9,96−9,283
= 9,283
𝑥 100%
= 7,29%
V. Diskusi
Kain daya tahan air dengan proses uji hujan untuk memperlambat daya serap dan
daya penetrasi terhadap air. Kain uji masih tetap tembus udara. Biasanya dengan
pemilihan jenis serat dan konstruksi kain tertentu, kain dapat dibuat sifat anti hujan sesuai
yang diinginkan. Prinsip pengujiannya yaitu menyiram kain dengan air dengan diputa,r
selama waktu 10 menit. Kondisi pengujian dapat dilakukan berdasarkan standar yang kita
pakai karena setiap standar berbeda.
Dilihat dari perembesan kain hal tersebut ditunjukan dengan tidak adanya air yang
tertampung pada tabung alat uji bundessman rain tester. Hal tersebut menunjukkan
bahwa penyerapan kain rendah sehingga air tidak mudah masuk pada kain contoh uji
tersebut. Selain itu tidak terjadinya perembesan pada kain yang berarti kain tersebut
memiliki sifat tolak air yang tinggi.
VI. Kesimpulan
Pada hasil pengujian tahan air didapat persen penyerapan air pada contoh uji adalah
7,29% dan tidak terjadi perembesan pada kain contoh uji sehingga kain contoh uji tersebut
memiliki sifat tahan air yang tinggi.
Lampiran
PENGUJIAN DAYA SERAP TERHADAP KAIN BERBULU
71,63 − 43,579
= 𝑥100%
4,619
= 607,49 %
𝐻𝑎𝑛𝑑𝑢𝑘 1 + 𝐻𝑎𝑛𝑑𝑢𝑘 2
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
2
599,38% − 607,49%
= = 603,435%
2
V. Diskusi
Dari data pengamatan yang diperoleh, ternyata didapat waktu serap rata-rata selama
lebih dari satu menit ; dan kapasitas serapnya sebesar 603,435%. Pada uji daya serap ini,
kain yang diuji adalah kain jenis handuk dimana pada umumnya mempunyai kapasitas
serap yang besar sesuai dengan fungsinya yaitu untuk menyerap air. Kapasitas kain ini
sebesar 603,435% yang berarti kain ini mempunyai kemampuan untuk menyerap air
sebanyak 5 kali dari berat kain itu sendiri. Kemampuan menyerap air yang besar ini
dikarenakan bahan yang digunakan untuk membuat kain ini biasanya adalah serat yang
hidrofil ( misalnya : kapas atau campurannya) dan mempunyai bulu-bulu disepanjang
permukaan baik atas maupun bawah yang dapat menyerap banyak air. Ditinjau dari segi
konstruksi, kain ini mempunyai tetal yang rendah sehingga jarak antar benangnya tidak
begitu rapat sehingga memungkinkan air utuk terserap lebih banyak karena ada ruang
kosong antara benang yang satu dengan benang yang lainnya.
VI. Kesimpulan
Setelah haslil praktikum tersebut dapat di simpulkan bahwa daya serap handuk ini
baik, dikarenakan nilanya diatas kapasitah 500% dan yang di dapatkan pada hasil
praktikum adalah 603,435%.
