PENDAHULUAN
1
1.2 Identifikasi Masalah
Pengolahan dan pemintalan sutera ini masih sederhana, tetapi masih
memerlukan perhatian khusus dalam pengolahannya baik mengenai syarat-
syaratnya ataupun kondisi ruangannya, karena hal tersebut akan mempengaruhi
produksi kokon dan hsil benang suteranya.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara
pengembangbiakan ulat sutera sampai menghasilkan bahan baku (kokon) untuk
kemudian dilanjutkan pada pengolahan dan pemintalan guna menghasilkan
benang sutera pintal.
1.5 Kesulitan
Didalam penyusunan paper ini, penulis tidak terlepas dari kesulitan-
kesulitan yang dihadapi, diantaranya :
1. Keterbatasan informasi yang didapat penyusun pada saat penelitian
di lapangan
2. Sulitnya mengetahui pengembangbiakan ulat sutera dari penetasan
telur sampai menjadi kokon karena pada waktu penelitian itu perkebunan
murbei yang menjadi makanan dari ulat sutera sedang dilakukan
pemangkasan sehingga pengembangbiakan ulat dihentikan sejenak.
Pengembangbiakan ulat akan dilanjutkan kembali pada saat pakan murbei
siap untuk dipanen
2
BAB II
TEORI DASAR
3
2.2 Sutera Sebagai Bahan Baku
2.2.1 Sutera Alam
Sutera adalah sejenis serat yang dihasilkan dari sejenis serangga. Produksi
kokon untuk diambil filamennya disebut sericulture. Ulat sutera yang dipelihara
di rumah-rumah petani umumnya merupakan ulat sutera yang sudah dibiakkan
dari jenis bombyx mori yang tergolong lepidoptera bombycidea. Percobaan-
percobaan telah membuktikan bahwa kokon dari bombyx mori satu species dari
ulat sutera dapat menghasilkan sutera mentah dengan kualitas terbaik.
Ulat sutera terdiri dari berbagai jenis, tetapi pada umumny digolongakan
sebagai berikut :
1. Jenis Ulat sutera berdasarkan macam makanannya
4
2. Jenis ulat sutera berdasarkan keturunannya
Bombyx Mori atau ulat sutera pemakan daun murbei yang
banyak dipelihara di seluruh dunia memberikan keturunan yang
berbeda sehingga dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Monovoltine atau univoltine
Ulat sutera yang mempunyai generasi satu kali setiap tahun
dari sejak telur sampai menetas
b. Bivoltine
Ulat sutera yang mempunyai generasi dua kali dalam setahun,
dalam keadaan biasa
c. Tetravoltine
Ulat sutera yang mempunyai generasi empat kali
d. Polyvoltine
Ulat sutera yang mempunyai generasi enam kali dalam setahun
Berdasarkan penelitian terbukti bahwa turunan dari persilangan
menghasilkan kupu-kupu dan kepompong yang lebih besar dari pada
induknya dengan aktivitas visiologis yang tinggi. Oleh sebab itu ulat
sutera yang dibiakkan dirumah-rumah petani adalah turunan pertama
dari persilangan yang pembibitannya diatur oleh pemerintah.
3. Jenis ulat sutera berdasarkan tempat asal
Ulat sutera dapat pula dikelompokkkan berdasarkan tempat
asal, misalnya : turunan Jepang, Cina, turunan tropis, dan turunan
Eropa. Kokon dari jepang mempunyai bentuk seperti kacang, kokon
dari Cina berbentuk bulat sampai lonjong, sedangkan dari Eropa
berbentuk lonjong.
