Disusun oleh
Sifat khusus dari kain yang dipakai untuk jas hujan, tutup mobil, atau
tenda adalah kemampuan kain tersebut untuk menolak air, atau
sebaliknya air tidak dapat menembus kain yang digunakan untuk kantong
air. Dalam hubungan antara air dan kain ada beberapa istilah dan definisi,
antara lain :
a. Proses tahan air (water proof), adalah proses untuk melapisi kain
dengan lemak, wax atau karet, untuk mencegah menyerapnya air
kedalam kain. Penambahan obat anti air dapat dilakukan dengan
melapisi permukaan kain secara mekanis atau dapat juga secara
reaksi antara serat dan zat-zat penyempurnaan.
c. Daya tolak air (water repellent), sifat kain untuk tidak menyebarkan
butiran-butiran air keseluruh permukaan kain.
Karena kain yang anti air biasanya tidak tembus udara, maka tidak enak
untuk dipakai sebagai bahan pakaian \, tetapi lebih sesuai untuk
kepentingan industri.
Pengujian tahan air ada beberapa cara. Pada praktikum kali ini pengujian
yang dilakukan adalah pengujian dengan cara uji siram.. Cara ini
terutama sesuai untuk menilai kebaikan penyempurnaan tolak air yang
telah diberikan pada kain, khususnya kain dengan anyaman polos.
Karena alatnya sederhana dan mudah dibawa serta cara pengujian yang
singkat dan sederhana, maka cara ini sangat sesuai pengendalian mutu
dalam pabrik. Cara ini tidak dimaksudkan untuk meramalkan tahan hujan
kain, oleh karena perembesan air melalui kain tidak diukur.
Cara ini dapat digunakan pada semua jenis kain, baik yang sudah
maupun yang belum diberi penyempurnaan tahan atau tolak air.
Dalam uji siram dipakai siraman yang berasal dari corong dengan lubang
penyiraman. Air disiramkan diatas contoh uji yang dipasang pada
kedudukan miring 450 dengan bidang horizontal.
Penilaian tersebut bervariasi, yaitu:
100, tidak ada air yang menempel atau membasahi permukaan kain
bagian atas
90, terjadi sedikit penempelan atau sedikit pembasahan pada
permukaan kain bagian atas
80, terjadi pembasahan pada permukaan kain bagian atas yang
terkena siraman air
70, terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan kain
bagian atas
50, terjadi pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian atas
0, terjadi pembasahan pada seluruh permukaan bagian atas dan
bagian bawah
IV. Alat dan bahan
a. Alat
- Spray Tester
- Simpai sulam
- Labu ukur 250 ml
- Gambar standar
b. Bahan
- Air suling.
V. Prinsip
Contoh Uji yang ditegangkan disiram air dalam kondisi tertentu untuk
menghasilkan pola pembasahan yang ukurannya tergantung dari
penolakan relatif kain. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil
pola pembasahan dengan gambar standar. Penilaian pola pembasahan
relatif tergantung pada proses penepukkan serta pengamatan visualnya.
VI. Cara kerja
1. Contoh uji dipasang kuat pada simpai sulam sehingga muka kain
menghadap ke atas tanpa kerutan,
2. Simpai sulam dipasang pada alat penguji sehingga permukaan kain
berada di bagian paling atas dan pusat pola pembasahan berimpit
dengan pusat simpai.
3. Air suling 250 ml dituangkan pada corong penguji dan dibiarkan
menyiram contoh uji, dimana jarak antara corong dengan contoh uji
15 cm,
4. Ditepuk butiran air pada kain agar jatuh,
5. Dibandingkan dengan papan pembanding.
VII. Evaluasi
Penilaian siram ditentukan dengan membandingkan penampakan contoh
uji terhadap standar berupa uraian dan foto.
VIII. Data percobaan
Dari percobaan yang dilakukan, didapat hasil dari 2 kain contoh adalah:
1. 80
2. 80
IX. Diskusi
Daya tolak air dari bahan tekstil adalah kemampuan dari suatu serat
tekstil, untuk menahan pembasahan. Prinsip pengujian ini dilakukan
dengan menyiramkan air pada permukaan contoh uji yang tegang dalam
kondisi tertentu untuk menghasilkan pola pembasahan yang ukurannya
tergantung pada penolakan relatif kain. Namun, sering terjadi kekeliruan
terhadap evaluasi pada kain karena evaluasi dilakukan secara visual.
Yaitu dengan membandingkan penampakan basah dipermukaan kain
dengan gambar standar yang berupa foto.
