Anda di halaman 1dari 15

PROSES PENCELUPAN POLIAMIDA

DENGAN ZAT WARNA ASAM JENIS LEVELLING

LAPORAN
ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Praktikum Teknologi Pencelupan 2

oleh
Gadis Rahayu Hidayat 15020 100
Hartanty Theresia 15020 104
Restu Adhitia 15020 112
Ryan Suryadi 15020 116

Grup : 3K4
Dosen : Hj Hanny H. K., S.Teks.
Asisten : Eka O., S.ST.,MT.
Anna S.

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK STTT BANDUNG
2017-2018

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Melaksanakan proses pencelupan pada kain Poliamida dengan menggunakan zat
warna Asam jenis levelling sistim Exhaust metoda dengan variasi Vlot.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum :
 melaksanakan proses pencelupan pada kain Poliamida dengan menggunakan zat
warna Asam jenis Levelling sistem Exhasut dengan variasi Vlot
 memvariasikan perbandingan antara berat bahan dengan air (vlot) untuk mengetahui
pengaruh variabel tersebut terhadap hasil proses
 mengidentifikasi resep optimum penggunaan Vlot
 mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil proses.
Sehingga praktikan dapat memahami pengaruh konsentrasi zat perata yang digunakan
terhadap hasil celup serta dapat menentukan resep yang optimal berdasarkan percobaan.

BAB II
TEORI DASAR
2.1. Pendahuluan
Dalam pencelupan Poliamida dengan zat warna asam jenis Levelling, bahan
diwarnai dengan zat warna asam sehingga diperoleh hasil pencelupan dengan warna
tertentu secra merata dan memiliki nilai tahan luntur warna. Dalam proses ini perlu
dilakukan pemilihan zar warna dan zat pembantu yang sesuai dengan bahan yang akan
dicelup, termasuk penentuan skema proses dan rese yang tepat, perhitungan kebutuhan zat
yang tepat, pelaksaan proses celup yang baik dan sesuai dengan skema proses sehingga
hasil celupnya sesuai dengan yang diharapkan.

2.2. Poliamida
Poliamida atau nilon merupakan serat sintetik yang banyak diguakan baik untuk
tekstil sandang maupun non sandang. Pada umumnya poliamida untuk keperluan industri
memiliki kekuatan yang sangat tinggi dengan nilai mulur yang rendah. Sedangkan
poliamida yang digunakan untuk tekstil sandang memiliki kekuatan yang lebih rendah
dengan mulur yang tinggi.
Sifat kimia serat poliamida diantaranya adalah tahan terhadap asam-asam encer dan
sangat tahan terhadap basa. Poliamida dapat dicelup dengan zat warna dispersi, asam dan
zat warna reaktif. Poliamida yang banyak diproduksi adalah nylon 6 dan nylon 66.
Nylon 6 banyak digunakan untuk benang ban, tali pancing, tali temali, kaos kaki,
karpet, kain penyaring dan kain untuk pakaian. Kelebihan nylon 6 dibanding nylon 66
daintaranya adalah pembuatannya yang lebih sederhana tahan sinar, afinitas terhadap zat
warna tinggi, daya celup, serta elastisitas dan stabilitas terhadap panas yang lebih baik.
Nylon 66 memiliki kekuatan yang lebih besar dibanding nylon 6, sehingga banyak
digunakan untuk industry non sandang, serta memiliki elastisitas dan tahan gosok yang
baik.
2.2.1 Nylon
Nilon yang dibuat dari asam adipat COOH(CH 2)4COOH dengan heksametilena
diamina H2N(CH2)6NH2 disebut nilon 66, sebab asam dan diaminanya masing-masing
mempunyai 6 atom karbon. Nilon sejenis dapat dibbuat pula, misalnya heksametilena
diamina dengan asam sebasat HOOC(CH2)8COOH yang dikenal dengan nilon 610.
Poliamida (nilon) lain yang dikenal sebagai nilon 6 dibuat dari kaprolaktam
CH2-CH2-CH2-CH2-CH2