Berdasarkan perternakan ilmiah, ulat sutera dapat ditetaskan 3 kali dalam
setahun, dalam kondisi alami penetasan terjadi hanya 1 kali dalam setahun daur
hidupnya sebagai berikut :
1. Telur, yang berkembang menjadi larva atau ulat sutera
5
2. Ulat sutera, yang membentuk kokon sebagai perlindungan dan
berubah menjadi pupa atau kepompong
3. Kepompong, yang terbentuk dari kokon yang akan berubah
menjadi ngengat
4. Ngengat, yang betina bertelur dan berlangfsung kontinyu sebagai
daur hidup
6
Panjang serat sutera atau filamen yang dapat direeling merupakan sifat
penilaian karakteristik kokon yang perlu diperhatikan. Kokon yang
besar bentuknya sudah tentu filamennya akan lebih panjang dari kokon
yang lebih kecil bentuknya.
5. Kehalusan filamen
Denier merupakan satuan yang biasa digunakan untuk kehalusan
filamen sutera. Denier biasanya dinyatakan dalam satuan gram setiap
9000 meter filamen tersebut. Denier filamen sutera bervariasi
tergantung dari jenis kokonnya.karakteristik seperti berat kokon, berat
dinding, persentase berat dinding, panjang filamen, kehalusan, daya
reeling (reel ability) dan rendita dari berbagai jenis kokon dapat dilihat
pada tabel 1.
6. Cacat kokon
Kokon secara keseluruhan tidak dapat direeling dengan baik karena
mengandung berbagai jenis cacat, yang banyak ditemui yaitu :
a. Kokon ganda
b. Ternoda
c. Berdinding tipis sehingga lembek atau kempot
d. Berlubang
e. Berbentuk kerdil atau aneh
Berat
Berat % Panjang Reel
Dinding Kehalusan
No Jenis Kokon Warna Bentuk Kokon Dinding Filamen Ability
Kokon (denier)
(g) Kokon (m) (%)
(g)
Hijau
1 Multivoltine kekuning- Runcing 1,147 0,166 14,5 492 2,1 79,3
kuningan
Hijau
Bulat
2 Cross Breed kekuning- 1,628 0,289 18,0 755 2,85 88,75
Kacang
kuningan
Bulat
3 Bivoltine Putih 1,973 0,428 21,40 955 2,85 91,25
Kacang
7
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Tekstil
8
2.2.3.2 Sifat Kimia
Seperti serat protein lainnya sutera bersifat ampoter menyerap asam dan basa dari
larutan encer. Dibanding wool, sutera kurang tahan terhadap asam tetapi lebih
tahan terhadap alkali. Sutera kurang tahan terhadap zat-zat oksidator dan sinar
matahari dibanding dengan serat selulosa atau serat buatan, tetapi dibandingkan
dengan serat alam lainnya sutera lebih tahan terhadap serangan secara biologis.
9
2.3 Proses Pengolahan Bahan Baku dan Reeling Sutera
Urutan proses pengolahan sutera sejak dari kokon sampai akan mengalami
proses pertenunan ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
10
Pengeringan kokon dimaksudkan untuk membunuh ulatnya dan diulaksanakan
segera setelah dipanen. Ada tiga metode pengeringan yang dapat digunakan
yaitu :
a. Pengeringan dengan sinar matahari
Metoda ini sangat sederhana dan murah namun kurang tepat apabila
dikaitkan dengan mutu kokon yang dihasilkan. Cara ini dilakukan dengan
cara menjemur kokon dibawah sinar matahari selama kurang lebih satu
hari sampai ulatnya mati. Untuk melihat ulatnya mati, diambil beberapa
kokon untuk dibuka.
b. Pengeringan dengan menggunakan uap air panas
1) Cara penguapan kokon dalam keranjang yang diuapi
dari air panan yang mendidih
Cara ini dapat digunakan untuk mengeringkan kokon dalam jumalh
sedikit (10-15 kg) setiap kali pengeringan. Lamam pengeringan 0,5
sampai 1 jam, dan kokon diangkat setelah tercium bau khusus yang
keluar dari kokon. Selesai pengeringan kokon ditebar untuk diangin-
anginkan selama beberapa jam sehingga kokon menjadi kering.
2) Penguapan sistem ruangan
Cara ini dilakukan apabila kokon yang diproses jumlahnya banyak.