X. Kesimpulan
Dari 2 contoh uji tersebut didapat hasil 80, terjadi pembasahan pada
permukaan kain bagian atas yang terkena siraman air. Contoh uji cocok
digunakan sebagai bahan untuk membuat payung.
I. Judul
Tahan luntur warna terhadap pencucian.
SNI ISO 105-C06:2010
II. Maksud dan tujuan
a. Maksud
Melakukan pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian.
b. Tujuan
Untuk mengetahui cara pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian
pada kain atau bahan tekstil.
III. Teori dasar
Cara pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga dan
pencucian komersial adalah metoda pengujian tahan luntur warna bahan tekstil
dalam larutanpencuci dengan menggunakan salah satu kondisi pencucian
komersial yang dipilih, untuk mendapatkan nilai perubahan warna dan penodaan
pada kain pelapis. Kondisi pencucian dapat dipilih sesuai dengan keperluan dari
16 kondisi yang disediakan.
Cara pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna terhadap
pencucian yang berulang – ulang. Berkurangnya warna dan pengaruh gosokan
yang dihasilkan oleh larutan dan gosokan 5 kali pencucian tangan atau
pencucian dengan mesin, hampir sama dengan satu kali pengujian ganda (M),
sedangkan satu kali pengujian tunggal (S) sama dengan hasil satu kai
pencucian.
Contoh uji dicuci dalam suatu alat Launder O0meter atau alat yang sejenis
dengan pengatur suhu secara thermostatik dan kecepatan putaran 42 rpm. Alat
ini dilengkai dengan piala baja dan kelereng – kelereng baja yang tahan karat.
Proses pencucian dilakukan sedemikian rupa, sehingga berkurangnya warna
yang terjadi, didapat dalam waktu yang singkat. Gosokan diperoleh dengan
lemparan, geseran, dan tekanan bersama – sama dengan digunkaan
perbandingan larutan yang rendah, dan sejumlah kelereng baja yang sesuai.
Kondisi pencucian berbeda – beda bergantung suhu yang dikehendaki. Jenis
sabun yang digunakan dalam pencucian ini, adalah sabun standar detergen yang
dikeluarkan oleh AATCC atau ECE.
IV. Alat dan bahan
1. Alat
- Peralatan mekanik yang sesuai, terdiri atas penangas air dilengkapi
batang berputar, yang memegang tabung baja tahan karat (diameter 75
mm ± 5 mm x tinggi 125 mm ± 10 mm) dengan kapasitas 550 mL ± 50
mL. Posisi dasar tabung berada pada 45 mm ± 10 mm dari pusat batang.
Batang atau gabungan tabung berputar dengan kecepatan 40
putaran/menit ± 2 putaran/menit. Suhu air dalam penangas air terkontrol
untuk menjaga suhu larutan pada suhu yang ditetapkan ± 2°C.CATATAN
1 Alat uji lain dapat digunakan apabila dapat memberikan hasil uji yang
sama. Pada praktikum digunakan Launder-O-Meter.
- Kelereng baja tahan karat, dengan diameter kurang lebih 6 mm.
- Kain pelapis, (lihat ISO 105-A01:1994, 8.2), dapat digunakan dua helai
kain pelapis berserat tunggal sesuai ISO 105-F:1985, bagian F01 sampai
dengan F08. Salah satu dari kain pelapis tersebut harus terbuat dari serat
yang sejenis dengan contoh uji atau jenis serat yang paling dominan
untuk kain campuran. Kain pelapis kedua terbuat dari serat seperti yang
tercantum pada Tabel 5 atau dalam hal serat campuran sesuai dengan
serat yang dominan kedua atau apabila ditentukan lain.Apabila
diperlukan, dapat digunakan kain yang tidak dapat dicelup (contoh
polipropilena).
- Deterjen, tanpa pemutih optik. Sekurang-kurangnya disiapkan larutan
deterjen 1 liter, karena bubuk deterjen mungkin tidak homogen.
- pH meter dengan ketelitian 0,1.
- Neraca analitis dengan ketelitian 0,1 g.
- Standar skala abu-abu untuk perubahan warna
- Standar skala abu-abu untuk penodaan warna
2. Bahan dan Pereaksi yang digunakan:
- Contoh uji kain berukuran 40 x 100 mm diletakan diantara dua kain putih
(poliester dan kapas) dengan ukuran yang sama kemudian dijahit.