Lampiran
Handuk 1 Handuk 2
PENGUJIAN TAHAN API
(SNI 7728-2011)
V. Diskusi
Pengujian dengan cara uji tahan api vertical dimaksudkan untuk kain yang telah diberi
penyempurnaan tahan nyala api. Didalam pengujian dibedakan antara yang dapat
terbakar, tetapi tahan terhadap nyala api atau tidak meneruskan nyala api, dengan kain
termoplastik yang tidak terbakar bila didekatkan pada nyala api tetapi meleleh dan
mengkerut menjauhi nyala api. Kecepatan nyala api vertical diperhitungkan dari kecepatan
berkurangnya berat kain.Meskipun timbangan torsi dapat dipakai untuk jenis kain cara ini
kurang praktis untuk dipakai dalam industri. Uji tahan nyala api yang sekarang banyak
dilakukan, dibedakan antara kain yang mudah terbakar atau kurang tahan nyala api
dengan kain yang tahan terhadap nyala api. Untuk kain yang tahan terhadap nyala api
diuji vertical (vertical strip test) dan untuk kain yang tidak tahan nyala api diuji dengan cara
uji miring 45o ( the 45o test). Pengaruh kostruksi kain terhadap tahan nyala api yaitu
panjang arang hasil pengujian kain adalah sepanjang kain contoh uji karena bersifat
Flammable (mudah terbakar), karena itu tidak dilakukan pengujian untuk mengetahui
penjang arang dengan beban tertentu. Semakin tebal kain contoh uji maka makin berat
kainnya sehinga beban yang digunakan untuk mengukur panjang arangnya pun semakin
berat.
Pada pengujian tahan api, contoh uji pada arah lusi waktu padamnya lebih lama
dibandingkan arah pakan, dengan waktu total padam 28,4 detik untuk arah lusi dan 25,4
detik untuk arah pakan. Hal ini memungkinkan ketebalan benang pakan lebih besar
daripada lusi, sehingga waktu padam pada arah lusi lebih lama.
Dari hasil yang didapat, panjang arang dinyatakan nol, karena contoh uji habis
terbakar seluruhnya. Hal ini dapat terjadi karena contoh uji merupakan serat yang dapat
ataupun bersifat meneruskan pembakaran. Oleh karena itu, contoh uji terbakar seluruhnya
dan tidak menyisakan arang. Dengan kata lain, contoh uji tidak tahan api. Hal tersebut
dapat dikarenakan contoh uji yang tidak diberikan penyempurnaan tahan api.
VI. Kesimpulan
Pada hasil pengujian tahan api didapat waktu padam arah lusi 16,4 detik dan arah
pakan 13,4 detik. Kain habis terbakar sehingga dapat disimpulkan bahwa kain tersebut
meneruskan pembakaran dan tidak memiliki sifat tahan api dengan kata lain tidak tahan
terhadap api.
Lampiran
Lusi Pakan
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP PENCUCIAN
(SNI 8214-2017)
III. Percobaan
3.1 Alat
a. Launder O-meter, yang dilengkapi dengan:
- Penangas air dengan pengatur suhu yang terkontrol pada suhu yang ditetapkan ± 2oC
- Tabung baja tahan karat berkapasitas 550 ± 50 ml, berdiameter 75 mm ± 5 mm, dan
tinggi 125 ml ± 10 ml.
- Frekwensi putaran tabung 40 putaran per menit ± 2 putaran per menit.
b. Kelereng baja tahan karat dengan diameter ± 6 mm.
c. pH meter dengan ketelitian 0,1
d. neraca analitis dengan ketelitian 0,1 g.
e. kain pelapis masing-masing berukuran 10x4 cm (polyester kapas)
f. Sabun tanpa pemutih optik seperti sabun standar AATCC atau sabun ECE
g. Grey scale dan staining scale
h. Air suling
i. Larutan 0.2 g/l asam asetat glacial
3.2 Bahan
a. Potong kain 4x10 cm, potong kain pelapis dengan ukuran yang sama
b. Letakan contoh uji pada kain pelapis kemudian jahit
3.3 Cara Pengujian (SNI 8214-2017)
a. Memotong kain contoh uji dengan ukuran 4 x 10 cm dan memotong kain pelapis dengan
ukuran yang sama
b. Masukkan 200 ml larutan yang mengandung 0,5% volue sabun yang sesuai dan 10
kelereng baja tahan karat kedalam bejana, kemudian bejana ditutup rapat dan diprnaskan
sampai 40oC.
c. Bejana tersebut diletakkan pada tempatnya dimana pemanasan bejana diatur sedemikian
sehingga tiap sisi terdiri dari sejumlah bejana yang sama.
d. Mesin dijalankan untuk pemanasan pendahuluan.
e. Masukan diberhentikan kemudian membuka tutup bejana kembali lalu mesin Linitest
dijalankan selama 45 menit.
f. Mesin dihentikan dan contoh uji dikeluarkan kemudian membilas contoh uji dan
mengasamkannya dengan larutan asam asetat 0,05 %.
g. Contoh uji diperas dan dikeringkan
h. Contoh uji diperiksa perubahan warnanya dengan grey scale dan staining scale.
