Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN

PRAKTIKUM PENGUJIAN DAN EVALUASI KAIN

SECARA KIMIA

Nama : Mohamad Aria Senjaya


NPM : 21410053
Grup : 3T3
Dosen : 1. Siti R. A.T., M.T.
2. Ryan R., S.ST., M.Tr.T.
3. Engkon

PROGRAM STUDI TEKNIK TEKSTIL


POLITEKNIK STTT BANDUNG
2023
BAB I
PENGUJIAN STABILITAS DIMENSI KAIN

I. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan pada praktikum ini untuk menentukan dan mengetahui perubahan
dimensi pada kain setelah pencucian. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain
perihal perubahan ukuran kain baik berupa mengkeret ataupun mulur, kearah lusi dan
pakan atau course dan wale yang disebabkan oleh suatu kondisi pencucian.

II. Teori Dasar


Dimensi kain adalah ukuran panjang, lebar, dan tebal kain. Panjang kain adalah jarak antara
ujung kain yang satu dengan ujung lainnya, yang diukur searah dengan lusi pada kain tenun atau wale
pada kain rajut dimana kain tidak dalam keadaan terlipat dan rata serta dalam keadaan tidak tegang.
Lebar kain adalah jarak antara pinggir kain yang satu dengan pinggir yang lain, yang diukur searah
dengan dengan pakan kain tenun dan courese pada kain rajut dimana kain dalam keadaan tidak
terlipat dan rata serta dalam keadaan regang. Untuk kain shuttleless loom pengukuran lebar kain
diukur wale paling pinggir ke wale paling pinggir lainnya, sedangkan untuk kain rajut bundar
pengukuran lebar kain dilakukan antara pinggir kain terlipat tegak lurus ke pinggir kain lainnya dikali
dua. Tebal kain adalah jarak antara dua permukaan kain yang berbeda.
Berat kain adalah untuk berat untuk satu satuan luas tertentu atau berat untuk satu satuan panjang
tertentu dari kain, yang dinyatakan dalam gram per meter persegi, gram per meter dll. Tekanan adalah
gaya yang dibebankan pada suatu permukaan kain per unit luas yang dinyatakan dalam kg/cm 2 atau
kPa.
Kain tenun atau rajut apabila telah mengalami pemakaian dan pencucian akan mengakibatkan
perubahan terhadap dimensi kain baik ke arah pakan atau lusi untuk kain tenun, maupun kearah
course atau wales untuk kain rajut, dimana perubahan ini jika terjadi harus dipulihkan kembali
dengan cara:
1. Tension Presser

2. Knit Shrinkage Gauge

3. Hand Iron

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian stabilitas dimensi adalah proses pencucian,
pengeringan dan pemulihan. Kain yang bermutu baik adalah kain yang tidak mengalami perubahan
dimensi setelah pemakaian sehari-hari. Penyebab utama dari perubahan dimensi kain adalah
mengkeret setelah pencucian. Ada dua jenis mengkeret pada kain. Yang pertama adalah mengkeret
karena tegangan mekanis pada waktu proses pertenunan dan penyempurnaan, dimana pada saat
tersebut kain tertarik untuk sementara sehingga ketika dilakukan pencucian akan relaxation kebentuk
semula. Jenis yang kedua adalah karena adanya kemampuan serat untuk menggumpal (felting) dalam
pencucian.
Peralatan dan bahan yang umum digunakan dalam pengujian adalah mesin cuci jenis silinder
yang berputar bolak-balik. Wadahnya mempunyai diameter dala 5061 cm dengan disertai tiga buah
sirip selebar kira 7,5 cm terpencar sepanjang bagian dalam dari alat pencuci. Alat pencuci berputar
dengan kecepatan 5-10 putaran sebelum membalik dengan saluran masuk air yang cukup besar.
Untuk pengisian mesin cuci sampai permukaan air setinggi 20 cm selama kurang dari satu menit.
Dalam pengujian stabilitas ini dipergunakan empat cara pencucian yang bervariasi dari
kondisi pencucian yang paling berat sampai yang paling ringan dan dimaksudkan untuk mencakup
semua kondisi pencucian baik pencucian secara komersil maupun pencucian dengan tangan.
Pengeringan dilakukan dengan lima macam cara pengeringan yang mencakup semua pengeringan
baik pengeringan secara komersil maupun pengeringan dalam rumah tangga. Untuk menentukan daya
pemulihan dimensi dipergunakan tiga cara yang diperlukan untuk tekstil yang memerlukan pemulihan
dengan penyetrikaan atau pemakaian setelah pencucian. Pengujian-pengujian ini bukan pengujian
yang dipercepat dan harus diulang untuk mengevaluasi perubahan dimensi setelah pencucian
berulang.

III. Alat dan Bahan


Alat

1. Mesin Cuci

Mesin tipe A1, silinder pencuci horizontal dengan pintu pemasukan dari depan:
- Kedudukan silinder pencuci horizontal dengan pintu pemasukan dari depan.
- Diameter silinder dalam (51.5 ± 0,5) cm.
- Kedalaman silinder dalam (33,5 ± 0,5) cm.
- Jarak antara silinder luar dan dalam 2,8 cm.
-Tiga buah sayap pengangkat dengan tinggi masing-masing (5.0 ± 0.5) cm sudut ketajaman
120°.
- Gerakan putar 1 (normal) 12 ± 0,1 detik berputar searah jarum jam, 3 ± 0,1 detik berhenti, 12
± 0,1 berputar, berlawanan dengan arah jarum jam. 3 ± 0.1 detik berhenti dan seterusnya.

- Frekwensi putaran Saat pencucian 52 putaran per menit. Saat pemerasan 530 ± 20 putaran per
menit.
- Pengisian air pada kondisi normal 25 ± 5 liter per menit, suhu 20 ± 5°C.

- Waktu pengisian, untuk mencapai ketinggian maksimum (13 cm) kurang dari 2 menit.
- Waklu pengosongan air: dari ketinggian air maksimum (13 cm) kurang dari 1 menit sejak
katup pembuangan dibuka.
- Sistem pemanasan, secara elektronik dilengkapi dengan thermostat.

- Kapasistas pemanasan, 5.410,11 Kw.

Mesin tipe A2
- Kedudukan silinder pencuci horizontal dengan pintu pemasukan dari depan.

Diameter silinder dalam 48 cm.


- Kedalaman silinder dalam 24,7 cm.

- Jarak antara silinder luar dan dalam 2,5 cm,

- Tiga buah sayap pengangkat dengan ting ji masing-masing 4,2 cm sudut ketajaman 120°.
- Gerakan putar 1 (normal) 13.5 detik berputar searah jarum jam. 1,5 detik berhenti, 13,5
berlawanan dengan arah jarum jam, 1,5 detik berhenti dan seterusnya.
- Gerakan putar 2 (sedang) 9 delik berputar searan jarum jam 6 detik berhenti, 9 berputar
berlawanan dengan arah jarum jam, 6 detik berhenti dan seterusnya.
- Gerakan putar 3 (ringan) 3,5 detik berputar searah jarum jam, 11.5 detik berhenti, 3.5
berputar berlawanan dengan arah jarum jam 11.5 detik berhenti dan seterusnya.
- Frekwensi putaran. Saat pencucian 50 putaran per menit Saat pemerasan 700 putaran per
menit.
- Pengisian air pada kondisi normal 10 ± 1 liter per menil, suhu 20 ± 5 °C.

- Waktu pengisian, untuk mencapai ketinggian maksimum (13 cm) kurang dari 3 menit.
- Waktu pengosongan air; dari ketinggian air maksimum (13 cm) kurang dari 1 menit sejak
katup pembuangan dibuka.
- Sistem pemanasan, secara elektronik dilengkapi dengan thermostat.

- Kapasistas pemanasan, 4,6 kW .

Mesin Tipe B
- Tipe mesin menggunakan agitator.

- Kecepatan agitator. Normal: 70 ± 5 putaran per menit Ringan: 50 ± 5 putaran per menit.

- Diameter silinder pencuci 50 ± 5 cm.

- Tinggi silinder pencuci 30+ 5 cm.


- Pada batas tertinggi: volume air 40 liter.

- Waktu pencucian dapat diatur: 0 – 15 menit dengan toleransi 1 menit.

- Frekwensi putaran. Normal: 525 ± 15 putaran per menit Lambat: 360 ± 15 putaran per menit.
2. Pengering putar, mempunyai keranjang silinder berdiameter kira-kira 75 cm. kedalaman tidak
kurang dari 40 cm, dan frekwensi putar 50 ± 5 putaran per menit. Dilengkapi dengan
pengatur suhu antara 50-70 °C yang terukur pada lubang ventilasi terdekat dari silinder
pengering serta mempunyai periode pendinginan 5 menil saat pengeringan selesai.
3. Deterjen tanpa pemutih optik yang sesuai dengan standar AATCC yang hanya digunakan
pada mesin tipe B, deterjen ECE tanpa pemutih optik yang dapat digunakan pada semua tipe
mesin cuci, deterjen IEC dengan pemutih optik yang dapat digunakan pada semua tipe mesin
cuci tetapi perubahan warna contoh uji tidak diamati.
4. Natrium perborat tetrahidrat.