- Air suling
- Sabun tanpa pemutih optik
V. Prinsip
Contoh uji dicuci pada kondisi, suhu, alkalinitas yang sesuai dan gosokan-
gosokan sedemikian, sehingga berkurangnya warna yang dikehendaki didapat
dalam waktu yang singkat warna yang dikehendaki didapat dalam waktu yang
singkat. Gosokan diperoleh dengan lemparan, geseran dan tekanan, bersama-
sama dengan digunakannya perbandingan larutan yang rendah dan sejumlah
kelereng baja yang sesuai.
VI. Cara kerja
1. Masukan 200 ml larutan yang mengandung 0,5 % volume sabun yang sesuai
dan 10 kelereng baja bahan karat ke dalam bejana, kemudian bejana ditutup
rapat dan dipanaskan sampi 40 C.
2. Bejana tersebut diletakan pada tempatnya dimanapemanasan bejana diatur
sedemikian rupa sehingga tiap sisi terdiri daris ejumlah bejanan yang sama.
3. Mesin dijalankan untuk pemanasan pendahuluan.
4. Mesin diberhentikan kemudian membuka tutp bejana dan memasukan contoh uji
dan menutup bejana kembali lalu mesin Launder O-meter dijalankan selama 40
menit.
5. Contoh uji diperas dan dikeringkan.
VII. Evaluasi
Menentukan nilai perubahan warna contoh uji dengan Gray Scale dan penodaan
warna pada kain pelapis dengan Staining Scale. Jika menggunakan kain pelapis
multiserat, untuk pengujian bahan wool dan sutera pada suhu 60oC serta
pengujian seluruh bahan pada suhu 70oC dan 95oC, penodaan pada wool dan
asetat tidak dinilai.
Gray Scale dan Staining Scale
Nilai tahan luntur warna Evaluasi tahan luntur warna
5 Baik sekali
(4-5) Baik
4 Baik
3 Cukup
(2-3) Kurang
2 Kurang
(2-1) Jelek
1 Jelek
(Nilai-nilai yang dikurung digunakan hanya untuk 9 tingkat nilai skala abu-abu)
VIII.
IX. Data percobaan
a. Gray Scale
Kain Uji 1 Kain Uji 2
4 3/4
b. Staining Scale
Kain pelapis
Kapas Poliester
3/4 4/5
4 5
X. Diskusi
Perubahan warna yang terjadi pada kain uji, berkisar dari ¾ dan 4. Hal ini
menunjukkan bahwa kain uji memiliki tahan luntur yang cukup baik. Dan untuk
penodaan warna pada kain pelapis pada kapas, nilai tahan luntur warnanya
adalah 4 dan ¾, menyatakan bahwa penodaan kain uji terhadap kapas cukup
baik. Sementara penodaan warna kain uji terhadap poliester hampir tidak ada
perbedaan sama sekali, dan didapat nilai tahan luntur warna 4/5 dan 5,
mengindikasikan penodaan kain uji terhadap poliester baik atau baik sekali.
XI. Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, kain contoh uji memiliki ketahan luntur yang baik,
dan kain contoh lolos persyaratan mutu kain tenun untuk kemeja dari segi
katahan luntur warna terhadap pencucian.
I. Judul
Pengujian perubahan dimensi bahan tekstil dalam proses pencucian dan
pengeringan.
SNI ISO 5077:2011
II. Maksud dan tujuan
a. Maksud
Melakukan pengujian perubahan dimensi bahan tekstil dalam proses
pencucian dan pengeringan.
b. Tujuan
Mengetahui pengujian perubahan dimensi bahan tekstil dalam proses
pencucian dan pengeringan.
III. Teori dasar
Dimensi kain adalah ukuran panjang, lebar, dan tebal kain. Panjang kain adalah
jarak antara ujung kain yang satu dengan yang lainnya, ynag diukur searah
denagn lusi pada kain tenun atau wale pada kain rajut dimana kain tidak dalam
keadaan terlipat dan rata serta dalam keadaan tidka tegang. Lebar kain adalah
jarak antara pinggir kain yang satu dengan yang satu dengan kain yang lainnya,
yang diukur searah dengan pakan kain tenun dan course pada kain rajut dimana
kain dalam keadaan tidak terlipat dan rata serta dalam keadaan tidak diregang.
Untuk kain shuttleless loom pengukuran lebar kain dilakukan antara lusi paling
pinggir ke paling pinggir lainnya, untuk kain rajut datar lebar kain diukur antara
wale paling pinggir ke wale paling pinggir lainnya, sedangkan untuk kain rajut
bundar pengukuran lebar kain dilakukan antara pinggir kain terlipat tegak lurus ke
pinggir kain lainnya dikali dua. Tebal kain adalah jarak antara dua permukaan
kain yang berbeda.