3.4 Evaluasi
Standar skala penodaan dan perubahan warna
Nilai tahan luntur warna Evaluasi tahan luntur warna
5 Baik sekali
4-5 Baik
4 Baik
3-4 Cukup baik
3 Cukup
2-3 Kurang
2 Kurang
1-2 Jelek
1 Jelek
Contoh Uji I 4 5
Contoh Uji II 5 4/5
V. Diskusi
Suatu bahan tekstil apabila dilakukan pencucian dengan suhu tinggi akan mengalami
kelunturan warna pada bahan tersebut, tingkat kelunturannya tergantung pada kualitas
zat warna yang digunakan. Apabila zat warna yang digunakan mempunyai kelemahan
terhadap pencucian panas menggunakan sabun, maka hasil yang akan diperoleh setelah
pencucian akan mengalami perubahan warna. Pada uji pencucian ini daya tahan zat
warna dapat diuji dengan menggunakan kain pelapis, jika mengalami kelunturan maka
kain pelapis ini akan ternodai. Penodaan tersebut dapat dinilai tingkatnya dengan standar
skala penodaan (staining skale) sedang bahan yang mengalami kelunturan setelah
pencucian ketuaan warnanya akan berkurang dan ini dapat dinilai dengan standar skala
abu – abu (grey skale).
Namun pada standar pengukuran tersebut sering didapati hasil yang tidak
memuaskan karena pengukuran ini hanya bertumpu pada kecermatan mata manusia
untuk menganalisanya. Oleh karena itu biasanya hasil contoh uji dari kain yang sama
dapat menghasilkan skala penodaan dan skala abu – abu yang berbeda.
Dari data hasil pengujian yang diperoleh nilai stainning scale rata-rata pada kain
poliester dan kapas sebesar 4/5, yang menunjukkan bahwa kain contoh uji mempunyai
ketahanan luntur yang cukup baik. Seperti pada uji sebelumnya telah diungkapkan bahwa
kain contoh uji merupakan kain printing yang biasanya dalam proses industri tidak
dilakukan proses pencucian. Dan pada kain contoh uji ini masih ada sisa- sisa zat warna
yang tidak terserap sempurna oleh bahan atau tidak terikat oleh binder yang digunakan
pada proses pencapan dan luntur/larut dalam uji pencucian ini.
Uji stainning scale ini menggunakan dua jenis kain pelapis yang sifatnya sangat
bertentangan, yaitu kain poliester yang mempunyai sifat hidrofob dan kain kapas yang
mempunyai sifat hidrofil. Penggunaan kain pelapis ini seharusnya menggunakan kain
yang tersusun atas serat multifiber sehingga pelunturan zat warnanya dapat terdeteksi
dengan tepat karena setiap zat warna mempunyai daya stainning/penodaan yang berbeda
terhadap serat yang berbeda pula. Tetapi penggunaan kain pelapis poliester dan kain
kapas dirasa sudah mewakili berbagai jenis zat warna yang mungkin dipakai untuk
mencelup/mencap kain contoh uji, dengan membagi dalam dua jenis yaitu hodrofil dan
hidrofob. Jika kain contoh uji di celup/dicap dengan menggunakan zat warna yang bersifat
hidrofil, maka jika terjadi kelunturan maka penodaan pada kain kapas akan lebih tua
daripada pada kain poliester; dan sebaliknya jika kain contoh uji dicelup/dicap dengan
menggunakan zat warna yang bersifat hidrofob, maka penodaan terhadap poliester akan
lebih tua daripada pada kain kapas.
Uji gray scale mendapatkan nilai gray scale kain contoh uji sebesar 4/5 yang berarti
bahwa kain contoh uji ini mempunyai ketahanan luntur warna terhadap pencucian yang
baik yaitu dengan mengasumsikan bahwa zat warna yang luntur adalah zat warna yang
tidak terserap oleh bahan pada waktu proses pencelupan.
VI. Kesimpulan
Pada hasil pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian pada kain hasil
pencelupan didapat nilai uji grey scale adalah 4/5 dan nilai uji staining scale pada kain
kapas adalah 5 dan 4/5 sedangkan pada kain polyester adalah 4 dan 5 yang berarti kain
tersebut memiliki ketahanan luntur terhadap pencucian sangat baik.
Lampiran
Lusi Pakan
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP GOSOKAN
(SNI 8214-2017)
Spesifikasi kolorimetri yang tepat dari warna abu-abu standard dan perubahan warna
pada gray scale. Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 5 yang
berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh
dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan berwarna abu-abu netral dengan
reflektansi 12 + 1 persen. Perbedaan warna sama dengan nol. Bilai tahan luntur 4 – 5
sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng pembanding yang identik dan yang dipergunakan
untuk tingkat 5, berpasangan dengan lempeng abu-abu netral sama tetapi lebih muda.
Perbedaan secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4, 3, 2, dan 1 adalah tingkat
geotetrik dari perbedaan warna atau kekontrasan.
2.2 Staining scale
Pada staining scale penialain penodaan warna pada kain putih di dalam pengujian
tahan luntur warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih
yang dinodai dan kain putih yang tidak ternodai, terhadap perbedaan yang digambarkan
staining scale, dan dinyatakan dengan nilai kkhromatikan adam seperti gray scale, hanya
besar perbedaan warnanya berbeda. Staining scale terdiri dari satu pasangan standar
lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng abu-abu dan putih, dan setiap pasang
mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna sesuai dengan penilaian penodaan
dengan angka.
Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang
diletakkan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak kurang dari 85%. Perbedaan
warna sama dengan nol.nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih
pembanding yang identik dengan yang dipergunakan untuk nilai 5, berpasanagn dengan
lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu netral.
Perbedaan warna (CIE Toleransi untuk standar
Nilai tahan luntur warna
lab) kerja (CIE lab)
5 0 +0,2
4-5 2,2 +0,3
4 4,3 +0,3
3-4 6,0 +0,4
3 8,5 +0,5
2-3 12,0 +0,7
2 16,9 +1,0
1-2 24,0 +1,5
1 34,1 +2,0
I 3/4 4
II 3/4 4
V. Diskusi
Pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan, dilakukan untuk mengetahui
ketahanan bahan terhadap gosokan, karena ketika dipakai baju yang digunakan akan
terkena gesekan secara fisika dengan benda mati disekitar. Ketika terkena gosokan, maka
kain harus memiliki ketahanan yang baik agar tidak mudah luntur atau menodai. Oleh
karena itu dilakukan uji gosokan kering dan basah yang dilakukan pada kain dengan
ukuran 5 x 20 cm dan kain pelapis kapas dengan ukuran 5 x 5 cm dengan menggunakan
alat Crockmeter. Hasil penodaan yang di dapat dari pengujian tahan luntur terhadap gosok
kering ini yaitu 4 atau baik. Kain ini sudah layak digunakan sebagai tekstil pakaian. Pada
uji gosok basah dilakukan terhadap kapas basah kemudian dilihat penodaannya. Hasil
yang didapat yaitu 3/4 yang artinya cukup baik. Pada uji gosokan basah, penodaan yang
didapat lebih banyak. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya
tegangan yang dikenakan pada kain yang digosok tidak sama satu sama lain
VI. Kesimpulan
Pada hasil pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan pada kain hasil pencapan
didapat nilai uji staining scale (penodaan) terhadap uji kering adalah 4 yang berarti baik
dan nilai uji staining scale terhadap uji basah adalah 3/4 yang berarti kain tersebut
memiliki ketahanan luntur terhadap gosokan cukup baik.