5. Kain pemberat yang merupakan kain yang terdiri dari 2 lembar kain rajut poliester 100% atau
kain tenun campuran poliester-kapas yang beratnya mendekati contoh uji dengan toleransi 25
% serta ukuran masing-masing (30 X 30) cm dengan toleransi ± 3 cm.
6. Pengering listrik tekan datar (heated bed press)

7. Alat bantu pengering tetes dan pengering gantung.

8. Rak pengering kasa, terbuat dari baja tahan karat dengan ukuran mesh 16.

9. Mistar atau alat ukur baja tahan karat.

10.Pena dengan tinta yang tidak hilang atau luntur, yang memberikan penandaan permanen
11.Meja datar untuk membentangkan contoh uji.

12.Gunting.

IV. Persiapan Contoh Uji


Contoh uji Kain
a. Contoh uji disiapkan berukuran sekurang-kurangnya 50 cm x 50 cm. Pengambilan contoh
uji dilakukan 10 cm dari tepi kain. Bila benang- berang pada tepi contoh uji diperkirakan
akan terurai pada proses pencucian, sebaiknya tepi contoh uji diobras/dijahit.
b. Contoh uji dibentangkan pada meja datar tanpa tekanan/tegangan dan usahakan bebas
dari kerutan/kekusutan menggunakan tangan, secara perlahan. Buat sedikitnya tiga
pasang tanda masing-masing sejajar arah lusi dan pakan (wales/courses untuk kain rajut).
Jarak antara masing-masing pasangan tidak kurang dari 350 mm dan berjarak minimal 50
mm dari setiap tepi contoh uji.

c. Contoh uji tersebut dikondisikan di dalam ruang standar sampai tercapai keseimbangan
lembab.
d. Jarak masing-masing tanda diukur kembali dengan skala terkecil 1 mm dan data ukuran
dicatat masing-masing jarak tersebut sebagai panjang awal.

V. Cara Pengujian

a) Pilih salah satu cara kerja pencucian yang akan digunakan

b) Contoh uji yang telah dipersiapkan dimasukan ke dalam mesin cuci dan ditambahkan kain
pemberat sampai total berat kering sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan. Ditambahkan
deterjen 1 3 g/l dengan perkiraan ketebalan buih tidak lebih dari 3 cm pada waktu mesin
berputar. Kesadahan air tidak melampaui 5 ppm (dinyatakan dalam CaCO,). Bila digunakan
mesin tipe A, deterjen yang digunakan mengandung 4 bagian deterjen IEC dan 1 bagian
natrium perborat tetrahidrat

c) Setelah pemerasan putar terakhir selesai, contoh uji dipindahkan dengan hati-hati (hindari
tarikan dan perubahan bentuk), dan dikeringkan dengan salah satu cara pengeringan.
d) Bila contoh uji akan dikeringkan dengan cara pengeringan tetes, mesin dihentikan tepat.
sebelum pemerasan putar terakhir. Contoh uji dipindahkan dengan hati-hati, kemudian
dikeringkan dengan cara pengeringan tetes.
e) Cara Pengeringan

• Pengerigan gantung.

Setelah pemerasan terakhir selesai, contoh uji digantung dikedua ujung kain pada gantungan
pakaian yang tidak berkarat dengan arah lusi atau wale vertikal dalam udara tenang suhu
kamar dan dibiarkan sampai kering
• Pengeringan tetes

Setelah pembilasan terakhir selesai, contoh uji dikeluarkan dari mesin cuci, kemudian
digantungkan dikedua ujung kain pada gantungan pakaian yang tidak berkarat dengan arah
lusi atau wafe vertikal dalam udara tenang suhu kamar, dan biarkan sampai kering
• Pengeringan kasa

Setelah pemerasan terakhir selesai, contoh uji dibentangkan pada kasa datar. Kekusutan
dihilangkan menggunakan tangan secara perlahan dan hati-hati (hindari tarikan dan
perubahan bentuk), contoh uji didiamkan sampai kering pada suhu kamar.
• Pengeringan tekan datar

Setelah pemerasan terakhir selesai, contoh uji dibentangkan pada alat, kekusutan
dihilangkan menggunakan tangan secara perlahan dan hati-hati lalu penekan diletakan. Suhu
dan waktu diatur sesuai dengan kain yang diuji, suhu dan tekanan yang digunakan dicatat.
• Pengeringan putar

Contoh uji dimasukan bersama kain pemberat, suhu diatur 70 °C untuk kain-kain sedang
dan berat atau 50 °C untuk kain-kain ringan, Lakukan pengeringan sampai kering dan
lanjutkan putaran tanpa pemanas selama 5 menit. Contoh uji yang telah selesai dicuci dan
dikeringkan dikondisikan dalam ruang standar sampai mencapai keseimbangan lembab.
f) Dilakukan pengukuran kembali jarak-jarak yang ditandai dan hasilnya dicatat sebagai
panjang dan lebar akhir.

g) Penyajian hasil uji :

Persen perubahan panjang = %

Persen perubahan lebar %


Mengkeret menurut kedua arah ditentukan sebagai berikut; kedua pengukuran mula-mula
dan akhir adalah rata-rata dari pengukuran yang dibuat pada contoh uji, sampai 0,5%
terdekat. Mulur dalam pencucian (apabila pengukuran akhir lebih besar dari pengukuran
mula-mula) biasanya dinyatakan dengan penggunaan tanda tambah (+) atau tanda minus(-)
apabila sebaliknya.

VI. Data Pengamatan dan Perhitungan


6.1 Data Percobaan
Kain Tenun Kain Rajut
Panjang Panjang
Arah kain Panjang Awal Arah Kain Panjang Awal
Akhir Akhir
Pakan 1 35 cm 34,8 cm Course 1 24 cm 23,8 cm
Pakan 2 35 cm 34,8 cm Course 2 24 cm 23,7 cm
Pakan 3 35 cm 34,8 cm Course 3 24 cm 23,7 cm
Lusi 1 35 cm 34,7 cm Wale 1 25 cm 24,8 cm
Lusi 2 35 cm 34,7 cm Wale 2 25 cm 24,7 cm
Lusi 3 35 cm 34,7 cm Wale 3 25 cm 24,8 cm

6.2 Perhitungan
Panjang Akhir −Panjang Awal
%Mengkeret/Mulur Kain ¿ x 100 %
Panjang Awal

Kain Tenun Kain Rajut


34 , 8 cm−3 5 cm 23 ,8 cm−24 cm
 Pakan 1 ¿ x 100 % = 0,05 %  Course 1 ¿ x 100 % = 0,8 %
3 5 cm 24 cm

34 , 8 cm−35 cm 23 ,7 cm−24 cm
 Pakan 2 ¿ x 100 % = 0,05 %  Course 2 ¿ x 100 %= 1,25 %
35 cm 24 cm

34 , 8 cm−35 cm 23 ,7 cm−24 cm
 Pakan 3 ¿ x 100 % = 0,05 %  Course 3 ¿ x 100 %= 1,25 %
35 cm 24 cm

34 , 7 cm−3 5 cm 24 , 8 cm−25 cm
 Lusi 1¿ x 100 % = 0,08 %  Wale 1¿ x 100 % = 0,8 %
3 5 cm 25 cm

34 , 7 cm−35 cm 24 , 7 cm−2 5 cm
 Lusi 2¿ x 100 % = 0,08 %  Wale 2¿ x 100 % = 1,2 %
35 cm 25 cm

34 , 7 cm−35 cm 24 , 8 cm−25 cm
 Lusi 3¿ x 100 % = 0,08 %  Wale 3¿ x 100 % = 0,8 %
35 cm 25 cm
VII. Diskusi
Perubahan dimensi pada suatu bahan dapat disebabkan oleh pencucian, pencucian kering,
penyetrikaan. Pada uji kali ini dilakukan pengujian dimensi terhadap kain tenun dan kain
rajut. Perubahan dimensi ini dapat menyebabkan bertambah panjang (mulur) baik pada pakan
atau lusi dan bertambah pendek (mengkeret) pada bahan. Karena terjadinya mengkeret atau
mulur ini menyebabkan suatu pakaian tidak dapat dipakai lagi. Mengkeret pun merupakan
salah satu masalah mutu. Oleh sebab itu pengujian ini sangat penting dilakukan agar bahan
yang akan dijual sesuai dengan SNI yang ada.
Berdasarkan hasil pengujian dimensi pada kain rajut dan kain tenun mengalami
perubahan yaitu bertambah pendeknya (mengkeret) kain rajut pada arah course sebesar
3,50% dan pada arah wale sebesar 3,76%. Untuk kain tenun pada arah lusi sebesar 1,79%
dan pada arah pakan sebesar 2,10%.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dimensi pada kain rajut dan kain tenun mengalami perubahan
yaitu bertambah pendeknya (mengkeret), kain rajut mengalami mengkeret pada arah course
sebesar 3,50% dan pada arah wale sebesar 3,76%. Untuk kain tenun mengalami mengkeret pada
arah lusi sebesar 1,79% dan pada arah pakan sebesar 2,10%.

