warna asam yang merupakan senyawa nitro aromatik.


ONa
NaO3S NO2

NO2

10316 C.I. acid yellow 1


Golongan 4 : Zat warna asam yang merupakan senyawa azo.

HO

N N N N

NaO3S

SO3Na

13390 C.I. acid blue 92


Golongan 5 : Zat warna asam yang mempunyai anti pirazolon.
Cl

NHO2S
HO. C N SO3Na
N N C N
C Cl
CH3

Golongan 6 : Zat warna asam derivate antrakwinon.

HO O NH2

NaO3S
SO3Na

NH2 O OH

63010 C.I. acid blue 45

Mekanisme Pencapan
Zat warna asam dapat mewarnai karena adanya tempat-tempat positif pada bahan.
Jumlah tempat positif pada bahan sangat bergantung pada dua faktor yaitu jumlah gugus
amida dan jumlah gugus amina dalam serat serta keasaman dari pasta cap.
Nylon dapat dicap dengan zat warna asam karena adanya gugus amina dan amida
pada struktur kimianya terutama pada gugusan aminanya akan menyerap ion ion
hydrogen dari larutan celup asamnya sehingga akan bersifat positif dari muatan gugus
tersebut ,yang selanjutnya akan berikatan dengan ion ion zat warna.
Dengan adanya penambahan asam dari pasta capnya serat nilon akan memiliki ion
ammonium bebas yang mamungkinkan terjadinya ikatan dengan zat warna asam. Reaksi
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Serat Nylon
H2N CONH COOH

+ H N CONH - + + +
3 COO H3N CONH COOH H3N CONH2 COOH

Serat nylon akan menyerrap (mengikat) ion ion hydrogen (HT) dari pasta yang
mengandung asam, dimana ion ion hydrogen tersebut akan diikat oleh gugus amida,
amina atau gugus gugus karboksilat dengan membentuk ikatan garam yang dapat
mengikat anion dari molekul zat warna asam dengan ikatan elektrovalen.
Pada larutan dengan suasana asam, tebentuk muatan positif pada serat, akibat
adanya ion H+ yang terserap gugus amina dari Nylon.
+
HCl H + Cl
+ +
HOOC NHCO NH2 + H HOOC NHCO N H3

Adanya tempat-tempat positif pada bahan memungkinkan terjadinya ikatan ionik


antara anion zat warna asam dengan serat yang sudah menyerap ion H+ dari serat
poliamida. Interaksi zat warna dengan serat berikatan secara anionic antara anion sulfonat
dan gugus ammonium pada serat, seperti yang ditunjukkan seperti berikut:

- +
D SO3Na D SO3 + H
-
D SO3
Ikatan Ionik

+
HOOC NHCO N H3

Ikatan ionik antara zat warna asam dengan Nylon


Keterangan : gugus fungsi yang berikatan dengan serat berupa ikatan ionik adalah
gugus pelarut dari zat warna reaktif, D = kromogen zat warna asam.
Pemberian elektrolit yang menghambat penyerapan zat warna asam pada serat
nilon disebabkan karena anion elektrolit memiliki stuktur yang lebih sederhana sehingga
lebih mudah bergerak dan berikatan dengan serat. Akan tetapi karena ikatan tersebut
lemah, pada akhirnya ikatan tersebut digantikan dengan ikatan antara zat warna dengan
seratnya.
Mekanisme terbentuknya tempat-tempat bermuatan positif pada bahan adalah
sebagai berikut:
 Pada suasana netral (pH =7)
Bila serat dimasukan kedalam air pada suasana netral sebagian akan terionisasi.
 Pada suasana asam
Bila pada keadaan pasta cap ditambahkan asam maka terbentuk asam maka terbentuk
muatan positif yang nyata pada serat, akibatnya adanya ion H+ yang terserap dari serat.
HCl → H+ + Cl-
Pola penyarapan asam oleh serat yaitu pada awalnya naik lali kemudian konstan,
sebagai berikut:

0,25 g/l
Penyarapan
asam (gram 0,15 g/l
asam/ Kg
serat ) 0,5 g/l

(penyerapan HCl oleh serat poliamida pada berbagai konsentrasi HCl )

Waktu (menit )
Faktor-faktor yang Berpengaruh
Pada pencapan dengan zat warna asam celupan rata, penambahan elektrolit akan
berfungsi menghambat penyerapan zat warna sedang pada pencelupan dengan zat warna
asam celupan netral, penambahan elektrolit akan berfungsi mempercepat penyerapan.