Lampiran
Spesifikasi kolorimetri yang tepat dari warna abu-abu standard dan perubahan warna
pada gray scale. Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 5 yang
berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh
dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan berwarna abu-abu netral dengan
reflektansi 12 + 1 persen. Perbedaan warna sama dengan nol. Bilai tahan luntur 4 – 5
sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng pembanding yang identik dan yang dipergunakan
untuk tingkat 5, berpasangan dengan lempeng abu-abu netral sama tetapi lebih muda.
Perbedaan secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4, 3, 2, dan 1 adalah tingkat
geotetrik dari perbedaan warna atau kekontrasan.
2.2 Staining scale
Pada staining scale penialain penodaan warna pada kain putih di dalam pengujian
tahan luntur warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih
yang dinodai dan kain putih yang tidak ternodai, terhadap perbedaan yang digambarkan
staining scale, dan dinyatakan dengan nilai kkhromatikan adam seperti gray scale, hanya
besar perbedaan warnanya berbeda. Staining scale terdiri dari satu pasangan standar
lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng abu-abu dan putih, dan setiap pasang
mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna sesuai dengan penilaian penodaan
dengan angka.
Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang
diletakkan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak kurang dari 85%. Perbedaan
warna sama dengan nol.nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih
pembanding yang identik dengan yang dipergunakan untuk nilai 5, berpasanagn dengan
lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu netral.
Perbedaan warna (CIE Toleransi untuk standar
Nilai tahan luntur warna
lab) kerja (CIE lab)
5 0 +0,2
4-5 2,2 +0,3
4 4,3 +0,3
3-4 6,0 +0,4
3 8,5 +0,5
2-3 12,0 +0,7
2 16,9 +1,0
1-2 24,0 +1,5
1 34,1 +2,0
pH 5,5 4,3 8 8
Pada saat pengujian, contoh uji dipasangkan degan dua helai kain putih dimana yang
sehelai dari serat yang sejenis dengan bahan yang diuji, sedangkan sehelai lagi dari serat
menurut pasangannya.
III. Percobaan
1.2 Alat
a. AATCC Perspiration Tester atau alat lain yang sejenis
b. Alat pemeras mangel yang dilengkapi dengan pengatur tekanan
c. Gelas piala 500 ml dan pengaduk gelas yang ujungnya dipipihkan
d. Grey Scale dan Staining Scale
e. Lempeng-lempeng kaca atau plastic
f. Oven dengan pengatur suhu
1.3 Bahan
a. Potong kain 4x10 cm, potong kain pelapis dengan ukuran yang sama
b. Letakan contoh uji pada kain pelapis kemudian jahit
c. Larutan keringat buatan asam tiap liter
- Natrium klorida 5 gram
- Sodium dihidrogen orto-posfat 2,2 gram
- Histidin monohidroklorida monohidrat 0,5 gram
- pH 5,5
d. Larutan keringat buatan basa tiap liter
- Natrium klorida 5 gram
- Disodium dihidrogen orto-posfat dihidrat 0,5 gram
Basa
Gray Scale Nilai
Contoh Uji I 4
Contoh Uji II 4
V. Diskusi
Dari hasil pengujian tahan luntur warna terhadap keringat, kain contoh uji hasil
pencapan dipotong dengan ukuran 4 x 10 cm dan potong kain pelapis yaitu polyester dan
kapas putih kemudian kain contoh uji hasil pencapan dijahitkan pada kain pelapis putih
untuk mengetahui penodaan warna serta perubahan warna setelah pengujian tahan luntur
terhadap keringat. Uji ini berdasarkan SNI ISO 105 E04 yaitu uji tahan luntur warna
terhadap keringat. Pada pengujian ini dilakukan dengan menggunakan keringat asam dan
basa buatan. Kain direndam dan dikeringkan sesuai standar uji. Setelah dilakukan
pengujian, dilakukan evaluasi berupa penodaan warna dan perubahan warna setelah
pencucian terhadap kain kapas dan polyester putih.. Untuk staining scale, nilai yang
didapatkan pada penodaan kain kapas didapat nilai 4/5 yang berarti ketahanan luntur
warna tehadap keringat baik dan penodaan pada kain polyester didapat nilai yang sama
yaitu 4/5 yang berarti nilai ketahanan luntur terhadap keringat baik. Sehingga kain contoh
tersebut sudah sangat baik atau layak untuk digunakan sebagai tekstil pakaian.