Berat kain adalah berat untuk satuan luas tertentu atau berat untuk satua
panjang tertentu dari kain, yang dinyatakan dalam gram meter per segi, gram per
meter dan lain – lain. Tekanan adalah gaya yang dibebankan pada suatu
permukaan kain per unit luas yang dinyatakan dalam kg/cm2 atau kPa.
Dalam praktek dilapangan kain dijual atau dibeli dalam panjang atau berat. Unit –
unit panjang biasanya dalam bentuk potongan atau pieces yang panjangnya
macam – macam, ada 30 yard, 50 yard, 100 yard, atau 120 yard. Dalam berat
kain biasanya dinyatakan dalam berat tiap yard atau dengan lebar tertentu atau
dalam berat tiap yard persegi atau permeter persegi.
Kain kapas diketahui mengalami pemengkeretan setelah pencucian. Sebagian
penyebabnya adalah karena adanya gaya penarikan yang dialami bahan selama
proses manufakturnya, baik ke arah panjang maupun ke arah lebar kain.
Ada dua jenis mengkeret, yaitu :
1. Mengkeret karena tegangan mekanis pada waktu proses pertenunan dan
penyempurnaan, menyebabkan kain tertarik untuk sementara dan waktu
pencucian akan bersantai (relaxatian) kembali kebentuk semula.
2. Mengkeret karena adanya kemampuan serat untuk menggumpal (felting)
dalam pencucian. Misalnya kain wool yang cenderung untuk mengkeret dan
menggumpal dalam keadaan basah.
Hingga saat ini dikenal dua macam cara untuk mencegah mengkeret kain yaitu:
1. Bahan dibasahi lalu dikeringkan tanpa tegangan, biasanya dengan
pengering loop.
2. Pada industri pakaian jadi bahan dicuci dahulu sebelum dibuat menjadi
pakaian sehingga diharapkan tidak terjadi lagi mengkeret pada pakaian
jadi.
Cara-cara tersebut di atas tidak membuat kain tahan mengkeret secara optimal,
karena setelah proses tersebut kain biasanya akan terlihat kusut, dan kemudian
harus disetrika kembali agar nampak licin, yang mengakibatkan kain memanjang
kembali dan akan mengkeret kembali pada pencucian berikutnya.
Pembebasan mengkeret kain tidak semata oleh adanya pembebasan tarikan
tetapi juga adanya penggembungan yang terjadi karena pembasahan sehingga
terjadi penyusunan kembali (reorientasi) materi internal/rantai molekul yang
mengakibatkan mengkeret pada bagian eksternalnya.
Pengujian mengkeret kain dilakukan dengan mencuci kain yang sudah
dikondisikan dalam atmosfer standar dan ditandai dalam ukuran tertentu, dalam
mesin cuci dengan kondisi pencucian disesuaikan dengan jenis kain dan
komposisi seratnya.
IV. Alat dan bahan
a. Alat
- Mistar atau alat ukur baja tahan karat.
- Pena dengan tinta yang tidak hilang/luntur pada pencucian.
- Meja datar untuk membentangkan contoh uji yang diletakkan dalam
ruangan standar.
- Mesin cuci otomatis dengan spesifikasi :
Mesin tipe A1, silinder pencuci horizontal pintu pemasukan dari
depan.
Kedudukan silinder pencuci horizontal dengan pintu pemasukan dari
depan.
Diameter silinder dalam (51,5 ± 0,5) cm.
Kedalaman silinder dalam (33,5 ± 0,5) cm.
b. Jarak antara silinder luar dengan silinder dalam 2,8 cm. Bahan
- Deterjen tanpa pemutih optic yang sesuai dengan standar AATCC untuk
mesin tipe B.
- Deterjen ECE tanpa pemutih optic untuk semua tipe mesin cuci.
- Deterjen IEC dengan pemutih optic untuk semua tipe mesin cuci, perubahan
warna tidak diamati.
- Natrium perborat tetrahidrat (NaBO3.4H2O).
- Kain pemberat 2 lembar dijahit seluruh pinggir kain (polyester 100% atau
campuran polyester kapas), beratnya mendekati contoh uji ( ±25%), ukuran
(30 x 30 ) cm ± 3cm.
- Kain rajut 100% poliester.
- Kain tenun kapas 100% bleached.
- Kain tenun kapas 50% : poliester 50%.