IX. Lampiran
BAB II
PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA
TERHADAP PENCUCIAN

I. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan pada praktikum ini untuk menentukan dan mengetahui tahan luntur
warna pada kain terhadap pencucian.
II. Teori Dasar
Sifat ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada bahan tekstil memiliki arti yang sangat
penting dalam aplikasinya sehari-hari. Pengujian ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yang
disesuaikan dengan penggunaan dari bahan tekstil yang akan diuji. Prinsip pengujiannya adalah
dengan mencuci sehelai kain yang diambil dari contoh dengan ukuran tertentu, kemudian dijahitkan
diantara dua helai kain putih dengan ukuran yang sama. Sehelai dari kain putih tersebut adalah sejenis
dengan kain yang diuji, sedangkan helai lainnya sesuai dengan pasangannya. Penilaian yang dilakukan
adalah dengan memberi perbandingan contoh yang telah dicuci dengan penodaannya pada kain putih.
Untuk perbahan warna pada contoh dilakukan menggunakan skala abu-abu (gray scale) sedangkan
penodaan warnanya dilakukan menggunakan skala penodaan (staining scale).
Gray scale

Gray scale terdiri dari Sembilan pasangan standard lempeng abu-abu, setiap pasangan
mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna sesuai dengan penilaian tahan luntur dengan angka.
pada gray scale, penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai, dilakukan dengan
membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan contoh asli terhadap perbadaan
standar perubahan warna yang digambarkan oleh gray scale dan dinyatakan dengan rumus CIE lab :
Rumus nilai kekhromatikan adam
Nilai Tahan Luntur Perbedaan Warna (CIE; Toleransi Untuk Standar
Warna I.a.b) Kerja (CIE;I.a.b)
5 0 ±0,2
4-5 0,8 ±0,2
4 1,7 ±0,3
3-4 2,5 ±0,3
3 3,4 ±0,4
2-3 4,8 ±0,5
2 6,8 ±0,6
1-2 9,6 ±0,7
1 13,6 ±1,0

Spesifikasi kolorimetri yang tepat dari warna abu-abu standard dan perubahan warna pada gray
scale. Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 5 yang berarti perubahan warna
sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang
diletakkan berdampingan berwarna abuabu netral dengan reflektansi 12 + 1 persen. Perbedaan warna
sama dengan nol. Bilai tahan luntur 4 – 5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng pembanding yang
identik dan yang dipergunakan untuk tingkat 5, berpasangan dengan lempeng abu-abu netral sama
tetapi lebih muda. Perbedaan secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4, 3, 2, dan 1 adalah tingkat
geotetrik dari perbedaan warna atau kekontrasan.
Staining scale

Pada staining scale penialain penodaan warna pada kain putih di dalam pengujian tahan
luntur warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih yang dinodai dan
kain putih yang tidak ternodai, terhadap perbedaan yang digambarkan staining scale, dan dinyatakan
dengan nilai kkhromatikan adam seperti gray scale, hanya besar perbedaan warnanya berbeda.
Staining scale terdiri dari satu pasangan standar lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng abu-abu
dan putih, dan setiap pasang mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna sesuai dengan
penilaian penodaan dengan angka.
Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan
berdampingan, mempunyai reflektansi tidak kurang dari 85%. Perbedaan warna sama dengan nol.
nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih pembanding yang identik dengan
yang dipergunakan untuk nilai 5, berpasanagn dengan lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu
netral.
Rumus nilai kekhromatikan adam

Nilai Tahan Luntur Perbedaan Warna (CIE; Toleransi Untuk Standar


Warna I.a.b) Kerja (CIE;I.a.b)
5 0 ±0,2
4-5 2,2 ±0,2
4 4,3 ±0,3
3-4 6,0 ±0,3
3 8,5 ±0,4
2-3 12,0 ±0,5
2 16,9 ±0,6
1-2 24,0 ±0,7
1 34,1 ±1,0

Contoh uji dicuci dengan suatu alat launderometer atau alat yang sejenis dengan pengatur suhu secara
termostatik dan kecepatan putaran 42 rpm. Pengujian dilakukan pada kondisi alat, suhu, waktu, dan
deterjen tertentu, sesuai dengan cara pengujian yang telah ditentukan.
Prinsip pengujiannya adalah sebagai berikut:
Contoh uji yang sudah diberi kain pelapis dicuci dalam larutan pencucian dengan sabun AATCC 4 g/l
dengan kondisi tertentu, dibilas pada suhu 40°C netralkan dengan larutan 0,2 g/l asam asetat glacial
kemudian bilas lagi dan keringkan. Perubahan warna pada contoh uji dinilai dengan Standar Skala
Abu-abu, penodaan warna pada kain pelapis dinilai dengan menggunakan Standar Skala Penodaan.
Gosokan diperoleh dengan lemparan gessekan dan tekanan bersama-sama dengan digunakannya
perbandingan larutan yang rendah dan sejumlah kelereng baja yang sesuai. Jenis sabun yang
digunakan pada pencucian ini adalah sabun standar deterjen yang dikeluarkan oleh AATCC atau sabun
dengan pesyaratan sebagai berikut:
• kadar zat penguap pada 105 °C
• jumlah alkali bebas, zat yang terlarut dalam alkohol dan NaCL bebas maksimum 6 %
• alkali bebas sebagai NaOH, maxsimum 0,2 %
• zat yang tidak larut dalam air maxsimum 1%
• titra asam lemak maxsimum 39%
• kadar sabun non hidrat maxsimum 85 %
Hasil evaluasi tahan luntur warna terhadap angka-angka gray scale dan stining scale adalah sebagai
berikut:
Nilai Tahan Luntur Warna Evaluasi Tahan Luntur Warna
5 Sangat Baik
4–5 Baik
4 Baik
3–4 Cukup Baik
3 Cukup
2–3 Kurang
2 Kurang
1–2 Jelek
1 Jelek

Dalam penggunaan gray scale sifat perubahan warna baik dalam corak, kecerahan, ketuaan atau
kombinasinya tidak dinilai. Dasar evaluasinya adalah keseluruhan perbedaan atau kekontrasan antara
contoh uji yang asli dengan yang telah dilakukan pengujian.
Cara pengujian tahan luntur warna bahan tekstil dalam larutan pencuci komersial adalah metoda
pengujian tahan luntur warna tekstil dalam larutan pencuci dengan menggunakan salah satu kondisi
pencucian komersial yang dipilih, untuk mendapatkan nilai perubahan warna dan penodaan pada kain
pelapis. Kondisi pencucian dapat dipilih sesuai dengan keperluan dari 16 kondisi yang disediakan.
Cara pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna terhadap pencucian yang
berulang-ulang. Berkurangnya warna dan pengaruh gosokan yang dihasilkan oleh larutan dan gosokan
5 kali pencucian tangan atau pencucian dengan mesin, hamper sama dengan satu kali pengujian ganda,
sedangkan satu kali pengujian tunggal sama dengan hasil satu kali pencucian. Kondisi pencucian
berbedabeda bergantung pada suhu yang dikehendaki. Jenis sabun yang digunakan dala pencucian ini,
adalah sabun standar detergen yang dikeluarkan oleh AATC atau ECE.
III. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Laundry -O-meter yang dilengkapi dengan: 1. Kain pelapis berukuran 4x10 cm2
1. Penangas air dengan pengatur suhu yang (kapas dan poliester).
terkontrol pada suhu yang ditetapkan ± 2oC.
2. Tabung baja tahan karat berkapasitas 550 ml ± 2. Sabun
50 ml, berdiameter 75 mm ± 5 mm, dan tinggi 3. Air suling
125 mm ± 10 mm. 4. Larutan 0,2 g/liter asam aseat glacial.
3. Frekwensi putaran tabung 40 putaran per menit
± 2 putaran per menit.
4. Kelereng baja tahan karat dengan diameter ± 6
mm.
5. pH meter dengan ketelitian 0,1.
6. Neraca analitis dengan ketelitian 0,1 g.
7. Gray Scale.
8. Staining Scale.

