Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM PENYEMPURNAAN 1

PENYEMPURNAAN TAHAN KUSUT DAN MENGKERET PADA KAIN KAPAS

DENGAN VARIASI RESIN

diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Penyempurnaan 1 dengan Dosen

Pengampu:

Dosen : - Wulan Safrihartini, S.ST.,MT

- Brilyan M.R.R., S.ST

- Lestari W., S.Pd, M.Tr

Disusun oleh :

Kelompok 1

Fahrina Azzahra Putri Sabila (22420038)

Karina Azzahra Indah (22420039)

Wildan Adytia (22420040)

Syahla Andini Putri (22420044)

Salsa Aulia Nuraini (22420046)

Kelas : 2K2

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2024
JUDUL PRAKTIKUM : Proses penyempurnaan tahan kusut dan mengkeret pada
kain kapas dengan menggunakan variasi resin.
PRAKTIKUM KE- :5
TANGGAL PRAKTIKUM : Jum’at, 15 Maret 2024

I. MAKSUD DAN TUJUAN


1.1. Maksud
Untuk memberikan kenampakan dari proses penyempurnaan anti kusut pada
kain kapas terhadap sudut kembali dari lipatan pada kondisi blanko, dengan pencucian
variasi resin dengan metode pad-dry-curing.
1.2. Tujuan
- Mempelajari, mengetahui dan memahami mekanisme proses penyempurnaan tahan
kusut dan mengkeret pada kain kapas dengan menggunakan variasi resin.
- Menganalisis dan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses
penyempurnaan tahan kusut dan mengkeret.
- Menganalisa serta mengevaluasi hasil praktikum dengan melakukan pengujian
terhadap contoh uji melalui uji Crease Recovery Angle.

II. DASAR TEORI


2.1 Serat Kapas
Kapas yang merupakan jenis serat selulosa. Penampang melintang dari serat
kapas tidak beraturan yaitu seperti ginjal. Bentuk penampang melintang seperti itu
membuat hasil pewarnaan pada permukaan jadi memiliki daya kilap yang kurang,
akan tetapi bentuk seperti itu memberikan daya penutup kain yang lebih besar.

Gambar 1. Struktur Molekul Serat Selulosa


Struktur molekul diatas tersusun dari molekul selulosa yang merupakan
pengulangan dari a-anhidroglukosa. Pada serat kapas diatas memiliki gugus hidroksil
(-OH) yang memberikan sifat penyerapannya terhadap air. Meskipun demikian,
selulosa yang banyak mengandung gugus hidroksil dapat bersifat tidak larut didalam
air. Hal tersebut dimungkinkan karena berat molekul selulosa yang sangat besar, juga
karena terjadinya ikatan hidrogen antar molekul selulosa yang mempersukar kelarutan
selulosa didalam air.
Gugus hidroksil tersebut selain dapat menarik gugus hidroksil dari molekul
lainnya, juga dapat menarik gugus hidroksil air. Hal tersebut membuat serat yang
mengandung banyak gugus hidroksil akan mudah menyerap air sehingga serat tersebut
memiliki moisture regain yang tinggi. Dengan kemudahan molekul air terserap
kedalam serat, menyebabkan serat mudah menyerap zat warna yang berbentuk pasta
atau larutan. Pereaksi-pereaksi oksidasi, asam dan alkali kuat dengan disertai oksigen
dari udara pada umumnya akan menyerang bagian atom oksigennya dan
memutuskannya, sehingga panjang molekulnya lebih pendek, yang berarti menurunkan
kekuatan seratnya.