OC NH
2.2.1.1. Sifat-Sifat Nylon
 Nilon tahan tehadap pelarut-pelarut dalam pencucian kering. Nilon tahan terhadap
asam-asam encer, tapi dengan asam klorida peat mendidih selama bebarapa jam,
aka terurai menjadi asam adipat dan heksametilena diamonium hidroksida.
 Nilon sangat tahan tehadap basa. Pengerjaan dengan laritan NaOH 10 % pada suhu
85 0C selama 10 jam hanya mengurangi kekuatan nilon sebanyak 5 %. Pelarut-
pelarut yang biasa untuk melarutkan nilon adalah asam formiat,kresol dan fenol.
 Nilon tahan terhadap serangan jamur, bakteri dan serangga.
 Pada kondisi standard (RH 65 % dan suhu 21 0C) moisture regain nilon 4,2 %.
 Sebelum penarikan nilon suram, tapi setelah penarikan seratnya berkilau dan cerah.
Apabila diinginkan serat yuang agak suram kedalam campuran polimerisasinya
ditambahkan titanium dioksida.
 Nilon seperti serat tekstil lainnya akan terdegradai oleh pengaruh sianr tapi
ketahanannya masih jauh baik disbanding sutera. Dalam penyinaran selama lebih
dari 16 minggu, suteraberkurang kekuatannya 85 %, nion biasa 23 %, nilon agak
suram 50 % dan kapas hanya 18 %.
 nilon merupakan isolator yang baik, sehingga dapat menimbulkan listrik statik.
2.3. Zat Warna Asam
Zat warna asam adalah zat warna yang pada proses pencelupannya
mempergunakan asam untuk membantu penyerapan zat warna, atau zat warna yang
merupakan garam natrium asam-asam organik dimana anionnya merupakan komponen
yang berwarna.
Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam air karena mempunyai gugus
pelarut sulfonat atau karboksilat dalam stuktur molekulnya. Gugus-gugus tersebut berfungsi
untuk mengadakan ikatan ionic dengan tempat-tempat positif pada serat poliamida.
Zat warna asan dapat diklasifikasikan kedalam tiga golongan
 Golongan I : zat warna asam jenis Levelling, zat warna ini memiliki afinitas yang
kecil terhadap serat poliamida pada kondisi netral atau asam lemah sehingga pada
proses pencelupannya memerlukan asam yang lebih kuat (pH 3,0-4,0)
 Golongan II : zat warna asam Milling zat warna ini memiliki afinitas sedang
sehingga dapat digunakan untuk mencelup serat poliamida pada pH 4,0-5,0
Golongan Zat Warna Asam
Sifat
Leveling Milling Super Milling
Tahan luntur warna (basah) Kurang Baik Sangat baik
Cara celup Asam sulfat Asam asetat Amonium asetat
pH pencelupan 2–4 4–6 6–7
Kerataan baik Agak kurang Sangat kurang
BM rendah BM rendah BM tinggi
Sifat zat warna Larutan molekul larut Larutan molekul larut Larutan molekul larut
tinggi rendah rendah
Afinitas anion Rendah tinggi Sangat tinggi
 Golongan III : zat warna asam super milling : zat warna ini memiliki afinitas yang
tinggi terhadap serat poliamida sehingga dapat dicelup pada kondisi dibawah netral
arau asam lemah (pH 5,0-7,0). Pada golongan ini ada dua jenis zat warna asam,
yaitu zat warna yang tidak mengandung logam dan zat warna yang mengandung
logam.
Gugus fungsi pada zat warna asam yang memiliki satu gugus sulfonat dalam
struktur molekulnnya disebut dengan zat warna asam monobasic da nada juga yang
mengandung dua gugus sulfonat atau dibasic dan seterusnya.
Zat warna asam dengan gugus pelarut yang lebih banyak, memiliki sifat kelarutan
yang tinggi sehingga hasil celupnya lebih mudah rata tetapi sifat tahan luntur warna
terhadap pencucian akan berkurang.
Keunggulan dari zat warna asam adalah hasil celup dengan warna-warna cerah, hal
ini disebabkan ukuran partikel yang relatif kecil (lebih kecil dibanding zat warna direk).
Urutan ukuran partikel zat warna asam dari yang paling kecil adalah zat warna asam
leveling, milling dan super milling.
Ukuran partikel zat warna berpengaruh terhadap kecerahan hasil celup, zat warna
dengan ukuran partikel relative besar relative menghasilkan hasil celup yang suram/gelap,
sedangkan zat warna dengan ukuran partikel yang kecil hasil celupnya relatif lebih cerah.
Selain berpengaruh terhadap kecerahan, ukuran partikel berpengaruh pula terhadap
besarnya ikatan sekunder antara zat warna dengan serat yang berupa ikatan dari gaya Van
der Waals, dimana semakin besar molekul zat warna maka ikatan fisikanya semaki besar.