IV. Persiapan Contoh Uji


a) Contoh uji dipotong dengan ukuran 4 x 10 cm, dipotong pula kain pelapis dengan ukuran yang
sama.
b) Contoh uji diletakan diantara sepasang kain pelapis, kemudian dijahit salah satu kain
terpendek.

V. Cara Pengujian
a) Larutan pencuci disiapkan dengan melarutkan sabun 4 g/l ke dalam air suling. Untuk kondisi
larutan pencuci C, D dan E atur agar pH sesuai dengan kondisi, dengan penambahan kira-kira
1 g/l natrium karbonat.
b) Untuk pengujian yang menggunakan perborat, pada saat mau dipakai larutan pencucian yang
mengandung perborat disiapkan dengan cara pemanasan pada suhu tidak lebih dari 60 oC
dengan waktu tidak lebih dari 30 meniit.
c) Untuk pengujian D3S dan D3M, ditambahkan natrium hipoklorit atau litium hipoklorit
kedalam larutan pencuci.
d) Larutan pencuci dimasukkan kedalam tabung tahan karat sesuai jumlah larutan yang sudah
ditentukan, suhu larutan diatur sesuai persyaratan. Contoh uji dan kelereng baja dimasukkan
ke dalam tabung, kemudian tabung ditutup dan mesin dijalankan pada suhu dan waktu sesuai
kondisi pengujian yang telah ditentukan.
e) Contoh uji dimasukkan ke dalam tabung baja tahan karat yang berisi larutan pencuci pada
suhu kira-kira 60oC, tabung ditutup dan suhu larutan dinaikan sampai suhu pengujian yang
dipersyaratkan selama waktu tidak lebih dari 10 menit. Waktu pencucian diperhitungkan tepat
dimulai pada saat tabung ditutup. Mesin dijalankan selama waktu sesuai dengan kondisi
pengujian.
f) Contoh uji dikeluarkan kemudian dibilas dua kali dengan 100 ml air suling selama 1 menit
pada suhu 40oC.
g) Contoh uji dibilas dengan 100 ml larutan 0,2 g/l asam asetat glasial selama 1 menit pada suhu
30oC kemudian dibilas dengan 100 ml air suling selama 1 menit pada suhu 30 oC, lalu contoh
uji diperas.
h) Contoh uji dikeringkan dengan cara digantung pada suhu tidak lebih dari 60 oC, jaga agar kain
pelapis tidak kontak dengan contoh uji kecuali pada bagian jahitan.
VI. Data dan Pengamatan
Nilai Gray Scale Nilai Staining Scale
Pengujian
C.U Kapas Poliester

1 4 4-5 4

2 4 4 4

VII. Diskusi
Dari hasil pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, kain uji dijahitkan pada kain
kapas dan polyester putih untuk mengetahui penodaan warnanya. Setelah dilakukan
pencucian, dilakukan evaluasi berupa penodaan warna terhadap kain kapas dan polyester
putih dan perubahan warna setelah pencucian. Hasil yang didapatkan dari pengujian dengan
grey scale didapatkan nilai 3 pada kain kapas yang membuktikan bahwa kain tersebut
memiliki tahan luntur yang cukup baik. Begitupun pada hasil pengujian dengan grey scale
didapatkan 4 pada kain polyester yang membuktikan bahwa kain tersebut memiliki
ketahanan luntur warna yang baik.
Praktikum ini dilakukan karena pada pakaian jadi sering terjadi kontak dengan bagian
lain bila dipakai atau dicuci, maka dapat menyebabkan terjadinya migrasi warna dari satu
bahan ke bahan lainnya, misalnya pada saat pencucian dapat menodai kain lain. Umumnya
apabila 3 sampai 5 masih dapat diterima oleh konsumen. Nilai uji dengan skala abu-abu 2-1
tidak dapat diterima oleh konsumen karena ketahan lunturnya rendah. Pada perubahan warna
ini tidak menilai corak warna, ketuaan warna, kecerahan warna, namun yang dinilai yaitu
perbedaan secara keseluruhan atau ke kontrasan warna antara contoh asli dengan conotoh uji.

VIII. Kesimpulan
Hasil evaluasi daya tahan luntur warna terhadap pencucian memberikan nilai Grey scale
3 untuk kapas, dan nilai 4 untuk polyester, dapat disimpulkan bahwa kain contoh uji
memiliki ketahan luntur warna yang baik, dimana masih layak diterima oleh konsumen.

IX. Lampiran

BAB III
PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA
TERHADAP GOSOKAN
I. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pada praktikum ini untuk menentukan dan mengetahui tahan luntur
warna pada kain terhadap gosokan.
II. Teori Dasar
Uji tahan luntur warna terhadap gosokan ini dimaksudkan untuk menguji penodaan
dari bahan berwarna pada kain, yang disebabkan oleh gosokan dari segala macam serat,
baik dalam bentuk benang maupun kain. Pengaruh gosokan tersebut diamati dalam
keadaan kering maupun basah.
Pengujian dilakukan dua kali, yaitu gosokan dengan kain kering dan gosokan dengan
kain basah. Contoh uji ukuran 5 x 15 cm2 dipasang pada crockmeter, kemudian padanya
gosokan kain putih kering dengan kondisi tertentu. Penggosokan ini diulangi dengan kain
basah. Penodaan pada kain putih dinilai dengan menggunakan staining scale.
Kain putih yang digunakan adalah kain kapas dengan konstruksi 100 x 96 /inch2 dan
berat 135,3 g/m2 yang telah diputihkan, tidak dikanji dan tidak disempurnakan, dipotong
dengan ukuran 5 cm x 5 cm. bila bahan yang diuji berupa benang, maka hendaknya dirajut
terlebih dahulu lalu dipotong dengan ukuran 5 x 5 cm2, atau boleh juga dibelitkan sejajar
pada suatu karton menurut arah panjangnya dan berukuran 5x 15 cm2.

III. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
1. Crockmeter dengan diameter 1,6 cm dan 1. Air suling
bergerak satu kali maju mundur sejauh 10,4 2. Kain kapas bleached 5 x 20 cm.
cm bergaya tekan pada kain 900 gram.
2. Staining scale.

IV. Persiapan Contoh Uji


a) Potong kain penggosokan dengan ukuran 5 x 5 cm.
b) Potong contoh uji ukuran 5 x 5 cm dengan arah diagonal.

V. Cara Pengujian
a) Gosokan Kering

Contoh uji diletakkan rata diatas alat penguji dengan sisi yang panjang searah dengan arah
gosokan. Jari Crockmeter dibungkus dengan kain putih kering dengan anyaman miring
terhadap arah gosokan. Kemudian digosokan 10 kali maju mundur dengan memutar alat
pemutar 10 kali dengan kecepatan satu putaran per detik. Kain putih diambil dan dievaluasi.
b) Gosokan basah

Basahi kain putih dengan air suling kemudian diperas diantara kertas saring sehingga kadar
air dalam kain terhadap berat kain pada kondisi standar kelembaban relatif 65 ± 2 % dan suhu
27 ± 2°c kemudian dikerjakan seperti cara gosokan kering.
Pengujian kering dan basah masing-masing dilakukan tiga kali dan hasil rata – rata yang
dari ketiganya merupakan hasil pengujian.

VI. Data dan Pengamatan


No Gosokan Kering Gosokan Basah
1 4-5 2

2 5 2-3
Keterangan:
Range 1 – 5 (semakin tinggi nilai, maka tahan luntur warna semakin baik)
VII. Diskusi
Berdasarkan pengamatan dari pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan diperoleh
nilai staining scale bahwa untuk pengujian gosok dalam keadaan basah memberikan nilai 2-
3. Hasil percobaan diperoleh staining scale dengan nilai 4 - 5 untuk hasil gosokan kering.
Data tersebut membuktikan bahwa ketahanan luntur kain terhadap gosokan kering sangat
baik, namun ketahanan luntur kain terhadap gosokan basah kurang baik.

Ketahanan luntur kain terhadap gosokan basah kurang baik dapat disebabkan oleh zat
warna yang digunakan yang mudah larut oleh air, seperti zat warna direk dan lainya.

VIII. Kesimpulan
Bedasarkan pengujian tahan luntur warna yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa ketahanan luntur kain terhadap gosokan kering sangat baik, namun ketahanan
luntur kain terhadap gosokan basah kurang baik.

