Anda di halaman 1dari 15

TEKNOLOGI PEMINTALAN 4

RESUME

“SERAT RAYON DAN SERAT POLIESTER”

Nama : Riski Eka Kusdiani


NPM : 17010073
Grup : 3T4
Dosen : Bambang P., S. Teks.

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2020
SERAT POLIESTER
Bahan polyester adalah salah satu bahan kain yang dibuat oleh manusia. Bahan
polyester bukan berasal dari alam, melainkan melalui proses kimiawi. Kata polyester
sendiri berasal dari dua kata, polymer yang berarti plastik dan ester yang merupakan hasil
pencampuran minyak bumi, alkohol, dan asam karboksilat.
 Bahan Baku Serat Polyester
1. PET (Polyethylene Terephtalate)
Tipe bahan polyester PET adalah polyester yang paling populer digunakan. PET
dihasilkan melalui pencampuran ethylene glycol dengan asam terephtalic atau methyl
ester dan antimony catalyst. Antimony catalyst membantu terjadinya reaksi kimia yang
menghasilkan bahan polyester.
2. PCDT (poly-1, 4-cyclohexylene-dimethylene)
Variasi poliester ini dibuat dengan kondensasi asam tereftalat dengan 1, 4-cyclohexane-
dimethanol untuk membentuk poli-1, 4-cyclohexylene-dimethylene terephthalate atau
PCDT Polyester. Sedangkan untuk PET Polyester, PCDT diproses untuk pemintalan
leleh.

 Sifat Kimia dan Fisika Poliester


A. Sifat Kimia
Poliester tahan asam lemah meskipun pada suhu mendidih, dan tahan asam kuat dingin.
Poliester tahan basa lemah tapi kurang tahan basa kuat. Poliester tahan zat oksidator,
alkohol, keton, sabun, dan zat-zat untuk pencucian kering. Poliester larut dalam
metakresol panas, asam trifouro asetat-orto-cloro fenol

B. Sifat Fisika
1. Elektrostatik
Serat poliester sangat menimbulkan elektrostatik selama proses. Selain itu kain poliester
bila bersentuhan dengan kulit akan menyebabkan timbulnya listrik statis. Oleh karena itu
perlu ditambahkan sifat anti statik pada serat poliester.
2. Berat jenis
Serat poliester memiliki berat jenis 1,38 g/cm3.
3. Morfologi
Serat poliester berbentuk silinder dengan penampang melintang bulat, atau sesuai dengan
bentuk spineret yang digunakan pada saat pembuatanya.
4. Kandungan air
Serat sintetik pada umumnya memiliki kandungan air yang rendah yaitu antara 0-3 %
.Serat poliester sendiri memiliki kandungan air 0,4 %
5. Derajat kristalinitas
Derajat kristalinitas adalah faktor penting untuk serat poliester,karena derajat kristalinitas
serat sangat berpengaruh pada daya serap zat warna, mulur, kekeuatan tarik, stabilitas
dimensi, serta sifat-sifat lainya.
6. Pengaruh panas
Serat poliester tahan terhadap panas sampai pada suhu 220 0C, diatas suhu ini akan
memepengaruhi kekuatan, mulur, dan warnanya menjadi kekuningan. Suhu 230-240 C
menyebabkan poliester melunak, suhu 2600 C menyebabkan poliester meleleh.
7. Sifat Elastis
Poliester memiliki sifat elastisitas yang baik dan ketahanan kusut yang baik.

