Anda di halaman 1dari 28

I.

JUDUL
Penyempurnaan Tolak Air (Water Repellent) Kain Poliester Rayon Menggunakan
Resin Scotch Guard.

II. MAKSUD DAN TUJUAN


II.1. Memberikan sifat tolak air pada bahan secara permanen.
II.2. Mengetahui pengaruh konsentrasi resin jenis fluorokarbon (scotch guard)
terhadap sifat tolak air dan kekuatan tarik kain poliester rayon.

III. ALAT DAN ZAT KIMIA YANG DIGUNAKAN


III.1. Alat Yang Digunakan
 Neraca teknis
 Piala gelas 500 ml
 Pengaduk
 Mesin Pad
 Mesin Stenter
 Panci
 Pembakar bunsen
 Kasa

III.2. Zat Kimia Yang Digunakan


 Scotch Guard
 CH3COOH
 Catalist (MgCl2.6 H2O)
 Pembasah
 Na2CO3

III.3. Fungsi Zat Kimia


 Scotch Guard : sebagai resin tolak air yang akan memberikan efek
tolak air pada kainnya.
 CH3COOH :
 Catalist : campuran pada larutan resin agar mendapatkan kestabilan
maksimum dari campuran perendam.
 Pembasah : menurunkan tegangan permukaan kain, sehingga kain
mudah terbasahi dan menghilangkan resin yang tidak terfiksasi.
 Na2CO3 : Memberi suasana alkali pada proses penyabunan.
 Air : Media tercampurnya semua zat-zat menjadi suatu larutan
penyempurnaan resin tolak air.

IV. TEORI PENDEKATAN


4.1. Poliester
Poliester dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol. Dacron dibuat dari

asamnya dan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :

nHOOC- -COOH + nHO(CH2)2OH  HO[-OC- -COO(CH2)2O-]nH

asam tereftalat etilena glikol dacron

+(2n – 1)H2O

Pemintalan dilakukan dengan cara pemintalan leleh. Filamen yang terjadi

ditaraik dalam keadaan panas sampai lima kali panjang semula, kecuali

filamen yang kasar ditarik dalam keadaan dingin. Jika hendak dibuat stapel,

filamennya dibuat keriting kemudian dipotong-potong dalam panjang

tertentu.

Sifat-sifat fisika poliester dapat dijelaskan dengan point-point berikut :

- Kekuatan mulur
Dacron mempunyai kekuatan dan mulur dari 4,0 gram/denier dan 40 %

sampai 6,9 gram/denier dan 11 %.Kekuatan dan mulur dalam keadaan

basahnya sama dengan dalam keadaan kering.

- Elastisitas

Jika benang poliester ditarik dan kemudian dilepaskan pemulihan yang

terjadi dalam 1 menit adalah sebagai berikut :

Penarikan 2 %......................pulih 97 %

Penarikan 4 %......................pulih 90 %

Penarikan 8 %......................pulih 80 %

- Moisture regain

Dalam kondisi standard MR poliester hanya 0,4 %. Dalam RH 100 % MR-

nya hanya 0,6 – 0,8 %.

- Berat jenis

Berat jenis poliester adalah 1,38.

- Morfologi

Polimer berbentuk silinder dengan penampang melintang bulat seperti

gambar di bawah :
Gambar 4.1.

Penampang melintang dan membujur serat poliester

(P.Suprijono, Serat-serat tekstil 1973, hal 283)

- Titik leleh
o
Poliester meleleh di udara pada suhu 250 C dan tidak menguning pada

suhu tinggi.

- Tahan sinar

Poliester akan berkurang kekuatannya dalam penyinaran yang lama tetapi

tahan sinarnya masih lebih baik dibandingkan dengan serat yang lain.

- Mengkeret

Dacron dalam perendaman selama 70 menit akan mengkeret 10 – 14 %.

- Heat set

Dimensi kain poliester dapat distabilkan dengan cara heat set. Heat set

dilakukan dengan cara mengerjakan kain dalam dimensi yang telah diatur
o
(biasanya dalam bentuk lebar) pada suhu 30 – 40 C lebih tinggi dari

penggunaan kain sehari-hari.

Untuk pakaian biasanya pada suhu 220 – 230 o C.


Sifat kimia dari poliester adalah poliester tahan asam lemah meskipun

pada suhu didih dan tahan asam kuat dingin. Poliester tahan basa lemah,

tetapi kurang tahan basa kuat.