Pengaruh Suhu
Kecepatan penyerapan zat warna sangat dipengaruhi oleh sudut. Di bawah 390C
hampir tidak terjadi penyerapan. Selanjutnya apabila suhu dinaikkkan lebih dari 390C
kecepatan penyerapan bertambah. Tiap golongan zat warna asam mempunyai suhu kritis
tertentu di mana apabila suhu tersebut telah dilampaui, zat warna akan terserap dengan
cepat sekali. Sebagai contoh zat warna asam celupan netral pada suhu di bawah 60 0C
hampir tidak akan terserap, tetapi apabila suhu dinaikkan sampai 700C akan terjadi
penyerapan dengan cepat sekali, sehingga ada kemungkinan menghasilkan celupan yang
tidak rata.
Pengental
Pengental didalam proses pencapan mempunyai peranan yang sangat penting
yaitu berfungsi untuk melekatkan zat warna pada bahan tekstil sehingga diperoleh motif
– motif tertentu dengan batas yang tajam, membawa zat warna dan zat – zat pembantu,
mencegah migrasi yang terjadi selama proses pengeringan, meningkatkan daya adhesi
dari zat warna yang belum terfikasasi ke dalam serat, mengikat air dari hasil kondensasi
uap pada proses pengukusan dan bertindak sebagai koloid pelindung agar zat warna dan
zat – zat pembantu tidak mengendap (terpisah) selama proses.

Faktor – faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan pengental adalah sebagai
berikut :
1. Pengental harus stabil dalam kondisi pH tertentu dan cocok dengan zat warna dan zat
pembantu yang digunakan.
2. Pengental harus dapat membentukan lapisan/film yang fleksibel dan mempunyai daya
lekat yang baik.
3. Pengental dengan kandungan zat padat rendah memberikan hasil warna yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pengental dengan kandungan zat padat tinggi.
4. Kemudahan persiapan dan penghilangan dalam pencucian setelah proses pencapan
selesai.
5. Pengental yang mempunyai harga murah tetapi dapat memberikan hasil yang
optimum.

Persyaratan pengental yang akan digunakan untuk pencapan bahan tekstil adalah sebagai
berikut :
1. Tidak membentuk busa pada pasta pencapan.
2. Tidak berubah viskositasnya baik selama penyimpanan maupun selama proses.
3. Tidak memengaruhi atau bereaksi dengan zat warna yang digunakan.
4. Memiliki daya lekat yang baik.
5. Memiliki lapisan/film yang baik dan fleksibel dan tidak kaku setelah proses
pengeringan.
6. Tidak menimbulkan migrasi warna yang disebabkan oleh kontak dengan serat
setelah pengeringan.
7. Dapat mengikat air dengan baik, sehingga dapat menghindari bleeding pada waktu
fiksasi.
8. Mudah dihilangkan dalam pencucian.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat
- Neraca analitik
- Cangkir
- Pengaduk
- Ember kecil
- Viskometer
- Screen
- Rakel
- Meja printing
- Pengering
- Panci
- Kompor
3.2. Bahan
- Kain nylon
- Zat warna asam
- Gliserin
- Asam asetat
- Pengental tamarine 15%
- Teepol
- Air

IV. RESEP
4.1. Resep Pengental Tamarine 15%
Pengental Induk (Tamarin 15%) : 400 gr
Air : 600 ml
4.2. Resep Pencapan
Zat warna Asam : 30 gr
Pengental : 600 gr
Gliserin : 40 gr
CH3COOH : 0 gr, 20 gr, 40 gr, 60 gr
Balance : x gr
1000 gram
4.3. Resep Pencucian
Na2CO3 : 2 gr/l
Teefol : 2 cc/l
Suhu : 700C
Waktu : 10 menit

