Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUJIAN DAN EVALUASI TEKSTIL 3


“Pengujian Cara Kimia”

Disusun oleh :

Nama : Dita Kurnia

NPM : 21420026

Dosen : Kurniawan, M.Si

Asisten : Asiyah Nurrahmajanti, M.Si

Engkon

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2023
UJI TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP
PENCUCIAN, GOSOKAN, KERINGAT (ASAM DAN BASA)

I. Tujuan Praktikum
Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa (praktikan) dapat mengetahui dan
memberikan penilaian pada contoh uji dengan menggunakan Gray scale dan Staining Scale
mengenai ketahanan luntur warna terhadap pencucian, gosokan dan keringat dan juga
diharapkan dapat mampu mengetahui macam-macam tahan luntur warna, peralatan pengujian,
dan bagaimana pengujian tahan luntur warna.

II. Teori Dasar


Pengujian tahan luntur warna diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana proses
pencelupan dan pengecapan berhasil dengan baik, sehingga kain yang diuji akan diketahui
apakah mempunyai ketahanan luntur warna yang baik terhadap pencucian, gosokan basah dan
kering, keringat asam dan basa.
Hasil pengujian tahan luntur warna biasanya dilaporkan secara pengamatan visual.
Pengukuran perubahan warna secara kimia fisika yang dilakukan dengan bantuan kolorimeter
atau spektrometri hanya dilakukan untuk penelitian yang membutuhkan hasil penelitian yang
tepat. Penilaian tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya perubahan warna asli
sebagai tidak perubahan, ada sedikit perubahan, cukup berubah dan berubah sama sekali.
Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan perubahan warna yang terjadi
dengan suatu standard perubahan warna. Standard yang telah dikenal adalah standard yang
dibuat oleh Society of Dyes and Colourists (SDC) di Inggris dan oleh American Association of
Textile Chemist and Colourist (AATCC) di Amerika Serikat, yaitu beripa Gray Scale untuk
perubahan warna karena kelunturan warna dan staining scale untuk perubahan warna karena
penodaan pada kain putih. Standard gray scale dan staining scale digunakan untuk menilai
perubahan yang terjadi pada pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat,
gosokan, setrika, khlor, sinar matahari, zat-zat kimia, air, air laut dan sebagainya.
Prinsip pengujiannya adalah dimana contoh uji dicuci pada kondisi, suhu, alkalinitas yang
sesuai dan gosokan-gosokan sedemikian, sehingga berkurangnya warna yang dikehendaki
didapat dalam waktu yang singkat. Gosokan diperoleh dengan lemparan, geseran dan tekanan,
bersama-sama dengan digunakannya perbandingan larutan yangrendah dan sejumlah kelereng
baja yang sesuai arah lusi dan contoh uji pakan lebarnya sejajar arah pakan.
2.1 Gray Scale (menurut SNI ISO 105-A02:2010)
SNI ISO 105 bagian ini menjelaskan skala abu – abu untuk penilaian perubahan warna
tekstil pada pengujian tahan luntur warna dan cara penggunaannya. Spesifikasi kolorimetri yang
tepat dari skala abu – abu tersebut diberikan sebagai nilai yang tetap untuk pembanding
terhadap standar – standar yang baru dibuat atau mungkin sudah berubah. Skala abu – abu
dasar atau 5 tingkat nilai skala, terdiri atas lima pasang lempeng berwarna abu – abu yang tidak
mengkilap (atau potongan kain abu – abu), yang menggambarkan perbedaan warna yang
berhubungan dengan nilai tahan luntur 5,4,3,2, dan 1. Skala ini dapat ditambahkan dengan
menetapkan lempengan atau potongan kain yang serupa yang menggambarkan perbedaan
warna setengah tingkat, dan nilai tahan luntur warna yaitu 4-5, 3-4, 2-3 dan 1-2, sehingga
menjadi 9 tingkat nilai skala. Lempeng pertama pada setiap pasangan, berwarna abu – abu
netral dan lempeng kedua untuk pasangan yang menunjukkan nilai tahan luntur warna 5 adalah
lempeng yang identik dengan lempeng pertama. Untuk pasangan lempeng kedua berikutnnya
berturut – turut makin muda, sehingga setiap pasangan lempeng menggambarkan kekontrasan
atau perbedaan warna yang meningkat. Spesifikasi kolorimetri pasangan lempeng tersebut
diberikan di bawah ini. Lempeng – lempeng tersebut harus berwarna abu – abu netral dan diukur
dengan spektrofotometer yang dilengkapi dengan komponen spekular. Data kolorimetri dihitung
dengan menggunakan CIE 1964 supplementary standard colorimetric system (10° data
observasi) untuk sumber cahaya D65. Nilai tristimulus Y untuk lempeng pertama dari setiap
pasangan lempeng harus 12 ± 1. Lempeng kedua untuk setiap pasangan harus sedemikian
rupa, sehingga beda warna antara lempeng tersebut dengan pasangan pertamanya adalah
sebagai berikut :

2.1.1 Prinsip

Letakkan contoh asli dan contoh yang telah diuji berdampingan pada bidang datar
dengan arah yang sama. Letakkan skala abu – abu disampingnya pada tempat yang sama.
Bidang sekitarnya harus berwarna abu – abu netral kira – kira pertengahan antara nilai 1 dan
nilai 2 skala abu – abu untuk penilaian perubahan warna (kira – kira sesuai dengan Munsell
N5). Jika perlu untuk menghindari pengaruh latar belakang pada kenampakan bahan tekstil,
gunakan dua atau lebih lapisan contoh asli di bawah contoh asli maupun contoh yang telah diuji.
Terangi permukaan bahan dengan cahaya langit utara di utara katulistiwa, cahaya langit selatan
di selatan katulistiwa, atau dengan suatu sumber cahaya yang mempunyai kuat penerangan
600 lux atau lebih. Cahaya yang jatuh di atas permukaan harus membentuk sudut sekitar 45°,
dan arah pengamatan tegak lurus pada bidang permukaan. Bandingkan perbedaan visual
antara contoh asli dan contoh yang diuji terhadap beda warna yang ditunjukkan skala abu –
abu.

Kenampakan warna contoh dapat dipengaruhi oleh warna sekelilingnya dan warna
bahan yang digunakan untuk menutupi sekeliling contoh. Untuk mendapatkan hasil uji yang
dapat dipercayai menurut ISO 105-A03, contoh uji harus ditutupi sekelilingnya dengan warna
yang identik dengan selubung yang digunakan untuk menutupi contoh uji yang digunakan.
Warna selubung dan warna sekelilingnya harus netral tetapi bila digunakan dengan benar
selubung abu – abu dan hitam dapat diterima. Penggunaan yang benar misalnya apabila contoh
yang diuji menggunakan selubung hitam, contoh uji harus ditutupi dengan bahan hitam yang
sejenis atau apabila penutup menggunakan warna netral penutup harus menutupi sekeliling
contoh asli dan contoh yang diuji. Jika digunakan 5 tingkat nilai skala abu – abu, nilai kelunturan
warna dari contoh yang diuji adalah nilai pada skala abu – abu yang mempunyai perbedaan
warna yang setara dengan perbedaan warna antara contoh asli dan contoh yang telah diuji ;
jiak perbedaan perubahan warna berada diantara 2 nilai pada skala abu – abu, maka contoh
yang diuji diberi penilaian setengah tingkat, misalnya 4-5 atau 2-3. Nilai 5 diberikan hanya jika
dianggap tidak ada perbedaan antara contoh yang diuji dengan contoh asli. Jika digunakan 9
tingkat skala abu – abu, nilai kelunturan warna dari contoh yang diuji adalah nilai pada skala
abu – abu yang mempunyai perbedaan warna yang paling dekat dengan perbedaan warna
antara contoh asli dengan contoh yang diuji. Nilai 5 diberikan hanya jika dianggap tidak ada
perbedaan antara contoh yang diuji dengan contoh asli. Apabila beberapa penilaian telah
dibuat, perlu membandingkan semua pasangan contoh asil dan contoh yang diuji yang diberi
nilai sama.hal ini untuk memberikan indikasi yang baik dari konsistensi penilaian, karena
kesalahan dapat terlihat jelas. Pasanagan yang tidak menunjukan kekontrasan yang sama
dengan pasangan lain dalam kelompok tersebut, harus diperiksa ulang dengan
membandingkan terhadap skala abu-abu dan jika perlu nilai harus diubah.

2.1.2. Penjelasan perubahan warna dalam uji tahan luntur

Dalam penggunaan skala abu-abu, seperti yang dikemukakan pada 2.1.1 karakter
perubahan warna seperti corak warna, ketuaan warna, kecerahan warna atau kombinasinya,
tidak dinilai ; tetapi dasar penilaiannya adalah perbedaan secara keseluruhan atau kekontrasan
warna antara contoh asli dengan contoh yang diuji. Untuk penilaian, misalnya pada pencelupan
bahan tekstil, jika diinginkan untuk membuat data karakter warna contoh yang diuji, istilah
kualitatif dapat ditambahkan pada penilaian seperti disajikan pada tabel 2.
Pengertian Nilai Nilai kekontrasan pada skala abu - abu Perubahan sifat 3 Nilai 3 Hanya
terjadi pengurangan ketuaan warna 3 kemerahan Nilai 3 Pengurangan ketuaan warna menjadi
lebih merah 3 lebih lemah Nilai 3 Terjadi pengurangan ketuaan warna dan kekuningan
perubahan corak warna 3 lebih lemah Nilai 3 Terjadi pengurangan ketuaan warna dan kebiruan
perubahan corak warna serta kecerahan warna lebih suram 4-5 kemerahan Antara nilai 4 dan
5 Berkurangnya ketuaan warna tidak signifikan tetapi warna menjadi lebih merah. Jika
perubahan warna yang terjadi dalam dua atau tiga arah, perlu dipertimbangan untuk member
tanda atau tidak member tanda tingkat relative masing-masing perubahan. Jika format yang
tersedia seperti pada kartu contoh untuk penulisan istilah kualitatif terbatas, dapat digunakan
singkatan yang disajikan pada tabel 3.