2.2. Resin
Penyempurnaan resin termasuk penyempurnaan secara kimia. Pada
penyempurnaan ini digunakan resin sintetik, yaitu senyawa organik yang rumit dan
mempunyai berat molekul yang tinggi. Resin tidak hanya dapat digunakan untuk
memperbaiki ketahanan kusut tetapi juga stabilitas dimensi bahan, sehingga
mengurangi mengkeret dalam pencucian. Resin dapat digunakan untuk membuat kain
menjadi kaku secara permanen dan dapat pula memberikan sifat thermoplastik yang
memungkinkan diperolehnya efek penyempurnaan mekanik seperti luster candering,
embossing dan sebagainya. Pada waktu penemuan proses penyempurnaan tahan kusut,
resin sintetik yang banyak dipakai adalah hasil kondensasi urea dan formaldehida.
Kemudian digunakan resin melamin formaldehid. Kedua resin tersebut memiliki
beberapa kelemahan sehingga tidak banyak lagi digunakan. Pada proses
penyempurnaan resin harus dibentuk didalam serat, karena resin pada permukaan akan
menyebabkan kekakuan bahan yang tinggi. Resin terbentuk apabila sejumlah molekul-
molekul sederhana dengan berat molekul rendah bergabung membentuk molekul yang
jauh lebih panjang, baik linier maupun siklik. Resin yang termasuk dalam termosetting
adalah resin yang bertendendensi untuk membentuk polimer tinggi pada pemanasan.
Resin termosetting kecil sekali sehingga dapat menerobos masuk kebagian amorf dari
selulosa yang selanjutnya dengan pemanas awetan akan berkembang menjadi resin
yang tidak larut di dalam amorf dari selulosa. Keadaan ini menyebabkan kain selulosa
kekakuannya sedikit walaupun dikerjakan dengan resin termosetting berkosentrasi
tinggi. Resin reaktan adalah resin yang berkecenderungan untuk bereaksi dengan grup
hidroksil dari selulosa membentuk ikatan silang. Resin ini kecil sekali atau tidak
berkecenderungan membentuk gel apabila dipanaskan pada suhu tinggi. Antara resin
reaktan dan serat poliester tidak akan terjadi reaksi pelapisan (coating) oleh resin
termosetting. Contoh resin yang banyak digunakan untuk penyempurnaan tekstil.

2.3. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi laju reaksi kimia tanpa mengalami
perubahan reaksi kimia dan pada umumnya berupa asam atau snyawa lain yang dapat
melepaskan asam pada suhu tinggi. Katalis sebenarnya mengambil bagian dalam
reaksi kimia dengan menggabungkan diri dengan salah satu atau lebih reaktan pada
suatu tahapan reaksi. Senyawa gabungan reaktan dengan katalis itu kemudian
terdekomposisi kembali dan melepaskan kembali dalam bentuk semula.
Penggunaan katalis pada penyempurnaan resin dimaksudkan untuk menambah
derajat reaksi sehingga proses polimerisasi resin dapat berjalan lebih cepat. Katalis
merupakan donor proton untuk mendorong terjadinya reaksi polimerisasi dari gugus
metilol dengan gugus-gugus –OH dari selulosa dengan tidak menurunkan stabilitas
larutan prakondensat. Larutan prakondensat akan lebih stabil bila katalis yang
digunakan tidak dalam bentuk asam bebas tetapi sebagai garam dari basa lemah dan
asam kuat yang tetap stabil dalam larutan pada suhu kamar, tetapi dapat melepaskan
asam pada suhu tinggi, misalnya ammonium sulfat, seng nitrat dan magnesium klorida.
Ktalisator asam laten dapat dipisahkan dalam tiga golongan, yaitu:
1) Garam amonium
Golongan ini terdiri dari:
- Amonium dihidrogen fosfat
- Diamonium fosfat
- Amonium Sulfat
- Amonium Klorida
2) Garam logam yang larut dalam air, antara lain:
- Seng klorida
- Seng nitrat
- Magnesium klorida
- Alumunium Sulfat
3) Garam Amonium Organik
Umumnya dari turunan alkohol amina dihidroklorida misalnya 2 amino-
2 metil propanol- 1 hidroklorida. Pada proses penyempurnaan tekstil, biasanya
pemilihan katalis tergantung dari jenis keraktifan resin, jenis serat, kondisi
pemanasawetan, sifatsifat yang diinginkan pada bahan, dan pengaruhnya
terhadap derajad putih atau warna bahan. Sedangkan banyaknya katalis yang
diperlukan tergantung dari jenis yang digunakan. Penggunaan katalis yang
berlebihan dapat mengakibatkan hidrolisis selulosa pada serat. Sedangkan
penggunaan katalis yang kurang, maka resin tidak dapat berpolimerisasi dengan
sempurna dengan serat.