V. Prinsip
Kondisikan contoh uji yang telah diberi tanda dalam ruang kondisi, kemudian
ukur, cuci, dan keringkan sesuai dengan cara yang dipilih. Kondisikan kembali
dan ukur kembali. Hitung perubahan dimensinya.
b. Kain rajut
Arah Sebelum Sesudah % Mengkeret
(25 ± 0,05) cm (24,5 ± 0,05) cm -2 %
Wales (25,2 ± 0,05) cm (24,8 ± 0,05) cm -1,58 %
(25,1 ± 0,05) cm (24,7 ± 0,05) cm -1,59 %
(25,3 ± 0,05) cm (25,7 ± 0,05) cm 1,58 %
Course (25,1 ± 0,05) cm (25,3 ± 0,05) cm 0,79 %
(25 ± 0,05) cm (25,2 ± 0,05) cm 0,8 %
V. Prinsip
Dilakukan dengan menjatuhkan kain contoh uji dari ketinggian tertentu
kepermukaan air. Kapasitas serap ditentukan dengan menghtung perbandingan
beat basah dan berat semula setelah contoh uji terendam selama 10detik
VI. Cara kerja
1. Ditimbang contoh uji,
2. Digulung contoh uji kearah panjang hingga membentuk silinder kemudian
dimasukkan kedalam keranjangj kawat,
3. Dijatuhkan keranjang kawat beserta contoh uji dalam keadaan mendatar
kepermukaan air dari atas permukaan air,
4. Diukur waktu dari saat contoh uji menyentuh permukaan air sampai contoh uji
tenggelam dengan stopwatch dan catat waktu basah,
5. Ditimbang lagi contoh uju dan catat sebagai berat basah,
6. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali.
VII. Evaluasi
berat akhir−berat awal
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝 = x 100%
berat kain
VIII. Data percobaan
a. Berat kain awal
1. 5,07 g
2. 5,09 g
b. Berat kawat
1. 3 g
2. 3 g
c. Berat cawan
35,53 g
d. Berat handuk basah
1. 53,45 g
2. 51,02 g
e. Waktu basah
Lebih dari 70 detik, karena itu contoh uji (dengan menggunakan penjepit)
langsung ditenggelamkan kedalam air dan dihitung waktunya selama 10
detik.
Keterangan :
1. Berlaku untuk handuk tenun
2. Berlaku untuk handuk rajut
3. Berlaku untuk kain berwarna
4. Standar skala abu-abu
5. Standar skala penodaan
6. Standar wol biru
IX. Diskusi
Didapat hasil rata – rata daya serap kain berbulu terhadap air adalah sebesar
169,83 %, yang mengindikasikan bahwa kain berbulu tersebut cukup baik.
Namun ditinjau dari lamanya pembasahan yang terjadi, yaitu lebih dari 70 detik
sehingga praktikan pada saat melakukan percobaan langsung menenggelamkan
kain berbulu tersebut dan dihitung selama 10 detik, menunjukkan bahwa kain
berbulu yang diuji memiliki daya serap yang kurang baik. Waktu basah atau
waktu tenggelam ini dihitung untuk menunjukkan cepat lambatnya bahan
tersebut menyerap air. Semakin lama waktu tenggelam yang dibutuhkan maka
bahan tersebut daya serap terhadap air dikatakan kurang. Kain berbulu yang diuji
oleh praktikan membutuhkan waktu yang lama untuk tenggelam maka bahan
tersebut sulit menyerap air.
X. Kesimpulan
Didasarkan pada lamanya waktu yang dibutuhkan bahan untuk tenggelam, yang
otomatis menunjukkan bahwa bahan tersebut sukar menyerap air, maka
praktikan menyimpulkan bahwa bahan yang diuji tidak cocok digunakan untuk
kain handuk yang notabene berfungsi menyerap air dari tubuh dengan cepat.
I. Judul
Pengujian tolak air cara Bundesmann.
SNI 08-0278-1989
II. Maksud dan tujuan
a. Maksud
Melakukan pengujian tolak air dengan alat uji Bundesmann Rain Tester.
b. Tujuan
Untuk mengetahui daya tolak air kain dengan alat jenis Bundesman melalui
banyaknya perembesan dan penyerapan air.
III. Teori dasar
Cara ini dimaksudkan untuk menentukan daya tolak air suatu kain. Cara ini
terutama dipergunakan untuk kain-kain yang mempunyai daya tolak air tetapi
masih tembus udara.
Penyiraman air hujan dipasang sejauh 150 cm dari kempat tabung yang
dipasang pada alas yang berputar dengan kecepatan 5 putaran per menit. Pada
saat kain yang dipasang pada tabung berputar dibawah curahan air hujan
buatan, alat penghapus yang berada didalam tabung akan menggosok kain
bagian dalam untuk meniru gosokan mekanis yang ditimbulkan oleh pemakai jas
hujan didalam pemakaian sebenarnya. Gerakan menggosok kain ini akan
membantu penetrasi air kedalam kain.