IX. Lampiran
BAB IV
PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA
TERHADAP KERINGAT
I. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pada praktikum ini untuk menentukan dan mengetahui ketahanan
luntur warna pada kain terhadap keringat. Mengetahui sifat kain perihal ketahanan luntur dari
warnanya terhadap keringat menggunakan keringat buatan asam dan basa dengan cara
mengamati dan menilai perubahan conto uji serta penodaanya terhadap kain lapis.
II. Teori Dasar
Beberapa zat warna sangat dipengaruhi oleh keringat, sehingga akan memberikan perubahan
terhadap intensitas warna pada bagian-bagian kain yang terkena keringat. Pengujian ini
dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna dari segala macam dan bentuk bahan tekstil
berwarna terhadap keringat. Contoh uji yang terpisah dari bahan tekstil berwarna direndam dalam
larutan keringat buatan yang bersifat basa dan asam untuk kemudian diberi tekanan mekanik
tertentu dan dikeringkan secara perlahan pada suhu yang naik sedikit demi sedikit. Pada saat
pengujian, contoh uji dipasangkan bersama dua helai kain putih yang terdiri dari dua jenis serat
yaitu serat yang sejenis dengan bahan yang diuji serta bahan dari serat menurut pasangannya.
Hasil pengujian diamati dari perubahan warna pada contoh uji dan penodaannya terhadap kain
putih menggunakan standar skala abu-abu dan standar penodaan.

Pereaksi

Larutan keringat buatan bersifat asam untuk tiap liter

1. Natrium Khlorida (NaCl) : 5 g

2. Natrium Dihidogen orto-fosfat (NaH2PO42H2O) : 2,2 g

3. Histidin monohidrokhlorida monohidrat (C6H9O2N3HCl H2O) : 0,5 g

4. PH : 5,5

5. Larutan dibuat pH 5,5 dengan penambahan larutan asam asetat 0,1 N


Larutan keringat buatan bersifat basa untuk tiap liter

1. Natrium Khlorida (NaCl) : 5 g

2. Disodium hidrogen orto- posfat dihidrat (Na2HPO4 2H2O) : 2,5 g

3. Histidin monohidroklorida monohidrat : 0,5 g

4. PH : 8

5. Larutan dibuat Ph 8 dengan penambahan larutan natrium hidroksida 0,1 N

III. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
1. AATCC Perspiration Tester atau alat lain 1. Dua helai kain putih dimana
yang sejenis. sehelai dari serat yang sejenis

2. ALat pemeras mangel yang dilengkapi dengan bahan yang diuji,

dengan pengatur tekanan. sedangkan yang sehelai lagi dari


serat pasangan.
3. Gelas piala 500 ml dan pengaduk gelas yang
2. Kain putih ukuran 4 x 10 cm
ujungnya dipipihkan.
(kapas dan poliester) dalam
4. Gray Scale dan Staining Scale.
keadaan sudah dijahit gabung.
5. Lempeng-lempeng kaca atau plastic.

6. Oven dengan pengatur suhu.

7. Berat 5 kg.

8. Landasan 6 x 11,5 cm.

9. Papan akrilik 6 x 11,5 x 1,5 cm.

Beban tekanan 12,5 kPa.

IV. Persiapan Contoh Uji


a) Contoh uji dipotong dengan ukuran 4 x 10 cm, dipotong pula kain pelapis dengan
ukuran yang sama.
b) Contoh uji diletakan diantara sepasang kain pelapis, kemudian dijahit salah satu kain
terpendek.
V. Cara Pengujian
a) Larutan keringat asam dan basa buatan disiapkan dalam cawan.
b) Contoh uji direndam dan diaduk-aduk dalam larutan, dibiarkan selama 15-30 menit untuk
mendapatkan pembasahan sempurna. Apabila kain sukar dibasahi, contoh uji direndam,
diperas dengan mangel, direndam lagi diperas lagi demikian dilakukan berulang-ulang,
sampai mendapatkan pembasahan yang sempurna.
c) Contoh uji diperas, sehingga beratnya menjadi 2,25- 3 kali berat semula untuk contoh uji
yang sama. Kadar larutan dalam contoh uji setelah pemerasan harus sama, karena derajat
penodaan bertambah dengan beratnya kadar larutan yang tertinggal dalam contoh uji.
d) Contoh uji diletakan diantara 2 lempeng kaca atau plastik perspiration tester, lalu seluruh
lempeng kaca dan contoh uji dipasang pada perspiration tester dan diberi tekanan 10 pound
(60 g/cm2), dan diatur sedemikian rupa sehingga tekanan pada contoh uji tetap.
e) Contoh uji yang telah diberi tekanan tersebut dimasukan ke dalam oven dalam kedudukan
contoh uji vertikal pada suhu 38± 1 oC, selama paling sedikit 6 jam. Bila setelah 6 jam contoh
uji belum kering, maka contoh uji tersebut dilepaskan dari perspiration tester, kemudian
dikeringkan di udara pada suhu tidak lebih dari 60 oC, untuk mudahnya contoh uji tersebut
dapat dikerjakan selama 16 jam. Percobaan menunjukan bahwa setelah 6 jam tidak terjadi
lagi perubahan warna atau penodaan. Pengujian dilakukan sekurang-kurangnya 3 kali dan
hasil rata-rata ketiganya merupakan hasil pengujian. Tidak tahan lunturnya warna terhadap
keringat dapat disebabkan oleh migrasi warna (bleeding) atau perubahan warna contoh uji.
Perubahan warna dapat terjadi tanpa bleeding, sebaliknya mungkin pula terjadi bleeding,
tanpa perubahan warna atau dapat terjadi keduanya.
f) Evaluasi perubahan warna contoh uji dilakukan dengan membandingkan terhadap Gray Scale
dan evaluasi penodaan warna dilakukan dengan membandingkan penodaan warna pada kain
putih terhadap Staining Scale.
Catatan:
Walaupun banyaknya contoh uji kurang dari 20 buah, lempeng-lempeng kaca sebanyak 21
buah seluruhnya dipasang pada perspiration tester. Untuk mendapatkan pembebanan 10
pound (60 g/cm2), beban seberat 8 pound diletakkan di atas alat tersebut, kemudian alat
penahan tekanan pada lempeng-lempeng kaca dikunci dengan memutar sekrupnya. Setelah
beban diambil, perspiration tester dimasukan ke dalam oven sedemikian rupa, sehingga letak
lempeng-lempeng kaca dan contoh uji tersebut tegak.
VI. Data dan Pengamatan
Pengujian Ketahanan Luntur Warna Terhadap Keringat
Pengujian Keringat Asam Keringat Basa
C.U Kapas Poliester C.U Kapas Poliester
1 4 3-4 3–4 3 3 3-4
2 4 3-4 4 3 2-3 4

VII. Diskusi
Berdasarkan ketahanan luntur zat warna terhadap keringat diperoleh nilai staining scale
untuk asam pada kain kapas 3 - 4 dan pada kain polyester 4. Sedangkan untuk keringat basa
diperoleh nilai staining pada kain kapas 2 - 3 dan polyester 3 - 4. Nilai yang diperoleh pada
pengujian ini menunjukan bahwa sifat yang dimiliki kain ketahanan luntur warna terhadap
keringat cukup baik. Kain yang dinilai menggunakan grey scale menghasilkan nilai 4 untuk
keringat asam dan 3 untuk keringat basa, hal ini menunjukan bahwa nilai kelunturan kain
contoh uji pada keringat asam baik, sedangkan nilai kelunturan kain contoh uji terhadap
keringat asam kurang baik.

VIII. Kesimpulan
Kain yang dinilai menggunakan grey scale menghasilkan nilai 4 untuk keringat asam dan
3 untuk keringat basa, hal ini menunjukan bahwa nilai kelunturan kain contoh uji pada keringat asam
baik, sedangkan nilai kelunturan kain contoh uji terhadap keringat basa kurang baik.

IX. Lampiran
BAB V
DAYA SERAP KAIN TERHADAP AIR CARA KERANJANG
I. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pada praktikum ini untuk menentukan dan mengetahui ketahanan
kain terhadap air dengan cara keranjang. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan sifat
penyerapan bahan kain terhadap air dengan menggunakan metode keranjang.

II. Teori Dasar


Dalam uji ini, daya serap dinyatakan dalam dua cara yaitu waktu serap dan kapasitas
serap. Daya serap adalah kemampuan kain menyerap air, sedangkan waktu serap adalah
waktu yang diperlukan untuk pembasahan sempurna seluruh contoh uji yang dinyatakan
dalam detik, basah sempurna yang dimaksud adalah pada saat contoh uji tepat mulai
tenggelam.
Pengujian daya serap sangat penting untuk dilakukan yaitu untuk mengendalikan mutu
kain yang khusus dibuat dengan daya serap besar. Kain yang membutuhkan daya serap besar
adalah kain handuk. Kualitas kain handuk ini ditentukan oleh kemampuannya dalam hal daya
serap terhadap air yang mungkin tergantung dari sifat serat atau konstruksi handuk tersebut.

III. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
1. Piala gelas 250 ml. 1. Kain contoh uji berukuran lebar
7,5cm panjang tertentu dengan
2. Keranjang kawat t = 5 cm, Ф = 3 cm,
arah panjang miring 450C
berat 3 gram dan berlubang-lugbang.
terhadap lusi dan pakan
3. Stopwatch.
sehingga setiap contoh uji
4. Bejana dengan tinggi minimum 25 cm. memiliki berat 5 gram dengan
jumlah contoh uji minimal 5
buah.
2. Air suling.
IV. Persiapan Contoh Uji
Siapkan kain uji sesuai dengan standar ruangan.

V. Cara Pengujian
Uji keranjang untuk kain handuk.
1. Waktu serap diuji dengan contoh uji lebar 7,5cm panjang tertentu sehingga beratnya 5 ± 0,1
gram. Lalu contoh uji dimasukkan kedalam keranjang kemudian keranjang dijatuhkan dengan
ketinggian 2,5 cm dari permukaan air.

2. Uji kapasitas serap dilakukan setelah mengetahui waktu serapnya maka keranjang tembaga
contoh uji dibiarkan selama 10 detik. Mengambil contoh uji beserta keranjang tembaga
kedalam tembaga.
3. Menimbang contoh uji, keranjang tembaga dan piala tersebut.
VI. Data Pengamatan dan Perhitungan
- Berat Contoh uji 1 :5g
- Berat Contoh uji 2 :5g
- Waktu tenggelam : ≥ 30 detik
- Kapasitas serap :
berat basah total−(b .cawan+b . kawat +b . kering)
% Kapasitas serap = ×100 %
berat cu
berat basah total−berat kering total
= ×100 %
berat cu
Perhitungan
94 , 44−72 , 40
Contoh uji 1 = ×100 %=440 ,8 %
5
91 ,24−72 , 50
Contoh uji 2 = ×100 %=374 , 8 %
5

VII. Diskusi
Pada pengujian uji serap keranjang ini dilakukan pada kain handuk, kain handuk yang baik yaitu
yang waktu serap airnya kurang dari 60 detik. Karena ketika kain handuk tersebut mudah menyerap
air maka akan lebih nyaman untuk dipakai. Pada kondisi ini, daya serap air dipengaruhi oleh sifat
serat pada kain handuk. Oleh karena itu, pada uji daya serap ini dipengaruhi oleh jenis serat dan
konstruksi pada kain handuk tersebut.
VIII. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pengujian daya serap kain cara keranjang, didapatkan hasil serap serap kain
handuk yang diuji sebesar 567,7% dan 659 , 7 % . Hal ini menunjukan bahwa kain handuk yang diuji
memiliki daya serap yang baik.
IX. Lampiran

BAB VI
PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN RAJUT
DENGAN CARA TETES
I. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pada praktikum ini untuk menentukan dan mengetahui daya serap
kain dengan cara tetes. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal
kemampuannya dalam menyerap air karena daya serap merupakan salah satu faktor yang
menentukan kelayakan kain untuk aplikasi tertentu disamping dalam hal kerataan
pencelupan.

II. Teori Dasar


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan pembasahan (welting time) yang dikenal
dengan dua macam cara yaitu :
• Uji tetes dilakukan pada permukaan kain yang rata dan halus.

• Uji keranjang dilakukan pada permukaan kain yang rata dan halus.

Pada prinsipnya kedua pengujian ini adalah sama yaitu untuk mengetahui kecepatan pembasahan
dari contoh uji. Perbedaannya terletak pada kasar atau tidaknya permukaan contoh uji. Prinsip uji
tetes adalah menghitung waktu dari air yang diteteskan pada permukaan kain yang dipasang tegang
sampai air tersebut hilang terserap.Yang dimaksud dengan waktu pembasahan adalah waktu dari saat
air diteteskan hingga air hilang terserap. Daya serap adalah salah satu faktor yang menentukan
kegunaan dan untuk tujuan tertentu misalnya kain pembalut, kain handuk dan lain-lain. Beberapa kain
harus mempunyai kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah terbasahi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembasahan kain:
• Bila setetes air dijatuhkan pada permukaan dari tiga jenis benda padat yang rata, maka tiga jenis
benda tersebut mungkin berbentuk bulat, pipih atau antara bulat dan pipih. Karena sifat air, kondisi
tekanan air pada ketiga permukaan benda padat berbeda.
• Permukaan benda padat dimana tetesan air akan membentuk bola menunjukkan sudut kontak yang
tinggi, dan akan cenderung menggelinding meninggalkan permukaan benda padat dalam keadaan
kering. Semakin kecil sudut kontak semakin mudah tetesan air menyebar keseluruh permukaan
benda padat dan membasahi benda padat tersebut.
Kebanyakan kain mempunyai permukaan rata dan relatif halus tetapi untuk keperluan tertentu, seperti
handuk mempunyai permukaan berbulu baik bulu yang dipotong atau yang masih berbentuk
lengkungan. Perbedaan permukaan tersebut memrlukan cara pengujian daya serap yang berbeda juga.
Prinsip pengujian daya serap kain tidak berbulu dilakukan dengan meneteskan setetes air dari
ketinggian tertentu ke permukaan kain. Waktu yang diperlukan oleh pantulan cahaya karena tetesan
air akan segera tertutup oleh ketinggian bulu-buku tersebut. Untuk kain berbulu, prinsip pengujiannya
dilakukan dengan menjatuhkan kain contoh uji dari ketinggian tertentu ke permukaan air. Waktu yang
telah diperlukan oleh kain contoh uji sampai tenggelam diukur dan dicatat sebagai waktu basah.
Kapasitas serap kain dihitung dari selisih berat kain basah kain contoh uji kering dinyatakan dalam
persen.

III. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
1. Simpai bordir dengan diameter 150 mm atau 1. Kain rajut
lebih. 2. Kain handuk

2. Buret. Dengan 15-25 tetesan air tiap mililiter. 3. Air suling

3. Stopwatch.

IV. Persiapan Contoh Uji


Sepotong kain yang cukup untuk dipasang rata pada simpai bordir. Contoh uji
dikondisikan dalam ruangan dengan standar pengujian.

V. Cara Pengujian
a) Contoh uji dipasang pada simpai bordir sehungga permukaan kain bebas dari kerutan-kerutan
tetapi tanpa mengubah struktur kain.
b) Simpai bordir tersebut diletakan dibawah buret dengan jarak 10 ± 1 mm dari ujung buret.
Lalu dieteskan setetes air pada permukaan kain.
c) Diukur waktu yang diperlukan hingga pantulan cahaya tetesan hilang menggunakan
stopwatch. Pengamatan dilakukan dengan meletakkan simpai bordir diantara pengamat dan
sumber cahaya (jendela atau lampu duduk) dengan sudut sedemikian sehingga pantulan
cahaya dari permukaan tetesan air mudah dilihat. Ketika tetesan air sedikit demi sedikit
terserap, luas permukaan pantulan cahaya menyusut dan akhirnya hilang seluruhnya dan
meninggalkan bulatan basah yang suram. Saat itu stopwatch pengukuran waktu dihentikan
dan waktu basah dilaporkan ± 60 detik.
d) Pengujian dilakukan tiga kali.

VI. Data dan Pengamatan


Pengujian dilakukan pada 3 titik pada kain rajut yang berbeda, dengan perolehan data sebagai
berikut:
Pengujian Waktu Pembasahan
Titik 1 ˃ 30 detik
Titik 2 ˃ 30 detik
Titik 3 ˃ 30 detik
Rata-rata ˃ 30 detik

VII. Diskusi
Daya serap kain terhadap air adalah kemapuan kain untuk menyerap air, diukur dengan seberapa
cepat air tersebut diserap dan sebarap banyak air tersebut menyerap. Untuk menguji kain rajut, air
diteteskan dari atas permukaan kain dapat dengan mudah kontak dengan kain sehingga air menyerap
ke kain. Dari hasil pengujian daya serap air cara tetes pada kain contoh uji memberikan hasil yang
kurang baik karena kain rajut menyerap tetesan air rata-rata lebih dari 30 detik.

VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa daya penyerapan kain contoh uji terhadap
tetesan air kurang baik.
IX. Lampiran
BAB VII
PENGUJIAN TOLAK AIR DAN TAHAN AIR KAIN CARA UJI SIRAM
SNI 150 9865:243
I. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pada praktikum ini untuk menentukan dan mengetahui ketahanan air
terhadap kain. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan ketahanan atau daya tolak air pada
kain terhadap pembasahan melalui siraman air.
II. Teori Dasar
Air dapat menembus kain melalui tiga cara, yaitu:
1. Oleh pembasahan kain, diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus kain.