V. FUNGSI ZAT
 Zat Warna Berfungsi untuk mewarnai kain poliamida (Nylon) sesuai dengan
motif tertentu;
 Gliserin Berfungsi untuk menjaga penguapan yang terlalu lama, sehingga zat
warna Dispersi mudah masuk kedalam kain Nylon dengan baik;
 Tamarin 15% (Pengental) Berfungsi untuk melekatkan zat warna pada kain
Poliamida (Nylon), sehingga diperoleh batas motif atau gambar yang tajam, warna
yang merata dan penetrasinya baik;
 CH3 COOH Berfungsi untuk mengatur PH asam atau membantu suasana asam;
 Air Berfungsi sebagai medium dengan zat warna atau pengatur viskositas zat
warna;
 Na2CO3 Berfungsi untuk mengatur suasana alkali, menetralkan asam hasil reaksi
dan membentuk ion selulosa;
 Teefol Berfungsi sebagai zat pembasah untuk menurunkan tegangan permukaan
pada kain poliester;
VI. DIAGRAM ALIR

Printing Dilakukan 2 kali

Drying 1000C ( 2 menit )

Steaming 100 – 1020C ( 15Menit )

Pencucian Air Panas + Air Dingin

Penyabunan 700C ( 10 Menit )

Drying

VII. CARA KERJA


7.1. Pembuatan Pengental Induk
1. Pengental tamarine ditimbang sesuai kebutuhan.
2. Tambahkan air.
3. Diaduk pengental tamarine dan air menggunakan mixer sampai terbentuk
larutan yang kental.
4. Ukur viskositas pengental menggunakan viskometer

7.2. Pembuatan Pasta Cap dan Pencapan


1. Meja cap, kain, kasa dan alat pencapan lainnya disiapkan.
2. Pengental, zat warna asam dan zat pembantunya untuk pencapan serat nylon
disiapkan.
3. Kebutuhan pengental, zat warna, air dan zat pembantu pencapan dihitung dan
ditimbang sesuai dengan resep.
4. Pasta cap dibuat homogen dan viskositas sesuai dengan kebutuhan.
5. Proses pencapan sesuai tahap proses dan diagram alir pencapan dilakukan.
6. Hasil pencapan dievaluasi dan dianalisa
VIII. DATA PENGAMATAN
8.1. Perhitungan
a) Perhitungan Pengental
15
Pengental Induk (Tamarin 15%) : 100 𝑥 600 = 90 𝑔𝑟

Air : 600 – 90 = 510 ml

b) Perhitungan Pasta Cap


30
Zat Warna Asam : 1000 𝑥 50 = 1,5 𝑔𝑟
600
Pengental : 𝑥 50 = 30 𝑔𝑟
1000
40
Gliserin : 1000 𝑥 50 = 2 𝑔𝑟
0
Asam Asetat : 1000 𝑥 50 = 0 𝑚𝑙
20
𝑥 50 = 1 𝑚𝑙
1000
40
𝑥 50 = 2 𝑚𝑙
1000
60
𝑥 50 = 3 𝑚𝑙
1000

Balance : 50 – (1,5+30+2+0) = 16,5 gr (untuk asam asetat 0 gr/L)


50 – (1,5+30+2+1) = 15,5 gr (untuk asam asetat 20 gr/L)
50 – (1,5+30+2+2) = 14,5 gr (untuk asam asetat 40 gr/L)
50 – (1,5+30+2+3) = 13,5 gr (untuk asam asetat 60 gr/L)

c) Perhitungan Penyabunan
2
Teefol : 1000 𝑥 50 = 0,1 𝑚𝑙

Air : 100 ml – 0,2 = 99,8 ml

8.2. Tabel Data Pengamatan


Variasi Ketuaan Kerataan
Asam asetat 0 gr/L 3 5
Asam asetat 20 gr/L 5 5
Asam asetat 40 gr/L 7 8
Asam asetat 60 gr/L 9 6
8.3. Grafik Percobaan