2.4. Penyempurnaan Tahan Kusut


Penyempurnaan anti kusut merupakan suatu proses pemberian resin anti kusut yang
bersifat permanen pada kain tertentu untuk keperluan tertentu. Proses penyempurnaan anti
kusut merupakan salah satu proses penyempurnaan tekstil menggunakan resin yang juga
memberikan sifat tahan kusut, kestabilan dimensi, dan lain sebagainya. Pada umumnya
resin merupakan kondensasi aminoplast yang terjadi dasri reaktanreaktan nukleofil,
senyawa NH dan senyawa karbonil. Ditinjau dari segi molekulnya,resin terdiri dari
molekul-molekul komplek yang pada kondisi tertentu akan bergabung satu sama lain
membentuk molekul yang sama berbentuk linier atau siklik. Dengan adanya kemampuan
membentuk molekul besar diantara rantai molekul, maka rantai molekul serat seakan-akan
diikat satu sama lain pada posisi tertentu sehingga kedudukannya tidak mudah berubah lagi.
Proses penyempurnaan resin secara umum meliputi proses persiapan kain, persiapan
larutan resin, rendam peras, pengeringan, pemanas awetan, dan pencucian.

2.4.1. Aplikasi Resin Pada Proses Penyempurnaan Tahan Kusut


Resin untuk penyempurnaan tahan kusut tidak digunakan dalam bentuk
polimernya, melainkan dalam bentuk prakondensat, yaitu hasil reaksi polimerisasi
kondensasi setengah jalan antara monomer-monomer penyusun resin, yang memiliki
ukuran cukup kecil untuk berpenetrasi masuk melalui poripori ke bagian dalam serat,
yaitu bagian amorf. Pada saat pemanasawetan prakondensat dari jenis reaktan akan
bereaksi membentuk ikatan-silang dengan rantai molekul serat dan menjadi bagian dari
polimer serat, sedangkan prakondensat dari jenis self-crosslinking (swa-ikat-silang)
membentuk polimer tiga-dimensi yang mengisi ruang antar rantai molekul pada bagian
amorf dan mencegah pergeseran relatif rantai molekul dengan cara menutup ruang
geraknya (blocking). Prakondensat resin biasanya tersedia dalam bentuk larutan bening
agak kental, dan pada umumnya memiliki masa simpan/pakai 6 bulan bila disimpan
dengan cara yang baik. Penyimpanan yang kurang baik dapat mengakibatkan
kerusakan pada prakondensat, yang ditandai dengan perubahan pada viskositas dan
sifat alirnya (mengental dan bahkan mengeras) serta timbulnya warna, dan mengurangi
masa pakainya. Tahap aplikasi resin untuk penyempurnaan tahan kusut (dan
kebanyakan proses penyempurnaan cara kontinyu pada umumnya) adalah seperti
berikut:
RENDAM - PADDING – DRYING – CURING

a. Rendam-Padding
Campuran perendam ini terdiri dari dua komponen yaitu resin anti kusut
(Suntex Resin MF) dan katalis (DAP). Pereaksi untuk kondensat dapat dipakai
menurut dua cara, yaitu sebagai pereaksi yang belum terkondensasi atau sebagai
kondesat awal. Penggunaan pereaksi yang belum terkondensasi memiliki
kekurangan-kekurangan, formaldehid adalah sangat reaktif dan sangat mudah
menguap,sehingga pengguanaan dalam jumlah yang banyak akan memperbesar
berat molekul dan sebagian menguap secara kontinyu. Oleh karena itu pemakaian
sebagai kondensasi awal akan lebih menguntungkan. Pengontrolan dari hasil
kondensasi adalah penting dan sebaiknya digunakan kondensat dengan berat
molekul rendah, karena kondensat dengan berat molekul tinggi tidak akan masuk
kedalam serat.