 Proses Pembuatan
Perlu diketahui bahwa PET ( Polyethylene Terepthalate ) yang dikenal sebagai
Polyester  ada dua jenis grade yaitu Bottle Grade dan Textile Grade, yang dimaksud  jenis
Bottle Grade adalah Poyester yang memiliki IV ( Intrinsic Viscosity ) tinggi antara 0.8 –
1 dl/gr, ini dibuat dengan cara dilakukan proses kristalisasi kering pada suhu kisaran
170°C dari bahan PET).
Adapun prosesnya adalah PET leleh cair kita buat benag POY ( Partially Oriented
Yarn ) yang mana benang jenis ini sebenarnya belum bisa dijadikan kain akan tetapi
harus dilakuak pemroses tahap selanjutnya, bisa juga dikatakan sebagai benag mentah,
dikatakan Partially Oriented Yarn karena benang jenis masih bisa diorientasi, masih
mempunayi daya kemuluran sangat tinggi dan kekutatan tarik rendah yang disebabkan
masih mengandung Amorphous dalam rantai-rantai Polymernya, belum terkrisatlisasi
sempurna. Dalam pembuatan POY ini ada 2 sytem yaitu : Contineous dan Batch System.

1. Sistem Contineous:
 

Polmer cair dari reaktor DRR dikirim ke Extruder, tentu saja suhu selalu di jaga
kisaran 288°C, didalam Extruder polymer didistribusi merata keseluruh ruangan oleh
SCREW yang sebelumnya dilewatkan Filter untuk menghindari partikel-partikel logam
yang kecil atau debu yang mana paertikel tersebut akan mempengaruhi mudah putusnya
benang juga menyumbat di spinneret, dengan pengaturan kecepat gear pump untuk
mendorong keluaran Polymer cair menuju Spinnerete( sebelumnya melewati Filter yang
dinamakan Pack Filter yaitu sejenis filter yang tersusun dari pasir dan Screen dengan
mesh tertentu ), dan kecepatan putar gear pump diatur sedemikian sesuai perhitungan
untuk mendapatkan denier yang diinginkan, sebelum melangkah lebih jauh, kita jelas
tentang Spinnerete, yaitu logam berbentuk bundar pipih dengan ketebalan tertentu dan
dilobang kecil-kecil untuk membentuk Filamen benang, adapun bahan Spinnerete
biasanya dari Platinum atau ada yang dicampur dengan emas, adapun jenis lobang
tergantung pada type benang yang akan dihasilkan nantinya misalanya benng Circular,
Trilobal, Hollow, dll. Setelah Polymer cair keluar melalui lobang-lobang spenirete maka
terbentuk filament-filamen, yang didinginkan menggunakan udara pendingin diruang
Quenching air, adapun suhu udara pendingin kisaran 18 – 22°C, dan velocity ( kecepatan
alir ) udara pendingin harus juga di atur antara 0.36-.042 m/s namun setiap type denier
dan jumlah filament harus benar-benar disesuikan, filamn-filamen ini biasa disebut FREE
FALL YARN, karena free fall yarn ini merupakan jenisa plastik maka ini masih kaku,
agar menjadi benang yang lemas dan dapat digulung maka perlu diberi Oil yang di sebut
Spin Finish Oil, adapun Spin Finish Oil harus diencerkan dnegan konsentrasi tertentu
sekitar 10 – 15 % dalam larutan air demin, tergantung dari dari jumlah filamen yang
dibuat. Benang yang sudah diberi oil dilewatkan ke Godet Roll yang fungsinya untuk
mengatur tegangan benang dan harus disesuaikan dengan kecepatan winder (penggulung
benang) dan juga kecepatan Gear pump.selanjutnya benang digulung pada winder
menggunakan penggulung namanya PAPER TUBE.

2. Sistem Batch
Sistem batch di sini yang dimaksud, bahan dasar polimer sistem asupanya tidak
secara kontinyu akan tetapi dengan cara bag per bag dengan jeda waktu tertentu :
Dalam proses terbentuknya POY tidaklah jauh berbeda hanya saja adanya perlakuan awal
sebelum dilakukan pelelehan biji Plastik PET :

PET Chip dituangkan ke dalam Silo ( penampung sementara ) kemudian di transfer ke


Tangki Dryer ( pengering ) dan panaskan menggunakan Nitrogen panas pada suhu ± 140-
150 °C sambil di sirkulasi dengan waktu tinggal tertentu, setelah diuji % Miosture dan
memenuhi spesifikasi, Chips kering di kirim ke Silo penampungan chips kering,
kemudain daitransfer ke Cristalizer untuk dilakukan kristalisasi pada suhu ±
170°C, dengan waktu tinggal tertentu ( diketahui terkristalisasi sempurna dengan nila IV
nya )dengan waktu tinggal tertentu, kemudian ditransfer ke Melting MC dimana
dilakuakn pelelehan PET Chips pada suhu ± 288-290°C, kemudian  polymer cair
ditransfer ke Extruder selanjutnya dibuat POY seperti  pada proses Contineous di atas.