Setelah curah hujan disiramkan selama 10 menit, penyiraman dihentikan dan
contoh uji diambil secara hati-hati untuk penilaian hal-hal sebagai berikut:
a. Penetrasi air
Air yang tertampung didalam tabung diukur jumlahnya dan volume rata-rata
diperhitungkan sebagai ketelitian 1 ml.
b. Penyerapan
Dari berat contoh ujis ebelum dan sesudah pengujian apat diukur banyaknya
air yang tertinggal pada setiap contoh uji dan diperhitungkan sebagai % air
yang terserap oleh kain.
c. Kondisi Pengujian
Untuk mendapatkan hasil uji yang serba sama dan dapat diulang-ulang,
maka perlu dicatat kondisi pengujian berikut ini:
- Suhu air hujan buatan yaitu 18-20o C.
- pH air 6-8
- Kecepatan siraman air = 62-68 ml/menit untuk setiap tabung
- Tetesan air yang jatuh harus sama besar dengan berat rata-rata antara
0,075 ± 0,005 g
- Sebelum pengujian contoh uji dikondisikan didalam atmosfir standar
selama 24 jam, kemudian ditimbang didalam botol timbang.
Menurut Baxser dan Cassie, kekuatan air hujan dari alat jenis Bundesmann
adalah 5,8 kali tembusan awan, 91 kali kekuatan tetesan hujan lewat, 480 kali
tetesan hujan biasa dan 21000 kali kekuatan hujan ringan.
IV. Alat dan bahan
a. Alat
- Alat yang menentukan daya tolak air kain, jenis Bundesman.
- Alat pemotong contoh uji, yang memotong contoh uji berbentuk bulat
dengan garis tengah 14,1 cm.
- Alat pemeras pusingan
- Stop watch.
- Suatu tempat yang dapat ditutup rapat hingga kedap udara, dengan
ukuran cukup besar untuk tempat contoh uji tanpa mengakibatkan
kekusutan sebelum diletakkan di bawah hujan buatan.
- Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
b. Bahan
Contoh uji berbentuk bulat dengan diameter 14,1 cm dipotong dari kain yang
akan diuji. Kain diusahakan tidak terlipat dan tidak boleh diseterika atau diberi
pengerjaan-pengerjaan lain.
V. Prinsip
Contoh uji diletakkan di bawah hujan buatan yang dapat diatur, dan pada saat
bersamaan permukaan bawah tiap contoh uji digosok-gosok. Pertambahan berat
contoh uji akibat hujan buatan dihitung dan air yang menembus kain ditampung
dan diukur banyaknya.
VI. Cara kerja
1. Dikeringkan tabung penggosok dan penjepit pada alat uji,
2. disiapkan contoh uji dengan ukuran diameter 14,1 cm dari menimbangnya,
3. Dipasang contoh uji pada mulut tabung dan menjepitnya dengan cincin penjepit
(diameter 10 cm),
4. Dilepaskan penggosok dan memasang tabung dan menjapitnya pada tempatnta,
5. Dijalankan motor dan menggeser penanad air,
6. Dihitung waktu pengujian (10 menit) dengan menggunakan stop watch, dimulai pada
saat air hujan mengenai contoh uji,
7. Dinimbang kain contoh ujiyang telah dihujani
8. Diukur air yang merembas (bila ada).
VII. Evaluasi
a. Hitung jumlah air yang terserap contoh uji dari selisih berat contohuji basah
dikurangi berat contoh ujikering dibagi berat contoh uji kering dinyatakan
dalam persen.
b. Hitung jumlah air yang merembes yang menembus contoh uji per tabung
dalam mililiter per menit (bila ada).
VIII. Data percobaan
Perembesan : 9 ml/10 menit
Berat Awa l : 4,08 g
Berat Akhir : 4,38 g
berat akhir−berat awal
Penyerapan : = x 100 %
berat akhir
4,38 − 4,08
= x 100 %
4,38
= 6,84 %
IX. Diskusi
Pengujian tahan air cara bundesment ini biasanya dilakukan untuk bahan-bahan
yang sudah dilakuakan proses penyempurnaan untuk mendapatkan sifat yang
tidak tembus air tapi udara masih bisa masuk atau tembus, seperti untuk bahan
terpal/tenda. Dari data yang diperoleh dengan pemberian hujan buatan pada
bahan selama 10 menit, ternyata bahan tersebut masih bisa ditembus oleh air
sebanyak 9 ml. Dengan perhitungan berarti ada 0,9 ml air yang menembus
bahan setiap menitnya. Dengan persentase penyerapan sebesar 6,84 %.