b. Drying
Pengeringan dari kain yang diimpregnasi harus sedemikian rupa sehingga tidak
terbentuk resin diantara rongga dan hanya pada permukaan saja. Selanjutnya
pengeringan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga distribusi pereaksi dalam
serat tidak terganggu ini berarti, bahwa air yang menguap dari dalam, bila tidak
maka materi yang larut dalam air akan terkondensasi pada permukaan. Jadi proses
pengeringan lambat harus dihindari, karena proses ini membawa resis ke
permukaan. Demikian pula penarikan berlebih selama penarikan akan
mempermudah cairan berpindah ke permukaan.
c. Pemanas awetan/Curring
Untuk mendapatkan hasil yang baik maka tahap pemanasan/curing harus
dikontrol dengan baik. Pada umumnya digunakan temperatur pemanasan ditentukan
oleh macam katalis yang digunakan, asam organik seperti asam tatrat memerlukan
sampai 2 menit pada suhu 160° C sesuai menurut tebal kainnya. Tujuan pokok dari
perlakukan panas adalah untuk mengawetkan sifat yang diinginkan, sehingga
bersifat lebih permanen. Pemanas awetan secara kering sering menghasilkan produk
yang geta. Oleh karena diperlukan proses pemanas awetan dengan uap. Dengan
demikian ketahanan terhadap gosokan dapat diperbesar juga.

2.4.2. Resin jenis reaktan


Resin yang dipergunakan pada percobaan ini adalah resin jenis reaktan yang
merupakan derivat metilol urea siklik yang mempunyai rumus bangun seperti pada
Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 2. Struktur Molekul Resin Jenis Reaktan Dimethylol-Dihydroksi -


Ethylena Urea,
Resin ini berbentuk cairan jernih dengan BD 1,19 dan sangat peka terhadap
panas dan. suasana asam. Resin ini dapat dilarutkan dalam air dengan berbagai per-
bandingan dan dapat disimpan sta bil sampai selama 1 tahun, tetapi resin ini hanya
stabil sampai beberapa jam saja bila ditambahi katalisator. Resin ini berpoli-
merisasi dan berikatan dengan se- rat selulosa pada suhu rendah dan dalam suasana
asam.
III. DIAGRAM ALIR
Diagram alir praktikum sebagai berikut :

Menyiapkan alat dan bahan yang akan


digunakan.

Menimbang zat sesuai kebutuhan.

Membuat larutan penyempurnaan kain keras.

Perendaman kain kapas pada larutan kanji


(PVAC dan PVA) didalam nampan.

Proses padding kain.

Proses drying 100℃

Proses Curing 150℃

Pencucian Air Panas

Proses Drying 100℃

Evaluasi akhir
(Kekakuan kain dan penambahan berat)

IV. ALAT DAN BAHAN


4.1. Alat-Alat
- Piala gelas 500 mL - Gunting
- Batang pengaduk - Penggaris
- Kompor - Alat pengukuran
- Mesin padder - Kekakuan
- Mesin stenter - Nampan plastik
Bahan
- Kain kapas
- Resin reaktan
- Katalis
- Air

V. RESEP
5.1.Resep Tahan Kusut
- Resin Reaktan : 15, 30, 45 g/L
- Katalis : 10 %
- WPU : 60-70%
- Drying :100 oC
- Curing :160 o C
- Waktu : 2 menit
5.2. Resep Pencucian
- Pembasah : 1 ml/L
- Waktu : 10 menit
- Suhu : 60°C

VI. PERHITUNGAN
Perhitungan Resep Penyempurnaan
1) Resin 15 g/L
15
Resin = 1000 x 100 = 1,15 gram
10
Katalis = 1000 x 1,5 = 0,15 gram

Air = 100 – 1,15 – 0,15 = 98,35 ml

2) Resin 30 g/L
30
Resin = 1000 x 100 = 3 gram
10
Katalis = 1000 x 3 = 0,3 gram

Air = 100 – 3 – 0,3 = 96,7 ml


3) Resin 45 g/L
45
Resin = x 100 = 4,5 gram
1000
10
Katalis = 1000 x 4,5 = 0,45 gram

Air = 100 – 4,5 – 0,45 = 95,05 ml

Perhitungan Pencucian
1
Pembasah = 1000 x 100 = 0,1 ml

Air = 100-0,1 = 99,1 ml

VII. FUNGSI ZAT


- Resin: sebagai bahan prakondesat yang berpolimerisasi membentuk ikatan silang
dalam serat sehingga serat saling berikat menyebabkan kain menjadi keras dan
kaku.
- Katalis : untuk mempercepat reaksi hingga batas tertentu.
- 𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 : untuk menghilangkan zat yang tidak berarti dengan serat.
- Pembasah : menghilangkan zat-zat yang tidak terfiksasi dipermukaan serat.

