diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Penyempurnaan 1 dengan Dosen
Pengampu:
Disusun oleh :
Kelompok 1
Kelas : 2K2
2024
JUDUL PRAKTIKUM : Proses penyempurnaan tahan kusut dan mengkeret pada
kain kapas dengan menggunakan variasi resin.
PRAKTIKUM KE- :5
TANGGAL PRAKTIKUM : Jum’at, 15 Maret 2024
2.2. Resin
Penyempurnaan resin termasuk penyempurnaan secara kimia. Pada
penyempurnaan ini digunakan resin sintetik, yaitu senyawa organik yang rumit dan
mempunyai berat molekul yang tinggi. Resin tidak hanya dapat digunakan untuk
memperbaiki ketahanan kusut tetapi juga stabilitas dimensi bahan, sehingga
mengurangi mengkeret dalam pencucian. Resin dapat digunakan untuk membuat kain
menjadi kaku secara permanen dan dapat pula memberikan sifat thermoplastik yang
memungkinkan diperolehnya efek penyempurnaan mekanik seperti luster candering,
embossing dan sebagainya. Pada waktu penemuan proses penyempurnaan tahan kusut,
resin sintetik yang banyak dipakai adalah hasil kondensasi urea dan formaldehida.
Kemudian digunakan resin melamin formaldehid. Kedua resin tersebut memiliki
beberapa kelemahan sehingga tidak banyak lagi digunakan. Pada proses
penyempurnaan resin harus dibentuk didalam serat, karena resin pada permukaan akan
menyebabkan kekakuan bahan yang tinggi. Resin terbentuk apabila sejumlah molekul-
molekul sederhana dengan berat molekul rendah bergabung membentuk molekul yang
jauh lebih panjang, baik linier maupun siklik. Resin yang termasuk dalam termosetting
adalah resin yang bertendendensi untuk membentuk polimer tinggi pada pemanasan.
Resin termosetting kecil sekali sehingga dapat menerobos masuk kebagian amorf dari
selulosa yang selanjutnya dengan pemanas awetan akan berkembang menjadi resin
yang tidak larut di dalam amorf dari selulosa. Keadaan ini menyebabkan kain selulosa
kekakuannya sedikit walaupun dikerjakan dengan resin termosetting berkosentrasi
tinggi. Resin reaktan adalah resin yang berkecenderungan untuk bereaksi dengan grup
hidroksil dari selulosa membentuk ikatan silang. Resin ini kecil sekali atau tidak
berkecenderungan membentuk gel apabila dipanaskan pada suhu tinggi. Antara resin
reaktan dan serat poliester tidak akan terjadi reaksi pelapisan (coating) oleh resin
termosetting. Contoh resin yang banyak digunakan untuk penyempurnaan tekstil.
2.3. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi laju reaksi kimia tanpa mengalami
perubahan reaksi kimia dan pada umumnya berupa asam atau snyawa lain yang dapat
melepaskan asam pada suhu tinggi. Katalis sebenarnya mengambil bagian dalam
reaksi kimia dengan menggabungkan diri dengan salah satu atau lebih reaktan pada
suatu tahapan reaksi. Senyawa gabungan reaktan dengan katalis itu kemudian
terdekomposisi kembali dan melepaskan kembali dalam bentuk semula.
Penggunaan katalis pada penyempurnaan resin dimaksudkan untuk menambah
derajat reaksi sehingga proses polimerisasi resin dapat berjalan lebih cepat. Katalis
merupakan donor proton untuk mendorong terjadinya reaksi polimerisasi dari gugus
metilol dengan gugus-gugus –OH dari selulosa dengan tidak menurunkan stabilitas
larutan prakondensat. Larutan prakondensat akan lebih stabil bila katalis yang
digunakan tidak dalam bentuk asam bebas tetapi sebagai garam dari basa lemah dan
asam kuat yang tetap stabil dalam larutan pada suhu kamar, tetapi dapat melepaskan
asam pada suhu tinggi, misalnya ammonium sulfat, seng nitrat dan magnesium klorida.