Udara panas dari broiler dialirkan ke dalam ruangan (kotak tempat
penguapan), dimana kokon tersebut disusun diatas rak-rak. Kokon
tersebut diuapkan selama 20 menit dan setelah selesai diuapkan
kemudian kokon tersebut dihamparkan diudara terbuka.
3) Pengeringan dengan udara panas
Pengeringan sistem ini dilakukan didalam ruangan yang dipanaskan.
Udara dalam ruangan tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terjadi
aliran udara panas yang memanaskan kokon yang disimpan diatas rak-
rak yang tersusun teratur. Sistem ini dapat berfungsi ganda yaitu
membunuh ulat dan mengeringkan kokon sampai mencapai tingkat
kekeringan yang diinginkan. Mutu
c. Pengeringan dengan merebus air panas
11
Metoda pematian ulat didalam kokon adalah dengan cara merebus
kokon tersebut di dalam air panas selama beberapa jam sampai ulatnya
mati. Setelah itu kokon ditebar untuk diangin-anginkan selama
beberapa jam sehingga kokonnya kering.
2. Pembersihan Kokon
Pembersihan kokon dimaksudkan untuk membuang lapisan luar kokon karena
apabila tidak dibuang maka lapisan luar tersebut yang terdiri dari filamen-
filamen kusut dan terputus menyerupai bulu akan menghambat pada saat
mencari ujung filamen untuk direeling. Pengerjaan untuk membersihkan
kokon dapat dilakukan dengan tangan atau dalam suatu alat yang mempunyai
rol-rol berputar dengan kecepatan 300 rpm. Rol-rol itu dijalankan dengan
sebuah motor atau diputar dengan tangan. Pada alat ini kokon dibersihkan dari
debu dan serat-serat bagian luar.
3. Pemilihan Kokon
Seperti telah diuraikan dimuka bahwa dari sejumlah kokon yang dihasilkan
dapat memiliki karakteristik yang bermacam-macam. Oleh karena itu untuk
memperoleh benang yang baik maka kokon harus dipilih.
Pemilihan kokon berdasarkan kepada :
a. Kokon baik yang terdiri atas kokon besar dan kokon kecil
Yang dimaksud dengan kokon baik adalah kokon yang sempurna tanpa
cacat. Kokon baik yang besar harus dipisahkan dengan kokon baik yang
kecil, dan tiap kali proses reeling sebaiknya mengolah kokon yang sama
ukurannya. Hal tersebut akan membantu kelancaran operator melayani
kokon habis. Seleksi menurut besar kecilnya kokon dilakukan dalam suatu
alat penyortir kokon yang terdiri dari teromol yang berlubang-lubang dan
mempunyai dua bagian masing-masing dengan besar lubang yang
berlainan.
b. Kokon cacat
Seleksi dari kokon yang cacat dilakukan dengan tenaga manusia yang
memilih dan memisahkan kokon-kokon berikut ini :
Kokon ganda
12
Ternoda
Kokon berserabut
Berdinding tipis
Berlubang
Berbentuk kerdil (aneh)
Kokon cacat dapat direeling, namun akan menghasilkan filamen yang
lebih rendah mutunya dan tidak rata dan terputus-putus.
4. Penyimpanan Kokon
Adakalanya kokon yang sudah dipilih tidak segera direeling atau dikirim
untuk dijual, namun disimpan untuk beberapa lama. Penyimpanan dalam
ruangan diusahakan agar kokon tidak rusak karena jamur, serangan tikus atau
binatang lainnya. Biasanya akan lebih baik jika diberi zat anti hama seperti
menggunakan cairan formalin 70 % dengan fentilasi yang cukup baik dan
kokon harus sering diaduk untuk menjaga kestabilan bentuk kokon.
5. Pemasakan Kokon
Serisin yang terdapat pada lapisan luar filamen telah merekat filamen satu dan
lainnya membentuk dinding kokon. Proses pemasakan dimaksudkan untuk
melunakan serisin dengan menggunakan air atau uap panas sehingga filamen
dapat ditarik dan digulung dengan baik dan tidak sering putus.