Penilaian tahan luntur dilaksanakan terhadap perubahan warna pada kain contoh uji,
dibandingkan dengan standar perubahan warna pada “Gray Scale”, dan terhadap penodaan
kain poliester atau kain kapas putih yang ikut dicuci bersama contoh uji, dengan
membandingkan terhadap standar penodaan warna pada “Staining Scale”.

2.2 Staining Scale (menurut SNI ISO 105-A03:2010)


SNI ISO 105 bagian ini menjelaskan skala abu – abu untuk penilaian penodaan pada kian
pelapis pada pengujian tahan luntur warna dan cara penggunaannya. Spesifikasi kolorimetri
yang tepat dari skala abu – abu tersebut diberikan sebagai nilai yang tetap untuk pembanding
terhadap standar – standar yang baru dibuat atau mungkin sudah berubah. Skala abu – abu
dasar atau 5 tingkat nilai skala, terdiri atas lima pasang lempeng berwarna abu – abu yang tidak
mengkilap (atau potongan kain abu – abu), yang menggambarkan perbedaan warna yang
berhubungan dengan nilai tahan luntur 5,4,3,2, dan 1. Skala ini dapat ditambahkan dengan
menetapkan lempengan atau potongan kain yang serupa yang menggambarkan perbedaan
warna setengah tingkat, dan nilai tahan luntur warna yaitu 4-5, 3-4, 2-3 dan 1-2, sehingga
menjadi 9 tingkat nilai skala. Lempeng pertama pada setiap pasangan, berwarna putih dan
lempeng kedua untuk pasangandengan nilai 5 mempunyai warna yang identik dengan lempeng
pertama.lempeng yang identik dengan lempeng pertama. Lempeng – lempeng kedua untuk
pasangan berikutnya menunjukkan warna yang makin gelap, sehingga setiap pasangan
lempeng menggambarkan kekontrasan yang meningkat atau beda warna secara kolorimetrik
yang makin jelas. Spesifikasi kolorimetri pasangan lempeng tersebut diberikan di bawah ini.
Lempeng – lempeng tersebut harus berwarna putih atau abu – abu netral dan diukur dengan
spektrofotometer yang dilengkapi dengan komponen spekular. Data kolorimetri dihitung dengan
menggunakan CIE 1964 supplementary standard colorimetric system (10° data observasi)
untuk sumber cahaya D65. Nilai tristimulus Y untuk lempeng pertama dari setiap pasangan
lempeng (putih) tidak kurang dari 85.. Lempeng kedua untuk setiap pasangan harus sedemikian
rupa, sehingga beda warna antara lempeng tersebut dengan pasangan pertamanya adalah
sebagai berikut :

2.2.1 Prinsip

Letakkan sehelai kain pelapis yang tidak ternoda (kain pelapis awal) dan kain pelapis
yang ditempelkan pada contoh uji dan telah diuji berdampingan pada bidang datar. Bidang
sekitarnya harus berwarna abu – abu netral kira – kira pertengahan antara nilai 1 dan nilai 2
skala abu – abu untuk penilaian perubahan warna (kira – kira sesuai dengan Munsell N5). Jika
perlu untuk menghindari pengaruh latar belakang pada kenampakan bahan tekstil, gunakan dua
atau lebih lapisan contoh asli yang tidak ternoda dan tidak dicelup di bawah contoh asli maupun
contoh yang telah diuji. Terangi permukaan bahan dengan cahaya langit utara di utara
katulistiwa, cahaya langit selatan di selatan katulistiwa, atau dengan suatu sumber cahaya yang
mempunyai kuat penerangan 600 lux atau lebih. Cahaya yang jatuh di atas permukaan harus
membentuk sudut sekitar 45°, dan arah pengamatan tegak lurus pada bidang permukaan.
Bandingkan perbedaan visual antara contoh asli dan contoh yang diuji terhadap beda warna
yang ditunjukkan skala abu – abu untuk penodaan warna.

Kenampakan warna contoh dapat dipengaruhi oleh warna sekelilingnya dan warna
bahan yang digunakan untuk menutupi sekeliling contoh. Untuk mendapatkan hasil uji yang
dapat dipercayai menurut ISO 105-A02, contoh uji harus ditutupi sekelilingnya dengan warna
yang identik dengan selubung yang digunakan untuk menutupi contoh uji yang digunakan.
Warna selubung dan warna sekelilingnya harus netral tetapi bila digunakan dengan benar
selubung abu – abu atau hitam dapat diterima. Penggunaan yang benar misalnya apabila
contoh yang diuji menggunakan selubung hitam, contoh uji harus ditutupi dengan bahan hitam
yang sejenis atau apabila penutup menggunakan warna netral penutup harus menutupi
sekeliling contoh asli dan contoh yang diuji. Jika digunakan 5 tingkat nilai skala abu – abu, nilai
penodaan dari contoh yang diuji (kain pelapis yang telah diuji) adalah nilai pada skala abu – abu
yang mempunyai perbedaan warna yang setara dengan perbedaan warna antara contoh asli
dan contoh yang telah diuji ; jiak perbedaan perubahan warna berada diantara dua nilai pada
skala abu – abu, maka contoh yang diuji diberi penilaian setengah tingkat, misalnya 4-5 atau 2-
3. Nilai 5 diberikan hanya jika dianggap tidak ada perbedaan antara contoh yang diuji dengan
contoh asli. Jika digunakan 9 tingkat skala abu – abu, nilai penodaan dari contoh yang diuji
adalah nilai pada skala abu – abu yang mempunyai perbedaan warna yang paling dekat dengan
perbedaan warna antara contoh asli dengan contoh yang diuji. Nilai 5 diberikan hanya jika
dianggap tidak ada perbedaan antara contoh yang diuji dengan contoh asli. Apabila beberapa
penilaian telah dibuat, perlu membandingkan semua pasangan contoh asil dan contoh yang
diuji yang diberi nilai sama.hal ini untuk memberikan indikasi yang baik dari konsistensi
penilaian, karena kesalahan dapat terlihat jelas. Pasanagan yang tidak menunjukan
kekontrasan yang sama dengan pasangan lain dalam kelompok tersebut, harus diperiksa ulang
dengan membandingkan ter hadap skala abu-abu dan jika perlu nilai harus diubah.
2.3 Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian Rumah Tangga dan komersial (menurut
SNI ISO 105- C06:2010)

SNI ISO 105 bagian ini menetapkan cara uji tahan luntur warna untuk segala macam
dan bentuk bahan tekstil berwarna terhadap pencucian rumah tangga atau pencucian komersial
yang digunakan untuk barang-barang rumah tangga. Barang-barang industry dan rumah sakit
dapat dikerjakan dengan cara pencucian khusus yang dalam beberapa aspek dapat lebih kuat.
Berkurangnya warna dan penodaan yang dihasilkan oleh desorpsi atau gesekan dalam satu uji
tunggal (S) kurang lebih sama dengan satu kali pencucian rumah tangga atau komersial. Hasil
dari satu pengujian ganda (M) hamper sama dengan lima kali pencucian komersial atau
pencucian rumah tangga pada suhu tidak lebih dari 70°C. Uji M lebih kuat dari uji S karena
peningkatan gerakan – gerakan mekanik. Metoda ini tidak menggambarkan efek dari adanya
pemutih optic dalam pencucian komersial. Metoda ini dirancang untuk deterjen dan system
pengelantangan tertentu. Deterjen – deterjen dan system pengelantangan yang lain mungkin
memerlukan kondisi dan tingkat komposisi yang berbeda.