Ktalisator asam laten dapat dipisahkan dalam tiga golongan, yaitu:
1) Garam amonium
Golongan ini terdiri dari:
- Amonium dihidrogen fosfat
- Diamonium fosfat
- Amonium Sulfat
- Amonium Klorida
2) Garam logam yang larut dalam air, antara lain:
- Seng klorida
- Seng nitrat
- Magnesium klorida
- Alumunium Sulfat
3) Garam Amonium Organik
Umumnya dari turunan alkohol amina dihidroklorida misalnya 2 amino-
2 metil propanol- 1 hidroklorida. Pada proses penyempurnaan tekstil, biasanya
pemilihan katalis tergantung dari jenis keraktifan resin, jenis serat, kondisi
pemanasawetan, sifatsifat yang diinginkan pada bahan, dan pengaruhnya
terhadap derajad putih atau warna bahan. Sedangkan banyaknya katalis yang
diperlukan tergantung dari jenis yang digunakan. Penggunaan katalis yang
berlebihan dapat mengakibatkan hidrolisis selulosa pada serat. Sedangkan
penggunaan katalis yang kurang, maka resin tidak dapat berpolimerisasi dengan
sempurna dengan serat.
a. Rendam-Padding
Campuran perendam ini terdiri dari dua komponen yaitu resin anti kusut
(Suntex Resin MF) dan katalis (DAP). Pereaksi untuk kondensat dapat dipakai
menurut dua cara, yaitu sebagai pereaksi yang belum terkondensasi atau sebagai
kondesat awal. Penggunaan pereaksi yang belum terkondensasi memiliki
kekurangan-kekurangan, formaldehid adalah sangat reaktif dan sangat mudah
menguap,sehingga pengguanaan dalam jumlah yang banyak akan memperbesar
berat molekul dan sebagian menguap secara kontinyu. Oleh karena itu pemakaian
sebagai kondensasi awal akan lebih menguntungkan. Pengontrolan dari hasil
kondensasi adalah penting dan sebaiknya digunakan kondensat dengan berat
molekul rendah, karena kondensat dengan berat molekul tinggi tidak akan masuk
kedalam serat.
b. Drying
Pengeringan dari kain yang diimpregnasi harus sedemikian rupa sehingga tidak
terbentuk resin diantara rongga dan hanya pada permukaan saja. Selanjutnya
pengeringan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga distribusi pereaksi dalam
serat tidak terganggu ini berarti, bahwa air yang menguap dari dalam, bila tidak
maka materi yang larut dalam air akan terkondensasi pada permukaan. Jadi proses
pengeringan lambat harus dihindari, karena proses ini membawa resis ke
permukaan. Demikian pula penarikan berlebih selama penarikan akan
mempermudah cairan berpindah ke permukaan.
c. Pemanas awetan/Curring
Untuk mendapatkan hasil yang baik maka tahap pemanasan/curing harus
dikontrol dengan baik. Pada umumnya digunakan temperatur pemanasan ditentukan
oleh macam katalis yang digunakan, asam organik seperti asam tatrat memerlukan
sampai 2 menit pada suhu 160° C sesuai menurut tebal kainnya. Tujuan pokok dari
perlakukan panas adalah untuk mengawetkan sifat yang diinginkan, sehingga
bersifat lebih permanen. Pemanas awetan secara kering sering menghasilkan produk
yang geta. Oleh karena diperlukan proses pemanas awetan dengan uap. Dengan
demikian ketahanan terhadap gosokan dapat diperbesar juga.
Evaluasi akhir
(Kekakuan kain dan penambahan berat)
V. RESEP
5.1.Resep Tahan Kusut
- Resin Reaktan : 15, 30, 45 g/L
- Katalis : 10 %
- WPU : 60-70%
- Drying :100 oC
- Curing :160 o C
- Waktu : 2 menit
5.2. Resep Pencucian
- Pembasah : 1 ml/L
- Waktu : 10 menit
- Suhu : 60°C
VI. PERHITUNGAN
Perhitungan Resep Penyempurnaan
1) Resin 15 g/L
15
Resin = 1000 x 100 = 1,15 gram
10
Katalis = 1000 x 1,5 = 0,15 gram
2) Resin 30 g/L
30
Resin = 1000 x 100 = 3 gram
10
Katalis = 1000 x 3 = 0,3 gram
Perhitungan Pencucian
1
Pembasah = 1000 x 100 = 0,1 ml
2. % Mengkeret kain
2) Resin 30 g/L
Panjang Awal − Panjang Akhir
% Mengkeret Kain Lusi = x 100%
Panjang Awal
10 cm −9,7 cm
= x 100% = 3 %
10 cm
3) Resin 45 g/L
Panjang Awal − Panjang Akhir
% Mengkeret Kain Lusi = x 100%
Panjang Awal
10 cm −9,7 cm
= x 100% = 3 %
10 cm
XI. DISKUSI
Pada praktikum ini kita menggunakan resin reaktif yang mana merupakan salah satu
dari jenis resin reaktan siklik. Keunggulan dari resin ini adalah karna ia merupakan resin
reaktan, maka ia lebih mudah bereaksi dengan serat dibanding dengan dirinya sendiri
sehingga akan mengurangi agregat pada larutan resin. Karna molekulnya berbentuk siklik
sehingga tahan terhadap klor dan lebih stabil, tetapi kekurangannya tidak tahan gosok
Proses penyempurnaan anti kusut biasanya dilakukan pada jenis kain yang mudah
mengalami kekusutan, diantaranya adalah kain yang terbuat dari serat yang bersifat
hidrofilik atau menyukai air. Sifat hidrofilik dapat menyebabkan kain mudah untuk
menyerap air karena banyaknya daerah amorf pada serat dibandingkan dengan jumlah
daerah kristalin yang berfungsi untuk memperkuat serat. Karena proses anti kusut
dilakukan untuk memperbaiki serat yang bersifat hidrofilik, maka proses ini sangat cocok
untuk diaplikasikan pada serat alam yang bersifat hidrofilik. Beberapa kain yang berasal
serat alam yang biasa dilakukan proses penyempurnaan anti kusut adalah kain kapas, kain
rayon, kain campuran kapas-rayon, ataupun kain campuran antara serat alam dan serat
kain kapas. Masing-masing kain contoh uji akan dilakukan proses penyempurnaan
anti kusut dengan resin. Resin tersebut akan berpolimerisasi dan membentuk ikatan silang
(crosslinking) dalam serat sehingga menyebabkan kain akan lebih kaku dan tidak mudah
kusut. Selain itu bahan lain yang digunakan pada proses penyempurnaan anti kusut adalah
katalis yang berfungsi untuk memepercepat reaksi polimerisasi hingga batas waktu
Berdasarkan hasil percobaan penyempurnaan anti kusut terhadap kain contoh uji
perbedaan hasil yang lumayan signifikan . Variasi yang dilakukan dibagi menjadi 3
variasi pada masing- masing kain kapas, dimana setiap kain kapas diproses dengan
konsentrasi resin anti kusut sebanyak 15 g/l, 30 g/l, 45 g/l dan satu buah sampel blanko.
Kemudian setiap kain contoh uji dilakukan evaluasi untuk mengidentifikasi ketahanan
kusut pada kain dengan metode CRA (Crease Recovery Angle) yang berfungsi untuk
Grafik CRA
130
125
120
115
110
105
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
Hasil yang diperoleh dari evaluasi dengan metode CRA pada kain kapas adalah setiap
contoh uji menghasilkan perbedaan sudut kembali yang signifikan, dimana kain contoh
uji blanko yang tidak diberi resin anti kusut menghasilkan sudut kembali yang paling kecil
yaitu 98,5° pada bagian lusi dan 94,5° pada bagian pakan, kemudian pada
kain kapas dengan konsentrasi resin 15 g/L yaitu 119,5° pada bagian lusi dan 110,5° pada
bagian pakan, lalu pada kain kapas dengan konsentrasi resin 30 g/L yaitu 120° pada bagian
lusi dan 117,5° pada bagian pakan, dan pada kain kapas dengan konsentrasi resin 45 g/L
yaitu 129° pada bagian lusi dan 125° pada bagian pakan.
Dapat dilihat bahwa hasil yang menunjukkan sudut lipatan CRA yang paling bagus
terdapat pada konsentrasi resin 45 g/l. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi resin anti kusut yang digunakan pada kain kapas maka akan menghasilkan
ketahanan kusut yang semakin tinggi karena kekakuan kain akan semakin meningkat. Hal
itu disebabkan adanya reaksi pembentukkan ikatan silang dari resin jenis reaktan dengan
serat lebih besar daripada pembentukan polimer dari zat itu sendiri, sehingga semakin
banyak resin yang terfiksasi dalam serat menyebabkan semakin banyak pembentukkan
ikatan silang dengan serat sehingga serat semakin terikat dan molekul serat banyak yang
terlapisi oleh resin sehingga menjadi stabil. Apabila terjadi lipatan pada kain maka
molekul serat mempunyai kecenderungan untuk kembali ke bentuk semula sehingga kain
tidak mudah kusut. Resin tersebut akan meningkatkan elastisitas serat dan mengikat
selulosa dalam serat sehingga kedudukan molekul serat lebih stabil sehingga serat mampu
kembali ke bentuk semula setelah mengalami kekusutan. Kenaikan sudut kembali terjadi
karena pada saat pemanas awetan terjadi polimerisasi dari resin membentuk ikatan silang
antara resin dengan serat seulosa sehingga mengurangi kecenderungan serat untuk saling
menggelincir. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena semakin banyaknya ikatan silang
yang terbentuk antar serat, dimana terbentuknya ikatan silang pada permukaan dan bagian
amorf serat ini memberikan ikatan yang melapisi permukaan serat dan menaikkan sifat
Selain diperoleh hasil CRA pada praktikum kali ini didapatkan evaluasi % mengkeret
kain. Hasil % mengkeret yamg diperoleh pada praktikum kali ini sangat signifikan pada
bagian lusi tetapi pada bagian pakan menghasilkan % mengkeret kain yang sama. Hasil
% kain pada kain kapas dengan konsentrasi resin 15 g/L yaitu 5% pada bagian lusi dan
1% pada bagian pakan, lalu pada kain kapas dengan konsentrasi resin 30 g/L yaitu 3%
pada bagian lusi dan 1% pada bagian pakan, dan pada kain kapas dengan konsentrasi resin
45 g/L yaitu 1% pada bagian lusi dan 1%° pada bagian pakan. Hal ini menunjukkan bahwa
hasil yang menunjukkan % mengkeret kain yang paling bagus terdapat pada konsentrasi
resin 45 g/l. Perubahan pada sudut kembali kain setelah mengalami kekusutan ini
menunjukkan bahwa resin dapat memberikan sifat ketahanan kusut pada kain, sehingga
akan mengurangi mengkeret ataupun mulur pada kain. Disamping itu penggunaan katalis
pun akan mempengaruhi keberhasilan dari percobaan ini karena katalis akan
mempengaruhi laju reaksi kimia tanpa mengalami perubahan reaksi kimia. Dan hal yang
tidak kalah penting pada proses penyempurnaan anti kusut adalah proses curing yang
dilakukan pada suhu tinggi antara 150°C-170°C yang berfungsi untuk mereaksikan resin
didapatkan lipatan CRA yang paling bagus dengan sudut 129° pada bagian lusi dan pada
bagian pakan sebesar 125°, dan didapatkan % mengkeret terbaik pada konsentrasi 45 g/l