6. Penyikatan
Kokon-kokon yang akan direeling terlebih dahulu harus disikat. Hal ini
bertujuan untuk mendapatkan ujung filamen yang tepat, sehingga pada waktu
reeling tidak mengalami hambatan.
Penyikatan ada 2 cara yaitu :
a. Penyikatan dengan tangan
Dalam penyikatan dengan tangan, digunakan sejenis sikat yang cukup
halus, yang terpenting disini sikat tersebut dapat sedikit menggaruk
permukaan kokon. Gumpalan filamen yang mengumpul akibat penyikatan
kemudian dipisahkan dan dipotong yang selanjutnya ujung filamen
tersebut siap untuk di reeling.
b. Penyikatan secara mekanik
13
Kokon-kokon ditempatkan dalam suatu bak, dimana dalam bak tersebut
telah tersedia / dilengkapi dengan beberapa sikat secara mekanik yang
dapat menyikat sendiri dari kokon tersebut. Kemudian ujung-ujung
filamen dari kokon-kokon yang terkait oleh sikat-sikat tersebut disatukan
dan dipotong yang selanjutnya siap untuk direeling. Yang perlu
diperhatikan pada saat penyikatan tersebut, suhu air pada waktu
penyikatan harus diatur sekitar 85 0C.
14
Gambar 2. Proses reeling cara Perancis
2. Cara Italia atau cara “Tavelle”
Pada cara ini kelompok digintir dengan cara melilitkan pada seutas benang
lainnya (pada umumnya digunakan benang kapas) seperti terlihat pada
gambar 3 dibawah ini.
15
Disamping itu melalui proses re-reeling juga diharapkan dapat
meningkatkan mutu sutera karena filamen yang putus sudah disambung kembali
serta kotoran-kotoran, slubs dan bercak kotoran dari getah dapat dihilangkan.
Agar proses re-reeling dapat berjalan dengan lancar maka perlu
diperhatikan beberapa hal berikut :
Sutera mentah dalam gulungan hasil reeling akan menjadi keras
dan kaku oleh serisin. Oleh karena itu pada saat sutera akan direeling
sebaiknya gulungan sutera harus dicelupkan ke dalam air panas lebih
0
kurang 60 C, agar filamen sutera menjadi lunak sehingga
gulungannya mudah dinuka kembali.
Gulungan benang yang akan disuapkan ke re-reeling haru
ditempatkan sedemikian rupa agar mudah dilihat, mudah disuapkan
dan tidak akan terjadi perangkapan dengan gulungan yang lain.
Penggulungan sutera pada re-reeling biasanya mempunyai ukuran
standar lebar 7,5 – 8,0 cm yang diatur melalui gerakan pengantar
filamen sutera
Ujung akhir filamen sutera yang digulung dengan re-reeling
dililitkan dengan benang kapas yang telah digintir agar ujung tersubut
mudah ditemukan kembali pada saat akan dibuka.
16
Panjang buku 7 – 8 cm
Hasil per hektar sekitar 30 ton per tahun
2. Morus Cathayana, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Daun berwarna hijau tua
Ujung ranting muda sedikit merah
Batang berumur satu tahun berwarna coklat
Tangkai daun muda sedikit merah
Pertumbuhan batang lurus, percabangan mulai keluar pada bagian
tengah batang utama
Hasil per hektar sekitar35 ton per tahun
3. Morus Multicaulis, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Daun berwarna hijau tua
Ujung ranting muda tidak berwarna merah
Batang berumur satu tahun berwarna kelabu tua kehijauan
Cabang lurus dan jumlahnya sedikit
Panjang buku 8 – 9 cm
Hasil per hektar 40 ton per tahun
4. Morus Nigra, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Daun berwarna hijau tua
Ujung ranting muda berwarna sedikit merah
Tangkai daun muda sedikit merah
Batang sudah berumur satu tahun berwarna coklat tua bercampur
hijau
Pertumbuhan batang lurus ke atas, cabang mulai tumbuh pada
bagian tengah dari batang utama
Panjang buku 6 cm
17
2.4.2 Penanaman Tanaman Murbei
Penanaman dilakukan dengan stek, karena cara ini praktis dan ekonomis
sehingga banyak dipakai di kalangan para petani murbei. Pelaksanaan dilakukaan
pada awal musim hujan.