VIII. SKEMA PROSES


IX. CARA KERJA
1. Mempersiapkan alat dan bahan, hitung kebutuhan zat yang diperlukan.
2. Membuat larutan tahan kusut sesuai resep yang telah dihitung.
3. Rendam bahan kedalam larutan tahan kusut pada nampan.
4. Bahan dipad dengan WPU 70% dengan 2 dips 2 nips.
5. Lakukan drying 100℃ selama 2 menit.
6. Curing pada suhu 150℃ selama 2 menit.
7. Setelah curing dilakukan proses pencucian panas dan pembilasan dingin dan dilakukan
kembali drying hingga kain kering.
8. Lakukan evaluasi pada crease recovery angel.

X. DATA HASIL PERCOBAAN


Didapatkan hasil praktikum sebagai berikut :
Data Crease Recovery Angel (CRA)

Rata – Rata Sudut Rata – Rata Sudut


Konsentarsi Resin Lipatan Lusi Lipatan Pakan
Blanko 98,5° 94,5°
15 g/L 119,5° 110,5°
30 g/L 120° 117,5°
45 g/L 129° 125°

1. Data Mengkeret Kain


Konsentarsi Panjang Awal Panjang Panjang Awal Panjang
Resin Lusi Akhir Lusi Pakan Akhir Pakan
15 g/L 10 cm 9,5 cm 10 cm 9,9 cm
30 g/L 10 cm 9,7 cm 10 cm 9,9 cm
45 g/L 10 cm 9,7 cm 10 cm 9,9 cm

2. % Mengkeret kain

% Mengkeret kain dihitung dengan rumus :

Panjang Awal−Panjang Akhir


% Mengkeret Kain = x 100%
Panjang Awal
1) Resin 15 g/L
Panjang Awal − Panjang Akhir
% Mengkeret Kain Lusi = x 100%
Panjang Awal
10 cm −9,5 cm
= x 100% = 5 %
10 cm

Panjang Awal−Panjang Akhir


% Mengkeret Kain Pakan = x 100%
Panjang Awal
10 cm −9,9 cm
= x 100% = 1 %
10 cm

2) Resin 30 g/L
Panjang Awal − Panjang Akhir
% Mengkeret Kain Lusi = x 100%
Panjang Awal
10 cm −9,7 cm
= x 100% = 3 %
10 cm

Panjang Awal − Panjang Akhir


% Mengkeret Kain Pakan = x 100%
Panjang Awal
10 cm −9,9 cm
= x 100% = 1 %
10 cm

3) Resin 45 g/L
Panjang Awal − Panjang Akhir
% Mengkeret Kain Lusi = x 100%
Panjang Awal
10 cm −9,7 cm
= x 100% = 3 %
10 cm

Panjang Awal − Panjang Akhir


% Mengkeret Kain Lusi = x 100%
Panjang Awal
10 cm −9,9 cm
= x 100% = 1 %
10 cm

3. Tabel hasil proses pengujian

Kosentrasi CRA % Mengkeret Kain


Resin Lusi Pakan Lusi Pakan

15 g/l 119,5° 110° 5% 1%


30 g/l 120° 117,5° 3% 1%

45 g/l 129° 125° 1% 1%

XI. DISKUSI

Pada praktikum ini kita menggunakan resin reaktif yang mana merupakan salah satu

dari jenis resin reaktan siklik. Keunggulan dari resin ini adalah karna ia merupakan resin

reaktan, maka ia lebih mudah bereaksi dengan serat dibanding dengan dirinya sendiri

sehingga akan mengurangi agregat pada larutan resin. Karna molekulnya berbentuk siklik

sehingga tahan terhadap klor dan lebih stabil, tetapi kekurangannya tidak tahan gosok

pada hasil penyempurnaannya.