2.3.1 Prinsip Pengujian Contoh uji dicuci dalam suatu Launder O-meter atau alat yang
sejenis dengan pengatur suhu secara thermostatic dan kecepatan putaran 42 rpm

Contoh uji dicuci dalam suatu alat Launder O-meter atau alat yang sejenis dengan
pengatur suhu secara thermostatik dan kecepatan putaran 42 rpm. Alat ini dilengkapi dengan
piala baja dan kelereng-kelereng baja yang tahan karat. Proses pencucian dilakukan
sedemikian | rupa. sehingga pada kondisi suhu, alkalinitas, peinutihan yang sesuai dan gosokan
sedemikian sehingga berkurangnya wama yang tejadi, didapat dalam waktu yang singkat.
Gosokan diperoieh dengan lemparan, geseran dan tekanan bersama-sama dengan digunakan
perbandingan larutan yang rendah, dan sejumlah kelereng baja yang sesuai. Kondisi pencucian
berbeda-beda bergantung suhu yang dikehendaki. Jenis sabun yang digunakan dalam
pencucian ini, adalah sabun standar detergen yang dikeluarkan oleh AATCC atau ECE.
Gambar 1 Detergen AATCC dan ECE

Pada pengujian ketahan luntur warna terhadap pencucian pada parktikum kali ini
menggunakaan kain pelapis untuk ketahanan luntur terhadap pecucian menggunakan 2 lapis
kain yaitu kain poliester dan kain kapas, alasannya dikarenakan kain contoh uji yang di pakai
menggunakan kain TC sehingga di pilihlah kain poliester dan kapas agar pada saat pengujian
tahan luntur apabila ada lunturan dari contoh uji akan menempel pada kain pelapis. Berikut
adalah persyaratan kain putih dan pasangannya untuk untuk uji tahan pencucian:
Gambar 2 Persyaratan Kain Putih dan Pasangannya

2.4 Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat (menurut SNI ISO 105-E04:2009)

Bahan – bahan tekstil, khususnya kain yang digunakan untuk pakaian, dalam setiap
penggunaannya selalu berinteraksi dengan keringat. Untuk mengetahui tahan luntur warnanya,
baik untuk keperluan pengendalian mutu maupun penelitian, maka tahan luntur warna tersebut
harus diketahui dengan cara dilakukan pengujian. Untuk keperluan pengujian, maka dibuat
suatu larutan yang menyerupai keringat dalam dua kondisi, yaitu asam dan basa. Tidak tahan
lunturnya warna terhadap keringat dapat disebabkan oleh migrasi warna (blending) atau
perubahan warna contoh uji. Perubahan warna dapat terjadi tanpa blending, seblaiknya
mungkkin pula terjadi blending tanpa perubahan warna atau dapat terjadi kedua – duanya.
Evaluasi hasil pengujian dilakukan dengan menggunakan staining scale dan grey scale, yang
pengamatannya dilakukan secara visual.

2.4.1 Prinsip

Pengujian Contoh uji dilapisi dengan kain pelapis diproses dalam dua larutan berbeda
yang mengandung histidin, ditiriskan dan ditempatkan diantara dua lempeng di bawah tekanan
tertentu dalam alat uji. Contoh uji dan kain pelapis dikeringkan secara terpisah. Perubahan
warna masing-masing contoh uji dan penodaan dari kain pelapis dinilai dengan
membandingkan terhadap skala abu-abu.
2.5 Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan (menurut SNI 0288:2008)

Pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan dimaksudkan untuk menentukan


penodaan tekstil berwarna pada kain lain yang disebabkan karena gosokan. Cara ini dapat
digunakan untuk segala jenis serat baik dalam bentuk benang maupun kain. Dan pengaruh
gosokan tersebut dinilai baik dalam keadaan kering maupun basah.

2.5.1 Prinsip

Pengujian Contoh uji dipasangkan pada crockmeter, kemudian padanya digosokkan kain
putih kering dengan kondisi tertentu. Penggosokkan ini diulangi dengan kain putih basah.
Penodaan pada kain putih dinilai dengan mempergunakan staining scale.

2.6 Persyaratan Mutu Kain Tenun Untuk Kemeja

Acuan ASTM D.3477-95a, standard Performance for Men’s and Boy’s Woven Dress Shirt
Fabrics. Mutu kain tenun kemeja ditetntukan oleh persyaratan sebagaimana tercantum pada
tabel di bawah ini:
III. Alat dan Bahan
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
❖ Alat
1. Launderometer (dengan kecepatan 42 putaran per menit)
• Penangas air dengan pengatur suhu yang terkontrol pada suhu yang ditetapkan
± 2°C
• Tabung baja tahan karat berkapasitas 550 ml ± 50 ml, berdiameter 75 mm ± 5
mm, dan tinggi 125 mm ± 10 mm
• Frekuensi putaran tabung 42 putaran per menit
• Kelereng baja tahan karat
2. Gray scale dan Staining scale,
3. Meja yang dilengkapi lampu
4. Ph meter dengan ketelitian 0,1
5. Neraca analitik
6. Kain berukuran 5 x 10 cm diletakan diantara dua kain putih (poliseter dan kapas) dengan
ukuran yang sama kemudian dijahit.
❖ Bahan
1. Sabun tanpa pemutih optik seperti sabun standar AATCC atau ECE
2. Air suling
3. Larutan 0,2 g/liter asam asetat glasial
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat
❖ Alat
1. Kain contoh uji yang berwarna dengan ukuran (6 x 6) cm
2. Perspiration tester
3. AATCC Perspiration Tester atau alat lain yang sejenis
4. Gelas piala 500 ml dan pengaduk kaca
5. Alat pengering listrik/oven
6. Lempeng-lempeng kaca/plastik
7. Gray scale dan Staining Scale
❖ Bahan
1. Larutan keringat buatan yang bersifat asam dan basa
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan
❖ Alat
1. Crockmeter, berjari-jari 1,5 cm yang bergerak satu kali maju mundur sejauh 10 cm
setiap kali putaran dengan gaya tekanan pada kain seberat 500 g.
2. Kertas saring
3. Kain contoh uji dengan ukuran 5 x 20 cm (4 buah) diukur dari arah diagonal kain
4. Staining Scale
5. Kain kapas ukuran 5 x 5 cm (basah dan kering)
❖ Bahan
1. Air suling
IV. Langkah Kerja
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
❖ Persiapan contoh uji
✓ Kain putih kapas 1 buah dijahit menjadi satu dengan contoh uji berukuran (4 x 10)
cm, juga dijahit bersama dengan kain putih dari bahan polyester dengan ukuran
yang sama.
✓ Dibuat sebanyak 2 pasang contoh uji.
❖ Cara pengujian
1. Memotong contoh uji sesuai ukuran kemudian diberi lapisan kain putih pada kedua
permukaannya kemudian dijahit salah satu ujungnya pada mesin jahit.
2. Memasukan 200 ml larutan yang mengandung 0,5 % volume sabun yang sesuai
dan 10 kelereng baja bahan karat ke dalam bejana, kemudian menutup rapat
bejana dan memanaskan bejana sampai 400C.
3. Meletakan bejana tersebut pada tempatnya dimana pemanasan bejana diatur
sedemikian rupa sehingga setiap sisi terdiri dari sejumlah bejana yang sama.
4. Menjalankan mesin untuk pemanasan pendahuluan.
5. Memberhentikan mesin kemudian membuka tutup bejana
6. Memasukan contoh uji ke dalam bejana lalu menutupnya kembali
7. Menjalankan mesin lauder O-Meter selama 45 menit.
8. Menghentikan mesin dan mengeluarkan contoh uji kemudian membilas contoh uji
dan mengasamkannya dengan larutan asam asetat glasial 0,2 g/l
9. Memeras dan mengeringkan contoh uji
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat
❖ Persiapan contoh uji
✓ Contoh uji dipotong dengan ukuran 4 x 10 cm sebanyak 4 buah dan masing-
masing dijahit dengan kain putih terbuat dari bahan kapas dan polyester.
❖ Cara pengujian
1. Menjahit dua buah contoh kain berwarna diantara kain putih, kemudian direndam
alam larutan keringat buatan yang bersifat basa, sedangkan dua buah contoh
lainnya dalam larutan keringat bersifat asam selama 15-30 menit untuk
mendapatkan pembasahan yang sempurna.
2. Memeras dan meletakan contoh uji diantara dua lempeng kaca, lalu dipasang
pada prespiration tester dan diberi tekanan 10 pound (60 g/cm2) dan diatur
sehingga contoh uji dalam kedudukan tegak pada waktu meletakannya dalam
pemanas.
3. Memasukan contoh uji yang telah siap kedalam pemanas pada suhu 38 ± 1 C
selama paling sedikit 6 jam.
4. Melakukan evaluasi perubahan warna terhadap contoh uji yang sudah kering
dengan gray scale dan evaluasi penodaan warna dilakukan dengan cara
membandingkannya dengan staining scale.
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan
❖ Persiapan contoh uji
1. Contoh uji dipotong dengan ukuran 5 x 20 cm sebanyak masing-masing dua buah
untuk pengujian basah dan kering.
2. Kain kapas direndam dalam air suling sebanyak dua buah untuk pengujian ketahanan
luntur terhadap gosokan basah.
❖ Cara pengujian
 Cara Uji Gosokan Kering
1. Meletakan contoh uji diatas alat penguji dengan sisi panjang, searah dengan
arah gosokan.
2. Membungkus jari Crockmeter dengan kain putih kering dengan anyamannya
miring terhadap arah gosokan.
3. Kemudian memulai proses penggosokan sebanyak 10 kali maju mundur (20
kali gosokan) dengan memutar alat pemutar 10 kali dengan kecepatan satu
putaran per detik.
4. Mengambil kain putih dan mengevaluasi kain dengan staining scale.