Teknik penanaman ada dua macam cara, yaitu :
1. Monokultur, adalah sistem penanaman dengan satu jenis tanaman
pokok
2. Tumpang sari, adalah sistem pembuatan tanaman pokok
dikombinasikan dengan penanaman tanaman semusim.
18
2. Luas areal yang akan ditanami, hubungannya dengan
rencana pemeliharaan ulat/jumlah box ulat sutera
3. Jenis murbei yang unggul, hubunganny dengan produksi
daun
BAB III
DATA PENGAMATAN
19
Hari ke – 5
Memasuki masa tidur, ulat dibiarkan tidur dan diberi
(ditaburi) campuran kapur dan kaporit dengan perbandingan 10 : 1
sendok makan, untuk pergantian dan penguatan kulit.
Instar 2
Hari ke – 1
Dilakukan desinfeksi tubuh ulat dan dibiarkan selama 15 menit,
setelah itu ulat diberi makan daun murbei yang diiris sampai halus.
Hari ke – 2
Dilakukan desinfeksi tubuh ulat dan dibiarkan selama 15 menit,
setelah itu ulat diberi makan daun murbei yang diiris sampai halus.
Hari ke – 3
Dilakukan desinfeksi tubuh ulat dan dibiarkan selama 15 menit,
setelah itu ulat diberi makan daun murbei yang diiris sampai halus
Membersihkan kotoran ulat dan sisa pakan.
Hari ke – 4
Memasuki masa tidur, ulat dibiarkan tidur dan diberi (ditaburi)
campuran kapur dan kaporit dengan perbandingan 10 : 1 sendok
makan, untuk pergantian dan penguatan kulit.
Instar 3
Hari ke – 1
Dilakukan perluasan tempat dan desinfeksi tubuh ulat, setelah itu ulat
diberi makan daun murbei yang diiris sampai halus.
Hari ke – 2
Dilakukan perluasan tempat dan desinfeksi tubuh ulat, setelah itu ulat
diberi makan daun murbei yang diiris sampai halus.
Hari ke – 3
Membersihkan kotoran ulat dan sisa pakan.
20
Dilakukan desinfeksi tubuh ulat dan dibiarkan selama 15 menit,
setelah itu ulat diberi makan daun murbei yang diiris sampai halus
Hari ke – 4
Dilakukan perluasan tempat dan desinfeksi tubuh ulat, setelah itu ulat
diberi makan daun murbei yang diiris sampai halus.
Hari ke – 5
Memasuki masa tidur, ulat dibiarkan tidur dan diberi (ditaburi)
campuran kapur dan kaporit dengan perbandingan 10 : 1 sendok
makan, untuk pergantian dan penguatan kulit.
Instar 4
Hari ke – 1
Pemberian pakan ulat harus cukup, pakan ulat diambil dengan
dipangkas dan dipilih daun yang lebih tua
Hari ke – 2
Desinfeksi tubuh ulat dengan memakai kaporit 5 %
Pemberian pakan ulat harus cukup, pakan ulat diambil dengan
dipangkas dan dipilih daun yang lebih tua
Hari ke – 3
Pemberian pakan ulat harus cukup, pakan ulat diambil dengan
dipangkas dan dipilih daun yang lebih tua selain itu disertakan ranting
Hari ke – 4
Membersihkan kotoran ulat dan sisa pakan.
Ulat memasuki masa tidur
Hari ke – 5
Memasuki masa tidur, ulat dibiarkan tidur dan diberi (ditaburi)
campuran kapur dan kaporit dengan perbandingan 10 : 1 sendok
makan, untuk pergantian dan penguatan kulit.
Hari ke – 6
21
Tidur di hari kedua, diberi (ditaburi) campuran kapur dan kaporit
dengan perbandingan 10 : 1 sendok makan, untuk pergantian dan
penguatan kulit.