 Alat penting
Pemintalan serat buatan yang dimaksud bukanlah pemintalan serat menjadi
benang, tetapi proses pembentukan polimer menjadi bentuk serat. Metoda yang
digunakan secara umum dikenal dengan teknik ekstrusi (extrution). Pada metoda
pembentukan polimer dengan cara ekstrusi, cairan atau larutan polimer ditekan pada
suatu bejana sehingga keluar melalui lubang kecil yang disebut spineret. Spineret adalah
suatu bejana berlubang mirip saringan dengan diameter lubang yang sangat kecil,
umumnya dengan ukuran tiap lubang hanya beberapa mikron. Gambar sederhana dari
spineret disajikan pada gambar di bawah ini.

Agar Polimer dapat melewati lubang spineret yang sangat kecil, polimer harus
dalam bentuk cairan. Pengubahan polimer pada menjadi bentuk cairan dapat dilakukan
dengan dua metoda tergantung kepada sifat bahan baku polimer.
Polimer termoplastis yang mempunyai titik leleh jauh di bawah temperatur
dekomposisi polimer, pencairan polimer dapat dilakukan dengan pemanasan pada
temperatur sedikit di atas temperatur leleh polimer yang bersangkutan. Untuk polimer
yang tidak meleleh atau polimer dengan titik leleh mendekati atau diatas temperatur
dekompoisisi proses pemanasan pada temperatur tinggi harus dihindari, oleh karena itu
pencairan dapat dilakukan dengan melarutkan polimer pada pelarut yang sesuai.
Setelah keluar dari lubang spineret polimer harus langsung memadat kembali,
untuk menghindari bersatunya kembali filamen yang keluar dari luang spineret.
Pemadatan kembali polimer cair dapat dilakukan dengan cara mendinginkan polimer
yang telah dipanaskan dalam pencairannya atau dengan cara pengambilan kembali pelarut
yang ditambahkan saat polimer dilarutkan

 Ciri-ciri dan Karakteristik Kain Poliester


1. Serat yang lentur 6. Mudah terbakar
2. Awet dan tidak mudah berkerut 7. Mudah kering
3. Penyerapan keringat buruk 8. Menahan Panas
4. Dapat menimbulkan iritasi 9. Anti kuman, jamur, dan bakteri
5. Memiliki ketahanan terhadap bahan
kimia
 Treatments Khusus Polyester
Serat alami memiliki kelemahan yaitu sifat yang berbeda satu dengan yang lain
dan tidak dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan. Pada dasarnya pembuatan serat sintetis
bertujuan untuk menciptakan serat yang memiliki sifat berbeda dari serat alam atau tidak
dimiliki oleh serat alami. Untuk itu dibuatlah serat poliester dan salah satu produknya
adalah polyester texturized yarn atau benang bertekstur dengan metode Drawn Texturized
Yarn.
Drawn Textured Yarn (DTY) merupakan benang yang dihasilkan setelah proses
lanjutan dari benang setengah jadi Partially Oriented Yarn (POY) yang mendapat
perlakuan khusus sehingga mempunyai efek crimp, sifat bulky serta sifat fisik dan
permukannya menyerupai serat alam dengan metode false twist.
Benang bertekstur atau polyester texturized yarn memiliki sifat bawaan dari poliester.
Benang ini memiliki tekstur gelombang kecil yang disebut crimp. Pemberian crimp ini
bertujuan untuk anti kusut, menambah pegangan, dan stabilitas benang. Benang ini lebih
enak dipakai karena sirkulasi udara yang bagus dirongga tekstur. Sering dipakai sebagai
campuran dengan serat kapas untuk pakaian.
Untuk memperoleh sifat-sifat seperti benang staple, maka dilakukan proses
texturizing. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian puntiran, peregangan atau
penarikan, pemanasan, dan penstabilan. Sifat-sifat yang muncul setelah proses texturizing
adalah:
- Menambah mulur benang
- Benang yang bulk atau mengembang
- Dyeing ability meningkat
- Kehalusan benang meningkat
- Friction benang meningkat
- Crimp atau pengeritingan benang filamen tersebut akan menambah
friksi benang dalam pembentukannya menjadi kain.