VI. Kesimpulan
Pada hasil pengujian tahan luntur warna terhadap keringat pada kain hasil pada
poliester asam dan dan basa 4/5 berarti baik dan untuk kapas asam dan basa 4/5 baik
berati kain tersebut baik terhadap daya tahan luntur keringat.
Lampiran
Asam Basa
25 cm 25 cm 24,3 cm 24,1 cm
V. Perhitungan
5.1 Kain Tenun
𝐿𝑢𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝐿𝑢𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙
% 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑠𝑖 = 𝑥100%
𝐿𝑢𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙
34,5 − 35
= 𝑥 100%
35
= -1,44% (mengkeret)
𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
% 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 = 𝑥100%
𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
33,83 − 34,7
= 𝑥 100%
34,7
= -2,50% (mengkeret)
5.2 Kain Rajut
𝑤𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑤𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑎𝑤𝑎𝑙
% 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑠𝑖 = 𝑥100%
𝑤𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑎𝑤𝑎𝑙
24,2 − 25,1
= 𝑥 100%
25,1
= −3,5% (mengkeret)
𝑐𝑜𝑢𝑟𝑠𝑒𝑠 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑐𝑜𝑢𝑟𝑠𝑒𝑠 𝑎𝑤𝑎𝑙
% 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 = 𝑥100%
𝑐𝑜𝑢𝑟𝑠𝑒𝑠 𝑎𝑤𝑎𝑙
24,1 − 25,1
= 𝑥 100%
25,1
= −3,71% (mengkeret)
VI. Diskusi
Dari data persentase mengkeret yang diperoleh, terlihat bahwa persentase mengkeret
benang pakan lebih besar dari pada benang lusi. Hal ini bisa saja terjadi karena konstruksi
dan komposisi benangnya yang berbeda. Jika ditinjau dari sifat serat, serat alam
mempunyai persen mengkeret yang lebih besar dari pada serat sintetik terutama rayon
dan kapas karena pada waktu pembuatan seratnya, serat sintetik sudah melalui tahap
seting untuk didapatkan serat yang stabil dimensinya. Persen mengkeret benang lusi lebih
kecil, mungkin komposisi benang lusi ini lebih banyak benang sintetiknya atau mugkin
benang lusi ini tersusun atas serat sintetik saja sehingga mengkeretnya lebih kecil. Hal
lain yang dapat mempengaruhi juga yaitu pada waktu proses pembuatan kain
(pertenunan). Seperti diketahui dalam proses pertenunan, benang lusi berada dalam
posisi kearah panjang dan benang pakan pada posisi ke arah lebar. Untuk menjaga agar
“peluncuran/penembakan” pakan dapat berjalan lancar maka benang lusi harus dalam
kondisi tegang yaitu dengan cara ditarik. Pada waktu penegangan, benang ditarik
sedemikian rupa sehingga didapatkan benang yang tegang/kencang dan tidak saling
menumpuk. Karena adanya penarikan ini, dimensi benang ke arah panjang bertambah
sampai batas tertentu.