Poliester tahan zat oksidasi, alkohol, keton, sabun dan zat-zat untuk

pencuci kering. Poliester larut dalam meta-kresol panas dan asam

trifluoroasetat- ortho-chlorofenol. Poliester akan menggelembung dalam

larutan 2 % asam benzoat, asam salisilat, fenol dan meta kresol air.

Karena poliester bersifat hidrofob dan tidak mempunyai gugus reaktif

maka poliester sukar untuk dicelup. Poliester hanya dapat dicelup dengan zat

warna dispersi pada suhu tinggi.

4.2. Rayon Viskosa


Rayon viskosa adalah serat selulosa diregenerasi sehingga strukturnya

sama dengan serat selulosa yang lain, kecuali derajat polimerisasinya lebih

rendah karena terjadinya degradasi rantai polimer selama pembuatan

seratnya.

Sebagai bahan dasar adalah kayu yang dimurnikan dan dengan natrium

hidroksida dirubah menjadi selulosa alkali. Kemudian dengan karbon

disulfida dirubah menjadi natrium selulosa xantat dan selanjutnya dilarutkan

di dalam larutan natrium hidroksida encer. Larutan ini kemudian diperam dan

akhirnya dipintal dengan cara pemintalan basah menggunakan larutan asam.

Sifat-sifat serat rayon viskosa :

1. Kekuatan dan mulur


Kekuatan serat rayon viskosa kira-kira 2,6 gram per denier dalam keadaan

kering dan kekuatan basahnya kira-kira 1,4 gram per denier. Mulurnya

kira-kira 15 % dalam keadaan kering dan 25 % dalam keadaan basah.

2. Moisture

Moisture regain serat rayon viskosa dalam kondisi standar ialah 12-13 %.

3. Elastisitas

Elastisitasnya jelek. Apabila dalam pertenunan benagnya mendapat suatu

tarikan mendadak kemungkinan benangnya tetap mulur dan tidak mudah

kembali lagi.

4. Berat jenis

Berat jenisnya adalah 1,52.

5. Sifat listrik

Dalam keadaan kering rayon viskosa merupakan isolator listrik yang baik

tetapi uap air yang diserap oleh rayon akan mengurangi daya isolasinya.

6. Sinar

Dalam penyinaran kekuatannya berkurang.

7. Panas

Rayon viskosa tahan terhadap penyetrikaan tetapi pemanasan dalam waktu

lama menyebabkan rayon berubah menjadi kuning.

8. Sifat kimia

Rayon viskosa lebih cepat rusak oleh asam dibandingkan dengan kapas

terutama dalam keadaan panas. Pengerjaan dengan asam encer dingin

dalam waktu singkat biasanya tidak berpengaruh, tetapi suhu tinggi akan
merusak serat rayon viskosa. Rayon viskosa tahan pelarut-pelarut untuk

pencucian kering.

9. Sifat biologi

Jamur akan menyebabkan rayon viskosa berkurang kekuatannya serta

berwarna.

10. Morfologi

Bentuk memanjang serat rayon viskosa seperti silinder bergaris dan

penampang lintangnya bergerigi

Gambar 4.2.

Penampang melintang dan membujur serat rayon viskosa

(P.Suprijono, Serat-serat tekstil 1973, hal 200)

4.3. Resin Fluorokarbon (Scotch Guard)


Dengan mempergunakan senyawa fluorokimia, yang selain untuk
penyempurnaan tolak air, bisa juga untuk penyempurnaan anti kotor.
Polimer fluorokimia, akan menghasilkan daya tolak air dan kotoran pada
saat menempel pada kain dan membentuk lapisan film yng tipis (Gambar
4.3)
Gambar 4.3.
Struktur Polimer Fluorocarbon, (1) Pada Antarmuka Serat-Udara, (2) Pada Antarmuka
Serat-Air
(Smith, Betty F, Ibid, halaman 301)