 Cara Uji Gosokan Basah


1. Membasahi kain putih dengan air suling, kemudian diperas diantara kertas
saring, sehingga kadar air dalam kain menjadi 65 ± 5 % terhadap berat kain
pada kondisi standar kelembaban relatif 65 ± 2 % dan suhu 21 ± 2 0C.
2. Kemudian mengerjakan langkah kerja seperti pada cara gosok kering dari
nomor 1 – 4 secepat mungkin untuk menghindari terjadinya penguapan.
3. Mengeringkan kain putih di udara bebas sebelum melakukan evaluasi.
4. Mengambil kain putih yang telah kering dan mengevaluasi kain dengan
staining scale
V. Data Percobaan
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
Hasil pengujian :
Tabel Hasil Pengujian Pada Contoh Uji Dengan Menggunakan Gray scale dan Staining
Scale
Perubahan
Warna Penodaan Pada Kain Putih
Pengujian Ke -
Kain uji Poliester Kapas

1 4-5 5 4-5

2 4 4-5 4-5
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat
Hasil pengujian :
 Tabel. Evaluasi terhadap Hasil Pengujian
Keringat Asam Keringat Basa

Pengujian Poliester Kapas Poliester Kapas


Ke -
1 5 4-5 4-5 4-5
2 4-5 4-5 4-5 4-5

➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan


Lebar contoh uji = (5 x 20) cm
Hasil pengujian :

Jenis Pengujian Contoh Uji Nilai Pada Penodaan Kain Putih

1 5
Kering
2 4-5

1 4
Basah
2 4-5

VI. Diskusi
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
Pada praktikum tahan luntur warna terhadap pencucian ini menggunakan 2 contoh uji
yang masing-masing sudah dilapisi oleh 2 kain pelapis kain kapas dan pelapis kain
poliester. Pemcucian dilakukan 45 menit dengan 42 putaran setiap menitnya.
Berdasarkan data yang di peroleh dapat dilihat pengujian 1 pada pengujian grey scale
mendapatlan nilai 4-5 dengan perbedaan warna 0,8 menurut CIE l.a.b sedangkan pada
pengujian ke 2 mendapatkan nilai 4 dengan perbedaan warna 1,7 menurut CIE l.a.b.
Sedangkan dalam pengujian staining scale contoh uji 1 pada kain poliester
mendapatkan nilai 5 dengan nilai perbedaan warna 0 menurut CIE l.a.b, kapas pada
contoh uji 1 4-5 dengan perbedaan warna 2,2 menurut CIE l.a.b. pada contoh uji ke dua
nilai penodaan kain putih pada kain poliester dan kapas yaitu 4-5 dengan nilai perbedaan
warna 2,2 menurut CIE l.a.b. Berdasarkan hasil yang di dapat bisa di katakan kain
contoh uji ini mendapatkan nilai BAIK, dan jika di bandingkan dengan standar SNI
0051:2008 untuk kain kemeja masih memenuhi standar.
➢ Tahan Luntur Terhadap Keringat asam dan basa
Berdasarkan data yang sudah di dapat pada pengujian keringat dengan menggunakan
staining scale dan grey scale dominan mendapatkan nilai 4-5, nilai 4-5 pada staining
scale berarti perbedaan warnanya 2,2 menurut CIE l.a.b sedangkan pada grey scale
perbedaan warna 0,8 menurut CIE l.a.b. Bisa di katakan ketahannya pada keringat BAIK
dan apabila di bandingkan dengan standar SNI 0051:2008 untuk kain kemeja masih
memenuhi standar.
➢ Tahan Luntur Terhadap Gosokan
pada praktikum pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan hanya menguji 1 yaitu
staining scale saja atau penodaan pada kain putih pelapisnya, dapat di lihat pada hasil
yang sudah di dapat pada kain kering 5 dengan perbedaan warna 0 dan 4-5 dengan
perbedaan warna 2,2 (menurut CIE i.a.b). Sedangkan pada kain basah mendapat 4
dengan perbedaan warna 4,3 dan 4-5 dengan perbedaan warna 2,2 (menurut CIE l.a.b)
Dapat dikatakan nilai 5 BAIK SEKALI dan nilai 4-5 BAIK, jika dibandingkan dengan
standar SNI 0051:2008 untuk kain kemeja yang tertera standar kain kering minimal 4
dan basah minimal 3-4. Maka dapat disimpulkan kain contoh uji ini masih memenuhi
standar untuk kain kemeja.

VII. Kesimpulan
Dari praktikum uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat dan gosokan dapat
disimpulkan :
1. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
• Mendapatkan nilai BAIK rata-rata 4-5
• Masih memenuhi standar untuk kain kemeja standar SNI 0051:2008
2. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat asam dan basa
• Mendapatkan nilai BAIK rata-rata 4-5
• Dan masih memenuhi standar untuk kain kemeja SNI 0051:2008
3. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan
• Mendaptakan nilai BAIK 4-5 dan BAIK SEKALI 5
• Memenuhi standar untuk kain kemeja SNI 0051:2008
VIII. Kain Contoh Uji
Pencucian Gosokan

Keringat
UJI STABILITAS DIMENSI KAIN TENUN

I. Tujuan Praktikum
Praktikum pengujian stabilitas dimensi kain tenun ini dilaksanakan dengan tujuan agar
mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji dan menilai berapa
besar perubahan yang terjadi pada kain tenun yang dicuci dengan sabun baik ke arah lusi
dan ke arah pakan setelah mengalami pencucian yang dapat berupa mengkeret atau mulur.

II. Teori Dasar


Kain tenun apabila telah mengalami pemakaian dan pencucian akan mengalami
perubahan dimensi baik kearah lusi ataupun pakan. Apabila perubahan ini terjadi maka,
kondisi tersebut harus dipulihkan kembali denagan cara :
a. Tension Presser
b. Knit Shrinkage Gauge
c. Hand iron
Pada pengujian ini kondisi pencuciannya dengan menggunakan sabun netral pada
suhu 600 C selama 30 menit. Untuk pemulihannya pada kain tenun dengan menggunakan
Knit Shrinkage gauge, tetapi pada percobaan ini tidak dilakukan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pengujian stabilitas dimensi ialah :
a. Proses pencucian
b. Proses pengeringan
c. Proses pemulihan
Kain yang tidak mengalami perubahan dimensi setalah pemakaian sehari-hari
termasuk kain yang mutu kainnya baik. Penyebab utama dari dari perubahan dimensi kain
adalah mengkeret setelah pencucian. Kadang-kadang orang membeli baju dengan ukuran
sedikit lebih longgar dengan harapan apabila dicuci akan mengkeret dan ukurannya sesuai.
Ada dua jenis medngkeret yaitu mengkeret karena teganngan mekanis pada waktu proses
pertenunan dan penyempurnaan. Menyebabkan kain tertarik untuk sementara dan waktu
pencucian akan relaxation ke bentuk semmula. Dan jenis mengkeret lain, karena adanya
kemampuan serat untuk menggumpal (felting) dalam pencucian. misalnya serat wol yang
cenderung untuk mengkeret dan menggumpal dalam keadaan basah.
Pakaian atau kain contoh uji dicuci dalam mesin pencuci silinder bolak-balik, lalu
dikeringkan dan apabila perlu diberikan gaya pemulihan. Suhu dan waktu pengadukan
didalam alat yang divariasi untuk mendapatkan berbagai kondisi pencucian yang berbeda-
beda. Cara pengeringan dan cara pemberian gaya pemulihan divariasi untuk menyesuaikan
dengan pengerjaan akhir pencucian dalam rumah tangga atau pencucian komersial. Jarak
tanda pada contoh uji pada contoh uji menurut arah lusi dan pakan (jeratan dan jajaran
untuk kain rajut) sebelum dan sesudah pencucian diukur.
III. Alat dan Bahan
Praktikum menguji stabilitas dimensi kain ini memerlukan peralatan dan bahan-bahan
yang diantaranya adalah:
Bahan : Kain tenun dan rajut dengan setiap sisinya di obras, Larutan sabun netral 3 g/liter.
Alat–alat :
1. Mesin cuci silinder dan pengering
2. Plat cetakan ukuran untuk kain tenun
3. Mistar
4. Setrika
5. Gunting
6. Spidol tahan air

IV. Langkah Kerja


4.1 Persiapan contoh uji
✓ Contoh uji diletakkan tanpa tegangan pada permukaan yang datar dan halus,
usahakan bebas dari kekusutan ataupun kerutan.
✓ Contoh uji ditandai pada kedua arah panjang dan lebar. Jarak yang ditandai
sejajar dengan benang yang bersangkutan.
✓ Gunting kain, setiap ujung kain diobras terlebih dahulu kecuali bagian pinggir
kain.
4.2 Cara pengujian
1. Menyiapkan contoh uji kain tenun dan rajut
2. Meletakan plat/mal pengukur diatas bahan sedemikian rupa sehingga sisi lubang
plat pengukur yang berukuran 25,4 x 25,4 sejajar dengan lusi dan pakan, sehingga
jumlah kain yang sama terjulur dari bawah plat pengukur semua sisi.
3. Menggambar titik hasil pengukuran pada kain contoh uji dengan spidol.
4. Menggambar sebuah titik ditengah-tengah setiap sisi dari bujur sangkar.
5. Mengukur panjang awal contoh uji ke arah lusi dan ke arah pakan
6. Memasukan bahan kedalam mesin cuci dan mengerjakannya pada suhu 40˚C
selama 15 menit.
7. Mengangkat kain lalu memerasnya selama 5 menit kemudian membilasnya
selama 5 menit pada suhu 40˚C, memerasnya kembali selama 5 menit
8. Membilas kain uji kembali selama 10 menit pada suhu 40˚C kemudian di peras
selama 5 menit dan mengeringkannya.
9. Mengukur panjang akhir contoh uji ke arah lusi dan ke arah pakan dan kemudian
melakukan perhitungan.
V. Data Percobaan
▪ Tabel Perubahan Dimensi pada Kain Tenun
Kain Tenun

Data Lusi Pakan


Awal (cm) Akhir (cm) Awal (cm) Akhir (cm)
1 35,2 34,4 35,2 35
2 35,2 34,2 35,2 35,4
3 35,2 34,2 35,2 35,2
𝑥̅ : 35,2 𝑥̅ :34,26 𝑥̅ :35,2 𝑥̅ :35,2

Panjang akhir − panjang awal


Perubahan dimensi (tenun) =  100 %
Panjang awal
34,26 −35,2
Perubahan dimensi arah lusi = × 100 %= -2,67%
35,2
35,2 − 35,2
Perubahan dimensi arah pakan = 35,2
× 100 % = 0 %

▪ Tabel Perubahan Dimensi pada Kain Rajut


Kain Rajut

Data Course Wale


Awal (cm) Akhir (cm) Awal (cm) Akhir (cm)
1 35,4 34,6 35,4 33,6
2 35,3 34,5 35,4 33,2
3 35,6 34,4 35,3 34
𝑥̅ : 35,4 𝑥̅ :34,5 𝑥̅ :35,3 𝑥̅ :33,6
Panjang akhir − panjang awal
Perubahan dimensi (Rajut) =  100 %
Panjang awal
34,5 −35,4
Perubahan dimensi arah course = 35,4
× 100 %= -2,54%
33,6 − 35,3
Perubahan dimensi arah wale = 35,3
× 100 % = -4,81%

VI. Diskusi
Pada praktikum pengujian dimensi kain ini dilakukan pada 2 kain berbeda yaitu rajut dan
pakan, tujuan dari praktikum ini untuk menentukan perubahan dimensi pada kain tenun, rajut
ataupun pakaian jadi, yang akan terjadi apabila kain mengalami proses pencucian dan
pengeringan. Prinsip dari pengujian ini adalah contoh uji atau pakaian yang di beru tanda, dicuci
dalam mesin cuci, dikeringkan sesuai cara yang di pilih pada praktikum ini memilihin metode
pengeringan putar atau tumble dry. Jarak tanda pada contoh uji menurut arah pakan dan lusi
sebelum dan sesudah pencucian wajib di ukur sebagai parameter untuk menentukan kain
tersebut mengalami mulur atau mengkeret. Pengujian ini menggunakan mesin cuci tipe A1
dengan waktu 45 menit, 42 putaran setiap menit.
Menurut saya metode pengeringan yang di pilih akan mempengaruhi hasil mulur dan
mengkeret pada contoh uji, metode pengeringan pada praktikum kali ini di pilih metode
pengeringan putar yang memiliki keranjang silinder berdiameter kira-kira 75 cm dan
kedalamannya tidak kurang dari 40 cm, frekuensi putarannya 50 plus minus 5 per menit.
Berdasarkan hasil pengujian dimensi pada kain tenun dan rajut ini pada panjang lusi dan
pakan keduanya mendapatkan hasil minus yaitu lusi tenun -2,67% dan pakan tenun 0%
sedangkan wale rajut -2,54% dan course rajut -4,81%. Hal ini berarti pada pengujian dimensi
kain tenun dan rajut dengan metode pengeringan putar dominan akan mengalami mengkeret.
Dapat dilihat pada standar mutu kain tenun untuk kemeja (SNI 0051 : 2008), standar stabilitas
dimensi yang ditentukan adalah maksimum 2%, sedangkan kain tenun contoh uji mengkeret -
2,67% dan 0% . Hal ini menyebabkan bahwa kain tenun contoh uji tidak memenuhi standar
mutu kain untuk kemeja. Lalu, bila kain tenun dibandingkan dengan standar mutu kain tenun
untuk gaun dan blus (SNI 08-1515-2004) yang mempunyai standar dimensi maksimum 2% dan
2,5%, kain contoh uji tetap belum memenuhi standar tersebut. Sedangkan untuk kain rajut,
standar kain mutu rajut untuk blus dan kemeja (SNI 2367 : 2008) menunjukan standar stabilitas
dimensi maksimum adalah 3% juga belum memenuhi standar ini.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pengujian stabilitas dimensi pada kain tenun dan rajut du
dapat hasil sebagai berikut:

Kain tenun

- perubahan dimensi arah lusi = -2,67% (mengkeret)

- perubahan dimensi arah pakan = 0%

Kain rajut

- perubahan dimensi arah wale = -2,54% (mengkeret)

- perubahan dimensi arah course = -4,81% (mengkeret)


VIII Kain Contoh Uji
UJI KETAHANAN TERHADAP NYALA API

I. Tujuan Praktikum
Praktikum pengujian ketahanan bahan tekstil terhadap nyala api ini dilakukan dengan
tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji ketahanan
konstruksi kain terhadap nyala api dan mengetahui sifat fisik kain tersebut terhadap nyala
api .

II. Teori Dasar


Di dalam berbagai proses industri, dimana kemungkinan terjadinya bahaya
kebakaran besar sekali, sangat mutlak diperlukan adanya kain yang tahan terhadap nyala
api . begitu pula dalm kehidupan sehari-hari banyak kecelakaan terjadi karena kebakaran
didalam rumah yang berasal dari hubungan pendek listrik, kompor, rokok dan lainnya.
Untuk mencegah kebakaran perlu digunakan kain yang tahan terhadap nyala api untuk
pakaian tidur, kain kasur, permadani, pakaian pemadam kebakaran, tekstil yang berkaitan
dengan penerbangan, atau bahkan pakaian bayi.
Pengaruh kontruksi kain terhadap nyala api adalah sebagai berikut :
a. Komposisi serat pada kain
Sifat anti nyala api sangat dipengaruhhi oleh jenis serat pada kain. Serat-serat selulosa
seperti kapas, flaks, dan rayon mempunyai sifat tahan nyala api yang rendah,
sedangkan wol biasanya sulit terbakar. Bahan nilon dan poliester adalah serat
termoplastik yang akan mengkeret terhadap nyala api dan cenderung untuk tidak
terbakar, meskipun karena proses penganjian atau pencelupan dengan zat warna
tertentu dapat menyebabkan kain nilon dan poliester mudah terbakar.
b. Jenis benang
Kontruksi benag tidak berpengaruh terhadap sifat anti nyala.
c. Struktur kain
Sifat anti nyala api pada kain tidak tergantung pada konstruksi, misal kain tenun, kain
rajut, kain renda, kain felt dan sebagainya.
d. Berat kain
Berat kain berpengaruh langsung terhadap sifat anti nyala api. Untuk jenis serta apapun,
makin berat maka sifat tahan nyala api juga makin baik.
Terdapat beberapa cara pengujian tahan nyala api, diantaranya
1. Uji tahan api cara uji miring 45o
2. Pengujian tahan nyala api dengan uji jalur vertikal
Pada pengujian kali ini digunakan pengujian cara jalur vertikal.
Pengujian dengan cara uji jalur vertikal dimaksudkan untuk kain asli yang tahan nyala
api atau untuk kain yang diberi penyempurnaan tahan nyala api. Dalam pengujian ini
dibedakan antara kain yang dapat terbakar tetapi tahan terhadap nyala api atau tidak
merusak nyala api, dengan kain termoplastik yang tidak terbakar bila didekatkan pada nyala
api, tetapi meleleh dan mengkerut menjauhi nyala api.
Pengujian dengan uji jalur vertikal dilakukan dengan jalan membakar kain yang
dipasang pada kedudukan vertikal dan pada ujung kain bagian bawah dibakar dengan nyala
api bunsen, dengan ukuran kain bervariasi sesuai dengan standar yang dipakai dan tujuan
penggunaan kain yang tahan nyala api.
Pengujian ini ditujukan untuk menentukan apakah suatu kain bersifat anti nyala api,
dapat dipakai untuk menguji semua jenis kain yang berbentuk lembaran atau dipotong-
potong menjadi bentuk lembaran-lembaran kain.
Prinsip dari pengujain ini yaitu membakar kain contoh uji yang telah dikondisikan yang
disiapkan pada suatu pemegang contoh dan diletakkan vertikal dalam suatu alat uji. Contoh
uji kemudian dibakar pada kondisi tertentu, waktu nyala api, waktu bara, serta panjang
arang diukur dan dicatat.

III. Alat dan Bahan


Praktikum menguji ketahanan terhadap nyala api ini memerlukan peralatan dan
bahan-bahan yang diantaranya adalah:
Bahan : Bahan contoh uji dengan ukuran (7x32)cm pada arah lusi dan pakan
Alat-alat :
1. Flammability tester
2. Stop Watch
3. Pemegang dan penjepit contoh uji
4. Pembakar bunsen
IV. Langkah Kerja
4.1 Persiapan contoh uji
✓ Contoh uji dipotong dengan ukuran 7 x 32 cm sebanyak dua buah dengan arah
lusi dan pakan.

4.2 Cara pengujian


1. Menyiapkan contoh uji masing-masing 1 buah untuk arah lusi dan pakan dengan
ukuran (7 x 32) cm, dan memberi tanda pada permukaan yang berlawanan
dengan permukaan yang akan diuji.
2. Mengondisikan contoh uji dalam eksikator selama 15 menit sampai mencapai
keseimbangan kelembaban setelah sebelumnya dioven 1000°C terlebih dahulu +
1 jam.
3. Memasang contoh uji vertikal pada pemegang contoh, lalu meletakkan pemegang
contoh pada alat uji sehingga ujung bawah contoh uji akan berada tepat di tengah
nyala api
4. Meletakkan pembakar bunsen di dalam alat uji dan membuka katup aliran gas dan
menyalakan api.
5. Membakar contoh uji selama 12 detik lalu api dipadamkan, kemudian menutup
pintu alat uji dan menghitung waktu nyala api.
6. Setelah nyala api pada kain padam, lalu membiarkan contoh uji membara sampai
padam sendiri. Kemudian mengukur waktu bara contoh uji
7. Mengukur panjang arang dari ujung yang terbakar sampai ujung sobek.

V. Data Percobaan
▪ Waktu pembakaran = 12 detik
▪ Tabel Hasil Pengamatan pada Uji Pembakaran

Contoh uji Waktu nyala api Panjang arang

Kain uji terbakar


Arah lusi 23,3 detik
seluruhnya
Kain uji terbakar
Arah pakan 18,08 detik
seluruhnya
VI. Diskusi
Pada praktikum ini, praktikan melakukan pengujian tahan api vertikal pada kain contoh uji.
Pengujian ini bertujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahaya karena dalam tekstil
pakaian yang cepat meneruskan nyala api akan menimbulkan kecelakaan. Pengujian tahan api
dilakukan pada bahan tekstil seperti pakaian tidur, kain kasur, pakaian pemadam kebakaran,
permadani, pakaian penerbangan, dan sebagianya. Syarat untuk dilakukannya pengujian tahan
api adalah kain yang memiliki sifat ketahanan terhadap nyala api yang baik. Beberapa istilah
yang berhubungan dengan tahan nyala api antara lain; mudah terbakar (flammable), anti nyala
api (flame-proof), tahan nyala api (flame-resistance), bahan asli anti nyala api (inherently flame
proof), bahan anti nyala api permanen (durably flame proof material), bahan anti nyala api
sementara (temporally flame proof material). Kecepatan rambat api ditentukan oleh sifat dan
jenis seratnya, padam kain yang meneruskan nyala api, sifat tahan apinya bergantung pada
berat kain dan kandungan seratnya. Serat selulosa seperti kapas, linen dan rayon mudah untuk
meneruskan pembakaran, sedangkan kain wol biasanya sulit untuk menyala dan nilon,
poliester mudah untuk menyala. Sehingga kita harus lebih berhati-hati untuk memilih bahan
kain untuk bahan rumah tangga ataupun untuk anak. Sehingga pada proses
penyempurnaannya harus dilakukan penyempurnaan tahan api.
Berdasarkan hasil praktikum, pada pengujian uji tahan api hasil pengujian uji tahan api
vertikal didapatkan rata-rata waktu nyala pada kain arah lusi 23,3 detik dan kain arah pakan
18,08 detik. Sedangkan waktu bara tidak tercatat. Waktu pembakaran kain arah lusi lebih lama
dari kain pakan dapat dikarenakan pada kain arah pakan memiliki konstruksi kain yang lebih
rapat dibandingkan dengan konstruksi kain arah lusi, dan juga hal ini desebabkan dengan
perbedaannya komposisi serat pada benang baik benang lusi maupun benang pakan.
Dapat dlihat pada standar pakaian pelindung dari api; NFPA 2112 dan ISO 11612:2008,
waktu nyala api (afterflame time) tidak boleh lebih dari 2 detik. Sedangkan waktu bara (afterglow
time) juga tidak boleh lebih dari 2 detik. Hal ini menunjukan kain contoh uji tidak memenuhi
standar untuk pakaian pelindung dari api.
VII. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pengujian ketahanan nyala api, didapat hasil bahwa waktu nyala api
pada arah lusi lebih lama dibanding arah pakan.
Bahan pada arah lusi ternyata memiliki waktu nyala lebih lama yaitu 23,3 detik dibanding arah
pakan 18,08 detik. Hal ini menunjukan bahwa bahan pada arah lusi lebih tahan api dibanding
arah pakan. Kemudian hasil perbandingan dengan standar mutu yaitu jauh telak, yang artinya
contoh uji tidak memenuhi standar untuk menjadi pakaian anti api.
VIII. Kain Contoh Uji
UJI DAYA SERAP KAIN CARA TETES

I. Tujuan Praktikum
Praktikum pengujian daya serat kain rajut menggunakan cara tetes ini dilaksanakan
dengan tujuan agar mahasiswa dapat bisa mempraktekan dan mengetahui kecepatan
waktu penyerapan air pada contoh uji kain rajut dengan uji tetes.

II. Teori Dasar


Untuk mengetahui kecepatan basah (wetting time) maka dikenal dua macam cara,
yaitu :
• Uji tetes, dilakukan pada permukaan kain yang rata dan halus
• Cara keranjang, Dilakukan untuk kain yang tidak rata, misalnya kain handuk
Pada prinsipnya kedua pengujian ini adalah sama yaitu untuk mengetahui kecepatan
basah dari contoh uji tetapi perbedaannya terletak pada kasar atau tidaknya permukan
contoh uji. Prinsip uji tetes adalah menghitung waktu dari air yang diteteskan pada
permukaan kain yang dipasang tegang sampai air tersebut hilang terserap. Yang dimaksud
dengan waktu basah adalah waktu dari saat air diteteskan sampai air hilang terserap.
Daya serap adalah salah satu faktor yang menentukan kegunaan dan bnetuk tujuan
tertentu, misalnya kain pembalut, kain handuk dan lai-lain. beberapa kain harus mempunyai
kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah terbasahi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembasahan kain :
1. Bila setetes air dijatuhkan pada permukaan dari tiga jenis benda padat yang rata, maka
tetesan air tersebut mungkin berbentuk bulat, pipih atau antara bulat dan pipih. Karena
sifat air maka perbedaan kondisi tekanan air pada ketiga permukaan benda padat
disebabkan oleh perbedaan sifat dari gabungan antara air dan permukaan benda padat.
2. Permukaan benda padat dimana tetesan air akan membetuk bola menunjukan sudut
kontak, and akn cenderung untuk menggelinding meninggalkan permukaan benda padat
dalam keadaan kering. Semakin kecil susdut kontak, semakin mudah tetesan air
menyebar keseluruhan perm ukaan benda padat dan membasahi benda padat tersebut.
Perbedaaan permukaan disebabkan oleh perbedaan energi permukaan dan teganngan
permukaan pada ntar muka dari dua fase, yaitu padat-cair, cair-udara, dan padat-udara.
Percobaan oleh Cassie menunjukan bahwa bahan yang tahan air akan memberikan
sudut kontak tinggi. Sudut kontak yang tinggi akan terjadi pada air diatas suatu permukaan
yangn kering dan susdut kontak tersebut akan mengacil apabila cairan makin berkurang ,
permukaan menjadi basah.

III. Alat dan Bahan


Praktikum menguji kekuatan dan mulur kain ini memerlukan peralatan dan bahan-
bahan yang diantaranya adalah:
Alat : - Buret yang berisi air.
- Simpai bordir.
- Stop watch.
Bahan : Kain rajut

IV. Langkah Kerja


1. Memasang kain uji pada simpai bordir sehingga tegang
2. Simpai tersebut diletakan dengan jarak 1- 1,5 cm dari buret.
3. Setetes air diteteskan pada permukaan kain yang dipasang pada simpai bordir.
4. Waktu penyerapan air di mulai pada saat air berada pada permukaan kain.
5. Waktu penyerapan air dihentikan pada saat air benar-benar habis terserap pada
permukaan kain.
6. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali pada 3 tempat yang berbeda.

V. Data Percobaan
▪ Tabel Hasil pengujian
Pengujian
Waktu serap
Ke
1 >30 detik
2 >30 detik
3 >30 detik
𝑥̅ >30 detik

VI. Diskusi
Pada pengujian yang telah dilakukan yaitu pengujian daya serap kain tidak berbulu,
praktikan menggunakan kain rajut sebagai contoh uji dan menggunakan uji tetes sebagai
metoda. Pengujian ini sangat penting karena daya serap adalah salah satu faktor yang
menentukan kegunaan dan untuk tujuan tertentu misalnya kain pembalut, kain handuk dan lain-
lain. Prinsip pengujian ini yaitu dengan menggunakan buret dengan jarak buret dan kain sekitar
1-1,5 cm kemudian teteskan pada permukaan contoh uji dengan 3 tempat berbeda, saat sudah
ditetesi mulai lah stopwatch nya. Beberapa kain harus mempunyai kemampuan untuk menyerap
air atau cairan secara cepat atau mudah terbasahi. Praktikan melakukan 1 kali pengujian
dengan 3 titik berbeda dan didapatkan nilai rata-rata penyerapan pada kain contoh uji yaitu >30
detik. Standar daya serap kain rajut yaitu 20 detik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kain
yang diuji memiliki daya serap yang kurang baik dan masih belum memenuhi standar. Kain rajut
lebih mudah menyerap air dibandingkan tenun yang kondisi kerapatan kainnya lebih rapat. Oleh
karena itu jenis kain dan kerapatan benang mempengaruhi daya serap terhadap air. Maka
pengaruh tetal daripada kain akan mempengaruhi hasil penyerapan airnya dimana makin tinggi
tetal maka makin lama penyerapan airnya dan sebaliknya.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum daya serap kain rajut dengan cara uji tetes ini contoh uji
mendapatkan nilai rata-rata >dari 30 detik yang mana dapat disimpulkan kain tidak nyaman
untuk menyerap keringat apabila digunakan untuk sehari-hari apalagi untuk kegiatan outdor
untuk dan kain ini belum memenuhi standar mutu.
VIII. Kain Contoh Uji
UJI DAYA SERAP KAIN HANDUK TERHADAP AIR
(CARA KERANJANG)

I. Tujuan Praktikum
Praktikum pengujian daya serap kain handuk terhadap air menggunakan cara
keranjang ini dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa
mempraktekan cara mengukur kemampuan kain dalam menyerap air (kapasitas serap) dan
waktu serapnya sehingga terjadi pembasahan sempurna pada contoh uji.