Dalam proses pencucian, biasanya terjadi proses pelepasan tegangan yang dialami
oleh benang/kain pada waktu proses pertenunan. Air dan zat yang dipakai dalam proses
pencucian, akan mengisi ruang-ruang amorf dalam serat sehingga serat/benang
mengalami penggelembungan kearah lebar dan penyusutan kearah panjang dan orientasi
rantai molekul serat biasanya searah/sejajar dengan arah benang. Dengan adanya
penyusutan ini mengakibatkan panjang benang antara sebelum dan sesudah pencucian
akan berubah karena adanya pelepasan tegangan yang dialami benang.
VII. Kesimpulan
Pada hasil pengujian perubahan dimensi bahan tekstil pada proses pencucian dan
pengeringan didapat pada kain tenun untuk arah lusi -1,44% dan arah pakan -2,50% serta
pada kain rajut untuk arah lusi -3,5% dan arah pakan -3,71% jadi kain tenun maupun kain
rajut mengalami mengkeret kain.
Lampiran
Kain Tenun
Kain Rajut
PENGUJIAN TOLAK AIR
III. Percobaan
3.1 Alat
a. AATCC spray tester
b. Simpai border berdiameter 14,1 cm
3.2 Bahan
2 buah kain contoh uji dengan ukuran 180 mm x 180 mm
3.3 Cara Pengujian
a. Pasang contoh uji pada simpai bordir sehingga tidak terdapat kerutan – kerutan pada
kain.
b. Letakkan simpai beserta contoh uji pada penyangga contoh uji sedemikian sehingga
titik tengah penyemprot tepat diatas titik tengah simpai.
c. Tuangkan 250 ml air kedalam corong penyemprot.
d. Biarkan semprotan air pada permukaan kain sampai air benar benar habis pada
tabung penyemprot.
e. Ambil simpai beserta contoh uji, dan ketukkan satu kali untuk membuang air
dipermukaan kain.
f. Ulangi pekerjaan tersebut dua kali.
1. Lakukan evaluasi dengan melihat nilai uji siram
3.4 Evaluasi
Nilai Uji Siram
100 : Tidak ada air yang menempel atau yang membasahi permukaan kain.
90 : Terjadi sedikit pembasahan pada permukaan kain bagian atas.
80 : Terjadi pembasahan pada permukaan kain bagian atas yang terkena
siraman.
70 : Terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan kain bagian atas.
50 : Terjadi Pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian atas
0 : Terjadi pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian atas dan bawah
V. Diskusi
Pada uji siram, kain diletakan pada simpai bordir dengan permukaan rata tanpa
adanya kekusutan dan kerutan pada permukaan kain. Dalam uji siram dipakai siraman air
yang berasal dari corong dengan lubang penyiraman. Air disiramkan diatas contoh uji
yang dipasang pada simpai bordir dan dipasang pada kedudukan miring 45oC terhadap
bidang horizontal. Waktu penuangan air tidak boleh menyentuh corong.
Pada hasil pengujian tolak air dengan membandikan kain yang telah dilakukan
pengujian dengan gambar pada penilaian uji standar menunjukkan bahwa contoh uji
memiliki nilai uji siram 80 yang artinya Terjadi Pembasahan pada permukaan kain bagian
atas yang terkena siraman. Dengan kata lain, contoh uji dapat menolak air. Hal tersebut
dapat terjadi karena kemungkinan besar kain contoh uji dilakukan proses penyempurnaan
tolak air atau menambahkan zat ataupun resin yang dapat menolak air, sehingga kain
contoh uji hanya terbasahi sebagian permukaan yang terkena siraman.
VI. Kesimpulan
Pada hasil pengujian tolak air didapat nilai uji siram 80 yang berarti Terjadi
Pembasahan pada permukaan kain bagian atas yang terkena siraman, contoh uji
sehingga kain tersebut dapat menolak air.