Senyawa fluoro mempunyai sifat khas yaitu dapat memberikan


energi bebas yang sangat rendah terhadap suatu permukaan padatan. Dan
jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan apa yang diperoleh jika
menggunakan derivat-derivat hidrokarbon.
Definisi senyawa fluorokarbon secara umum adalah suatu senyawa
organik dimana sebagian besar atom H yang terikat pada C disubstitusi
dengan F.
Untuk mendapatkan permukaan bahan tekstil yang mempunyai
energi bebas yang rendah, hanya molekul-molekul padatan terluar yang
perlu difluorinasi.
Beberapa faktor yang menyebabkan senyawa fluoro mampu
menghasilkan permukaan padatan yang mempunyai energi bebas
permukaan jauh lebih rendah dibanding apa yang dapat dihasilkan oleh
senyawa hidrokarbon, yaitu faktor-faktor yang merupakan karakteristik
senyawa fluorokarbon adalah sebagai berikut :
 Sudut kontak suatu permukaan padatan yang dilapisi oleh gugusan
perfluorometil atau perfluorometilen adalah jauh lebih besar dibanding
dengan permukaan yang dilapisi oleh gugusan metil atau metilen.
 Senyawa polar-nonpolar alifatik yang akan difluorinasi (misalnya
asam-asam karboksilat, alkohol-alkohol, garam) di dalam air adalah
jauk lebih aktif permukaan (surface-active) dibanding dengan senyawa
hidrokarbon yang analog atau senyawa-senyawa jenis lain.
 Senyawa fluoro dari jenis organofobik secara jelas memperlihatkan
aktivitas permukaan yang lebih tinggi dalam berbagai cairan.
Lapisan atau film yang melapisi kain terdiri dari gugus-gugus CF 3
– CF2H atau –CF2 yang sangat rapat. Lapisan tersebut akan menurunkan
nilai tegangan permukaan kritis substrat, sehingga memberikan
perlindungan secara kimia terhadap kemungkinan terjadinya pembasahan
akibat penetrasi air.
Gugus-gugus kimia yang terdapat pada bagian paling luar dari
lapisan permukaan merupakan gugus fluorokarbon yang mempunyai sifat
hidrofob dan bersifat polar sehingga dapat mengadakan ikatan dengan
bahan.
Pada pemakaiannya, senyawa fluorokarbon akan berpolimerisasi
pada saat dilakukan proses pemanasawetan dan membentuk lapisan film
termoplastik. Film ini bersifat nonpolar baik di udara maupun di dalam air,
sehingga memiliki kecenderungan untuk menarik partikel hidrofil dan
hidrofob pada suatu suspensi cairan. Hal inilah yang merupakan
kejelekand dari senyawa fluorokarbon karena dapat menyebabkan
redeposisi (kecenderungan menarik kotoran).
4.4. Penyempurnaan Tolak Air (Water Repellent)
Terdapat kekacauan dalam pendefinisian tolak air (water repellent)
dan tahan air (water proof). Sifat kedua permukaan ini dapat disimpulkan
pada tabel 4.1. sebagai berikut :

Tabel 4.1. Perbandingan sifat antara permukaan tolak air (water repellent)
dan tahan air (water proof).

Tahan Air Tolak Air


- pori-pori terisi tidak terisi
- kepermeabelan sangat kecil kecil atau besar
terhadap uap air
- kepermeabelan kecil biasanya besar
terhadap udara
- ciri khas dapat menahan tahan terhadap
tekanan hidrostatis pembasahan dan
dari kolom air semburan air
tapi tak dapat
menahan kolom air
dengan tekanan
hidrostatik.

Jika setetes air dijatuhkan di atas permukaan zat padat, maka air tersebut
dapat membasahi permukaan atau tetap berbentuk tetesan yang menutupi
sebagian kecil dari permukaan saja (Gambar 4.4.)
Gambar 4.4.
Sistem Keseimbangan Tetesan Air Pada Zat Padat
(Soeparman S.Teks, Dr. N.M. Surdia M.Sc, Budiarti M.Sc, Hendrodyantopo Bk.Teks,
Teknologi Penyempurnaan, 1973, hal 91)

Bila tetesan ada dalam keadaan setimbang, maka didapatkan hubungan :


YS = YSL + YL cos Θ (1)
YS, YL dan YSL masing-masing adalah tegangan permukaan zat padat, zat cair
dan tegangan antar muka padat cair, θ adalah sudut kontak.