Proses penyempurnaan anti kusut biasanya dilakukan pada jenis kain yang mudah

mengalami kekusutan, diantaranya adalah kain yang terbuat dari serat yang bersifat

hidrofilik atau menyukai air. Sifat hidrofilik dapat menyebabkan kain mudah untuk

menyerap air karena banyaknya daerah amorf pada serat dibandingkan dengan jumlah

daerah kristalin yang berfungsi untuk memperkuat serat. Karena proses anti kusut

dilakukan untuk memperbaiki serat yang bersifat hidrofilik, maka proses ini sangat cocok

untuk diaplikasikan pada serat alam yang bersifat hidrofilik. Beberapa kain yang berasal

serat alam yang biasa dilakukan proses penyempurnaan anti kusut adalah kain kapas, kain

rayon, kain campuran kapas-rayon, ataupun kain campuran antara serat alam dan serat

sintetik seperti kain campuran kapas-poliester, kain rayon-poliester.


Pada percobaan penyempurnaan anti kusut kali ini jenis kain yang digunakan adalah

kain kapas. Masing-masing kain contoh uji akan dilakukan proses penyempurnaan

anti kusut dengan resin. Resin tersebut akan berpolimerisasi dan membentuk ikatan silang

(crosslinking) dalam serat sehingga menyebabkan kain akan lebih kaku dan tidak mudah

kusut. Selain itu bahan lain yang digunakan pada proses penyempurnaan anti kusut adalah

katalis yang berfungsi untuk memepercepat reaksi polimerisasi hingga batas waktu

tertentu dan mengendalikan reaksinya.

Berdasarkan hasil percobaan penyempurnaan anti kusut terhadap kain contoh uji

dengan berbagai variasi kosentrasi pengujian pada proses pengerjaannya, diperoleh

perbedaan hasil yang lumayan signifikan . Variasi yang dilakukan dibagi menjadi 3

variasi pada masing- masing kain kapas, dimana setiap kain kapas diproses dengan

konsentrasi resin anti kusut sebanyak 15 g/l, 30 g/l, 45 g/l dan satu buah sampel blanko.

Kemudian setiap kain contoh uji dilakukan evaluasi untuk mengidentifikasi ketahanan

kusut pada kain dengan metode CRA (Crease Recovery Angle) yang berfungsi untuk

melihat sudut kembali kain setelah mengalami kekusutan.

Grafik CRA
130

125

120

115

110

105
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

CRA LUSI CRA PAKAN

Hasil yang diperoleh dari evaluasi dengan metode CRA pada kain kapas adalah setiap

contoh uji menghasilkan perbedaan sudut kembali yang signifikan, dimana kain contoh

uji blanko yang tidak diberi resin anti kusut menghasilkan sudut kembali yang paling kecil
yaitu 98,5° pada bagian lusi dan 94,5° pada bagian pakan, kemudian pada

kain kapas dengan konsentrasi resin 15 g/L yaitu 119,5° pada bagian lusi dan 110,5° pada

bagian pakan, lalu pada kain kapas dengan konsentrasi resin 30 g/L yaitu 120° pada bagian

lusi dan 117,5° pada bagian pakan, dan pada kain kapas dengan konsentrasi resin 45 g/L

yaitu 129° pada bagian lusi dan 125° pada bagian pakan.

Dapat dilihat bahwa hasil yang menunjukkan sudut lipatan CRA yang paling bagus

terdapat pada konsentrasi resin 45 g/l. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi resin anti kusut yang digunakan pada kain kapas maka akan menghasilkan

ketahanan kusut yang semakin tinggi karena kekakuan kain akan semakin meningkat. Hal

itu disebabkan adanya reaksi pembentukkan ikatan silang dari resin jenis reaktan dengan

serat lebih besar daripada pembentukan polimer dari zat itu sendiri, sehingga semakin

banyak resin yang terfiksasi dalam serat menyebabkan semakin banyak pembentukkan

ikatan silang dengan serat sehingga serat semakin terikat dan molekul serat banyak yang

terlapisi oleh resin sehingga menjadi stabil. Apabila terjadi lipatan pada kain maka