II. Teori Dasar


Dalam uji daya serap dinyatakan dalam dua cara yaitu waktu serap dan kapasitas
serap. Daya serap adalah kemampuan kain untuk menyerap air, sedangkan waktu serap
yaitu waktu yang diperlukan untuk pembasahan sempurna seluruh contoh uji yang
dinyatakan dalam detik. Basah sempurna yang dimaksud adalah pada saat contoh uji tepat
mulai tenggelam.
Pengujian daya serap sangat penting untuk dilakukan yaitu untuk mengendalikan
mutu kain yang khusus dibuat dengan daya serap besar. Kain yang membutuhkan daya
serap besar adalah kain handuk, mutu kain handuk ini ditentukan oleh kemampuannya
untuk daya serap air yang mungkin tergantung dari sifat serat atau konstruksi handuk
tersebut.
Untuk pengujian waktu serap masing-masing contoh uji digulung kearah dalam
keranjang sehingga memenuhi keranjang tersebut dan dijatuhkan pada ketinggian dua cm
dari permukaan air dan dihitung waktu serapnya. Untuk pengujian kapasitas serap
dilakukan dengan membiarkan contoh uji terendam dalam air selama 10 detik. Keranjang
kawat diambil dengan memegangnya pada bagian yang terbuka dan dibiarkan selama 10
detik supaya airnya menetes. Keranjang kawat beserta contoh uji dimasukan kedalam piala
plastik yang sudah ditimbang. Kemudian piala plastik yang berisi keranjang tersebut
ditimbang.
III. Alat dan Bahan
Praktikum menguji daya serap kain mengguankan cara keranjang ini memerlukan
peralatan dan bahan-bahan yang diantaranya adalah:
Alat : - Piala gelas 250 ml
- Keranjang tembaga berbentuk silinder dengan tinggi 5 cm, garis tengah 3 cm, berat
3 gram dan berpori-pori.
- Stop watch
- Bejana dengan tinggi minimum 25 cm
- Air suhu kamar yang dituangkan kedalam bejana hingga mencapai ketinggian 17
cm.
- Penjepit.
- Timbangan.

Bahan : Kain Handuk contoh dengan lebar 7,5 cm dan berat 5 gram.

IV. Langkah Kerja


6.1 Persiapan contoh uji
✓ Potong contoh uji dengan ukuran lebar 7,5 cm dan panjang sesuai dengan berat
5 gram.

6.2 Cara pengujian


1. Contoh uji digulung kearah dalam keranjang sehingga memenuhi keranjang
tersebut
2. Jatuhkan keranjang yang telah terisi contoh uji pada ketinggian dua cm dari
permukaan air dan dihitung waktu serapnya.
3. Catat waktunya mulai dari saat jatuh ke dalam air sampai keranjang tenggelam.
4. Biarkan contoh uji terendam dalam air selama 10 detik.
5. Keranjang kawat diambil dengan memegangnya pada bagian yang terbuka dan
dibiarkan selama 10 detik supaya airnya menetes.
6. Keranjang kawat beserta contoh uji dimasukan kedalam piala plastik yang sudah
ditimbang.
7. Piala plastik yang berisi keranjang tersebut ditimbang kembali.
V. Data Percobaan

Berat Basah Berat Kering


Pengujian Waktu Berat gelas Berat Kawat Berat Kain
Total (gram)
Ke - Serap (gram) (gram) (gram)
(gram)
1. 18,5 detik 63,94 3 5 101,04 71,94
2 17,3 detik 63,9 3 5 99,88 71,90
Rata-rata 17,9 detik

▪ Tabel Hasil Pengujian (dalam gram)


Berat masing-masing contoh uji 5 gram
VI. Perhitungan
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Kapasitas penyerapan uji 1 = 𝑥100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖
101,04−(63,94+3 +5)
➢ Kapasitas penyerapan = 𝑥100% = 582%
5
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Kapasitas penyerapan uji 2 = 𝑥100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖
99,88−(63,9+3 +5)
➢ Kapasitas penyerapan = 𝑥100% = 559,6%
5

VII. Diskusi
Pada praktikum yang telah dilakukan yaitu pengujian daya serap kain berbulu, praktikan
menggunakan kain handuk sebagai contoh uji dan menggunakan cara uji serap keranjang. Kain
handuk yang baik yaitu yang waktu serap airnya cepat. Karena ketika kain handuk tersebut
mudah menyerap air maka akan lebih nyaman dipakai. Pada kondisi ini, daya serap air
dipengaruhi oleh sifat serat pada kain handuk itu sendiri. Kemampuan kain dalam menyerap air
sangat ditentukan oleh strukur molekul serat-serat penyusun benang dari kain yang digunakan.
Makin banyak bagian yang amorf dari suatu serat, maka gugus hidroksil akan makin banyak.
Sehingga kemampuan untuk mengikat senyawa air akan makin dominan. Selain itu juga
penyerapan air dipengaruhi oleh kontruksi benang penyusun kain yang digunakan. Bila benang
peyusun kain tersebut diberi antihan tinggi, maka kemampuan benang tersebut untuk menyerap
air akan rendah. Berdasarkan hasil pengujian, kain contoh uji 1 mempunyai waktu basah 18,5
kapasitas serap 582% sedangkan kain contoh uji kedua mempunyai waktu basah17,3 detik dan
kapasitas penyerapan 559,6%. Menurut standar mutu kain handuk (SNI 08-0055-2002), standar
waktu basah maksimum adalah 20 detik dan mempunyai kapasitas serap minimum 500%. Hal
ini berarti kain contoh uji dapat digunakan menjadi handuk karena telah memenuhi standar mutu
kain handuk.
VIII. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pengujian daya serap kain cara keranjang, didapat hasil rata-
rata waktu serap 17,9 detik dan daya serap kain handuk uji 1 adalah sebesar 582% dan kain
handuk uji 2 559,6%. Hal ini menunjukan bahwa kain handuk yang diuji memiliki daya serap
cukup baik, dikarenakan standar mutu kain handuk yang baik adalah memiliki daya serap
minimum 500%.
IX. Kain Contoh Uji
UJI DAYA TAHAN AIR CARA SIRAM

I. Tujuan Praktikum
Praktikum pengujian tahan air cara siram ini dilaksanakan dengan tujuan agar
mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji ketahanan kain
terhadap air menggunakan cara siram.

II. Teori Dasar


Cara uji ini dapat digunakan pada semua jenis kain, baik yang tidak/belum ataupun
yang sudah dilakukan penyempurnaan tahan air atau tolak air. Cara ini terutama sesuai
untuk menilai kebaikan penyempurnaan tolak air yang telah diberikan pada kain khususnya
kain dengan anyaman polos. Cara ini tidak dimaksudkan untuk meramalkan tahan hujan
kain, oleh karena itu perembesan air melalui kain tidak diukur.
Dalam uji siram dipakai siraman air yang berasal dari corong dengan lubang
penyiraman. Air disiramkan diatas contoh uji yang dipasang pada lingkaran penyulam dan
dipasang pada kedudukan miring 45o dengan bidang horisontal.
Pengujian dilakukan dengan menyiramkan secara teratur 200 cm2 air kedalam corong
penyiram. Setelah penyiraman selesai, pemegang contoh diambil dan sisa air dibuang
dengan memukul-mukulkan tepi lingkaran penyulam sebanyak enam kali pada benda
keras, dengan permukaan kain mengarah pada benda keras tersebut. Pemukkulan
tersebut dilakukan dalm dua posisi yaitu 3 kali pada posisi di suatu tempat pda pemegang
contoh dan tiga kali pada posisi setengah lingkaran 180o terhadap posisi pertama.
Penilaian terhadap uji daya tolak air dilakukan dengan menggunakan standar
penilaian uji siram. Setelah kelebihan air selesai dibuang, permukaan kain diamati secara
visual dengan membandingkan peta air yang tinggal pada permukaan kain dengan peta
pada standar penilaian uji siram.
Standar penilain uji siram bervariasi antara lain sebagai berikut :
Nilai 100 : Tidak ada air yang menempel atau membasahi permukaan kain.
Nilai 90 : Terjadi sedikit pembasahan pada permukaan kain bagian atas.
Nilai 80 : Terjadi pembasaha pada permukaan kain bagian atas.
Nilai 70 : Terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan kain bagian atas.
Nilai 50 : Terjadi pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian atas.
Niali 0 : Terjadi pembasahan pad seluruh permukaa kain bagan atas dan bawah.
III. Alat dan Bahan
Praktikum menguji daya tahan air cara siram ini memerlukan peralatan dan bahan-
bahan yang diantaranya adalah:
Alat : - Spray test.
- Labu ukur 250 ml.
- Peta penilai uji siram.
- Lap pengering.
- Simpai sulam.