Dari persamaan Dupre didapatkan hubungan antara tegangan permukaan dengan


kerja adhesi (WA).
WA = YS + YL - YSL (2)

Kombinasi persamaan (1) dan (2) memberikan hubungan :


WA = YS (1 + cos Θ) (3)
Dari persamaan (3) dapat dilihat, bahwa apabila WA naik, maka sudut θ turun dan
akan menjadi nol bila WA mencapai nilai 2 YL , yaitu sama dengan kerja kohesi
(Wk). Karena cos θ tak mungkin lebih besar dari satu, maka jika W A lebih besar
dari 2 YL , sudut kontak θ tetap sama dengan nol dan permukaan akan dibasahi
sempurna.
Persamaan (1) dapat ditulis dengan cara lain :
cos θ = YS - YSL (4)
YL
o
Jika YS, YSL , maka cos θ positif dan θ < 90 dan dikatakan zat cair akan
membasahi zat padat. Bila YS < YSL cos θ negatif dan θ 90 o atau zat cair tak
akan membasahi zat padat. Syarat batas bagi cos θ adalah sebagai berikut
YL < (YS - YSL) atau
(YSL + YL) < YS dan bila
(YS - YSL) < 0 maka
YSL < (YS + YL)
Disamping syarat sudut kontak, maka sifat pembasahan atau tolak air dari kain
tekstil bergantung pula pada kaporin (porosity) dari zat padat.
Beda tekanan antara dua sisi suatu permukaan lengkung dapat dinyatakan sebagai
berikut :
AP = Y (1/R1 + 1/R2) (5)
R1 dan R2 adalah jari-jari lengkung maksimum dan minimum, ialah tegangan
permukaan.
Bila permukaan berupa tegangan bulatan, yaitu apabila jari-jarinya cukup kecil,
maka R1 = R, dan persamaan (5) menjadi :
Δ P = 2Y / R (6)
P adalah positif pada sisi cekung dari permukaan. Untuk penetrasi ke dalam
tabung silindris, maka tekanan yang diperlukan ialah :
Δ P = - 2Y cos θ/r (7)
r adalah jari-jari tabung, θ sudut kontak dan R dari persamaan (6) sama dengan
r/cos θ.

Kain tekstil dari benang-benang yang paling menyilang dengan lubang-


lubang tegak lurus pada sumbu benang yang silindris (Gambar 4.5).
Gambar 4.5.
Penetrasi Larutan Ke Dalam Pori
(Soeparman S.Teks, Dr. N.M. Surdia M.Sc, Budiarti M.Sc, Hendrodyantopo Bk.Teks,
Teknologi Penyempurnaan, 1973, hal 93)
Lingkaran adalah penampang benang berjari-jari r. Jari-jari lubang pusat d pada
titik yang tersempit. ABC adalah miniskus cairan yang membentuk sudut kontak
θ dengan benang. Jari-jari lengkungan miniskus adalah :
R = - EF / cos (θ + β) (8)
Sehingga tekanan yang diperlukan untuk mengalirkan cairan lewat lubang didapat
dengan mensubstitusi persamaan (8) ke dalam persamaan (6), sehingga :
Δ P = _ 2Y cos (θ + β) (9)
r + d – r – cos β
Jadi sifat tolak air didapat apabila Δ P tinggi, yaitu nilai r dan d yamh kecil,
berarti benang halus dan tenunan rapat, juga sudut kontak serta tegangan
permukaan yang tinggi.
Sudut kontak θ juga dipengaruhi oleh kekasaran (roughness) dari permukaan.
Hal ini diselidiki oleh Wenzel yang mendapatkan rumus :
cos θR = fSL cos θ (10)
θR adalah sudut kontak dari permukaan yang kasar. Θ adalah sudut kontak yang
nyata dan diperoleh bila permukaan dianggapo licin. f SL adalah faktor kekasaran,
yaitu perbandingan luas sebenarnya dari antar muka padat cair yang kasar
terhadap proyeksinya pada bidang permukaan mikroskopil.
Jika Θ > 90 o , maka θR akan lebih besar lagi. Cara untuk memperbesar sudut
kontak adalah dengan mereaksikan atau melapisi secara sempurna permukaan
kain dengan zat aktif permukaan yang hidrofob.