molekul serat mempunyai kecenderungan untuk kembali ke bentuk semula sehingga kain

tidak mudah kusut. Resin tersebut akan meningkatkan elastisitas serat dan mengikat

selulosa dalam serat sehingga kedudukan molekul serat lebih stabil sehingga serat mampu

kembali ke bentuk semula setelah mengalami kekusutan. Kenaikan sudut kembali terjadi

karena pada saat pemanas awetan terjadi polimerisasi dari resin membentuk ikatan silang

antara resin dengan serat seulosa sehingga mengurangi kecenderungan serat untuk saling

menggelincir. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena semakin banyaknya ikatan silang

yang terbentuk antar serat, dimana terbentuknya ikatan silang pada permukaan dan bagian

amorf serat ini memberikan ikatan yang melapisi permukaan serat dan menaikkan sifat

kekakuan bahan pada saat dilakukan pengujian.


Grafik Mengkeret kain
6%
5%
4%
3%
2%
1%
0%
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

MENGKERET KAIN LUSI MENGKERET KAIN PAKAN

Selain diperoleh hasil CRA pada praktikum kali ini didapatkan evaluasi % mengkeret

kain. Hasil % mengkeret yamg diperoleh pada praktikum kali ini sangat signifikan pada

bagian lusi tetapi pada bagian pakan menghasilkan % mengkeret kain yang sama. Hasil

% kain pada kain kapas dengan konsentrasi resin 15 g/L yaitu 5% pada bagian lusi dan

1% pada bagian pakan, lalu pada kain kapas dengan konsentrasi resin 30 g/L yaitu 3%

pada bagian lusi dan 1% pada bagian pakan, dan pada kain kapas dengan konsentrasi resin

45 g/L yaitu 1% pada bagian lusi dan 1%° pada bagian pakan. Hal ini menunjukkan bahwa

hasil yang menunjukkan % mengkeret kain yang paling bagus terdapat pada konsentrasi

resin 45 g/l. Perubahan pada sudut kembali kain setelah mengalami kekusutan ini

menunjukkan bahwa resin dapat memberikan sifat ketahanan kusut pada kain, sehingga

akan mengurangi mengkeret ataupun mulur pada kain. Disamping itu penggunaan katalis

pun akan mempengaruhi keberhasilan dari percobaan ini karena katalis akan

mempengaruhi laju reaksi kimia tanpa mengalami perubahan reaksi kimia. Dan hal yang

tidak kalah penting pada proses penyempurnaan anti kusut adalah proses curing yang

dilakukan pada suhu tinggi antara 150°C-170°C yang berfungsi untuk mereaksikan resin

dan serat agar membentuk ikatan silang.


XII. KESIMPULAN
Pada praktikum kali ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan konsentrasi resin 45 g/l

didapatkan lipatan CRA yang paling bagus dengan sudut 129° pada bagian lusi dan pada

bagian pakan sebesar 125°, dan didapatkan % mengkeret terbaik pada konsentrasi 45 g/l

dengan 1% pada bagian lusi dan 1% pada bagian pakan.

XIII. DAFTAR PUSTAKA

Penyempurnaan, L. P. (t.thn.). Diktat Praktikum Penyempurnaan 1. Bandung: Sekolah


Tinggi Teknologi Tekstil.

Soeparman, S. D. (2018). Teknologi Penyempuraan Tekstil. Bandung: Institut Teknologi


Tekstil.

Noerati, Gunawan, Ichwan, M., & Sumihartati, A. (2013). Teknologi Tekstil.


Suprapto, Agus. 2005. Teknologi Persiapan dan Penyempurnaan. Bandung: Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil.
Noerati. 2017. Bahan Ajar Serat Tekstil 1. Bandung: Politeknik STTT Bandung.
Suliyanthini, Dewi. 2016. Ilmu Tekstil. Jakarta
Hitariyat, N. M. Susyami, dkk. 2005. Bahan Ajar Praktek Teknologi Penyempurnaan
Kimia. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Hitariyat, N. M. Susyami. 2017. Teknologi Penyempurnaan I. Bandung : Politeknik
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Anda mungkin juga menyukai