Proses texturizing memiliki beberapa metode, antara lain:


1. Metode False Twist
Metode false twist atau antihan palsu adalah proses pemberian puntiran pada
multifilamen yang nantinya akan dibuka kembali puntiranya. Benang filamen memiliki
sifat termoplastik dipanaskan pada suhu transisi agar menjadi lembek. Filamen ditarik
untuk mendapatkan benang tipis. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian
puntiran.Tahapan benang multifilamen pada proses pemberian false twist adalah sebagai
berikut :
- Proses pemberian puntiran
- Pemanasan
- Pembukaan twist
- Penggulungan
2. Stuffer-Box
Prinsip dari metode ini adalah memasukkan benang ke dalam kotak
pemanas/stuffer-box dengan perbedaan kecepatan keluar masuk benang. Perlakuan ini
menyebabkan benang terlipat-lipat tidak beraturan dan menyebabkan efek crimp. Benang
ini mempunyai pegangan yang lembut dan daya serap tinggi. Benang ini juga masih
membawa sifat asli dari bahan sintetik yaitu mudah kering dan ketahanan tinggi terhadap
mikroorganisme.

3. Air Texturing
Metode Air Texturing adalah melewatkan benang pada nozzle yang menyemburkan udara
dengan tekanan tinggi. Akibat semburan itu filamen benang terurai dan membentuk loop
sehingga bersifat bulky.

SERAT RAYON
 Bahan Baku
1. Rayon Viskosa
Bahan baku Serat rayon viskosa yaitu berasal dari kayu pinus. Kayu pinus dimurnikan
dengan pendidihan dalam larutan natrium bisulfit untuk melarutkan zat-zat selain selulosa.
Selanjutnya dilakukan pemutihan dan pengepresan sehingga terbentuk lembaran karton
tebal yang disebut pulp.
2. Rayon Cuproamonium
Bahan baku Rayon Cuproamonium adalah pulp kayu dan kapas linter.
3. Rayon Asetat
Bahan baku Rayon Diasetat adalah pulp dan linter.

 Sifat Fisika dan Kimia Serat Rayon


A. Sifat Fisika
1. Kekuatan tarik
Serat rayon viskosa mempunyai kekuatan tarik kering 2,6 g/denier, sedangkan kekuatan
tarik basahnya 1,4 g/denier.
2. Mulur
Mulur kering pada saat putus sekitar 15% dan mulur basahnya 25%. Mulur serat
dipengaruhi oleh penarikan, Semakin tinggi penarikan serat maka mulurnya akan semakin
rendah, oleh sebab itu setelah proses penarikan perlu dilakukan proses peregangan agar
mulurnya tidak terlalu rendah.
3. Moisture Regain (MR)
MR serat rayon viskosa sebesar (11-14)%
4. Derajat putih
Serat rayon viskosa yang baik memiliki nilai derajat putih sebesar 70-75. Penurunan 
derajat putih dapat disebabkan oleh adanya partikel pengotor pada serat, kadar belerang
yang tinggi dan pemanasan yang terlalu tinggi.
5. Panas
Pemanasan diatas 175°C akan menyebabkan kerusakan karena serat menjadi berwarna
kuning.
6. Morfologi
Bentuk penampang melintang serat rayon viskosa bergerigi sedangkan penampang
membujurnya seperti silinder bergaris. Penampang serat rayon viskosa dapat dilihat pada
Gambar 3 di bawah ini.