2.3.1. Mekanisme Pencelupan Zat Warna Asam


Pada pH yang tidak terlalu rendah akan terjadi penyerapan ion H + oleh gugus amina
pada serat poliamida sehingga menjadi bermuatan positif yang selanjutnya dapat berikatan
ionik dengan anion zat warna. Karena jumlah gugus amida yang terbatas pada kondisi
tersebut hanya cocok untuk pencelupan warna muda.
Untuk pencelupan dengan warna sedang hingga tua, pH larutan harus diturunkan
lebih lanjut sehingga akan terjadi penyerapan ioh H + pada gugus amida yang lebih banyak.
Oleh karena itu semakin rendah pH maka penyerapan zat warna akan lebih besar dan hasil
celupnya akan semakin tua.
Interaksi zat warna dengan serat berupa ikatan ionik yang merupakan gaya antar
aksi jangka panjang atau long term interaction, maka migrasi zat warna relatif kurang baik,
oleh karena itu untuk mendapatkan hasil celup yang rata, penyerapan zat warna diawal
proses harus diperlambat dengan cara memperlambat kenaikan suhu dan menambahkan
perata jenis retarder kedalam larutan celup.

2.4. Zat Pembantu


Zat pembantu adalah zat tambahan selain zat warna yang digunakan pada proses
pencelupan supaya menghasilkan celupan dengan penyerapan zat warna yang maksimum,
hasil celup rata, dan sesuai target warna yang diinginkan. Zat pembantu pada pencelupan
serat poliester dengan zat warna dispersi meliputi pengatur pH, zat pendispersi, pelunak air,
anti crease-mark, serta zat perata.

2.4.1. Zat Pengatur pH


Untuk mencapai pH keasaman larutan celup sebaiknya meggunakan jenis
asam organik lemah, seperti asam asetat dan asam oksalat, atau menggunakan
sistem penyangga pH agar pH lebih stabil.

2.4.2. Zat Pelunak Air


Penambahan pelunak air diunakan untuk mencegah terjadinya agregasi zat
warna oleh ion ligam sepert Ca2+ dan Mg2+ yang dapat menyebabkan proses difusi
zat warna kedalam serat terhambat, akibatnya terjadi ring-dyeing yang memiliki
ketahan luntur yang turun dan hasil celup menjadi suram, selain itu air sadah dapat
menyebabkan hasil celup yang belang karena kelarutan zat warna menurun. Pelunak
air yang umum digunakan adalah jenis EDTA yang dapat mengikat ion-ion Ca 2+,
Mg2+, Fe2+, Mn2+ dan Cu2+.

2.4.3. Zat Pembasah


Pembasah digunakan untuk meratakan dan mempercepat proses pembasahan
pada bahan sehingga penyerapan zat warna menjadi lebih merata. Pada proses pencelupan
poliamida dengan zat warna asam pembasah juga berperan sebagai retarder yang dapat
memblokir muatan positif pada poliamida sebelum digantikan oleh anion dari zat warna.