Menyiapkan pakan yaitu daun yang lebih tua dan ranting pada sore
hari untuk pakan esok pagi.
Instar 5
Hari ke – 1
Desinfeksi tubuh ulat dengan memakai kapur dan kaporit 5 %
Pemberian pakan ulat harus cukup, pakan ulat diambil dengan
dipangkas dan dipilih daun yang lebih tua
Hari ke – 2
Ulat dibagi dua tingkat atas dan bawah dan kotoran atau sampah yang
menumpuk dibuang.
Pemberian pakan ulat harus cukup, pakan ulat diambil dengan
dipangkas dan dipilih daun yang lebih tua
Hari ke – 3
Desinfeksi tubuh ulat dengan memakai kapur dan kaporit 5 %, lalu
dibiarkan 20 menit sebelum diberi pakan
Pemberian pakan ulat harus cukup, pakan ulat diambil dengan
dipangkas dan dipilih daun yang lebih tua
Hari ke – 4
Sisa pakan atau ranting dan kotoran ulat tidak perlu dibersihkan
sampai ulat mengokon
Pemberian pakan ulat harus cukup, pakan ulat diambil dengan
dipangkas dan dipilih daun yang lebih tua
Hari ke – 5
Pemberian pakan ulat harus cukup, pakan ulat diambil dengan
dipangkas dan dipilih daun yang lebih tua
Hari ke – 6
22
Pemberian pakan ulat harus cukup, pakan ulat diambil dengan
dipangkas dan dipilih daun yang lebih tua
Hari ke – 7
Pemberian pakan ulat harus cukup, pakan ulat diambil dengan
dipangkas dan dipilih daun yang lebih tua
23
Kokon - kokon yang telah direbus kurang lebih 10 menit kemudian
disiram dengan air dingin.
Kokon – kokon direbus lagi dengan suhu kurang lebih 100 0C, dalam
hal ini koon tidak boleh rusak atau menjadi bubur. Lamanya perebusan sekitar
15 menit (tergantung kualitas kokon) sampai ujung filamennnya keluar.
Memasukkan kokon tadi ke bak pencari ujung benang. Ujung kokon
yang tidak beraturan diambil sampai dari 1 kokon hanya terdapat 1 filamen.
Air yang digunakan dalam bak adalah air hangat.
3.2.2 Proses Reeling
Menentukan nomer benang sutera yang akan dibuat
Didalam bak reeling, filamen – filamen yang dihasilkan dari 20 kokon
digabungkan menjadi single filamen (raw silk)
Menarik single filamen tadi dan menggulungnya direel atau haspel sampai
ketebalan tertentu. Standar ketebalan benang yang ada dihaspel kurang lebih 2
Ons. Kualitas benang mulai dari pertama, pertengahan sampai akhir proses ini
harus tetap terdiri dari 20 filamen dengan range 10 %.
24
Sebelum benang dilepas, benang sutera dari tiap haspel dianyam dengan
benang pengayam agar susunan benang suteranya tidak berubah.
Ujung benang penganyam bawah dan atas harus diamyam bersamaan, agar
pada saat benang ditarik di mesin Winding ujung benang sutera atas dan
bawahnya tidak hilang (mudah dicari)
Setelah dianyam benang sutera tersebut dianginkan kurang lebih satu hari.
Pada saat penganginan tidak boleh langsung terkena sinar matahari agar
kilaunya tidak berkurang.
Menimbang kembali benang sutera yang telah diproses untuk mengetahui
rendemen benang.
Catatan :
Ketebalan benang harus diperhatikan dari awal sampai akhir proses tetap 40
denier. Gramase benang persatu ukuran yaitu 1 – 2 Ons. Untuk nomer benang
20 – 21 denier gramasnya 1 Ons. Untuk 40 denier keatas maksimal 2 Ons.
25
Menimbang benang sutera hasil proses per Kg dan siap untuk dijual.