B. Sifat Kimia
Kerusakan kimia disebabkan oleh :
1. Asam
Asam seperti H2SO4 dapat menyebabkan kerusakan serat selulosa karena terjadi reaksi hidrolisa
pada jembatan glukosida sehingga terjadi pemutusan rantai molekul selulosa.
2. Alkali
Pengerjaan dengan alkali lemah pada suhu tinggi akan mengakibatkan pemutusan rantai
molekul sehingga menurunkan kekuatan serat secara perlahan-lahan.
3. Oksidator
Reaksi oksiselulosa disebabkan adanya oksidasi oleh oksidator seperti NaOCl. Oksidasi dalam
suasana asam tidak mengakibatkan pemutusan rantai, namun terjadi pembukaan rantai cincin
glukosa sehingga penurunan kekuatan tarik tidak terlalu besar.

Pengujian sifat kimia terdiri dari :


1.Uji Pembakaran
2. Uji Kelarutan
3. Uji Pewarnaan
Identifikasi Serat Cara Pembakaran
No. Nama Serat Asap Bau Sifat Pembakaran Sisa Pembakaran
- Cepat terbakar - Abu-abu
1. Rayon Viskosa Putih Kertas terbakar
- Meneruskan pembakaran - Halus

Uji Pelarutan Serat Rayon Viskosa


Rayon viskosa : Larut di dalam zat H₂SO₄ 60%, H₂SO₄ 70% dan HNO 3, tidak larut di dalam
zat HCl, Asam formiat, NaOCl, metil salisilat, dan aseton, larut sebagian di dalam zat KOH,
NaOH dengan melalui pengadukan suhu kamar ataupun menggukan pemanasan.

 Proses Pembuatan Rayon Viskosa


Rayon Viskosa adalah serat tekstil golongan serat buatan yang dibuat dari bahan
baku selulosa dan dalam proses pembuatannya dipintal dengan cara pemintalan basah.
Latar belakang pembuatan rayon viskosa adalah untuk memenuhi kebutuhan serat kapas
yang diproses secara alami sehingga terbatas dalam produksinya. Namun pada
kenyataannya terdapat kekurangan pada rayon viskosa, yaitu kekuatannya yang rendah
(dibawah kapas) dan daya serat terhadap airnya sangat besar sehingga dimensi seratnya
tidak stabil, sehingga dalam penggunaannya digabung dengan serat lain misalnya
polyester. Di bawah ini ada gambar yang menunjukan bagaimana cara rayon viskosa
dibuat.

Gambar 1. Alur Proses Pembuatan Rayon Viskosa Dengan Cara Pemintalan Basah
Alur proses pembuatan rayon melewati beberapa tahapan. Tahapan tersebut yang akan
membuat material rayon menjadi benang. Dibawah ini ada beberapa alat yang dipakai
dalam proses pembuatan rayon.
 Alat-alat Proses Pembuatan Rayon

Dalam pembuatan serat buatan, khususnya untuk rayon viskosa, dilakukan dengan
cara pemintalan basah dengan melewati beberapa tahapan yang hasil akhirnya menjadi
benang. Dari gambar 1, alur proses pembuatan rayon melewati beberapa tahapan.
Tahapan tersebut yang akan membuat material rayon menjadi benang. Dibawah ini ada
beberapa alat yang dipakai dalam proses pembuatan rayon.
1. Proses Alkalisasi
Pembuatan selulosa alkali dilakukan dalam bejana yang disebut pulper.

Gambar 2. Bejana Pulper

2. Proses Penekanan dan Schredder


Gumpalan alakali selulosa dari slurry press, disuapkan ke dalam pre schredder,
kemudian dikirim pada schredder. Di dalam schredder, gumpalan selulosa alkali dicabik-
cabik membentuk serbuk selulosa alkali yang disebut crumb.

3. Proses Pemeraman
Hasil proses alkalisasi harus diperam untuk menurunkan derajat polimerisasi dari
selulosa, sehingga lebih mudah dilarutkan pada proses selanjutnya. Proses ini dilakukan
dalam alat aging drum dengan waktu pemeraman 5-6 jam dan kecepatan putar 0,3-0,6
rpm. Setelah itu, alkali selulosa dikirim ke hopper untuk menghilangkan logam-logam
alkali dengan melewati blower bertekanan udara.

4. Proses Xantasi
Alkali selulosa belum dapat dilarutkan, untuk itu perlu dirubah ke bentuk lain agar dapat
dilarutkan untuk dipintal. Prosesnya alkali selulosa dirubah ke bentuk selulosa xantat
dengan direaksikan dengan karbon disulfida dalam alat yang dinamakan xantator.
5. Proses Pelarutan dan Pencampuran
Serat buatan yang akan dibuat menjadi benang tentu mempunyai beberapa kekurangan,
maka dari itu pencampuran serat rayon biasanya dicampur dengan serat poliester. Alat
yang digunakan untuk pelarutan seratnya disolver dan alat untuk mencampurkan seratnya
adalah find homogenizer.
6. Proses Pematangan
Proses ini dimaksudkan untuk menyempurnakan reaksi pembentukan viskosa dilakukan
dalam alat ripening tank. Kematangan larutan dinyatakan dalam Ripening Indeks (RI)
atau angka kematangan. RI dinyatakan dalam banyaknya (ml) Amonium klorida (NH4Cl)
yang diperlukan untuk mengkoagulasi 20 gram viskosa yang dilarutkan dalam 30 ml air
pada suhu 200C.
Gambar 5. Ripening Tank

7. Proses Spinning
Setelah proses pematangan, larutan viskosa akan dimasukan ke dalam spinning tank
sebagai penampung, lalu dipompakan ke candle filter (alat perantara sebelum masuk
spineret, disini terjadi penyaringan ulang kotoran) melewati matering pump untuk
menjaga kesetabilan aliran larutan. Setelah itu larutan viskosa dipintal lewat lubang
spineret dengan diendapkan lewat larutan koagulan membentuk filament rayon atau
disebut tow.

Gambar 6. Spineret
8. Proses Pengeringan dan Pengepakan
Serat kemudian dipress lewat squeeze roller lalu dikirim ke mesin wet opener untuk
dicabik-cabik sehingga dengan serat yang terpotong lebih kecil akan lebih mudah
dikeringkan. Selanjutnya serat dikeringkan ke mesin pengering secara dua tahap.
- Pengeringan I suhu 100-130OC dengan sisa kadar air sekitar 35%
- Pengeirngan II suhu 100-140OC dengan sisa kadar air 11-13%

 Proses

1. Alkalisasi (Pembuatan Alkali Selulosa)


Proses pembentukan alkali selulosa dengan mereaksikan selulosa yang berbentuk
pulp dengan NaOH 18%. Tujuannya adalah mendapatkan hasil berupa slurry alkali
selulosa, penggembungan selulosa, menghilangkan kotoran, dan melarutkan hemiselolusa
dengan NaOH.
Prosesnya dilakukan pada pulper, pulp dimasukan ditambah NaOH dan MnSO 4(katalis)
hasilnya berupa slurry lalu dipompa ke slurry tank sehingga menghasilkan alkali selulosa.
Lanjut ke slurry press untuk menghilangkan kelebihan NaOH dan perjalanan terakhir
alkalisasi adalah dimasukan ke schedder dimana gumpalan akali selulosa akan dicabik-
cabik membentuk scum (33-34% selulosa, 15-16% alkali, dan air).
2. Proses Pemeraman
Hasil proses alkalisasi harus diperam untuk menurunkan derajat polimerisasi dari
selulosa sehingga lebih mudah dilarutkan dalam proses selanjutnya. Proses ini dilakukan
dalam alat aging drum dengan waktu pemeraman 5-6 jam dan kecepatan putar 0,3-0,6
rpm. Setelah itu, alkali selulosa dikirim ke hoppper untuk menghilangkan loga-logam
alkali, dengan melewati blower bertekanan udara.
3. Proses Xantasi
Alkali selulosa belum dapat dilarutkan, untuk itu perlu dirubah ke bentuk lain
agar dapat dilarutkan untuk dipintal. Prosesnya alkali selulosa dirubah ke bentuk selulosa
xantat dengan direaksikan dengan Karbon disulfida dalam alat yang dinamakan xantator.
Prosesnya alkali selulosa akan dimasukan ke dalamnya tetapi sebelum ditambahkan
Karbon disulfida harus diperam dulu supaya tidak dihasilkan CS2 yang akan
menimbulkan ledakan akibat reaksi antara udara dengan Karbon disulfida, pemeramam
selama 7 menit. Setelah itu baru dialirkan Karbon disulfida dengan pengadukan 43 rpm
selama 30-40 menit sampai akhirnya dihasilkan selulosa xantat.
4. Proses Pelarutan dan Pencampuran
Pelarutan dilakukan dengan mereaksikan alkali selulosa xantat dengan NaOH 20
g/L pada alat disolver  dan  fine homogenizer yang berlangsung 1,25-1,75 jam pada
kisaran suhu 15-20OC sehingga dihasilkan larutan yang kental yang disebut larutan
viskosa. Proses ini dilakukan pada suhu rendah untuk menghindari terjadinya
dekomposisi xantat dan produk samping. Untuk itu, xantator dilengkapi alat pendingin.
Selanjutnya dialirkan ke blender  untuk menghasilkan larutan yang lebih halus dan rata.
5. Proses Pematangan
Proses ini dimaksudkan untuk menyempurnakan reaksi pembentukan viskosa
dilakukan dalam alat ripening tank. Kematangan larutan dinyatakan dalam Ripening
Indeks (RI) atau angka kematangan. RI dinyatakan dalam banyaknya (ml) Amonium
klorida (NH4Cl) yang diperlukan untuk mengkoagulasi 20 gram viskosa yang dilarutkan
dalam 30 ml air pada suhu 20OC.
Ada 2 macam penghambat yang harus dihilangkan sebelum larutan viskosa dipintal yaitu
pengotor dari debu, karat, serta serat-serat halus yang dapat menyebabkan penyumbatan
pada spineret dan timbulnya gelembung udara yang dapat memutus filamen serat saat
dipintal. Pengotor pertama akan dihilangkan dengan dilewatkan pada first
filter sedangkan jenis pengotor kedua akan disedot dengan deaerator.
6. Spinning (Pemintalan)
Rayon Viskosa dipintal dengan pemintalan basah, prinsipnya larutan viskosa
setelah dilewatkan pada cetakan serat (spineret) akan dimampatkan menjadi filament
serat dengan dilewatkan pada larutan koagulan. Setelah proses pematangan, larutan
viskosa akan dimasukan ke dalam spinning tank sebagai penampung, lalu dipompakan
ke candle filter (alat perantara sebelum masuk spineret, disini terjadi penyaringan ulang
kotoran) melewati matering pump untuk menjaga kesetabilan aliran larutan. Setelah itu
larutan viskosa dipintal lewat lubang spineret dengan diendapkan lewat larutan koagulan
membentuk filament rayon atau disebut tow. Komposisi larutan koagulan yaitu:
-       Asam sulfat (H2SO4)
-       Seng-sufat (ZnSO4)
-       Natrium sulfat (Na2SO4)
7. Pemotongan Tow
Tow merupakan kumpulan filament yang panjangnya tidak berujung untuk itu
perlu dilakukan pemotongan agar memudahkan proses selanjutnya. Proses pemotongan
dilakukan dengan memasukan tow pada mesin pemotong dengan posisi vertikal dengan
bantuan semprotan air bersuhu 120OC tekanan 1,2 bar sehingga dihasilkan serat staple
(potongan-potongan flilament) dengan kisaran panjang 32, 38, 44, 51, dan 60 mm.
8. Proses Pengambilan Kembali Karbon disulfida
Serat rayon yang telah dipotong (staple) dilewatkan pada pipa-pipa kecil yang
berlubang dengan injeksi uap, dengan tujuan mengambil CS2 dengan air, proses ini akan
mengambil 30-40% CS2.
9. After Treatment (Proses Pengerjaan Lanjutan)
Proses ini untuk menghilangkan sisa-sisa larutan koagulan dan sulfida yang masih
menempel pada serat rayon viskosa. Serat rayon yang berbentuk hamparan dilewatkan
pada mesin after treatment secara kontinyu dengan kecepatan conveyor  3-5 m/menit.
Urutan proses pengerjaan lanjutan diantaranya:
· Acid Free Wash
· First Washing
·Desulfurizing(penghilangan belerang)
·Second Washing (pencucian kedua)
· Bleaching (pengelantangan)
· Third Washing (pencucian ketiga)
· Final Washing (pencucian akhir)
· Soft Finish (proses pelembutan)

10. Proses Pengeringan dan Pengepakan


Serat kemudian dipress lewat squeeze roller lalu dikirim ke mesin wet opener untuk
dicabik-cabik sehingga dengan serat yang terpotong lebih kecil akan lebih mudah
dikeringkan. Selanjutnya serat dikeringkan ke mesin pengeirng denga dua tahap.
-       Pengeringan I suhu 100-130OC dengan sisa kadar air sekitar 35%
-       Pengeirngan II suhu 100-140OC dengan sisa kadar air 11-13%
Setelah itu serat akan dicabik-cabik lagi menjadi staple yang siap dipintal untuk benang
di mesin feeder lalu, diteruskan ke mesin opener (mesin pembuka serat). Akhir proses
serat dipak menjadi bale serat dengan berat sekita 250 kg

 Treatment Untuk Serat Rayon


1. Suhu dan kelembaban
Tingkat sensitivitas suhu dan kelembaban serat rayon lebih besar dibandingkan serat
kapas. RH yang lebih besar dibandingkan kapas akan memberikan performa yang
lebih baik. Berikut tabel suhu dan kelembaban untuk setiap tahapan pemintalan
(terutama untuk kondisi tropis).
Serat rayon yang baik untuk proses pemintalan memiliki moisture regains 11-
14%
2. Raw Material
a. Gudang
Sangat direkomendasikan untuk menyimpan bahan baku di dalam ruangan
dengan sedikit fluktuasi suhu dan kelembaban dan tidak menyimpannya di luar
ruangan atau di bawah tempat penyimpanan yang sederhana dimana bermacam
kondisi diluar karena terpapar.
b. Pembukaan bale
Bal harus dibuka di ruang tertutup. Bal yang telah dibuka harus dibiarkan
selama setidaknya 24 jam untuk membiarkan serat-serat terkondisikan dengan
lingkungan, untuk membiarkan serat pulih dari kompresi tinggi untuk
mengkompensiasi segala kemungkinan variasi kelembaban serat antara bald
dan bal ke bal
c. Pencampuran bale
Rayon pada dasarnya memiliki serat yang cukup seragam. Namun, rayon pun
memliki kekurangan yang tidak bisa dihindari. Seperti kekuatan warna (putih)
dan kemampuan untuk diwarnai. Untuk mendapatkan kualitas yang baik saat
produksi akhir, maka pencampuran bal perlu dilakukan.
Rayon viskosa tahan terhadap penyeterikaan, tetapi oleh pemanasan yang lama
warnanya akan berubah menjadi kuning, maka dari itu hindari panas
berlebihan. Sedangkan oleh penyinaran kekuatannya akan berkurang. Rayon
viskosa cepat rusak oleh asam dibandingkan dengan kapas, terutama dalam
keadaan panas tetapi tahan terhadap pelarut untuk pencucian kering (dry-
cleaning). Sedangkan jamur akan menyebabkan kekuatan berkurang serta
warna juga, maka dari itu penyimpanan serat rayon viskosa dengan suhu yang
stabil.

Anda mungkin juga menyukai