2. Oleh tekanan air yang menekannya melalui rongga-rongga pada kain.

3. Oleh kombinasi kedua cara tersebut di atas.

Jika kain dibuat sedemikian rapat hingga tidak ada rongga-rongga diantara benangbenang, kain
masih mungkin tembus air jika air dapat membasahi kain. Hal ini terjadi pada kain kanvas dari
kapas yang ditenun sangat rapat. Apabila kain tenun biasa dibuat dari serat yang diberi proses
kimia sehingga tidak dapat dibasahi oleh air, maka air akan menggelincir dipermukaan kain tanpa
menembusnya, tetapi jika air terkumpul di permukaan kain dengan ketebalan tertentu atau air
menetesi kain dengan tekanan yang lebih kuat, air akan menembus kain melalui rongga-rongga
pada kain. Hal ini terjadi pada kain yang disebut kain tahan gerimis. Agar kain benar-benar tidak
ditembus air, kain harus dilapisi dengan pelapis yang tidak tembus air, misalnya untuk jas hujan,
kain dilapisi karet, atau untuk terpal dilapisi sejenis ter. Kain yang diberi pelapis juga bersifat
tidak tembus udara, sehingga tidak nyaman dipakai. Untuk pakaian biasa diperlukan sifat tahan
air cukup namun masih bersifat tembus udara dan uap air.
Uraian diatas menunjukkan perbedaan sifat kedap air (waterproof). Tahan air (water resistance)
dan tolak air (water repellence). Kain kedap air adalah kain yang dilapisi dengan zat tidak tembus
air sehingga juga tidak tembus udara. Tahan air adalah sifat kain untuk mencegah pembasahan
dan tembus air. Tetapi masih bersifat tembus udara. Tolak air adalah sifat serat, benang atau kain
yang menolak pembasahan air. Kain bersifat tolak air dapat ditembus udara dan uap air dan masih
mungkin ditembus air dengan tekanan, misalnya tetesan air hujan yang cukup lebat.
Prinsip pengujian uji siram adalah menyiramkan air pada permukaan kain dengan kondisi
tertentu, sehingga menghasilkan pola kebasahan pada permukaan kain yang ukurannya relatif
bergantung pada sifat tolak air kain. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan pola kebasahan
kain dengan gambar pada penilaian uji siram standar.
Nilai uji siram adalah sebagai berikut:
1. 100 (ISO 5) : tidak ada titik-titik pembasahan pada permukaan atas.

2. 90 (ISO 4) : sedikit titik-titik pembasahan secara acak pada permukaan atas.

3. 80 (ISO 3) : pembasahan permukaan atas pada titik-titik tetesan.

4. 70 (ISO 2) : pembasahan pada sebagian permukaan atas.

5. 50 (ISO 1) : pembasahan seluruh permukaan atas.

6. 0 : pembasahan seluruh permukaan atas dan permukaan bawah.

III. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
1. Simpai bordir, diameter 150 mm. 1. Air suling

2. Buret dengan jumlah tetesan 15-25 per ml. 2. Kain uji

3. Stopwatch.

IV. Persiapan Contoh Uji


Kain contoh uji disiapkan sesuai standar ruangan.
V. Cara Pengujian
a) Contoh uji dipasang pada simpai bordir sehingga tidak terdapat kerutan-kerutan pada kain.
b) Simpai border beserta contoh uji diletakan pada penyangga contoh uji sedemikian sehingga
titik tengah penyemprot tepat di atas titik tengah simpai.
c) Melakukan penyiraman pada kain contoh uji dengan menuangkan air sebanyak 200 ml
kedalam corong pada alat penguji (25–30 detik).
d) Melakukan penilaian (peta penilai uji siram standart).
VI. Data dan Pengamatan
Berdasarkan foto perbandingan ISO diperoleh data sebagai berikut:
Pengujian Nilai Keterangan
Contoh uji 1 100 Tidak ada titik-titik pembasahan pada permukaan atas
Contoh uji 2 100 Tidak ada titik-titik pembasahan pada permukaan atas

VII. Diskusi
Tolak air adalah sifat serat, benang atau kain yang menolak pembasahan air. Kain bersifat tolak
air dapat ditembus udara dan uap air. Berdasarkan pengujian tolak air cara uji siram, kain contoh uji
memiliki nilai ketahan permukaan terhadap pembasahan ISO 100, yang menunjukan bahwa contoh
uji memiliki kemampuan daya tolak air yang baik jika digunakan untuk kain payung dan raincoat.

VIII. Kesimpulan
Pada pengujian yang telah dilakukan diperoleh nilai tolak air sebesar 100 dimana tidak terjadi
pembasahan pada permukaan kain bagian atas, hal ini menunjukan kain contoh uji memiliki
kemampuan daya tolak air yang baik.

IX. Lampiran
BAB VIII
PENGUJIAN DAYA TOLAK AIR KAIN
DENGAN UJI CURAH HUJAN
I. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pada praktikum ini untuk menentukan dan mengetahui daya tolak air
pada kain. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal ketahanannya
terhadap air melalui curahan hujan.

II. Teori Dasar


Dalam hubungan antara air dan kain, banyak istilah yang kadang-kadang membingungkan,
misalnya istilah storm-proof dan shower-proof pada jas hujan. Oleh karena itu sebelum dilakukan
pengujian cara uji tahan air atau tolak air perlu dibicarakan mengenai beberapa istilah dan definisi
berikut ini:
Proses tahan hujan (shower proof) Ialah proses untuk memperlambat daya serap dan daya penetrasi
air dengan sifat kainnya yang tetap tembus udara dan umumnya dilakukan dengan pemulihan jenis
serat dan konstruksi kain tertentu. Cara ini dimaksudkan untuk menentukan daya tolak air suatu kain.
Cara ini terutama dipergunakan untuk kain-kain yang mempunyai daya tolak air tetapi masih tembus
udara.
Kain dipasang pada 4 buah tabung yang dipasang tepat di bawah curahan air hujan buatan. Air hujan
buatan disiramkan dari lubang-lubang penyiram air. Air yang menembus kain ditampung dalam
tabung dan jumlah air yang tertampung diukur, begitu pula air yang tertampung di atas kain diukur
jumlahnya.
Penyiraman air hujan dipasang sejarak 150 cm dari keempat tabung yang dipasang pada alas yang
berputar dengan kecepatan 5 putaran per menit. Pada saat kain yang dipasang pada tabung diputar di
bawah curahan air hujan buatan, alat penghapus yang berada di dalam tabung akan menggosok kain
bagian dalam untuk meniru gosokan mekanis yang ditimbulkan oleh pemakai jas hujan dalam
pemakaian yang sebetulnya. Gerakan menggosok kain ini akan membantu penetrasi air ke dalam
kain.
Air yang dipergunakan untuk pengujian harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Suhu air tidak boleh kurang dari 25oC dan tidak lebih dari 29oC.

2. pH air tidak boleh kurang dari 6,0 dan tidak lebih dari 8,0.

Kecepatan aliran air hujan tidak boleh dari 62 ml per menit per tabung dan tidak lebih dari 68 ml per
menit per tabung.
Sifat khusus dari kain yang dipakai untuk jas hujan, tutup mobil, atau tenda adalah kemapuan kain
tersebut untuk menolak air atau sebaliknya air tidak dapat menembus kain yang digunakan untuk
kantong air.
Air dapat menembus kain melalui tiga cara:
1. oleh pembasahan kain, diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus kain.

2. Oleh tekanan air yang menekannya melalui rongga-rongga pada kain.

3. Oleh kombinasi kedua cara tersebut di atas.


Jika kain dibuat sedemikian rapat hingga tidak ada rongga-rongga diantara benangbenang, kain
masih mungkin tembus air jika air dapat membasahi kain. Hal ini terjadi pada kain kanvas dari kapas
yang ditenun sangat rapat. Apabila kain tenun biasa dibuat dari serat yang diberi proses kimia
sehingga tidak dapat dibasahi oleh air, maka air akan menggelincir dipermukaan kain tanpa
menembusnya, tetapi jika air terkumpul di permukaan kain dengan ketebalan tertentu atau air
menetesi kain dengan tekanan yang lebih kuat, air akan menembus kain melalui rongga-rongga pada
kain. Hal ini terjadi pada kain yang disebut kain tahan gerimis. Agar kain benar-benar tidak ditembus
air, kain harus dilapisi dengan pelapis yang tidak tembus air, misalnya untuk jas hujan, kain dilapisi
karet, atau untuk terpal dilapisi sejenis ter. Kain yang diberi pelapis juga bersifat tidak tembus udara,
sehingga tidak nyaman dipakai. Untuk pakaian biasa diperlukan sifat tahan air cukup namun masih
bersifat tembus udara dan uap air.

III. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
1. Alat uji daya tolak air kain jenis Kain contoh uji berbentuk lingkaran.
Bundesman.