Teknik Pembuatan Kain Tolak Air


 Kain Selulosa
Semua kain harus bersifat netral, bebas dari kanji, malam dan zat aktif
permukaan, serta harus dapat dibasahi. Detergen dan zat-zat pembantu yang
digunakan dalam pencelupan juga tidak boleh ada.
Zat yang dapat digunakan untuk pembuatan sifat tolak air ialah garam-
garam alumunium, garam-garam zirkonium, zat-zat tolak air yang dapat
bereaksi dengan selulosa, zat tolak air yang mengandung aminoplast,
senyawa-senyawa kompleks organo-logam, silikon dan senyawa fluoro.
1. Garam Alumunium
Bahan diimpregnasi dalam larutan alumunium asetat 5 – 9 oTw
(Twodell), diperas dan dikeringkan.
Bahan kemudian dilewatkan larutan sabun 5 % yang panas (60 oC).
Setelah itu lewatkan larutan alumunium sulfat encer. Ini gunanya agar
tak ada sabun natrium yang tertinggal pada kain.
Sifat tolak air didapat setelah tahap ini. Terakhir kain dibilas dan
dikeringkan.
Pengerjaan di atas diperbaiki dengan menggunakan campuran garam
alumunium dengan malam dan pengerjaannya adalah dalam dua tahap :
Rendaman Pertama
Bagian Berat
100 % sabun natrium 20 – 40
20 % emulsi malam parafin 25
Air sampai 1000 total
Rendaman Kedua
5 oTw alumunium asetat atau format. Campuran ini terutama
digunakan untuk kain yang dapat tahan hujan keras, seperti kanvas. Kain
dilewatkan rendaman pertama pada 50 – 60 oC, untuk kanvas dilewatkan
dua kali dengan mangel jigger pada 30 oC.
Pengerjaan dua tahap kurang disukai, oleh karena itu kemudian
ditemukan prosedur satu tahap, yang terdiri dari alumunium asetat atau
format, malam dan suatu koloid pelindung, misalnya gelatin. Produk
dari tipe ini datang dengan nama dagangan “Cerol T” (Sandoz),
“Dispenil V” (ICI), “Migasol PJ” (Ciba), “Remasit K Conc” (BASF).
Zat-zat ini bereaksi asam lemah dan stabil dalam suasana asam, akan
tetapi berkoagulasi dalam suasana basa.
Cara pengerjaan ialah bahan dimpregnasi dalam pengenceran 50 g/L
dari zat tolak air pada 50 oC diperas, kemudian dikeringkan pada stenter
atau lewat silinder yang dipanaskan dengan uap 60 oC atau lebih tinggi.
Sifat tolak air dengan cara-cara di atas hanya bersifat sementara.

2. Garam Zirkonium
Garam-garam zirkonium yang dicampur dengan malam lebih tahan
terhadap pencucian daripada garam alumunium dan mula-mula
dikembangkan di Jerman. Salah satu resep ialah sebagai berikut :
3 kg “Peristol Base B” dilarutkan30 – 50 L air pada 80 oC. 1 kg
“Peristol Solt” dilarutkan dalam 10 – 20 L air pada 80 oC. Kedua larutan
dicampurkan, kemudian ditambahkan 2 L natrium karbonat 10 %, yang
diikuti oleh 2,5 L asam asetat 30 %.
Setelah gas karbon dioksida timbul, ditambahkan 0,5 L larutan
natrium karbonat 10 %, diikuti oleh 0,5 kg kristal natrium asetat yang
dilarutkan dalam 10 L air. Keseluruhan diencerkan sampai volume 100
L. pH dari larutan akhir harus 4,2. Kain dilewatkan larutan di atas pada
40 – 50 oC, diperas dan dikeringkan pada 80 oC. Agar pegangan lebih
keras, dapat ditambahkan “Appretan EM”, suatu dispersi polivinil asetat.
3. Zat Tolak air Yang Dapat Bereaksi Dengan Selulosa
Salah satu zat yang dapat bereaksi dengan selulosa ialah “Velan PF”
buatan ICI yang mempunyai komponen utama steara midometil
piridinium klorida. Dengan selulosa akan terjadi ikatan eter (Gambar
4.6)