Bahan : Kain Parasut

IV. Langkah Kerja


1. Memasang contoh uji pada simpai sulam (diameter 6”) sehingga bagian permukaan kain
yang lembut menghadap ke atas.
2. Memasang simpai sulam pada alat penguji sedemikian rupa sehingga bagian muka kain
yang lembut berada di bagian paling atas.
3. Melakukan penyiraman pada kain contoh uji dengan menuangkan air sebanyak 200 ml
kedalam corong pada alat penguji (± 25-30 detik)
4. Menghilangkan air yang berada dipermukaan kain dengan memukul-mukulkan bingkai
sulam pada tangan sehingga pembasahan pada kain dapat terlihat.
5. Melakukan penilaian dengan menggunakan peta penilai uji siram standar.

V. Data Percobaan
Pengujian Nilai Standar Uji
Ke Siram
1 70
2 70
VI. Diskusi
Pada praktikum yang telah dilakukan yaitu pengujian tolak air dan tahan air bertujuan
untuk menentukan nilai tolak air pada suatu bahan tekstil menggunakan metode uji siram.
Pengertian dari bahan tolak air / water reppelency adalah bahan yang bersifat tolak air namun
masih dapat tertembus udara dan air masih dapat lolos melalui celah tenunan. Untuk tolak air
sendiri, dapat diperoleh dengan cara melapiskan jenis resin hidrofob (hidrokarbon atau
fluorocarbon) pada permukaan kain. Kain-kain khusus yang serat-seratnya telah
disempurnakan tolak air, kain akan membiarkan tetap terkumpul membentuk bola-bola air di
permukaannya tanpa penetrasi. Jika bola-bola air tersebut makin banyak dan membentuk
lapisan air yang tebal atau bila air mendorong kain dengan gaya tertentu, maka air dapat lolos
melalui celah-celah kain. Pada praktikum kali ini disiapkan 2 contoh uji dengan kain yang sama.
Nilai tolak air dari contoh uji 1 dan 2 sama yaitu 70 / ISO 2 yang berarti pembasahan
pada sebagian permukaan atas kain. Pada standar mutu kain tenun untuk payung
menunjukkan nilai standar tolak air minimum adalah 80. Hal ini menunjukkan bahwa kain
contoh uji masih belum bisa menjadi kain untuk payung karena nilainya yang tidak berada dalam
standar mutu.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian tolak air dan tahan air metode uji siram ini kedua contoh uji
mendapatkan nilai yang sama yaitu 70 yang artinya pembasahan pada sebagian permukaan
atas kain dan contoh uji ini belum memenuhi standar kain payung.
VIII. Kain Contoh Uji
UJI DAYA TOLAK AIR HUJAN PADA KAIN CARA BUNDESMAN

I. Tujuan Praktikum
Praktikum pengujian daya tolak air kain cara bundesman ini dilaksanakan dengan
tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji daya tolak
air hujan pada kain menggunakan cara bundesman.

II. Teori Dasar


Kedua cara uji tahan air dengan uji siram dan uji penetrasi bermaksud untuk
menyerupai curah hujan yang jatuh pada kain. Uji tahan air hujan yang lebih mendekati
adalah uji tahan air cara Bundesmann dengan menggunakan alat uji jenis Bundesman.
Kain dipasang tepat dibawah curahan air hujan buatan. Air yang menetes kain ditampung
dalam tabung dan jumlah air yang tertampung tersebut itu diukur, begitu pula yang
tertinggal diatas kain diukur jumlahnya.
Penyiraman air hujan dipasang sejauh 150 cm dari tempat tabung yang dipasang
pada alas yang berputar dengan kecepatan 5 putaran per menit. Padasaat kain yang
dipasang pada tabung berputar dibawah curahan air hujan buatan, alat penghapus yang
berada didalam tabung akan menggosok kain bagian dalam untuk meniru gosokan mekanis
yang ditimbulkan oleh pemakai jas hujan didalam pemakaian sebenarnya. Gerakan
menggosok kain ini akan membantu penetrasi air kedalam kain.
Setelah curah hujan disiramkan selama 10 menit, penyiraman dihentikan dan contoh
uji diambil secara hati-hati untuk penilaian hal-hal sebagai berikut :
• Penetrasi air
• Air yang tertampung didalam tabung diukur jumlahnya dan volume rata-rata
diperhitungkan sebagai ketelitian 1 ml.
• Penyerapan
• Dari berat contoh ujis ebelum dan sesudah pengujian apat diukur banyaknya air
yang tertinggal pada setiap contoh uji dan diperhitungkan sebagai % air yang
terserap oleh kain.
• Kondisi Pengujian

Untuk mendapatkan hasil uji yang serba sama dan dapat diulang-ulang, maka perlu
dicatat kondisi pengujian berikut ini:
1. Suhu air hujan buatan yaitu (18-20)o C.
2. pH air 6-8
3. Kecepatan siraman air = 62-68 ml/menit untuk setiap tabung
4. Tetesan air yang jatuh harus sama besar dengan berat rata-rata antara 0,075 ± 0,005 g
5. Sebelum pengujian contoh uji dikondisikan didalam atmosfir standar selama 24 jam,
kemudian ditimbang didalam botol timbang.

Menurut Baxser dan Cassie, kekuatan air hujan dari alat jenis Bundesmann adalah
5,8 kali tembusan awan, 91 kali kekuatan tetesan hujan lewat, 480 kali tetesan hujan biasa
dan 21000 kali kekuatan hujan ringan.

III. Alat dan Bahan


Praktikum menguji kemampuan kembali kain dari kekusutan ini memerlukan peralatan
dan bahan-bahan yang diantaranya adalah:
Alat : - Bundesmann tester
- Stop watch dan kain terpal contoh
- Gunting
- Timbangan
- Mal lingkaran (diameter 14 cm)
- Gelas ukur
- Alat pemeras pusingan
- Mesin cuci dan pengering

Bahan : Kain terpal contoh berbentuk lingkaran dengan diameter 14 cm

IV. Langkah Kerja


1. Mengeringkan tabung penggosok dan penjepit pada alat uji
2. Menyiapkan contoh uji dengan ukuran diameter 14 cm dari menimbangnya.
3. Memasang contoh uji pada mulut tabung dan menjepitnya dengan cincin penjepit
(diameter 10 cm).
4. Melepaskan penggosok dan memasang tabung dan menjapitnya pada tempatnya.
5. Menjalankan motor dan menggeser penahan air.
6. Menghitung waktu pengujian (10 menit) dengan menggunakan stop watch, dimulai
pada saat air hujan mengenai contoh uji.
7. Menimbang kain contoh uji yang telah dihujani
8. Mengukur air yang merembes pada gelas ukur (bila ada). Persiapan contoh uji

V. Data Percobaan
 Tabel hasil pengujian
Berat Kering (k) Berat basah (b) Permebesan
11,26 g 14,28 g 0

VI. Perhitungan
(𝑏−𝑘) (14,28−11,26)
 %Daya Serap = 𝑘
𝑥100% = 11,26
𝑥100% = 26,82%

VII. Diskusi
Pada praktikum yang telah dilakukan yaitu pengujian tahan air bertujuan untuk menentukan
nilai tahan air pada suatu bahan tekstil menggunakan metode uji hujan (Bundessman).
Pengertian dari bahan tahan air / water resistance adalah bahan tidak dapat tertembus udara,
hanya kemampuan kain untuk menahan pembasahan dan penetrasi air. Pengujian tahan air
hujan ini digunakan untuk menilai efektivitas penyempurnaan tolak air. Parameternya adalah
jumlah air yang diserap setelah dberikan perlakuan siraman hujan buatan. Pengerjaan pada
saat uji hujan berlangsung 10 menit dan di keringkan selama 10 detik lalu hasil perembesan di
hitung untuk %daya serap.
Pada pengujian tahan air ini didapatkan hasil bahwa tidak ada air yang tertembus ke dalam
kain. Sedangkan persen daya serap air kain contoh uji sebesar 26,82%. Hasil yang didapat ini
dapat dibandingkan dengan standar mutu kain untuk tenda SNI 2159:2010 Edisi 2017, memiliki
standar perembesan maksimal 15% yang berarti kain contoh uji masih belum memenuhi standar
mutu kain untuk tenda.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum uji tahan kain terhadap hujan (Bundessmen)
mendapatkan persen daya serap sebanyak 26,82% dengan perembesan 0 ml (tidak rembes),
kain contoh uji ini masih memenuhi standar kain untuk tenda.
IX. Kain Contoh Uji
Dastar Pustaka
Moerdoko, wibowo, S.Teks., dkk. Evaluasi Tekstil Bagian Fisika. Institut Teknologi Tekstil.
1973. Bandung..
Ramadhan, Fajar. Jurnal Praktikum Evaluasi Tekstil 3. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
2013. Bandung.
Af, Saiful. PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA TERHADAP
PENCUCIAN (SNI ISO 105-C06:2010.
Rizki, Nisa. Laporan Kimia Eval 3 Part 2 Oke Jon. Sekolah Tinggi Teknologi
Tekstil. 2013. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai