Disusun oleh :
NPM : 21420026
Engkon
2023
UJI TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP
PENCUCIAN, GOSOKAN, KERINGAT (ASAM DAN BASA)
I. Tujuan Praktikum
Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa (praktikan) dapat mengetahui dan
memberikan penilaian pada contoh uji dengan menggunakan Gray scale dan Staining Scale
mengenai ketahanan luntur warna terhadap pencucian, gosokan dan keringat dan juga
diharapkan dapat mampu mengetahui macam-macam tahan luntur warna, peralatan pengujian,
dan bagaimana pengujian tahan luntur warna.
2.1.1 Prinsip
Letakkan contoh asli dan contoh yang telah diuji berdampingan pada bidang datar
dengan arah yang sama. Letakkan skala abu – abu disampingnya pada tempat yang sama.
Bidang sekitarnya harus berwarna abu – abu netral kira – kira pertengahan antara nilai 1 dan
nilai 2 skala abu – abu untuk penilaian perubahan warna (kira – kira sesuai dengan Munsell
N5). Jika perlu untuk menghindari pengaruh latar belakang pada kenampakan bahan tekstil,
gunakan dua atau lebih lapisan contoh asli di bawah contoh asli maupun contoh yang telah diuji.
Terangi permukaan bahan dengan cahaya langit utara di utara katulistiwa, cahaya langit selatan
di selatan katulistiwa, atau dengan suatu sumber cahaya yang mempunyai kuat penerangan
600 lux atau lebih. Cahaya yang jatuh di atas permukaan harus membentuk sudut sekitar 45°,
dan arah pengamatan tegak lurus pada bidang permukaan. Bandingkan perbedaan visual
antara contoh asli dan contoh yang diuji terhadap beda warna yang ditunjukkan skala abu –
abu.
Kenampakan warna contoh dapat dipengaruhi oleh warna sekelilingnya dan warna
bahan yang digunakan untuk menutupi sekeliling contoh. Untuk mendapatkan hasil uji yang
dapat dipercayai menurut ISO 105-A03, contoh uji harus ditutupi sekelilingnya dengan warna
yang identik dengan selubung yang digunakan untuk menutupi contoh uji yang digunakan.
Warna selubung dan warna sekelilingnya harus netral tetapi bila digunakan dengan benar
selubung abu – abu dan hitam dapat diterima. Penggunaan yang benar misalnya apabila contoh
yang diuji menggunakan selubung hitam, contoh uji harus ditutupi dengan bahan hitam yang
sejenis atau apabila penutup menggunakan warna netral penutup harus menutupi sekeliling
contoh asli dan contoh yang diuji. Jika digunakan 5 tingkat nilai skala abu – abu, nilai kelunturan
warna dari contoh yang diuji adalah nilai pada skala abu – abu yang mempunyai perbedaan
warna yang setara dengan perbedaan warna antara contoh asli dan contoh yang telah diuji ;
jiak perbedaan perubahan warna berada diantara 2 nilai pada skala abu – abu, maka contoh
yang diuji diberi penilaian setengah tingkat, misalnya 4-5 atau 2-3. Nilai 5 diberikan hanya jika
dianggap tidak ada perbedaan antara contoh yang diuji dengan contoh asli. Jika digunakan 9
tingkat skala abu – abu, nilai kelunturan warna dari contoh yang diuji adalah nilai pada skala
abu – abu yang mempunyai perbedaan warna yang paling dekat dengan perbedaan warna
antara contoh asli dengan contoh yang diuji. Nilai 5 diberikan hanya jika dianggap tidak ada
perbedaan antara contoh yang diuji dengan contoh asli. Apabila beberapa penilaian telah
dibuat, perlu membandingkan semua pasangan contoh asil dan contoh yang diuji yang diberi
nilai sama.hal ini untuk memberikan indikasi yang baik dari konsistensi penilaian, karena
kesalahan dapat terlihat jelas. Pasanagan yang tidak menunjukan kekontrasan yang sama
dengan pasangan lain dalam kelompok tersebut, harus diperiksa ulang dengan
membandingkan terhadap skala abu-abu dan jika perlu nilai harus diubah.
Dalam penggunaan skala abu-abu, seperti yang dikemukakan pada 2.1.1 karakter
perubahan warna seperti corak warna, ketuaan warna, kecerahan warna atau kombinasinya,
tidak dinilai ; tetapi dasar penilaiannya adalah perbedaan secara keseluruhan atau kekontrasan
warna antara contoh asli dengan contoh yang diuji. Untuk penilaian, misalnya pada pencelupan
bahan tekstil, jika diinginkan untuk membuat data karakter warna contoh yang diuji, istilah
kualitatif dapat ditambahkan pada penilaian seperti disajikan pada tabel 2.
Pengertian Nilai Nilai kekontrasan pada skala abu - abu Perubahan sifat 3 Nilai 3 Hanya
terjadi pengurangan ketuaan warna 3 kemerahan Nilai 3 Pengurangan ketuaan warna menjadi
lebih merah 3 lebih lemah Nilai 3 Terjadi pengurangan ketuaan warna dan kekuningan
perubahan corak warna 3 lebih lemah Nilai 3 Terjadi pengurangan ketuaan warna dan kebiruan
perubahan corak warna serta kecerahan warna lebih suram 4-5 kemerahan Antara nilai 4 dan
5 Berkurangnya ketuaan warna tidak signifikan tetapi warna menjadi lebih merah. Jika
perubahan warna yang terjadi dalam dua atau tiga arah, perlu dipertimbangan untuk member
tanda atau tidak member tanda tingkat relative masing-masing perubahan. Jika format yang
tersedia seperti pada kartu contoh untuk penulisan istilah kualitatif terbatas, dapat digunakan
singkatan yang disajikan pada tabel 3.
Penilaian tahan luntur dilaksanakan terhadap perubahan warna pada kain contoh uji,
dibandingkan dengan standar perubahan warna pada “Gray Scale”, dan terhadap penodaan
kain poliester atau kain kapas putih yang ikut dicuci bersama contoh uji, dengan
membandingkan terhadap standar penodaan warna pada “Staining Scale”.
2.2.1 Prinsip
Letakkan sehelai kain pelapis yang tidak ternoda (kain pelapis awal) dan kain pelapis
yang ditempelkan pada contoh uji dan telah diuji berdampingan pada bidang datar. Bidang
sekitarnya harus berwarna abu – abu netral kira – kira pertengahan antara nilai 1 dan nilai 2
skala abu – abu untuk penilaian perubahan warna (kira – kira sesuai dengan Munsell N5). Jika
perlu untuk menghindari pengaruh latar belakang pada kenampakan bahan tekstil, gunakan dua
atau lebih lapisan contoh asli yang tidak ternoda dan tidak dicelup di bawah contoh asli maupun
contoh yang telah diuji. Terangi permukaan bahan dengan cahaya langit utara di utara
katulistiwa, cahaya langit selatan di selatan katulistiwa, atau dengan suatu sumber cahaya yang
mempunyai kuat penerangan 600 lux atau lebih. Cahaya yang jatuh di atas permukaan harus
membentuk sudut sekitar 45°, dan arah pengamatan tegak lurus pada bidang permukaan.
Bandingkan perbedaan visual antara contoh asli dan contoh yang diuji terhadap beda warna
yang ditunjukkan skala abu – abu untuk penodaan warna.
Kenampakan warna contoh dapat dipengaruhi oleh warna sekelilingnya dan warna
bahan yang digunakan untuk menutupi sekeliling contoh. Untuk mendapatkan hasil uji yang
dapat dipercayai menurut ISO 105-A02, contoh uji harus ditutupi sekelilingnya dengan warna
yang identik dengan selubung yang digunakan untuk menutupi contoh uji yang digunakan.
Warna selubung dan warna sekelilingnya harus netral tetapi bila digunakan dengan benar
selubung abu – abu atau hitam dapat diterima. Penggunaan yang benar misalnya apabila
contoh yang diuji menggunakan selubung hitam, contoh uji harus ditutupi dengan bahan hitam
yang sejenis atau apabila penutup menggunakan warna netral penutup harus menutupi
sekeliling contoh asli dan contoh yang diuji. Jika digunakan 5 tingkat nilai skala abu – abu, nilai
penodaan dari contoh yang diuji (kain pelapis yang telah diuji) adalah nilai pada skala abu – abu
yang mempunyai perbedaan warna yang setara dengan perbedaan warna antara contoh asli
dan contoh yang telah diuji ; jiak perbedaan perubahan warna berada diantara dua nilai pada
skala abu – abu, maka contoh yang diuji diberi penilaian setengah tingkat, misalnya 4-5 atau 2-
3. Nilai 5 diberikan hanya jika dianggap tidak ada perbedaan antara contoh yang diuji dengan
contoh asli. Jika digunakan 9 tingkat skala abu – abu, nilai penodaan dari contoh yang diuji
adalah nilai pada skala abu – abu yang mempunyai perbedaan warna yang paling dekat dengan
perbedaan warna antara contoh asli dengan contoh yang diuji. Nilai 5 diberikan hanya jika
dianggap tidak ada perbedaan antara contoh yang diuji dengan contoh asli. Apabila beberapa
penilaian telah dibuat, perlu membandingkan semua pasangan contoh asil dan contoh yang
diuji yang diberi nilai sama.hal ini untuk memberikan indikasi yang baik dari konsistensi
penilaian, karena kesalahan dapat terlihat jelas. Pasanagan yang tidak menunjukan
kekontrasan yang sama dengan pasangan lain dalam kelompok tersebut, harus diperiksa ulang
dengan membandingkan ter hadap skala abu-abu dan jika perlu nilai harus diubah.
2.3 Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian Rumah Tangga dan komersial (menurut
SNI ISO 105- C06:2010)
SNI ISO 105 bagian ini menetapkan cara uji tahan luntur warna untuk segala macam
dan bentuk bahan tekstil berwarna terhadap pencucian rumah tangga atau pencucian komersial
yang digunakan untuk barang-barang rumah tangga. Barang-barang industry dan rumah sakit
dapat dikerjakan dengan cara pencucian khusus yang dalam beberapa aspek dapat lebih kuat.
Berkurangnya warna dan penodaan yang dihasilkan oleh desorpsi atau gesekan dalam satu uji
tunggal (S) kurang lebih sama dengan satu kali pencucian rumah tangga atau komersial. Hasil
dari satu pengujian ganda (M) hamper sama dengan lima kali pencucian komersial atau
pencucian rumah tangga pada suhu tidak lebih dari 70°C. Uji M lebih kuat dari uji S karena
peningkatan gerakan – gerakan mekanik. Metoda ini tidak menggambarkan efek dari adanya
pemutih optic dalam pencucian komersial. Metoda ini dirancang untuk deterjen dan system
pengelantangan tertentu. Deterjen – deterjen dan system pengelantangan yang lain mungkin
memerlukan kondisi dan tingkat komposisi yang berbeda.
2.3.1 Prinsip Pengujian Contoh uji dicuci dalam suatu Launder O-meter atau alat yang
sejenis dengan pengatur suhu secara thermostatic dan kecepatan putaran 42 rpm
Contoh uji dicuci dalam suatu alat Launder O-meter atau alat yang sejenis dengan
pengatur suhu secara thermostatik dan kecepatan putaran 42 rpm. Alat ini dilengkapi dengan
piala baja dan kelereng-kelereng baja yang tahan karat. Proses pencucian dilakukan
sedemikian | rupa. sehingga pada kondisi suhu, alkalinitas, peinutihan yang sesuai dan gosokan
sedemikian sehingga berkurangnya wama yang tejadi, didapat dalam waktu yang singkat.
Gosokan diperoieh dengan lemparan, geseran dan tekanan bersama-sama dengan digunakan
perbandingan larutan yang rendah, dan sejumlah kelereng baja yang sesuai. Kondisi pencucian
berbeda-beda bergantung suhu yang dikehendaki. Jenis sabun yang digunakan dalam
pencucian ini, adalah sabun standar detergen yang dikeluarkan oleh AATCC atau ECE.
Gambar 1 Detergen AATCC dan ECE
Pada pengujian ketahan luntur warna terhadap pencucian pada parktikum kali ini
menggunakaan kain pelapis untuk ketahanan luntur terhadap pecucian menggunakan 2 lapis
kain yaitu kain poliester dan kain kapas, alasannya dikarenakan kain contoh uji yang di pakai
menggunakan kain TC sehingga di pilihlah kain poliester dan kapas agar pada saat pengujian
tahan luntur apabila ada lunturan dari contoh uji akan menempel pada kain pelapis. Berikut
adalah persyaratan kain putih dan pasangannya untuk untuk uji tahan pencucian:
Gambar 2 Persyaratan Kain Putih dan Pasangannya
2.4 Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat (menurut SNI ISO 105-E04:2009)
Bahan – bahan tekstil, khususnya kain yang digunakan untuk pakaian, dalam setiap
penggunaannya selalu berinteraksi dengan keringat. Untuk mengetahui tahan luntur warnanya,
baik untuk keperluan pengendalian mutu maupun penelitian, maka tahan luntur warna tersebut
harus diketahui dengan cara dilakukan pengujian. Untuk keperluan pengujian, maka dibuat
suatu larutan yang menyerupai keringat dalam dua kondisi, yaitu asam dan basa. Tidak tahan
lunturnya warna terhadap keringat dapat disebabkan oleh migrasi warna (blending) atau
perubahan warna contoh uji. Perubahan warna dapat terjadi tanpa blending, seblaiknya
mungkkin pula terjadi blending tanpa perubahan warna atau dapat terjadi kedua – duanya.
Evaluasi hasil pengujian dilakukan dengan menggunakan staining scale dan grey scale, yang
pengamatannya dilakukan secara visual.
2.4.1 Prinsip
Pengujian Contoh uji dilapisi dengan kain pelapis diproses dalam dua larutan berbeda
yang mengandung histidin, ditiriskan dan ditempatkan diantara dua lempeng di bawah tekanan
tertentu dalam alat uji. Contoh uji dan kain pelapis dikeringkan secara terpisah. Perubahan
warna masing-masing contoh uji dan penodaan dari kain pelapis dinilai dengan
membandingkan terhadap skala abu-abu.
2.5 Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan (menurut SNI 0288:2008)
2.5.1 Prinsip
Pengujian Contoh uji dipasangkan pada crockmeter, kemudian padanya digosokkan kain
putih kering dengan kondisi tertentu. Penggosokkan ini diulangi dengan kain putih basah.
Penodaan pada kain putih dinilai dengan mempergunakan staining scale.
Acuan ASTM D.3477-95a, standard Performance for Men’s and Boy’s Woven Dress Shirt
Fabrics. Mutu kain tenun kemeja ditetntukan oleh persyaratan sebagaimana tercantum pada
tabel di bawah ini:
III. Alat dan Bahan
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
❖ Alat
1. Launderometer (dengan kecepatan 42 putaran per menit)
• Penangas air dengan pengatur suhu yang terkontrol pada suhu yang ditetapkan
± 2°C
• Tabung baja tahan karat berkapasitas 550 ml ± 50 ml, berdiameter 75 mm ± 5
mm, dan tinggi 125 mm ± 10 mm
• Frekuensi putaran tabung 42 putaran per menit
• Kelereng baja tahan karat
2. Gray scale dan Staining scale,
3. Meja yang dilengkapi lampu
4. Ph meter dengan ketelitian 0,1
5. Neraca analitik
6. Kain berukuran 5 x 10 cm diletakan diantara dua kain putih (poliseter dan kapas) dengan
ukuran yang sama kemudian dijahit.
❖ Bahan
1. Sabun tanpa pemutih optik seperti sabun standar AATCC atau ECE
2. Air suling
3. Larutan 0,2 g/liter asam asetat glasial
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat
❖ Alat
1. Kain contoh uji yang berwarna dengan ukuran (6 x 6) cm
2. Perspiration tester
3. AATCC Perspiration Tester atau alat lain yang sejenis
4. Gelas piala 500 ml dan pengaduk kaca
5. Alat pengering listrik/oven
6. Lempeng-lempeng kaca/plastik
7. Gray scale dan Staining Scale
❖ Bahan
1. Larutan keringat buatan yang bersifat asam dan basa
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan
❖ Alat
1. Crockmeter, berjari-jari 1,5 cm yang bergerak satu kali maju mundur sejauh 10 cm
setiap kali putaran dengan gaya tekanan pada kain seberat 500 g.
2. Kertas saring
3. Kain contoh uji dengan ukuran 5 x 20 cm (4 buah) diukur dari arah diagonal kain
4. Staining Scale
5. Kain kapas ukuran 5 x 5 cm (basah dan kering)
❖ Bahan
1. Air suling
IV. Langkah Kerja
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
❖ Persiapan contoh uji
✓ Kain putih kapas 1 buah dijahit menjadi satu dengan contoh uji berukuran (4 x 10)
cm, juga dijahit bersama dengan kain putih dari bahan polyester dengan ukuran
yang sama.
✓ Dibuat sebanyak 2 pasang contoh uji.
❖ Cara pengujian
1. Memotong contoh uji sesuai ukuran kemudian diberi lapisan kain putih pada kedua
permukaannya kemudian dijahit salah satu ujungnya pada mesin jahit.
2. Memasukan 200 ml larutan yang mengandung 0,5 % volume sabun yang sesuai
dan 10 kelereng baja bahan karat ke dalam bejana, kemudian menutup rapat
bejana dan memanaskan bejana sampai 400C.
3. Meletakan bejana tersebut pada tempatnya dimana pemanasan bejana diatur
sedemikian rupa sehingga setiap sisi terdiri dari sejumlah bejana yang sama.
4. Menjalankan mesin untuk pemanasan pendahuluan.
5. Memberhentikan mesin kemudian membuka tutup bejana
6. Memasukan contoh uji ke dalam bejana lalu menutupnya kembali
7. Menjalankan mesin lauder O-Meter selama 45 menit.
8. Menghentikan mesin dan mengeluarkan contoh uji kemudian membilas contoh uji
dan mengasamkannya dengan larutan asam asetat glasial 0,2 g/l
9. Memeras dan mengeringkan contoh uji
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat
❖ Persiapan contoh uji
✓ Contoh uji dipotong dengan ukuran 4 x 10 cm sebanyak 4 buah dan masing-
masing dijahit dengan kain putih terbuat dari bahan kapas dan polyester.
❖ Cara pengujian
1. Menjahit dua buah contoh kain berwarna diantara kain putih, kemudian direndam
alam larutan keringat buatan yang bersifat basa, sedangkan dua buah contoh
lainnya dalam larutan keringat bersifat asam selama 15-30 menit untuk
mendapatkan pembasahan yang sempurna.
2. Memeras dan meletakan contoh uji diantara dua lempeng kaca, lalu dipasang
pada prespiration tester dan diberi tekanan 10 pound (60 g/cm2) dan diatur
sehingga contoh uji dalam kedudukan tegak pada waktu meletakannya dalam
pemanas.
3. Memasukan contoh uji yang telah siap kedalam pemanas pada suhu 38 ± 1 C
selama paling sedikit 6 jam.
4. Melakukan evaluasi perubahan warna terhadap contoh uji yang sudah kering
dengan gray scale dan evaluasi penodaan warna dilakukan dengan cara
membandingkannya dengan staining scale.
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan
❖ Persiapan contoh uji
1. Contoh uji dipotong dengan ukuran 5 x 20 cm sebanyak masing-masing dua buah
untuk pengujian basah dan kering.
2. Kain kapas direndam dalam air suling sebanyak dua buah untuk pengujian ketahanan
luntur terhadap gosokan basah.
❖ Cara pengujian
Cara Uji Gosokan Kering
1. Meletakan contoh uji diatas alat penguji dengan sisi panjang, searah dengan
arah gosokan.
2. Membungkus jari Crockmeter dengan kain putih kering dengan anyamannya
miring terhadap arah gosokan.
3. Kemudian memulai proses penggosokan sebanyak 10 kali maju mundur (20
kali gosokan) dengan memutar alat pemutar 10 kali dengan kecepatan satu
putaran per detik.
4. Mengambil kain putih dan mengevaluasi kain dengan staining scale.
1 4-5 5 4-5
2 4 4-5 4-5
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat
Hasil pengujian :
Tabel. Evaluasi terhadap Hasil Pengujian
Keringat Asam Keringat Basa
1 5
Kering
2 4-5
1 4
Basah
2 4-5
VI. Diskusi
➢ Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
Pada praktikum tahan luntur warna terhadap pencucian ini menggunakan 2 contoh uji
yang masing-masing sudah dilapisi oleh 2 kain pelapis kain kapas dan pelapis kain
poliester. Pemcucian dilakukan 45 menit dengan 42 putaran setiap menitnya.
Berdasarkan data yang di peroleh dapat dilihat pengujian 1 pada pengujian grey scale
mendapatlan nilai 4-5 dengan perbedaan warna 0,8 menurut CIE l.a.b sedangkan pada
pengujian ke 2 mendapatkan nilai 4 dengan perbedaan warna 1,7 menurut CIE l.a.b.
Sedangkan dalam pengujian staining scale contoh uji 1 pada kain poliester
mendapatkan nilai 5 dengan nilai perbedaan warna 0 menurut CIE l.a.b, kapas pada
contoh uji 1 4-5 dengan perbedaan warna 2,2 menurut CIE l.a.b. pada contoh uji ke dua
nilai penodaan kain putih pada kain poliester dan kapas yaitu 4-5 dengan nilai perbedaan
warna 2,2 menurut CIE l.a.b. Berdasarkan hasil yang di dapat bisa di katakan kain
contoh uji ini mendapatkan nilai BAIK, dan jika di bandingkan dengan standar SNI
0051:2008 untuk kain kemeja masih memenuhi standar.
➢ Tahan Luntur Terhadap Keringat asam dan basa
Berdasarkan data yang sudah di dapat pada pengujian keringat dengan menggunakan
staining scale dan grey scale dominan mendapatkan nilai 4-5, nilai 4-5 pada staining
scale berarti perbedaan warnanya 2,2 menurut CIE l.a.b sedangkan pada grey scale
perbedaan warna 0,8 menurut CIE l.a.b. Bisa di katakan ketahannya pada keringat BAIK
dan apabila di bandingkan dengan standar SNI 0051:2008 untuk kain kemeja masih
memenuhi standar.
➢ Tahan Luntur Terhadap Gosokan
pada praktikum pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan hanya menguji 1 yaitu
staining scale saja atau penodaan pada kain putih pelapisnya, dapat di lihat pada hasil
yang sudah di dapat pada kain kering 5 dengan perbedaan warna 0 dan 4-5 dengan
perbedaan warna 2,2 (menurut CIE i.a.b). Sedangkan pada kain basah mendapat 4
dengan perbedaan warna 4,3 dan 4-5 dengan perbedaan warna 2,2 (menurut CIE l.a.b)
Dapat dikatakan nilai 5 BAIK SEKALI dan nilai 4-5 BAIK, jika dibandingkan dengan
standar SNI 0051:2008 untuk kain kemeja yang tertera standar kain kering minimal 4
dan basah minimal 3-4. Maka dapat disimpulkan kain contoh uji ini masih memenuhi
standar untuk kain kemeja.
VII. Kesimpulan
Dari praktikum uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat dan gosokan dapat
disimpulkan :
1. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
• Mendapatkan nilai BAIK rata-rata 4-5
• Masih memenuhi standar untuk kain kemeja standar SNI 0051:2008
2. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat asam dan basa
• Mendapatkan nilai BAIK rata-rata 4-5
• Dan masih memenuhi standar untuk kain kemeja SNI 0051:2008
3. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan
• Mendaptakan nilai BAIK 4-5 dan BAIK SEKALI 5
• Memenuhi standar untuk kain kemeja SNI 0051:2008
VIII. Kain Contoh Uji
Pencucian Gosokan
Keringat
UJI STABILITAS DIMENSI KAIN TENUN
I. Tujuan Praktikum
Praktikum pengujian stabilitas dimensi kain tenun ini dilaksanakan dengan tujuan agar
mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji dan menilai berapa
besar perubahan yang terjadi pada kain tenun yang dicuci dengan sabun baik ke arah lusi
dan ke arah pakan setelah mengalami pencucian yang dapat berupa mengkeret atau mulur.
VI. Diskusi
Pada praktikum pengujian dimensi kain ini dilakukan pada 2 kain berbeda yaitu rajut dan
pakan, tujuan dari praktikum ini untuk menentukan perubahan dimensi pada kain tenun, rajut
ataupun pakaian jadi, yang akan terjadi apabila kain mengalami proses pencucian dan
pengeringan. Prinsip dari pengujian ini adalah contoh uji atau pakaian yang di beru tanda, dicuci
dalam mesin cuci, dikeringkan sesuai cara yang di pilih pada praktikum ini memilihin metode
pengeringan putar atau tumble dry. Jarak tanda pada contoh uji menurut arah pakan dan lusi
sebelum dan sesudah pencucian wajib di ukur sebagai parameter untuk menentukan kain
tersebut mengalami mulur atau mengkeret. Pengujian ini menggunakan mesin cuci tipe A1
dengan waktu 45 menit, 42 putaran setiap menit.
Menurut saya metode pengeringan yang di pilih akan mempengaruhi hasil mulur dan
mengkeret pada contoh uji, metode pengeringan pada praktikum kali ini di pilih metode
pengeringan putar yang memiliki keranjang silinder berdiameter kira-kira 75 cm dan
kedalamannya tidak kurang dari 40 cm, frekuensi putarannya 50 plus minus 5 per menit.
Berdasarkan hasil pengujian dimensi pada kain tenun dan rajut ini pada panjang lusi dan
pakan keduanya mendapatkan hasil minus yaitu lusi tenun -2,67% dan pakan tenun 0%
sedangkan wale rajut -2,54% dan course rajut -4,81%. Hal ini berarti pada pengujian dimensi
kain tenun dan rajut dengan metode pengeringan putar dominan akan mengalami mengkeret.
Dapat dilihat pada standar mutu kain tenun untuk kemeja (SNI 0051 : 2008), standar stabilitas
dimensi yang ditentukan adalah maksimum 2%, sedangkan kain tenun contoh uji mengkeret -
2,67% dan 0% . Hal ini menyebabkan bahwa kain tenun contoh uji tidak memenuhi standar
mutu kain untuk kemeja. Lalu, bila kain tenun dibandingkan dengan standar mutu kain tenun
untuk gaun dan blus (SNI 08-1515-2004) yang mempunyai standar dimensi maksimum 2% dan
2,5%, kain contoh uji tetap belum memenuhi standar tersebut. Sedangkan untuk kain rajut,
standar kain mutu rajut untuk blus dan kemeja (SNI 2367 : 2008) menunjukan standar stabilitas
dimensi maksimum adalah 3% juga belum memenuhi standar ini.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pengujian stabilitas dimensi pada kain tenun dan rajut du
dapat hasil sebagai berikut:
Kain tenun
Kain rajut
I. Tujuan Praktikum
Praktikum pengujian ketahanan bahan tekstil terhadap nyala api ini dilakukan dengan
tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji ketahanan
konstruksi kain terhadap nyala api dan mengetahui sifat fisik kain tersebut terhadap nyala
api .
V. Data Percobaan
▪ Waktu pembakaran = 12 detik
▪ Tabel Hasil Pengamatan pada Uji Pembakaran
I. Tujuan Praktikum
Praktikum pengujian daya serat kain rajut menggunakan cara tetes ini dilaksanakan
dengan tujuan agar mahasiswa dapat bisa mempraktekan dan mengetahui kecepatan
waktu penyerapan air pada contoh uji kain rajut dengan uji tetes.
V. Data Percobaan
▪ Tabel Hasil pengujian
Pengujian
Waktu serap
Ke
1 >30 detik
2 >30 detik
3 >30 detik
𝑥̅ >30 detik
VI. Diskusi
Pada pengujian yang telah dilakukan yaitu pengujian daya serap kain tidak berbulu,
praktikan menggunakan kain rajut sebagai contoh uji dan menggunakan uji tetes sebagai
metoda. Pengujian ini sangat penting karena daya serap adalah salah satu faktor yang
menentukan kegunaan dan untuk tujuan tertentu misalnya kain pembalut, kain handuk dan lain-
lain. Prinsip pengujian ini yaitu dengan menggunakan buret dengan jarak buret dan kain sekitar
1-1,5 cm kemudian teteskan pada permukaan contoh uji dengan 3 tempat berbeda, saat sudah
ditetesi mulai lah stopwatch nya. Beberapa kain harus mempunyai kemampuan untuk menyerap
air atau cairan secara cepat atau mudah terbasahi. Praktikan melakukan 1 kali pengujian
dengan 3 titik berbeda dan didapatkan nilai rata-rata penyerapan pada kain contoh uji yaitu >30
detik. Standar daya serap kain rajut yaitu 20 detik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kain
yang diuji memiliki daya serap yang kurang baik dan masih belum memenuhi standar. Kain rajut
lebih mudah menyerap air dibandingkan tenun yang kondisi kerapatan kainnya lebih rapat. Oleh
karena itu jenis kain dan kerapatan benang mempengaruhi daya serap terhadap air. Maka
pengaruh tetal daripada kain akan mempengaruhi hasil penyerapan airnya dimana makin tinggi
tetal maka makin lama penyerapan airnya dan sebaliknya.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum daya serap kain rajut dengan cara uji tetes ini contoh uji
mendapatkan nilai rata-rata >dari 30 detik yang mana dapat disimpulkan kain tidak nyaman
untuk menyerap keringat apabila digunakan untuk sehari-hari apalagi untuk kegiatan outdor
untuk dan kain ini belum memenuhi standar mutu.
VIII. Kain Contoh Uji
UJI DAYA SERAP KAIN HANDUK TERHADAP AIR
(CARA KERANJANG)
I. Tujuan Praktikum
Praktikum pengujian daya serap kain handuk terhadap air menggunakan cara
keranjang ini dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa
mempraktekan cara mengukur kemampuan kain dalam menyerap air (kapasitas serap) dan
waktu serapnya sehingga terjadi pembasahan sempurna pada contoh uji.
Bahan : Kain Handuk contoh dengan lebar 7,5 cm dan berat 5 gram.
VII. Diskusi
Pada praktikum yang telah dilakukan yaitu pengujian daya serap kain berbulu, praktikan
menggunakan kain handuk sebagai contoh uji dan menggunakan cara uji serap keranjang. Kain
handuk yang baik yaitu yang waktu serap airnya cepat. Karena ketika kain handuk tersebut
mudah menyerap air maka akan lebih nyaman dipakai. Pada kondisi ini, daya serap air
dipengaruhi oleh sifat serat pada kain handuk itu sendiri. Kemampuan kain dalam menyerap air
sangat ditentukan oleh strukur molekul serat-serat penyusun benang dari kain yang digunakan.
Makin banyak bagian yang amorf dari suatu serat, maka gugus hidroksil akan makin banyak.
Sehingga kemampuan untuk mengikat senyawa air akan makin dominan. Selain itu juga
penyerapan air dipengaruhi oleh kontruksi benang penyusun kain yang digunakan. Bila benang
peyusun kain tersebut diberi antihan tinggi, maka kemampuan benang tersebut untuk menyerap
air akan rendah. Berdasarkan hasil pengujian, kain contoh uji 1 mempunyai waktu basah 18,5
kapasitas serap 582% sedangkan kain contoh uji kedua mempunyai waktu basah17,3 detik dan
kapasitas penyerapan 559,6%. Menurut standar mutu kain handuk (SNI 08-0055-2002), standar
waktu basah maksimum adalah 20 detik dan mempunyai kapasitas serap minimum 500%. Hal
ini berarti kain contoh uji dapat digunakan menjadi handuk karena telah memenuhi standar mutu
kain handuk.
VIII. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pengujian daya serap kain cara keranjang, didapat hasil rata-
rata waktu serap 17,9 detik dan daya serap kain handuk uji 1 adalah sebesar 582% dan kain
handuk uji 2 559,6%. Hal ini menunjukan bahwa kain handuk yang diuji memiliki daya serap
cukup baik, dikarenakan standar mutu kain handuk yang baik adalah memiliki daya serap
minimum 500%.
IX. Kain Contoh Uji
UJI DAYA TAHAN AIR CARA SIRAM
I. Tujuan Praktikum
Praktikum pengujian tahan air cara siram ini dilaksanakan dengan tujuan agar
mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji ketahanan kain
terhadap air menggunakan cara siram.
V. Data Percobaan
Pengujian Nilai Standar Uji
Ke Siram
1 70
2 70
VI. Diskusi
Pada praktikum yang telah dilakukan yaitu pengujian tolak air dan tahan air bertujuan
untuk menentukan nilai tolak air pada suatu bahan tekstil menggunakan metode uji siram.
Pengertian dari bahan tolak air / water reppelency adalah bahan yang bersifat tolak air namun
masih dapat tertembus udara dan air masih dapat lolos melalui celah tenunan. Untuk tolak air
sendiri, dapat diperoleh dengan cara melapiskan jenis resin hidrofob (hidrokarbon atau
fluorocarbon) pada permukaan kain. Kain-kain khusus yang serat-seratnya telah
disempurnakan tolak air, kain akan membiarkan tetap terkumpul membentuk bola-bola air di
permukaannya tanpa penetrasi. Jika bola-bola air tersebut makin banyak dan membentuk
lapisan air yang tebal atau bila air mendorong kain dengan gaya tertentu, maka air dapat lolos
melalui celah-celah kain. Pada praktikum kali ini disiapkan 2 contoh uji dengan kain yang sama.
Nilai tolak air dari contoh uji 1 dan 2 sama yaitu 70 / ISO 2 yang berarti pembasahan
pada sebagian permukaan atas kain. Pada standar mutu kain tenun untuk payung
menunjukkan nilai standar tolak air minimum adalah 80. Hal ini menunjukkan bahwa kain
contoh uji masih belum bisa menjadi kain untuk payung karena nilainya yang tidak berada dalam
standar mutu.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian tolak air dan tahan air metode uji siram ini kedua contoh uji
mendapatkan nilai yang sama yaitu 70 yang artinya pembasahan pada sebagian permukaan
atas kain dan contoh uji ini belum memenuhi standar kain payung.
VIII. Kain Contoh Uji
UJI DAYA TOLAK AIR HUJAN PADA KAIN CARA BUNDESMAN
I. Tujuan Praktikum
Praktikum pengujian daya tolak air kain cara bundesman ini dilaksanakan dengan
tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji daya tolak
air hujan pada kain menggunakan cara bundesman.
Untuk mendapatkan hasil uji yang serba sama dan dapat diulang-ulang, maka perlu
dicatat kondisi pengujian berikut ini:
1. Suhu air hujan buatan yaitu (18-20)o C.
2. pH air 6-8
3. Kecepatan siraman air = 62-68 ml/menit untuk setiap tabung
4. Tetesan air yang jatuh harus sama besar dengan berat rata-rata antara 0,075 ± 0,005 g
5. Sebelum pengujian contoh uji dikondisikan didalam atmosfir standar selama 24 jam,
kemudian ditimbang didalam botol timbang.
Menurut Baxser dan Cassie, kekuatan air hujan dari alat jenis Bundesmann adalah
5,8 kali tembusan awan, 91 kali kekuatan tetesan hujan lewat, 480 kali tetesan hujan biasa
dan 21000 kali kekuatan hujan ringan.
V. Data Percobaan
Tabel hasil pengujian
Berat Kering (k) Berat basah (b) Permebesan
11,26 g 14,28 g 0
VI. Perhitungan
(𝑏−𝑘) (14,28−11,26)
%Daya Serap = 𝑘
𝑥100% = 11,26
𝑥100% = 26,82%
VII. Diskusi
Pada praktikum yang telah dilakukan yaitu pengujian tahan air bertujuan untuk menentukan
nilai tahan air pada suatu bahan tekstil menggunakan metode uji hujan (Bundessman).
Pengertian dari bahan tahan air / water resistance adalah bahan tidak dapat tertembus udara,
hanya kemampuan kain untuk menahan pembasahan dan penetrasi air. Pengujian tahan air
hujan ini digunakan untuk menilai efektivitas penyempurnaan tolak air. Parameternya adalah
jumlah air yang diserap setelah dberikan perlakuan siraman hujan buatan. Pengerjaan pada
saat uji hujan berlangsung 10 menit dan di keringkan selama 10 detik lalu hasil perembesan di
hitung untuk %daya serap.
Pada pengujian tahan air ini didapatkan hasil bahwa tidak ada air yang tertembus ke dalam
kain. Sedangkan persen daya serap air kain contoh uji sebesar 26,82%. Hasil yang didapat ini
dapat dibandingkan dengan standar mutu kain untuk tenda SNI 2159:2010 Edisi 2017, memiliki
standar perembesan maksimal 15% yang berarti kain contoh uji masih belum memenuhi standar
mutu kain untuk tenda.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum uji tahan kain terhadap hujan (Bundessmen)
mendapatkan persen daya serap sebanyak 26,82% dengan perembesan 0 ml (tidak rembes),
kain contoh uji ini masih memenuhi standar kain untuk tenda.
IX. Kain Contoh Uji
Dastar Pustaka
Moerdoko, wibowo, S.Teks., dkk. Evaluasi Tekstil Bagian Fisika. Institut Teknologi Tekstil.
1973. Bandung..
Ramadhan, Fajar. Jurnal Praktikum Evaluasi Tekstil 3. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
2013. Bandung.
Af, Saiful. PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA TERHADAP
PENCUCIAN (SNI ISO 105-C06:2010.
Rizki, Nisa. Laporan Kimia Eval 3 Part 2 Oke Jon. Sekolah Tinggi Teknologi
Tekstil. 2013. Bandung.