2.4.4. Elektrolit
Zat warna asam Levelling memiliki afinitas renadah sehingga penambahan
NaCl dapat meningkatkan penyerapan zat warna, namun bila pada pH rendah
berfungsi sebagai perata.

2.5. Evaluasi
2.5.1. Kerataan dan Ketuaan
Nilai kerataan dan ketuaan warna dilakukan dengan pengujian menggunakan
spektrofotometer hal ini bertujuan untuk menyamakan persepesi secara kuantitatif
yang terstandarisasi dibanding secara visual yang sangat tergantung dari kondisi
mata penilai serta kondisi lainnya, seperti sumber cahaya yang digunakan dan
sebagainya.

2.5.2. Tahan Luntur Warna terhadap Gosokan


Pengujian ini meliputi cara uji penodaan dari bahan berwarna pada kain lain
yang disebabkan karena gosokan. Cara ini dapat dipakai untuk bahan tekstil
berwarna dari segala macam serat baik alam bentuk benang maupun kain.
Pengujian dilakukan dua kali yaitu gosokan dengan kain kering dan gosokan dengan
kain basah.
Prinsip pengujian tersebut adalah sebagai berikut yaitu contoh uji dipasang
pada Crockmeter, kemudian padanya digosokan kain putih kering dengan kondisi
tertentu. Penggosokan ini diulangi dengan kain putih basah. Penodaan pada kain
putih dinilai dengan mempergunakan staining scale.

2.5.3. Tahan Luntur Warna terhadap Pencucian


Pada proses ini kain hasil celup dilapisi dan dijahit dengan kain kapas dan
poliester dengan masing-masing kain dengan ukuran 4 x 10 cm, kemudian
dimasukan kedalam tabung berisi 200 mL larutan cuci dengan konsentrasi 1 g/L
detergent dengan 10 kelerang baja, kemudian tabung dipasang pada mesin dan
diproses pada suhu 400C selama 40 menit. Hasil uji dibandingkan dengan staining
scale dan grey scale.
BAB III
ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat
 Gelas piala 600 mL
 Gelas ukur 100 mL
 Pipet Volum 1 dan 10 mL
 Tabung dan mesin celup
3.2. Bahan
 Kain polamida
 Zat warna Asam jenis Levelling
 CH3COOH 30%
 NaCl
 Detergent

BAB IV
PROSEDUR
4.1. Diagram Alir

Persiapan Larutan Celup dan persiapan Bahan

Pencelupan

Pencucian

Pengeringan

Evaluasi

4.2. Skema Proses


Air 1000C
Zat Warna
CH3COOH
Kain
NaCl
Pencucian 700C

400C

10’ 30’ 45’ 10’


Waktu (Menit)

BAB V
DATA PERCOBAAN
5.1. Pencelupan
5.1.1. Resep
Resep Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4
Zw 1% owf
Vlot 1:20 1:30 1:40 1:50
pH 5
NaCl 20 g/L
Suhu 1000C
Waktu 45 menit

5.1.2. Perhitungan Resep


Sampel BB Vlot ZW NaCl
1 100 20
1 4,46 g 4 , 46 x 20=89 mL x 4 , 46 x =4 , 46 mL x 89=1 , 78 g
100 1 1000

2 4,3 g 1 100 20
4 , 3 x 30=129 mL x 4,3 x =4 ,3 mL x 129=2 ,58 g
100 1 1000
3 4,07 g 1 100 20
4 , 07 x 40=122 mL x 4 , 07 x =4 , 07 mL x 122=2 , 44 g
100 1 1000
1 100 20
4 4,33 g 4 , 33 x 50=130 mL x 4 , 33 x =4 ,33 mL x 130=2 , 6 g
100 1 1000