X. Kesimpulan
Dari data yang diperoleh berdasarkan pengujian yang dilakukan, kain yang diuji
memiliki daya tahan air yang baik, dengan % penyerapan sebesar 6,84 %
dengan penyerapan per menit 0,9 ml.
I. Judul
Pengujian tahan api cara vertikal.
SNI ISO 0989:2011
II. Maksud dan tujuan
a. Maksud
Melakukan pengujian tahan api terhadap bahan dengan cara vertikal.
b. Tujuan
Untuk mengetahui ketahanan suatu bahan tekstil terhadap api melalui waktu
nyala, bara dan panjang arang.
3 3
b. Basa
Kain uji 1 Kain uji 2
3 3/4
2. Staining Scale
a. Asam
Kain pelapis
Kapas Poliester
3 4/5
2/3 5
b. Basa
Kain pelapis
Kapas Poliester
2/3 4/5
2/3 4/5
IX. Diskusi
Pada keringat asam terjadi perubahan warna sampai nilai 3 karena kemungkinan
zat warna yang sudah masuk ke dalam serat gugus – gugus auksokromnya akan
rusak oleh asam. Karena zat warna untuk selulosa kebanyakan tidak tahan oleh
asam. Namun untuk penodaan warna, ketahanan terhadap asam lebih baik
daripada oleh basa. Hal tersebut terjadi karena pada zat warna untuk selulosa
akan lebih larut dalam suasana alkali daripada suasana asam, sehingga untuk
penodaan akan lebih banyak suasana alkali daripada asam.
X. Kesimpulan
Hasil evaluasi yang didapat dari percobaan yang dilakukan praktikan adalah 4/5
untuk kain poliester pada suasana asam maupun alkali, dan 2/3 pada kain kapas
untuk suasana asam dan alkali. Dan untuk gray scale adalah 3 untuk asam serta
3 dan ¾ untuk basa. Kain contoh uji tidak bisa masuk dalam standar mutu kain
tenun untuk kemeja.
I. Judul
Tahan luntur warna terhadap gosokan.
SNI ISO 105-C06:2010
ISO 105-X12:2001
II. Maksud dan tujuan
c. Maksud
Melakukan pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan.
d. Tujuan
Untuk mengetahui cara pengujian tahan luntur warna pada kain atau bahan
tekstil.
III. Teori dasar
Hasil pengujian tahan luntur warna biasanya dilaporkan secara pengamatan
visual. Pengukuran perubahan warna secara kimia fisika yang dilakukan denagn
bantuan kolorimetri atau spektrometri hanya dilakukan untuk penelitian yang
membutuhkan hasil penelitian yang tepat.
Penilaian tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya perubahan warna
asli sebagai tidak perubahan, ada sedikti perubahan, cukup berubah dan
berubah sama sekali. Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan
perubahan warna yang terjadi dengan suatu standar perubahan warna.
Pada pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan dilakukan dengan dua
jenis gosokan, yaitu:
a. Gosokan kering
Disebut gosokan kering, karena kondisi kain penggosok dalam keadaan
kering.dan yang perlu diperhatikan adalah posisi anyaman kain penggosok
(kain putih) harus miring terhadap arah gosokan.
b. Gosokan basah
Kain penggosok dibasahi dengan air suling, dengan kertas saring diatur
kadar air yang terdapat pada kain contoh uji. Kadar air dalam kain diatur 65
5 % terhadap berat kain pada kondisi standar kelembaban relatif 65 2 %
dan suhu 27 2 0C. Pada saat pengujian ditekan seminimal mungkin
terjadinya penguapan.
Standard yang telah dikenal adalah standard yang dibuat oleh Society of Dyes
and Colourist (SDC) di Inggris dan oleh American Association of Textile Chemist
and Colourist (AATCC) di Amerika Serikat, yaitu berupa Gray Scale
untukperubahan warna karena kelunturan warna dan Staining Scale untuk
perubahan warna karena penodaan pada kain putih. Standard Gray Scale dan
Staining Scale digunakan untuk menilai perubahan yang terjadi pada pengujian
tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, gosokan, setrika, khlor, sinar
matahari, zat – zat kimia, air laut, dan sebagainya.
Staining Scale
Pada Staining Scale penilaian penodaan warna pada kain putih didalam
pengujian tahan luntur warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan
warna dari kain putih yang dinodai dan kain putih yang tidak dinodai.
Terhadap perbedaan yang digambarkan oleh Staining Scale, dan dinyatakan
dengan nilai kekhromatikan Adam seperti pada Gray Scale, hanya besar
perbedaan warnanya berbeda.