Pengaruh Variasi Asam Asetat terhadap


Ketuaan Warna
9
8
7
ketuaan warna

6
5
4 kerataan
3
2
1
0
0 gr/L 20 gr/L 40 g/L 60 gr/L
Asam asetat

Pengaruh Variasi Asam Asetat terhadap


Kerataan Warna
9
8
7
kerataan warna

6
5
4 kerataan
3
2
1
0
0 gr/L 20 gr/L 40 g/L 60 gr/L
Asam asetat
IX. DISKUSI
Pencapan dilakukan pada kain poliamida dengan zat warna asam. Metoda yang
digunakan ialah metoda pengukusan. Zat warna asam akan mulai berdifusi ke dalam serat
poliamida pada saat pengukusan selama 10. Hal ini terjadi pula karena adanya zat
pembantu yang ditambahkan.
Kain poliamida biasanya memiliki sifat hidrofob. Hal ini mengakibatkan serat
memiliki moisture regain atau penyerapan air yang relatif besar. Jika dilihat dari sifatnya,
serat poliamida memiliki MR 4,5 %. Berbeda dengan serat sintetik lainnya, poliamida
memiliki penyerapan yang cukup baik. Maka dari itu, hal ini memudahkan penyerapan
zat warna pada kain poliamida.
Kain poliamida dapat dicap dengan zat warna asam. Jika melihat
karakteristiknya, zat warna asam merupakan zat warna yang larut dalam air. Hal ini
terjadi karena zat warna asam memiliki gugus sulfonat dan gugus karboksilat, sehingga
mudah untuk dilarutkan. Gugus - gugus yang dimaksud, juga dapat mengadakan ikatan
dengan tempat - tempat positif yang ada pada poliamida. Ikatan yang dapat terbentuk
adalah ikatan ionik. Gugus pelarut pada zat warna asam memiliki jumlah yang berbeda.
Semakin banyak gugus pelarut, maka ukuran molekul zat warna akan semakin kecil. Hal
ini dapat mempermudah hasil kerataan warna pada kain. Namun hal ini juga dapat
menybabkan kelunturan warnanya rendah akibat ukuran molekul yang terlalu kecil.
Maka dari itu, supaya memiliki ketahanan luntur yang baik, zat warna asam yang
digunakan dengan jenis monobasic yang hanya memiliki satu gugus pelarut.
Zat warna asam merupakan zat warna yang larut dalam air yang dimana zat warna
ini dapat berikatan dengan kuat dengan serat poliamida dikarenakan ikatan yang terjadi
antara serat dengan zat warna asam ini adalah ikatan ionik, ikatan ionik merupakan ikatan
yang dapat terbentuk karena adanya perbedaan muatan ion pada serat dan zat warna, saat
asam ditambahkan pada pasta cap dan pencapan dimulai, maka asam akan memberikan
donor ion positif untuk serat poliamida nantinya, sehingga akan terjadi reaksi sebagai
berikut:

HOOC ----- Poliamida ------CONH------NH2


H+ (pH 5-6)
HOOC ----- Poliamida ------CONH------NH3+
H+ (pH 3-4)
HOOC ----- Poliamida ------CONH+H2------NH3+
Saat ada banyak muatan positif di dalam serat, maka saat proses fiksasi
berlangsung (disini kami menggunakan proses fiksasi menggunakan metode steaming)
maka zat warna asam akan masuk dan berikatan dengan serat melalui muatan positif-
positif yang ada di dalam serat sehingga banyaknya muatan positif di dalam serat akan
menentukan ketuaan warna hasil pencapan. Pencapan merupakan proses mewarnai kain
secara setempat dan membentuk motif dengan menggunakan suatu pasta cap sehingga
menghasilkan motif yang rata. Dalam proses pencapan ini membutuhkan pengental
dimana pengental tersebut merupakan media agar zat warna dapat berikatan dengan serat.
Pencapan kain poliamida dengan zat warna asam akan memiliki warna yang
cerah. Hal ini terjadi karena ukuran molekul zat warna yang kecil. Namun dengan zat
warna asam jenis monobasic, hasil ketahanan luntur terhadap pencuciannya akan baik.
Maka dari itu, perlu adanya pemilihan jenis zat warna asam, baik mengenai struktur
maupun ukuran molekulnya. Hal ini dirancang sesuai kebutuhan produk yang ingin
dicap.
Penggunaan zat warna asam pada kain poliamida dapat memberikan kecerahan
warna dan ketahanan luntur warna yang baik. Hasil yang didapat, dilakukan dengan
memilih tipe zat warna asam. Biasanya zat warna asam yang memiliki ukuran molekul
yang kecil dapat memberi kecerahan warna, sebaliknya apabila dipilih zat warna asam
dengan molekul yang besar maka akan didapat hasil pencapan yang memiliki warna yang
tua.
Zat warna asam yang digunakan sama dengan zat warna asam pada proses
pencelupan. Salah satu faktor penting dalam pencapan ini adalah pemilihan zat
pengental. Zat pengental yang digunakan harus yang memiliki ketahanan terhadap asam.
Namun biasanya, zat pengental dibuat dengan campuran pengental lainnya. Maka dari
itu perlu pemilihan zat pengental yang khusus. Salah satu contoh zat pengental yang
dapat digunakan ialah Tamarin. Zat ini memiliki ketahanan terhadap asam. Namun, zat
ini memiliki kelemahan pada saat pembuatan zat pengental sering terjadi gumpalan.
Untuk menghindari gumpalan ini, maka zat pengental dilarutkan dengan air panas. Maka
akan terbentuk pengental yang baik, sehingga tidak mengganggu proses difusi maupun
fiksasi zat warna asam.
Proses pencapan kain poliamida dengan zat warna asam dilakukan dengan
metoda steaming ataupun pengukusan. Pada metoda ini zat warna akan mulai mengalami
difusi dan fiksasi zat warna. Ikatan - ikatan pada serat poliamida akan mulai bergeser
bahkan terputus apabila dikerjakan pada temperatur sekitar 100 - 120oC. Ketika ikatan
seratnya mulai bergeser, maka pada saat itu zat warna asam akan melakukan difusi ke
dalam serat dengan adanya metoda steaming ini.

