Anda di halaman 1dari 6

PENYEMPURNAAN KAIN KERAS RESIN PVAc

I. MAKSUD DAN TUJUAN


1.1 Maksud
Mempelajari bagaimana mekanisme proses penyempurnaan kain pada kain
poliester dengan menggunakan resin PVAc

1.2 TUJUAN
1. Memberikan keras pada kain poliester
2. Mengetahui mekanisme penyempurnaan kain keras pada kain poliester
3. Mengetahui pengaruh penggunaan resin terhadap hasil penyempurnaan lipatan
permanen pada kain yang berbeda

II. DASAR TEORI


2.1 POLIESTER
Serat polyester adalah serat sintetik yang terbentuk dari molekul polimer
poliester linear dengan susunan paling sedikit 85% berat senyawa dari dihidroksi
alkohol dan asam tereftalat. Poliester merupakan polimer yang diperoleh dari reaksi
senyawa asam dan alkohol. Serat polyester merupakan serat yang popular diantara
serat lainnya karena sifat mudah penanganannya (ease of care), bersifat cuci-pakai
(wash and wear), tahan kusut, mempunyai kekuatan yang baik, elastis, awet,
ketahanan terhadap zat-zat kimia, mikrobiologi, tahan panas yang baik dan lain-lain.
Keuntungan yang dimiliki pada serat polyester sukar dikotori oleh kotoran yang larut
dalam air dan juga cepat kering. Selain sifatnya yang baik dan keuntungan tersebut,
serat polyester mempunyai kekurangan yaitu sifatnya sangat hidrofob dengan
kandungan air (moisture regain) kurang lebih 0,4 %, sifatnya keras dan kaku
sehingga perlu dilakukan proses penyempurnaan untuk memperoleh sifat yang lebih
baik serta meningkatkan kenyamanan dalam pemakaian, sukar dicelup dan mudah
menimbulkan listrik statik. Poliester lebih mudah menimbulkan listrik static
dibandingkan dengan serat-serat lain yang bersifat peka terhadap panas. Listrik statis
tersebut bersifat mudah menarik bulu halus pada permukaan pakaian, sehingga kain
yang berwarna tua, sukar untuk lebih rapi atau bersih. Kain-kain poliester yang baru
masih sering mengandung zat anti statik, tetapi zat tersebut dapat hilang saat
pencucian. Kekuatan polyester dalam keadaan basah hampir sama dengan keadaan
saat kering. Kekuatan polyester tinggi disebabkan oleh proses peregangan dingin
pada waktu pemintalannya akan menyebabkan terjadinya pengkristalan molekul
dengan baik, sehingga berat molekunya akan tinggi. Poliester memiliki sifat yang
khas, yaitu dalam pengerjaan dengan larutan kaustik soda bagian kulitnya akan larut,
sehingga diperoleh kain, benang atau serat yang lebih tipis dengan tidak mengubah
serat secara hebat. Pengerjaan ini membuat kain polyester mempunyai sifat
pegangan seperti sutera. Pada umumnya kehilangan berat sebesar 5% dianggap
cukup baik. Serat polyester pada umumnya tahan terhadap asam maupun basa yang
lemah, tetapi kurang tahan terhadap basa kuat dan dapat dikelantang dengan zat
pengelantangan kapas.

Penampang Membujur Penampang Melintang

Sifat Fisika Serat Polyester

 Sifat Kimia Poliester


Sifat kimia dari serat poliester diantaranya :
1. Tidak tahan terhadap alkali kuat
2. Dalam larutan alkali panas terjadi pengikisan permukaan, digunakan untuk
proses pengurangan berat
3. Tahan terhadap asam
4. Bersifat hidrofob, dicelup dengan zat warna hidrofob; zat warna dispersi
5. Poliester dapat larut dalam metakresol panas dan akan menggelembung
dalam 2% larutan sama benzoate dan asam salisilat.

2.2 Penyempurnaan Kain Keras


Untuk tujuan tertentu dibutuhkan kain yang mempunyai pegangan lembut,
pada kasus lain kadang diperlukan kain dengan pegangan/penampakan kaku dan
diberi zat pengisi sehingga dapat menaikkan beratnya. Kadang orang melakukan
penyempurnaannya dengan menggabungkan keduanya dalam satu proses sehingga
didapatkan kain yang kaku sekaligus padat berisi. Penyempuranaan kain keras
biasanya dibuat untuk pembuatan kain kerah atau untuk lingkaran tangan .Ada
beberapa faktor terpenting baik buruknya kain seperti kain kemeja ialah dapat atau
tidaknya mempertahankan terus keindahan bentuk leher baju ataupun kerah kemeja
tersebut , bukan saja keadaan pada waktu penjahitan baru selesai tetapi juga
keadaan setelah dipakai dan dicuci berulang ulang.
Pengkakuan atau pemberatan bahan tekstil dapat divariasikan tanpa batas
dan memungkinkan untuk menaikkan berat hingga 200-300% meskipun hal ini
menggunakan bahan-bahan tertentu. Pada awalnya proses penyempurnaan tersebut
hanya untuk menaikkan berat kain, saat ini pada umunya digunakan untuk bahan
yang berhubungan dengan pakaian jadi yang penggunaannya tiap hari dan harus
tahan pencucian berulang. Hal tersebut sesuai dengan permintaan masyarakat
selaku pemakai langsung produk pakaian jadi tersebut.
Pada suatu waktu, cara yang banyak digunakan untuk pembuatan kain keras
adalah dengan bahan kapas. Jika permintaan kain pelapis kerah (interlining) yang
tdak tahan cuci biasa dipakai kanji, akan tetapi sekarang penggunaan kanji tidak
popular adalah kain keras dengan sifat semi kak. Disini terjadi peningkatan terhadap
bahan dari jenis serat kapas yang dapat menahan kaku dan menjadi lunak pada saat
pencucian.
Pada awalnya metoda yang digunakan adalah dengan melewatkan kain kapas
dengan ukuran tertentu pada larutan asam sulfat konsentrasi tinggi, kemudian
dengan segera kain dilewatkan pada air dingin dan dicuci untuk mnahan aksi
selanjutnya pada kapas. Dengan cara tersebut serat kapas telah menjadi kaku dan
tahan pencucian, akan tetapi proses seperti ini berbahaya dan juga harus dikontrol
dengan cermat kondisi waktu, suhu dan konsentrasi asamnya.
Kekakuan yang dihasilkan dengan penggelatinan pada permukaan serat
membuat serat kapas mudah dicuci pada air dingin karena kain tersebut akan lemas,
dan pada pengeringan menjadi keras kembali. Kekakuan tersebut diperoleh dengan
menutup permukaan serat kapas dengan cara pelapisan. Sejak lapisan tersebut
bergabung dengan serat kapas dan melekat sehingga menghasilkan efek kaku dan
tidak berubah pada pencucian berulang.
Prinsip pembuatan kain keras untuk lapis dari kain kapas dapat dilakukan
dengan jalan rendam peras dalam larutan kondensat resin. Resin yang dapat
digunaklan dapat berasal dari suatu macam jenis resin atau penggabungan antara
dua jenis yang berbeda.

2.3 Penggunaan Resin Sintetik Untuk Pembuatan Kain Keras


Cara lain untuk menghasilkan kain keras adalah dengan cara
mengimpreganasikan bahan pada larutan atau disperse zat yang dapat
berpolimersasi jika serat dikeringkan dan dipanaskan pada suhu yang sesuai dan
menghasilkan polimer yang kuat dan kaku.
Resin sintetik adalah salah satu zat yang mampu diaplikasikan pada serat
untuk pertama kali dari larutan atau disperse. Resin yang berbahan dasar
formaldehida dan urea melamin adalah yang paling banyak dipasarkan oleh
perusahaan pembuat zat pembantu tekstil. Formaldehida dan melamin sering disebut
sebagai pra-kondensat yang akan berubah menjadi resin yang tidak larut (stabil) jika
dipanaskan pada suhu yang sesuai. Ukuran partikel pra-kondensat harus cukup
besar untuk menjamin dapat tersebar di permukaan serat dan tidak berpenetrasi ke
serat. Susunan tersebut adalah cara yang mudah digunakan untuk mengkakukan
serat.
Resin sintetik dapat juga digunakan bersama-sama dengan kanji atau zat lain
yang dapat digunakan untuk mengeraskan/membuat kain menjadi kaku, tetapi
mudah hilang dalam pencucian.
Bahan diimpregnasikan dengan pasta kanji yang telah dtambahkan resin pra-
kondensat lalu dikeringkan dan dipanasawetkan pada suhu 150⁰C selama 2 menit,
beberapa ada yang membutuhkan waktu yang cepat untuk mengkakukan bahan.
Kanji yang ditopang resin menjadi tidak larut, sedikit tahan dalam pencucian dan
hasilnya cukup permanen. Metoda ini kadang-kadang digunakan untuk
penyempurnaan kain keras yang tahan air.

2.4 Hubungan Resin Dengan Struktur Serat


Pada proses penyempurnaan, resin harus terbentuk didaalm serat karena resin
pada permukaan akan menyebabkan kekakuan bahan yang tinggi. Resin terbentuk
bila sejumlah molekul-molekul sederhana dengan berat molekul rendah bergabung
dengan molekul yang jauh lebih panjang, baik linier maupun siklik. Pada saat
berlangsungnya reaksi penggabungan (polimerisasi) dapat terbentuk cabang-cabang
atau ikatan-ikatan silang.

Agar polimer terbentuk di dalam serat mula-mula serat direndam peras dalam
larutan monomer resin atau molekul-molekul resin yang ukurannya masih kecil
(prakondensat) sehingga memungkinkannya masuk kedalam serat. Setelah itu
pembentukan resin dapat dilanjutkan dengan memberikan kondisi polimerisasi yang
sesuai.

2.5 Prakondensat
Saat ini banyak prakondensat yang telah diprodiksi oleh pabrik-pabrik kimia
dengan berbagai nama dagang misalnya turunan dari urea, etilena urea, triazon dan
hidroksietilena urea. Resin untuk penyempurnaan tekstil dapat digolongakan
kedalam dua kelompok sebagai berikut :
1. Resin self crosslinking misalnya dimetilol urea (DMEU)
2. Reaktan, misalnya dimetiloldihidroksietilena urea (DMDHEU)
Reaksi yang terjadi pada kondensat atau polimerisasi resin adalah :

Pembentukan Jembatan Metilen


N-CH2OH + HN-CH2OH  N-CH2-N-CH2OH + H2O
Pembentukan Jembatan Eter
N-CH2OH + CH2OH-N  N-CH2-O-CH2-N + H2O
Penbentukan Jembatan Metilen dengan Pengeluaran Air dan Formaldehid
N-CH2OH + CH2OH-N  N-CH2-N + 2H2O
Disamping terjadi ikatan yang membentuk resin, resin tersebut juga mengikat
gugus hidroksil serat membentuk jembatan eter. Dengan demikian resin dapat
menghubungkan rantai-rantai molekul selulosa yang berdekatan sehingga terjadi
ikatan silang antar molekul selulosa melalui jembatan resin.

2 sell-OH + OH-CH2-resin-CH2-OH  sell-O-CH2-resin-CH2-O-sell + 2H2O

Kain yang disempurnakan dengan zat ini mempunyai sifat kain keras yang
baik. Senyawa-senyawa tersebut pada umumnya memiliki dua gugus hidroksil
sehingga bersifat bifungsional yang dapat membentuk ikatan silang dengan selulosa.
Kelompok self crosslinking cenderung berpolimerisasi sendiri dan mengisi ruang-
ruang antar molekul selulosa dengan resin yang sangat kompleks, tetapi hanya
sedikit membentuk ikatan silang.

2.6 Evaluasi
Kain dievaluasi kekakuan terhadap hasil pencelupan terhadap setiap
perubahan akibat penggunaan resin PVAc.

DAFTAR PUSTAKA

 S. Hendroyantopo, Dkk .Teknologi Penyempurnaan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil,


Bandung, 1998.
 Hitariyat N.M. Susyami, dkk. 2005. Bahan Ajar Praktek TEKNOLOGI PENYEMPURNAAN
KIMIA. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
 Soeparman, dkk, “Teknologi Penyempurnaan Tekstil”. Institut Teknologi Tekstil,
Bandung, 1997.

Anda mungkin juga menyukai