Gambar 4.6
Ikatan Eter Antara Selulosa Dengan Velan PF
(Soeparman S.Teks, Dr. N.M. Surdia M.Sc, Budiarti M.Sc, Hendrodyantopo Bk.Teks,
Teknologi Penyempurnaan, 1973, hal 96)
“Zelan A” adalah produk Du Pont yang sejenis dengan “Velan PF”.
Zat tersebut kemudian diperbaiki menjadi “Zelan AP” yang lebih tahan
terhadap hidrolisa. Kemudian oleh Sandoz Ltd ditemukan “Cerol WB”,
yaitu suatu turunan piridinium dan oleh I.G. Farben didapat “Peristol
VS”, yaitu suatu okta desiletilena urea yang bereaksi dengan selulosa
seperti berikut pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7.
Reaksi Antara Selulola Dengan Okta Desiletilena (Persistol VS)
(Soeparman S.Teks, Dr. N.M. Surdia M.Sc, Budiarti M.Sc, Hendrodyantopo Bk.Teks,
Teknologi Penyempurnaan, 1973, hal 96)
4. Zat Tolak Air yang Mengandung Aminoplast
Untuk mendapatkan sifat tolak air dan anti kusut sekaligus, maka
orang mencoba mencampurkan kondensat awal zat anti kusut dengan zat
yang hidrofob atau bersifat tolak air. Contoh zat semacam ini adalah
“Phobotex FT” dari Ciba, suatu produk seperti malam yang dapat
diemulsikan.
Campuran lain dari zat hidrofob dan kondensat awal formaldehida
adalah “Beetle Textile Resin BT 323” (BLP Chemicals Ltd). Produk
adalah stearamida dari resin melamin formaldehida yang d imodifikasi
dan gunanya untuk menghasilkan sifat tolak air
permanen/penyempurnaan tahan noda pada kain selulosa. Resep untuk
bahan pakaian rayon viskosa adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2. Resep Penyempurnaan Tolak Air Untuk Kain Rayon Viskosa

Zat Bagian Berat


“BT 323” 7,5
Lar. Seng Nitrat 50 % 0,3
“Lissapol N” 0,1
Air 100
WPU 80 %

5. Senyawa Kompleks Organo-logam


“Quilon” merupakan salah satu jenis dari senyawa kompleks organo
logam berupa stearato khromix klorida yang mempunyai rumus seperti
Gambar 4.8.
Gambar 4.8.
Struktur Stearato Khromix Klorida
(Soeparman S.Teks, Dr. N.M. Surdia M.Sc, Budiarti M.Sc, Hendrodyantopo Bk.Teks,
Teknologi Penyempurnaan, 1973, hal 99)

Pada tahap pemanas awetan terjadi kondensasi terus sampai


menghasilkan polimer yang baik, gugus polar terikat pada selulosa dan
gugus hidrofob menghadap keluar dari permukaan serat.
Zat ini berwarna hijau muda, sehingga proses ini tak dapat
digunakan pada kain tak berwarna atau kain berwarna muda. Untuk
menghilangkan warna hijau, maka ditemukanlah “Alumunium Complex
101”, suatu kompleks alumunium dan asam miristat dalam isopropil
alkohol.

6. Silikon
Golongan senyawa ini termasuk baru dan dikembangkan di Amerika
Serikat. Sifat tolak ini yang terbesar adalah apabila dipergunakan untuk
bahan sintetik dan wol. Silikon adalah polimer yang dibuat dari hidrolisa
senyawa silikon-klor atau senyawa klorosilana, Rn Si Cl4 – n dan R adalah
metil atau fenil, sedangkan n = 0, 1, 2 dan 3. (Gambar 4.9)
Gambar 4.9.
Struktur Senyawa Silikon
(Soeparman S.Teks, Dr. N.M. Surdia M.Sc, Budiarti M.Sc, Hendrodyantopo Bk.Teks,
Teknologi Penyempurnaan, 1973, hal 100)

Jenis yang sering digunakan dalam tekstil tolak air adalah suatu
polimer linier dengan rumus umum seperti pada gambar 4.10.

Gambar 4.10.
Rumus Umum Senyawa Silikon Dalam Bentuk Polimer Linier
(Soeparman S.Teks, Dr. N.M. Surdia M.Sc, Budiarti M.Sc, Hendrodyantopo Bk.Teks,
Teknologi Penyempurnaan, 1973, hal 100)