VII. Evaluasi
Nilai tahan luntur warna contoh uji, adalah angka Staining Scale yang sesuai
dengan kekontrasan antara kain putih asli yang telah diuji. Hasil evaluasi tahan
luntur warna terhadap angka – angka sebagai berikut:
Staining Scale
Nilai tahan luntur warna Evaluasi tahan luntur warna
5 Baik sekali
(4-5) Baik
4 Baik
3 Cukup
(2-3) Kurang
2 Kurang
(2-1) Jelek
1 Jelek
(Nilai-nilai yang dikurung digunakan hanya untuk 9 tingkat nilai skala abu-abu)
VIII. Data percobaan
Contoh uji
Gosok Kering Gosok Basah
3 2/3
2/3 2
IX. Diskusi
Dari data yang diperoleh didapat hasil untuk gosok kering pada 2 kain putih
adalah sebesar 2/3 dan 2, sedangkan untuk gosok basah keduanya memiliki nilai
yang sama yaitu 2/3. Menurut tabel evaluasi tahan luntur warna, nilai demikian
menunjukkan bahwa kain contoh uji memiliki tahan luntur yang kurang. Sehingga
dapat dikatakan bahwa kain yang diuji ini mempunyai ketahanan luntur terhadap
gosokan kering dan untuk gosokan yang basah adalah kurang.Tahan gosok
basah kurang bagus karena pada serat selulosa dalam keadaan basah akan
sedikit menggembung dan pori-porinya terbuka. Sehingga jika ada gaya mekanik
berupa gosokan maka desorbsi zat warna akan lebih mudah.
X. Kesimpulan
Berdasarkan nilai ketahan luntur warna yang diperoleh dari percobaan yang
dilakukan, kain contoh yang diuji tidak memiliki ketahanan luntur yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
SNI 08-0278-1989, Cara pengujian daya tolak air kain cara alat bundessman, Badan
Standar Nasional, 1989.
SNI ISO 4920:2010, Kain Tekstil – Cara uji ketahanan terhadap pembasahan
permukaan (Uji Siram), Badan Standar Nasional, 2010.
SNI 08-0279-1998, uji tetes, Badan Standar Nasional, 1998.
SNI 1517-2008, Kain Tenun untuk Payung Hujan, Badan Standar Nasional, 2008.
SNI 08-0404-1989, Cara uji serap kain terhadap air (cara keranjang), Badan Standar
Nasional, 1989.
SNI 08-0055-2002, Handuk mandi, Badan Standar Nasional, 2002.
ISO 6330:2000, Tekstil – Prosedur Pencucian dan Pengeringan Rumah Tangga untuk
Pegujian Tekstil
ISO 5077:2007, Cara uji perubahan dimensi pada pencucian dan pengeringan
SNI 7728:2011, Tekstil – persiapan, pengambilan dan pengukuran contoh uji kain
garmen dalam pengujian untuk penentuan perubahan dimensi, Badan Standar
Nasional, 2011.
SNI 0989-2011, Cara uji tahan api (cara vertikal), Badan Standar Nasional, 2011.
SNI 08-0989-1989, cara uji tahan api tekstil sandang (uji miring 45derajat), Badan
Standar Nasional, 1989.
SNI ISO 105-A02-2010, Tekstil – Cara uji tahan luntur warna – Bagian A02: Skala abu-
abu untuk penilaian perubahan warna, Badan Standar Nasional, 2010.
SNI ISO 105-A03:2010, Tekstil – Cara uji tahan luntur warna – Bagian A03: Skala abu-
abu untuk penilaian penodaan, Badan Standar Nasional, 2010.
SNI ISO 105-E04-2010, Tekstil – Cara uji tahan luntur warna – Bagian E04: Tahan
luntur warna terhadap keringat, Badan Standar Nasional, 2010.
SNI 0051-2008, Kain tenun untuk kemeja, Badan Standar Nasional, 2008.
SNI ISO 105-C06:2010, Tekstil – Cara uji tahan luntur warna – Bagian C06: Tahan
luntur warna terhadap pencucian rumah tangga dan komersial, Badan Standar
Nasional, 2010.
SNI 0288-2008: Kain – Cara uji tahan luntur warna – Gosokan, Badan Standar
Nasional, 2008.
Moedoro, Wibowo, S.Teks. dkk. Evaluasi Tekstil Bagian Kimia, ITT, Bandung, 1975
Hitariat, N. M. Susyami. Dkk. Bahan Ajar Praktek Evaluasi Tekstil 3 (Evaluasi Kain),
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 2005