2. Alat pemeras pusingan tanpa lipatan


3. Stopwatch.

4. Gunting.

5. Neraca ketelitian 0,01 gram.

IV. Persiapan Contoh Uji


Kain contoh uji dipototng dan kondisikan dalam ruangan standar pengujian.

V. Cara Pengujian
a) Contoh uji dikondisikan (27 ± 2oC, 65 ± 2 %)
b) Contoh uji ditimbang sebelum diuji.
c) Kecepatan alir air hujan 62 > x > 68 mL/menit.
d) Suhu air 25 > x > 29oC.
e) pH air 6 > x > 8.
f) Rangkaian tabung-tabung pemegang contoh uji tanpa contoh uji dipasang pada alat. Tutup
penahan siraman air masih menutup dan kran air dibuka. Motor pemutar tabung contoh uji
dijalankan, lalu tutup penahan siraman air dibuka selama satu menit, kemudian ditutup
kembali. Dengan membuka kran pada tabung pemegang contoh uji dengan gelas ukur sampai
milimeter terdekat. Ulangi pekerjaan tersebut dengan mengatur kran tekanan air sehingga
jumlah air yang tertampung dalam tabung pemegang contoh uji 62-68 ml/menit/tabung.
g) Contoh uji yang telah dikondisikan dalam ruangan standar pengujian ditimbang sampai
miligram terdekat.
h) Setelah air dalam masing-masing tabung pemegang contoh uji dikeluarkan, menutup kembali
kran pada tabung tersebut. Contoh uji dipasang pada tabung pemegang contoh uji sehingga
tidak terdapat kerutan-kerutan pada permukaan contoh uji.
i) Tutup penahan siraman air masih menutup, rangkaian pemegang contoh uji dipasang dengan
contoh ujinya pada alat.
j) Jalankan motor pemutar rangkaian tabung pemegang contoh uji. Kemudian buka tutup
penahan siraman air, sehingga air menyirami contoh uji yang berputar selama 10 menit dan
tutup kembali.
k) Matikan motor, ambil rangkaian pemegang contoh uji.
l) Masing-masing contoh uji diambil dari tabung pemegang contoh uji. Pasang pada alat
pemutar contoh uji untuk menghilangkan tetesan-tetesan air pada permukaan contoh uji.
Timbang berat contoh uji tersebut sampai miligram terdekat.
m) Dengan membuka kran pada tabung pemegang contoh uji dengan gelas ukur sampai mililiter
terdekat. Jumlah air yang tertampung tersebut adalah jumlah air yang menembus contoh uji
selama 45 menit.

VI. Data dan Pengamatan


- Berat kering : 9,30 g
- Berat basah : 11,30 g
- Volume penyerapan air : 0 ml (ml terdekat)
Berat basah−berat kering
- % Kapasitas Penyerapan = x 100
berat basah
11,30−9 , 30
= x 100
11 ,30
= 11,70%
VII. Diskusi
Kain daya tolak air dengan proses tahan hujan untuk memperlambat daya serap dan daya
penetrasi terhadap air. Kain uji masih tetap tembus udara. Biasanya dengan pemilihan jenis serat dan
konstruksi kain tertentu, kain dapat dibuat sifat anti hujan sesuai yang diinginkan.
Setelah pengujian dilakukan evaluasi yaitu dilihat penyerapan air oleh contoh uji yang didapatkan
sebesar 11,70 %, dengan volume penyerapan (ml terdekat) sebesar 0 ml Hal ini menunjukkan
sedikitnya air yang tertinggal pada kain baik dalam hal penyerapannya. Sehingga kain contoh uji
memiliki daya tahan air yang baik.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa kain contoh uji memiliki daya
tahan air yang baik.
IX. Lampiran
BAB IX
PENGUJIAN SIFAT DAN NYALA API
TEKSTIL PAKAIAN
I. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pada praktikum ini untuk menentukan dan mengetahui sifat
ketahanan nyala api tekstil pakaian. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain
perihal kemampuan kain untuk menahan atau tidak meneruskan nyala api bila dikenakan
pada salah satu ujungnya selama waktu tertentu.

II. Teori Dasar


Faktor yang berpengaruh pada sifat nyala api atau tahan api adalah jenis serat dan berat
kain. Struktur benang dan struktur kain seperti kain tenun, kain rajut dan sebagainya tidak
berpengaruh pada sifat nyala api dan tahan api.
Sifat nyala api sebagian ditentukan oleh jenis serat yang digunakan. Serat selulosa seperti
kapas, linen dan rayon mudah meneruskan pembakaran. Kain wol biasanya sulit menyala;
Nylon dan poliester mengerut dari nyala api dan sulit menyala, tetapi penyempurnaan yang
membuat kain kaku memungkinkan nylon dan poliester mudah menyala.
Pada kain-kain yang meneruskan nyala api, sifat tahan apinya bergantung pada berat kain
dan kandungan seratnya. Untuk kain dengan serat sama, makin berat kainnya, makin tahan
api.
Dalam keadaan nyata, banyak faktor yang berpengaruh pada sifat tahan api, dan terdapat
beberapa cara uji tahan api. Untuk pakaian, pengujian yang banyak digunakan adalah uji sifat
nyala api tekstil pakaian (cara 45°) dan uji tahan api(cara vertikal).
Prinsip uji sifat tahan api (cara vertikal) adalah membakar kain yang dijepit rangka dan
diletakkan vertikal selama waktu tertentu. Diukur waktu dari saat api diambil sampai nyala
padam, waktu dari saat nyala padam sampai bara padam dan panjang sobekan pada contoh
uji karena sobekan dengan gaya tertentu.
Prinsip uji sifat tahan api (cara vertikal) adalah membakar kain yang dijepit rangka dan
diletakkan vertikal selama waktu tertentu. Diukur waktu dari saat api diambil sampai nyala
padam, waktu dari saat nyala padam sampai bara padam dan panjang sobekan pada contoh
uji karena sobekan dengan gaya tertentu.

III. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
1. Alat uji tahan api vertikal Kain contoh uji.

2. Gunting

3. Stopwatch.

IV. Persiapan Contoh Uji


Contoh uji disiapkan dengan ukuran 30cm × 7cm buat untuk lusi dan pakan.

V. Cara Pengujian
a) Contoh uji dijepit pada penjepit contoh uji dengan rata dan dipasang pada tempat penjepit
contoh uji dalam Alat Uji Tahan Api.
b) Nyala api diatur hingga tingginya 38 mm.
c) Nyala api digeser ke bawah contoh uji dan membakar contoh uji selama 12 detik kemudian
ambil atau padamkan nyala api.
d) Mengukur Waktu Nyala (After Flame Time), yaitu waktu sejak api diambil sampai nyala
padam, dan Waktu Bara (After glow Time), yaitu waktu sejak nyala padam sampai bara
padam.
e) Contoh uji didinginkan kemudian diukur Panjang Arang (Char Length)

VI. Data Pengamatan dan Perhitungan


Keterangan Lusi Pakan
Waktu pembakaran 12 detik 12 detik
Waktu api padam 30,95 detik 33,34 detik
Waktu bara padam 33,69 detik 50,59 detik
Perhitungan
1. Arah lusi
Waktu nyala = waktu api padam – waktu pembakaran
= 30,95 – 12 detik
= 19,95 detik
Waktu bara = waktu bara padam – waktu api padam
= 33,69 – 30, 95 detik
= 2,74 detik
2. Arah pakan
Waktu nyala = waktu api padam – waktu pembakaran
= 33,34 – 12 detik
= 21,34 detik
Waktu bara = waktu bara padam – waktu api padam
= 50,59 – 33, 34 detik
= 17,25 detik

Table hasil perhitungan data uji tahan api


Waktu Nyala (s) Waktu Bara (s) Panjang Arang

Lusi Pakan Lusi Pakan Lusi Pakan

18,95 21,34 2,74 17,25 Kain habis Kain Habis

VII. Diskusi
Pada kain contoh uji merupakan kategori kain mudah terbakar (flammable) karena kain
memiliki sifat meneruskan nyala api dengan cepat dan apabila dijauhkan dari api kain akan
terus terbakar. Pada arah lusi nyala api 18,95 detik kemudian waktu bara 2,74 detik setelah
api hilang. Begitupun pada arah pakan nyala api 21,34 detik kemudian ada bara 17,25 detik.
Hal ini menunjukan bahwa kain tahan api yang kurang baik.

VIII. Kesimpulan
Berdasarkan data praktikum yang telah didapat, dapat disimpulkan dengan cepatnya kain
terbakar dan juga sifatnya yang meneruskan pembakaran, menunjukan bahwa kain contoh uji
tersebut memiliki ketahanan api yang kurang baik.

IX. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai