Anda di halaman 1dari 7

I.

Maksud dan Tujuan


1.1 Maksud
Agar praktikan dapat mengetahui dan memahami bagaimana cara
melakukan proses curing pada kain kapas dengan baik dan benar.

1. 2 Tujuan
1. Agar mampu mengetahui dan memahami tujuan dan mekanisme proses
curing pada kain kapas.
2. Mengetahui pengaruh variasi penggunaan suhu dalam proses curing
pada kain kapas.
3. Menganalisa dan mengevaluasi hasil proses curing pada kain kapas.

II. Teori Dasar


2.1 Serat Kapas
Serat kapas merupakan jenis serat selulosa (berasal dari tumbuhan) yang
dikenal sejak 1500 tahun SM, India adalah Negara tertua yang menggunakan
serat kapas. Serat kapas dibawa ke Mesir oleh Alexander Agung. Serat kapas
dihasilkan dari rambut biji tanaman yang termasuk dalam jenis Gossypium,
antara lain :
a. GossypiumArboreum ( berasal dari India )
b. GossypiumHerbaceum
c. GossypiumBarbadense (berasal dari Peru)
d. GossypiumHirsutum (berasal dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah dan
Kepulauan Hindia Barat)

Sifat kimia serat kapas :


 Tahan terhadap penyimpanan,pengolahan dan pemakaian yang normal.
 Kekuatan menurun oleh zat pengoksidasi, karena terjadi oksi selulosa,
biasanya dalam pemutihan berlebihan, penyinaran dalam keadaan lembab
atau pemanasan yang lama pada suhu diatas 1400C.
 Kekuatan menurun oleh zat penghidrolisa, asam dapat menyebabkan
terjadinya hidro-selulosa.
 Alkali berpengaruh sedikit terhadap serat, kecuali alkali kuat dengan
konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan penggelembungan serat.
 Kapas mudah diserang jamur dan bakteri dalam keadaan lembab dan
pada suhu hangat.

Sifat fisika serat kapas :


 Warna tidak putih tetapi kecoklat-coklatan.
 Kekuatan serat kapas dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat.
 Kekuatan dalam keadaan basah lebih kuat dari pada dalam keadaan
kering.
 Kekuatan mulur serat kapas 13-14% rata-rata 7%.
 Keliatan serat kapas relatif tinggi dibandingkan serat wol dan sutera.
 Mempunyai moistureregain 7-8%.
 Berat jenis 1.5-1.56.
 Indeks bias 1.58 dalam keadaan sejajar sumbu serat dan 1.53 melintang
pada sumbu.

Penampang serat kapas:


 Penampang melintang
Penampang melintang serat kapas berbentuk sangat bervariasi hampir
bulat tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal.
 Penampang membujur
Penampang membujur serat kapas berbentuk seperti pita terpuntir. serat
kapas dapat dilihat dari tebal tipisnya dinding serat,makin dewasa makin
tebal dinding seratnya, dimana lebih besar dari setengah lumennya. Serat-
serat yang belum dewasa kekuatannya rendah dan dalam pengolahan
menimbulkan banyak limbah, misalnya timbul nep yaitu sejumlah serat
yang kusut membentuk bulatan-bulatan kecil yang tidak dapat diuraikan
kembali.
Kain kapas yang digunakan dalam praktikum ini merupakan kain
tenun grey atau dengan kata lain kain ini mengalami proses pertenunan
sehingga disebut kain tenun. Kain grey adalah kain mentah yang masih
mengandung banyak kotoran kotoran baik berupa kotoran alam maupun
kotoran yang berasal dari luar. Kotoran alam adalah kotoran yang
timbul bersama tumbuhnya serat seperti malam, lemak/lilin, pigmen
dan lainnya. Kotoran luar adalah kotoran yang timbul karena proses
pengerjaan dari pengolahan serat sampai menjadi kain seperti noda
minyak, potongan daun, ranting, debu, dan kanji yang sengaja
ditambahkan sebelum pertenunan. Lemak, malam/lilindan kanji bersifat
menghalangi penyerapan larutan (hidrofob).
Kain grey kapas mengandung kotoran – kotoran baik berupa
kotoran alam maupun kotoran luar. Selain itu, terdapat pula kotoran
berupa bulu–bulu serat pada permukaannya sebagai akibat dari gesekan-
gesekan mekanik dan peregangan-peregangan pada waktu proses
pertenunan, bulu-bulu pada permukaan kain menyebabkan hasil
pencelupan warnanya kurang cerah dan pada pencapan menyebabkan
warna blobor dan motif kurang tajam. Kotoran–kotoran berbentuk bulu
tersebut terdapat pula pada kain grey rayon, wol, dan kain grey
campuran. Serat sutera mengandung kotoran alam berupa serisin.

2.2 Penyempurnaan Anti Mengkeret

Penyempurnaan anti mengkeet merupakan suatu proses pemberian resin


anti mengkeret yang bersifat permanen pada kain tertentu untuk
keperluan tertentu. Proses penyempurnaan anti mengkeret merupakan
salah satu proses penyempurnaan tekstil menggunakan resin yang juga
memberikan sifat tahan mengkeret, kestabilan dimensi, dan lain
sebagainya.
Pada umumnya resin merupakan kondensasi aminoplast yang terjadi dari
reaktan-reaktan nukleofil, senyawa NH dan senyawa karbonil. Ditinjau
dari segi molekulnya, resin terdiri dari molekul-molekul komplek yang
pada kondisi tertentu akan bergabung satu sama lain membentuk molekul
yang sama berbentuk linier atau siklik.

Dengan adanya kemampuan membentuk molekul besar diantara rantai


molekul, maka rantai molekul serat seakan-akan diikat satu sama lain
pada posisi tertentu sehingga kedudukannya tidak mudah berubah lagi.

Proses penyempurnaan resin secara umum meliputi proses persiapan


kain, persiapan larutan resin, rendam pereas, pengerinan, pemanas
awetan, dan pencucian.

Proses penyempurnaan resin secara umum meliputi proses persiapan


kain, persiapan larutan resin, rendam pereas, pengerinan, pemanas
awetan, dan pencucian.

a. Persiapan Kain

Hasil penyempurnaan resin tergantung pada distribusi resin yang


merata. Untuk itu diperlukan daya serap yang sama pada seluruh
bagian kain, sehingga pengerjaan berikut sebelum penyempurnaan
resin mempunyai arti yang penting:

 Pembakaran bulu
 Penghilangan kanji
 Pemasakan
 Pengelantangan
 Kostisasi atau merserisasi
 Pencucian
 Pengeringan

Kain yang sudah mengalami proses pengelantangan, baik daya


serapnya tetapi biasanya tertutup oleh lapisan tipis sabun alkali dan
dapat menghalangi penyerapan resin. Disamping itu, alkali dapat
mengurangi efisiensi katalis yang ditambahkan pada proses
penyempurnaan dan akan memberikan hasil yang tidak merata.
Pencucian dengan calgon dapat menghilangkan lapisan tipis itu atau
pembilasan dengan larutan asam encer. Khusus untuk selulosa
sebaiknya diperlakukan dalam keadaan menggelembung, untuk itu
kain dilewatkan dalam alkali encer (6-7 % soda kostik) dan kemudian
dibilas dengan air dan asam encer. Akhirnya untuk semua kain harus
diatur kelembabannya tetap dan seragam, bila didinginkan hasil yang
seragam pula.

b. Larutan penyempurnaan resin

Larutan penyempurnaan resin pada umumnya terdiri atas tiga


komponen sebagai berikut :

1. Prakondensat

2. Katalis

3. Zat – zat aditif seperti pelemas, pelembut atau senyawa-


senyawa tertentu untuk memperoleh efek tertentu.

Saat ini banyak prakondensat yang telah diproduksi oleh pabrik–


pabrik kimia dengan nama dagang misalnya turunan dari urea,
etilena urea, triazon dan hidroksietilena urea.

c. Pengeringan

Pengeringan dari kain yang diimpregnasi harus sedemikian rupa


sehingga tidak terbentuk resin diantara rongga dan hanya pada
permukaan saja.

Selanjutnya pengeringan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga


distribusi pereaksi dalam serat tidak terganggu ini berarti, bahwa air
yang menguap dari dalam, bila tidak maka materi yang larut dalam air
akan terkondensasi pada permukaan.

Jadi proses pengeringan lambat harus dihindari, karena proses ini


membawa resin ke permukaan. Demikian pula penarikan berlebih
selama penarikan akan mempermudah cairan berpindah ke
permukaan.

Silinder pengering lebih efisien dari pada penggunaan uap, hanya


saja lebar dan pegangan kain tak dapat dikontrol. Kontaminasi
permukaan silinder oleh zat warna atau hasil-hasil amino-aldehid dari
kain dapat menganggu.

Bila efek khusus diinginkan, misalnya pengelasuran (glazing) atau


pahatan (embossing), maka tahap ini harus dilaksanakan setelah
pengeringan , tetapi sebelum pemanggangan atau pemanas awetan
(curing). Temperatur pengeringan biasanya adalah antara 90 sampai
100 oC.

d. Pemanasan

Kondensasi akhir dari produk amino aldehida merupakan tahap


merupakan tahap penting penyempurnaan resin. Untuk mendapatkan
hasil yang baik maka tahap pemanasan/curing harus dikontrol
dengan baik. Pada umumnya digunakan temperatur pemanasan
ditentukan oleh macam katalis yang digunakan, asam organik seperti
asam tatrat memerlukan sampai 2 menit pada suhu 100 oC sesuai
menurut tebal kainnya. Tujuan pokok dari perlakukan panas adalah
untuk mengawetkan sifat yang diiginkan, sehingga bersifat lebih
permanen.

Pemanas awetan secara kering sering menghasilkan produk yang


getas, lebih-lebih untuk rayon. Oleh karena diperlukan proses
pemanas awetan dengan uap. Dengan demikian ketahanan terhadap
gosokan dapat diperbesar juga.
Daftar Pustaka

 Soeparman, Surdia, Budiarti, Hendrodyantopo.1973. Teknologi


Penyempurnaan. Bandung : ITT
 Soeparman, Dkk.1977. Teknologi Penyempurnaan Tekstil. Bandung :
Istitut Teknologi Tekstil

Anda mungkin juga menyukai