Lampiran
Sampel 1 Sampel 2
PENGUJIAN DAYA SERAP TERHADA KAIN TIDAK BERBULU
III. Percobaan
3.1 Alat
a. Buret yang 1 ml-nya mempunyai 15-25 tetes
b. Simpai bordir
c. Stop watch
3.2 Bahan
a. Sepotong kain yang cukup untuk dipasang rata pada simpai border.
b. Air Suling
3.3 Cara Pengujian
a. Pasang kain pada simpai border
b. Letakkan simpai tersebut dibawah buretdengan jarak 1 cm dari ujung buret.
c. Teteskan setetes air dari buret kepermukaan kain.
d. Ukur waktu yang diperlukan hingga bulatan air rata dengan permukaan kain. Catat waktu
serapnya.
e. Lakukan lima kali pada tempat yang berbeda.
3.4 Evaluasi
Semakin kecil atau < 1 detik waktu serap kain semakin baik daya serap kain tersebut,
semakin besar atau > 60 detik waktu serap kain maka daya serap kain tersebut jelek.
V. Diskusi
Dari hasil pengujian didapatkan waktu penyerapan kain terhadap air lebih besar dari
60 detik. Hal ini menunjukkan kain contih uji kurang dapat menyerap air dengan baik.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya serap kain terhadap air misalnya
konstruksi kain (anyaman), jumlah tetal, dan penyempurnaan resin. Konstruksi kain
dengan benang yang rapat (tetalnya tinggi) biasanya kurang dapat menyerap air, karena
tidak ada ruang yang dapat disusupi oleh air, sehingga pernyerapan airnya hanya dimulai
dari permukaan atas saja, tetapi jika kain itu mempunyai tetal yang lebih rendah, maka
ada jarak antara benang yang satu dengan benang yang lain sehingga memungkinkan
bagi air untuk meresap lebih cepat dan juga proses penyerapannya tidak hanya dimulai
dari permulaan atas kain saja, tetapi juga dari sisi samping dari benang.
Sedangkan dilihat dari proses finishing, kain yang diresin biasanya mempunyai
kamampuan menyerap air yang sangat rendah , terutama jika resin yang digunakan yaitu
resin anti/tolak air.Resin ini pada umumnya mengadakan ikatan tiga dimensi dan
membuat suatu jaringan kearah panjangn, tebar dan ke dalam serat. Resin ini akan
menghalangi air untuk masuk kedalam bahan, dan keadaaan inilah yang diinginkan agar
didapatkan kain yang tehan air. Pada kain contoh uji ini digunakan kain untuk bahan
payung, jadi kemungkinan besar sudah dilakukan proses resin anti air atau tahan air,
sehingga daya serapnya terhadap air sangat rendah.
VI. Kesimpulan
Pada hasil pengujian daya serap terhadap kain tidak berbulu didapat waktu serap kain
kurang dari 5 detik yang berarti kain tersebut memiliki daya serap yang kurang baik karena
kurang dari 60 detik.
Lampiran
DAFTAR PUSTAKA
N.M. Susyami Hitariat, dkk. 2005. Bahan Ajar Praktek Evaluasi Tekstil III (Evaluasi Kain).
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil: Bandung.
Moerdoko Wibowo, dkk,Evaluasi Tekstil Bagian Fisika, Institut Teknologi Bandung, 1973
Widayat, S.Teks, Bahan Perkuliahan Evaluasi Kain, 2000
http://sisni.bsn.go.id/index.php/sni_main/sni/detail_sni/7717
http://www.testex.com/id/leistungen/was-wir-pruefen/
https://superakhwat08.wordpress.com/2013/06/21/rangkaian-evaluasi-secara-kimia-
terhadap-kain-tekstil-i-maksud/
LAPORAN PENGUJIAN DAN EVALUASI TEKSTIL 3
(KIMIA)