5.2. Penyabunan
Sampel BB Vlot Detergent
1
2 17,16 g 1
17 , 16 x 30=514 , 8 mL x 514 , 8=0,5148 mL
3 1000
4
5.3. Fungsi Zat
Zat Warna : Memberikan warna pada bahan
CH3COOH : Pengatur pH dan pemberi suasana asam pada larutan
Detergent : Untuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi sempurna

5.5. Hasil
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4

Kain

λ maks 460 nm
K/S rata-rata 2.15111 2.12938 2.10334 1.91988
Standar Deviasi 0.1166 0.0694 0.0369 0.0256
Grey
5 5 5 5
Tahan Scale
Cuci Staining
4/5 4/5 4/5 4/5
Scale
Grey
5 5 5 5
Tahan Scale
Gosok Staining
4/5 4/5 4/5 4/5
Scale
BAB VI
DISKUSI
4.1. Kerataan

Grafik Hubungan Antara


Standar Deviasi Terhadap Vlot
0.14
0.12
0.1
Standar Deviasi

0.08
0.06
0.04
0.02
0
15 20 25 30 35 40 45 50 55
Vlot

Jenis zat warna yg digunakan adalah zat warna asam leveling, yakni zat warna asam yang
memerlukan asam kuat dalam pencelupannya misalnya dengan asam formiat atau asam
sulfat agar pH larutan celup dapat mencapai 3,5 - 4,5 sehingga penyarapan zat warna lebih
besar. Zat warna golongan ini sering disebut zat warna asam terdispersi molekuler atau zat
warna asam celupan rata, yang pada umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik tetapi
ketahanan cucinya kurang. Dari hasil evaluasi kerataan yang diperoleh, didapatkan grafik
standar deviasi terhadap vlot. Hasil evaluasi kerataan menunjukan penurunan kerataan
secara linier, dan variasi vlot ini berpengaruh terhadap kelarutan zat warna. Grafik
menunjukan semakin besar vlot yang digunakan maka tingkat kerataan pun semakin kecil.
Hasil variasi vlot dapat diasumsikan bahwa optimumnya penyerapan zat warna lebih besar
pada vlot 1:20. Namun hal ini diluar hipotesa, semakin besar kelarutan zat warna maka
semakin rata hasil celupan. Perbedaan ini dapat didiskusikan dan kita dapat berspekulasi
penyebab ketidaksesuaian hasil evaluasi ini, yakni zat warna telah beragregat, sehingga
berdifusi tidak sempurna yang menyebabkan pada saat pencucian zat warna tersebut luntur.
4.2. Ketuaan

Grafik Hubungan Antara


Nilai K/S dengan Vlot
2.2
2.15
2.1
2.05
Nilai K/S

2
1.95
1.9
1.85
1.8
15 20 25 30 35 40 45 50 55
Vlot

Pada evaluasi ketuaan warna diperoleh hasil celupan paling tua yakni varasi lot 1:20,
berkaitan dengan hipotesa bahwa semakit rata hasil celupan maka warna yang dihasilkan
semakin muda dan semakin besar vlot yang digunakan kelarutan semakin besar dan warna
semakin muda. Sehingga jika dibandingkan dengan variasi vlot 30, 40, dan 50 warna yang
paling tua ditunjukan oleh variasi vlot 1:20.

BAB VII
KESIMPULAN
Hasil celupan yang paling rata diperoleh resep 1 dengan variasi vlot 1:20 dan standar
deviasinya 0.1166, dan tahan cucinya 4/5 kemudian tahan gosoknya 4/5. Dapat disimpulkan
bahwa vlot berpengaruh terhadap kelarutan zat warna dan kerataan warna, semakin besar
vlot yang digunakan maka hasil celupan semakin rata.
DAFTAR PUSTAKA

Soeprojo, dkk. 1973. Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.

(1978). Pengelantangan dan Pencelupan, Bandung : Institut Teknologi Tekstil Bandung,

M. Ichwan dkk. (2013). Bahan Ajar Pencelupan II. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi
Tesktil Bandung.

Anda mungkin juga menyukai