Proses pencapan dilakukan dengan variasi asam. Dalam kondisi ini, asam asetat memilki
fungsi sebagai pemberi suasana asam dan pendonor muatan positif agar penyerapan zat
warna meningkat. Kemudian dilakukan proses pencucian dengan sabun untuk
menghilangkan sisa - sisa zat warna yang tidak mengalami ikatan ionik. Untuk menguhi
kualitas hasil pencapan, dilakukan beberapa evaluasi sebagai berikut :

1. Ketuaan Warna
Hasil ketuaan warna yang didapat memiliki warna yang variasi. Pada awal
proses, setiap kain/sampel memiliki warna pencapan yang sama. Setelah adanya proses
pencucian, terdapat beberapa sampel yang mengalami kelunturan. Hal ini terjadi akibat
pengerjaan dengan variasi asam yang berbeda. untuk ketuaan warna setelah dilakukan
penilaian secara visual terlihat hasilnya adalah kain 4 yang memiliki ketuaan warna
yang paling baik dengan variasi asam 60 g/L, dilanjutkan dengan kain 3 variasi asam
40 g/L, kemudian kain 2 variasi asam 20 g/L dan terakhir kain 1 variasi asam 0 g/L.
Pada variasi asam ini, didapat hasil yangterbaik adalah pada kain 4 yang di
kerjakan dengan penambahan asam asetat 60 g/L. hal ini membuktikan bahwa semakin
banyak asam semakin tua warna kain.

2. Kerataan Warna
Setelah kain poliamida dicap dengan zat warna asam, sebelum mengalami
proses steaming motif warna terlihat rata sesuai dengan motif yang digunakan. Ketidak
rataan muncul pada saat pengerjaan proses steaming dengan suhu 100oC. Pengukusan
yang terjadi menjadikan zat warna terfiksasi, namun terdapat beberapa bagian zat warna
yang keluar motif. Hal ini terjadi karena kemungkinan pengental yang dibuat masih
encer atau kental, sehingga zat warna keluar motif. Jika diamati kembali, kerataan yang
paling baik ialah pada kain 3.
X. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum diatas dapat disimpulkan:
1. Semakin banyak penambahan asam, maka warna yang dikasilkan pada kain semakin
tua.
2. Ketuaan warna yang dihasilkan paling baik ada pada kain 4.
3. Kerataan warna yang dihasilkan paling baik ada pada kain 3.
4. Variasi optimum berada pada kain 3 dengan kerataan dan ketuaan warna yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Lubis,dkk. 1998. Teknologi Pencapan Tekstil. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.

Purwanti, dkk. 1978. Pedoman Praktikum Pencapan Dan Penyempurnaan. Bandung: Institut Teknologi

Tekstil.

Rasjid Djufri, dkk. 1973. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan, Dan Pencapan. Bandung: Institut

Teknologi Tekstil.

Suprapto, Agus, dkk. 2006. Bahan Ajar Praktikum Pencapan 1. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi

Tekstil.

Anda mungkin juga menyukai