Silikon tak larut dalam air dan diperdagangkan dalam bentuk, 100 %
produk dalam pelarut hidrokarbon atau hidrokarbon terklorinasi atau
emulsi dalam air yang yang mengandung 30 % sampai 60 % silikon.
Katalis yang biasa digunakan adalah zirkonium oksi klorida atau
senyawa organo logam dari seng, timah dan tilanium, misalnya
butiltitanat.
7. Senyawa Fluoro
Senyawa-senyawa ini adalah tolak air dan minyak. Senyawa yang
digunakan adalah kompleks kronium dari asam perfluoro dan ester
akrilat dari 1,1 dihidrofluoro alkohol.
CF3 (CF2)n – CO2OH asam perfluoro. Zat-zat yang diperdagangkan
adalah “FC.154” untuk katun dan “FC.208”. Ada dua cara perlakuan,
yaitu satu dengan menggunakan 2 % zat fluoro dengan 2 % zat tolak air
dengan dasar piridinium dan kedua adalah 0,7 % zat tolak air yang awet
dan 1 – 1,5 % zat tolak air yang awet dan 1 – 1,5 % aminoplast seperti
melamin formaldehida.

 Kain Sintetik Poliester (Terylene)


Berbagai penyempurnaan tolak air untuk akain yang mengandung
“Terylene”, “Quintolan W”, “Waxol PA” atau “Velan PF” digunakan
sebanyak 2 – 4 % terhadap berat kain diikuti oleh pengeringan.
Dalam hal “Velan” pemanasawetan dilakukan pada 150 oC selama 1,5 –
3 menit. Bila “Dispanil V” digunakan, maka perlu 5 – 10 % padatan.
“Waxol PA” dan “Dispaniul V” memberikan sifat tolak air awal yang baik,
tetapi hasil penyempurnaannya kurang tahan terhadap cucian atau
pembilasan pelarut.
Velan PF dan Velan NW memberikan sifat tolak air yang baik, tetapi
akan terurai pada pencucian dalam larutan sabun.
Penggunaan silikon adalah efektif bila silikonnya sebanyak 2 % terhadap
berat kain. Penggunaan senyawa silikon memberikan kekuatan sobek dan
tahan gosok yang baik pada kain.(Tabel 4.3.)
Tabel 4.3. Penggunaan Silikon Untuk Resin Tolak Air Pada Kain Sintetik

No. Macam Silikon Macam Penggunaan


1 M.476 (ICI) Emulsi Silikon (“Terylene” dan
2 MS.105 (Midland Dalam air (“Terylene”/wol
Silicone)
3 M.478 (ICI) Emulsi silikon (“Terylene” dan
4 MS.148 (Midland dalam air (“Terylene”/Selulosa
Silicone)
5 F.132 (ICI) Silikon dilarutkan (“Terylene”
6 MS.2216 (Midland dalam pelarut (Campuran
Silicone) organik “Terylene”/wol
7 MS.2217 (Midland (“Terylene”/katun
Silicone)
8 M.447 (ICI) Emulsi silikon (“Terylene” dan
9 DP.2223 (Midland dalam air (“Terylene”/wol
Silicone)
10 M.429 (ICI) Silikon dilarutkan Kain “Terylene”

V. PERCOBAAN, PENGUJIAN DAN HASIL PENGUJIAN


V.1. Percobaan
a. Bahan
Kain Poliester Rayon

b. Resep Umum
Tabel 5.1. Resep Penyempurnaan Resin Tolak Air Dengan Scotch
Guard

Proses Resep
Persiapan Larutan Padding Scotch Guard : 40 – 90 g/L
CH3COOH : 2 ml
Catalist : 20 %
WPU : 60 %
Pengeringan Awal 100 oC : 2 menit
Pemanas-awetan 170 oC : 2 menit
Penyabunan Pembasah : 2 g/L
Na2CO3 : 1 g/L
70 oC : 30 menit
Pencucian Air Dingin

c. Perhitungan Resep
Resep 1
Scotch Guard = 40/1000 x 300 = 12 g
CH3COOH = 2/1000 x 300 = 0,6 ml
MgCl2.6 H2O = 20/100 x 12 = 2,4 g

Resep 2
Scotch Guard = 50/1000 x 300 = 15 g
CH3COOH = 2/1000 x 300 = 0,6 ml
MgCl2.6 H2O = 20/100 x 15 = 3,0 g

Resep 3
Scotch Guard = 60/1000 x 300 = 18 g
CH3COOH = 2/1000 x 300 = 0,6 ml
MgCl2.6 H2O = 20/100 x 18 = 3,6 g
Resep 4
Scotch Guard = 70/1000 x 300 = 21 g
CH3COOH = 2/1000 x 300 = 0,6 ml
MgCl2.6 H2O = 20/100 x 21 = 4,2 g