Harga tergantung TM dan ketebalan benang. Semakin rendah TM, maka
harganya semakin murah dan semakin tipis benang maka harganya semakin
mahal.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Diskusi
Pemintalan sutera adalah suatu proses pemintalanyang
berkesinambungan antara beberapa proses kegiatan yang saling mempengaruhi
terutama pada mutu benang yang dihasilkan. Proses tersebut meliputi :
a. Pertanian Murbei
b. Pemeliharaaan Ulat Sutera
c. Pemintalan
Ketiga proses diatas sangat berkaitan satu sama lain, jika murbei yang dihasilkan
pertanian baik maka pemeliharaan ulat sutera pun menjadi baik dan lancar,
sehingga menghasilkan kokon yang baik pula. Jika kokon yang dihasilkan baik
maka benang yang dihasilkan dari pemintalan kokon akan baik pula.
Pemberian pakan pada tahapan instar ulat sutera juga bertahap
dan disesuaikan dengan kebutuhan ulat tersebut dari mulai yang muda sampai
yang tua.
Proses pemeliharaan ulat sutera dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya :
a. Lokasi pemeliharaan
26
b. Sarana pemeliharaan
c. Jumlah ulat yang diternakan
d. Sistem sterilisasi ruangan pemeliharaan
e. Pelayanan terhadap ulat yang dipelihara
f. Tenaga kerja
Lokasi atau lingkungan pemeliharaan ulat harus benar-
benar diperhatikan yaitu dengan lingkungan yang tenang tidak ada gangguan
suara bising yang dapat menyebabkan terganggunya proses pengokonan.
Pemasakan pada proses reeling dilakukan dengan
menggunakan air panas dengan suhu kurang lebih 80 0C, agar kokonnya
mengembang sehingga memudahkan dalam proses penyikatan yang bertujuan
untuk mencari ujung benang.
Benang dalam bentuk streng hasil proses reeling awal
harus dianginkan tapi diusahakan agar tidak terkena sinar matahari langsung, ini
dilakukan agar daya kilau pada benang sutera tidak berkurang.
Satu helai filamen dari sebuah kokon memiliki
kehalusan kurang lebih 2 denier.
Data pengamatan yang diperoleh mengenai faktor –
faktor penunjang pemeliharaan ulat seperti suhu dan kelembaban hanya
berdasarkan pada perkiraan dan pengalaman pemelihara, karena sistem
pemeliharaannya masih cukup sederhana.
4.2 Kesimpulan
Sutera adalah serat yang diperoleh dari sejenis serangga yang disebut
lepidoptera. Serat sutera berbentuk filamen yang dihasilkan dari larva ulat sutera
waktu membentuk kepompong. Spesies utama dari ulat sutera yang dipelihara untuk
menghasilkan serat sutera alam adalah Bombyx mori.
Pemintalan sutera adalah suatu proses pemintalan yang berkesinambungan
antara beberapa proses kegiatan yang saling mempengaruhi mutu benang satu sama
lain. Proses-proses itu meliputi pertanian murbei, pemeliharaan ulat dan
pemintalannya.
27
Sumber makanan untuk ulat sutera berupa tanaman murbei, dimana pemberian
makanan harus dilakukan dengan tepat, baik mengenai pemberian makanan, jumlah
maupun jenis murbei yang diberikan.
Proses pengolahan bahan baku dimulai sejak sutera berupa telur sampai
menjadi kokon. Dimana dalam hal ini terdiri dari 5 tahapan (instar). Sedangkan kokon
dibentuk oleh ulat sutera yang menghasilkan serat sutera yang bekerja dari dalam.
Lapisan demi lapisan sehinggga membentuk lapisan pelindung. Kokon yang
terbentuk kemudian dijual dengan harga yang tergantung dari kandungan air
didalamnya.
Proses peminatalan dimulai dari proses persiapan, reeling, re-reeling, winding
sampai proses pemantapan dan akhirnya dapat dijual ke pasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Nara Sumber
Aman Sahuri
Alamat : Jl. Pembangunan No.159 Garut
Tlp 541423
28