Resep 5
Scotch Guard = 80/1000 x 300 = 24 g
CH3COOH = 2/1000 x 300 = 0,6 ml
MgCl2.6 H2O = 20/100 x 24 = 4,8 g

Resep 6
Scotch Guard = 90/1000 x 300 = 27 g
CH3COOH = 2/1000 x 300 = 0,6 ml
MgCl2.6 H2O = 20/100 x 27 = 5,4 g

d. Cara Kerja
 Siapkan zat-zat dan hitung kebutuhan zat yang akan dipergunakan.
 Rendam kain dalam larutan beberapa saat.
 Pad bahan pada mesin pad (padder) dengan WPU 60 %.
 Bahan dikeringkan pada mesin stenter pada suhu 100 oC selama 2
menit.
 Bahan dipanas-awetkan pada mesin stenter pada suhu 170 oC
selama 2 menit.
 Cuci sabun bahan dan cuci dengan air dingin lalu keringkan.

V.2. Pengujian
a. Uji Tolak Air Kain Cara Siram
b. Uji Kekuatan Tarik Kain
V.3. Hasil Pengujian
Hasil pengujian daya tolak air kain poliester rayon yang telah
dilakukan penyempurnaan menggunakan resin Scotch Guard dapat dilihat
pada Tabel 5.1. dan Gambar 5.1. di bawah ini :

Tabel 5.1. Hasil Pengujian Daya Tolak Air Kain Poliester Sebelum Dan
Setelah Proses Penyempurnaan Resin Tolak Air Dengan Resin
Scotch Guard.

Konsentrasi Resin (g/L) Nilai Tolak Air


Grey 0
40 50
50 50
60 50
70 70
80 70
90 70

70
60
nilai daya tolak air

50
40
daya tolak air
30
20
10
0
0 40 50 60 70 80 90
konsentrasi resin scotch guard (g/L)

Gambar 5.1.
Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Resin Scotch Guard
Terhadap Nilai Daya Tolak Air
Hasil pengujian kekuatan tarik kain poliester rayon yang telah
dilakukan penyempurnaan menggunakan resin Scotch Guard dapat dilihat
pada Tabel 5.2. dan Gambar 5.2. di bawah ini :

Tabel 5.2. Hasil Pengujian Kekuatan Tarik Kain Poliester Sebelum Dan
Setelah Proses Penyempurnaan Resin Tolak Air Dengan Resin
Scotch Guard.

VI. PEMBAHASAN
Dari hasil percobaan, pengujian dan hasil pengujian penyempurnaan kain
poliester rayon menggunakan resin tolak air Scotch Guard, dapat dikemukakan
beberapa hal sebagai berikut :

VI.1. Daya Tolak Air Kain


Hasil pengujian daya tolak air kain poliester rayon yang dilakukan
penyempurnaan menggunakan resin tolak air Scotch Guard dapat dilihat
pada Tabel 5.1. dan Gambar 5.1. Dari data tersebut ternyata terdapat
pengaruh jumlah pemakaian

VI.2. Kekuatan Tarik Kain


Hasil pengujian kekuatan tarik kain poliester rayon yang dilakukan
penyempurnaan menggunakan resin tolak air Scotch Guard dapat dilihat
pada Tabel 5.2. dan Gambar 5.2. Dari data tersebut ternyata terdapat
pengaruh jumlah pemakaian
VII. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan, pengujian dan evaluasi penyempurnaan kain
poliester rayon menggunakan resin tolak air Scotch Guard dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :

VIII. SARAN

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. Serat-serat Tekstil, 1973, Institut Teknologi Tekstil, Bandung.
2. Teknologi Penyempurnaan ,1974 Soeparman S.Teks, Surdia N.M.M.Sc, Dr,
Budiarti M.Sc, Hendrodyantopo Bk. Teks, Institut Teknologi Tekstil,
Bandung.
3. Teknologi Penyempurnaan Tekstil, 1998, Indarto, S.Teks, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Industri Tekstil Bandung.
SAMPEL HASIL PERCOBAAN PENYEMPURNAAN TOLAK
AIR DENGAN SCOTCH GUARD PADA KAIN P/R

Konsentrasi resin (g/L) Poliester Rayon

P/R Grey

40 g/L

50 g/L

60 g/L

70 g/L

80 g/L

90 g/L

Anda mungkin juga menyukai