ii
PENDAHULUAN
Evaluasi terhadap kain tekstil dapat dilakukan secara kimia maupun secara
fisika. Praktikum kali ini dilakukan pengujian secara kimia, dimana yang diujikan
adalah seperti maksud diatas. Pengujian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan
mengetahui tingkat ketahanan dari suatu bahan sesuai dengan penerapan SNI.
Penerapan SNI digunakan karena :
• SNI wajib merupakan jaminan mutu
• Produk yang kita uji kemungkinan memiliki daya saing internasional karena dapat
diterima di pasar global
• SNI bekerja sesuai dengan code of good practice
• Hambatan teknis dapat dihindari
• Meningkatkan transparansi pasar dan kompetisi dalam perdagangan
Adapun manfaat dari SNI sebagai berikut :
• Sudah harmonisasi dengan standar internasional
• Memudahkan produsen dalam pemenuhan standar mutu, kesesuaian dan
sertifikasi serta menghindari pengujian berulang-ulang di berbagai Negara tujuan
yang dapat menghambat akses ke pasar luar negeri
4
Rumus nilai kekhromatikan:
Nilai Tahan luntur Perbedaan warna (CIE Toleransi untuk standar
warna lab) kerja (CIE lab)
5 0 +0,2
4-5 0,8 +0,2
4 1,7 +0,3
3-4 2,5 +0,3
3 3,4 +0,4
2-3 4,8 +0,5
2 6,8 +0,6
1-2 9,6 +0,7
1 13,6 +1,0
5
putih pembanding yang identik dengan yang dipergunakan untuk nilai 5,
berpasanagn dengan lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu netral.
Nilai tahan luntur Perbedaan warna (CIE Toleransi untuk
warna lab) standar kerja (CIE lab)
5 0 +0,2
4-5 2,2 +0,3
4 4,3 +0,3
3-4 6,0 +0,4
3 8,5 +0,5
2-3 12,0 +0,7
2 16,9 +1,0
1-2 24,0 +1,5
1 34,1 +2,0
Hasil evaluasi tahan luntur warna terhadap angka-angka gray scale dan stining
scale adalah sebagai berikut :
Standar skala penodaan dan perubahan warna
Nilai Tahan Luntur Warna Evaluasi Tahan Luntur warna
5 Baik sekali
4-5 Baik
4 Baik
3-4 Cukup baik
3 Cukup
2-3 Kurang
2 Kurang
1-2 Jelek
1 Jelek
Dalam penggunaan gray scale sifat perubahan warna baik dalam corak, kecerahan,
ketuaan atau kombinasinya tidak dinilai. Dasar evaluasinya adalah keseluruhan
perbedaan atau kekontrasan antara contoh uji yang asli dengan yang telah
dilakukan pengujian
6
BAB I
PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN
1.1 Maksud dan Tujuan
1.1.1 Maksud
Mempunyai kemampuan melakukan pengujian daya serap kain tidak berbulu
dan kain berbulu.
1.1.2 Tujuan
1. Mengetahui kemampuan kain menyerap air melalui waktu serap kain.
2. Mengetahui kemampuan daya serap kain dan persentase nya.
3. Mengetahui kualitas kain uji.
Waktu pembasahan adalah waktu dari saat air diteteskan hingga air hilang terserap.
Daya serap adalah salah satu faktor yang menentukan kegunaan dan untuk tujuan
tertentu misalnya kain pembalut, kain handuk dan lain-lain. Beberapa kain harus
mempunyai kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah
terbasahi.
7
• Permukaan benda padat dimana tetesan air akan membentuk bola
menunjukkan sudut kontak yang tinggi, dan akan cenderung menggelinding
meninggalkan permukaan benda padat dalam keadaan kering.
b. Bahan
1. Kain rajut.
2. Air suling.
• Alat
1. Keranjang berbentuk silinde, salah satu ujungnya terbuka, dengan ukuran
diameter 30 mm dan tinggi 50 mm. keranjang dibuat dari kawat tembaga
dan jarak kawat 15 mm x 15 mm dengan berat keranjang 3g.
2. Gelas penampung.
3. Penjepit keranjang.
4. Timbangan.
5. Stopwatch.
• Bahan
1. Kain handuk dengan lebar 75 mm dan panjang disesuaikan hingga berat
mencapai 5g.
8
meninggalkan bulatan basah yang suram. Saat itu stopwatch dihentikan
dan waktu yang berlangsung dicatat. Jika waktu basah melebihi 60
detik, pengukuran waktu dihentikan dan waktu basah dilaporkan 60 +
detik.
4. Pengujian dilakukan 5 kali.
Pengujian Waktu
9
1.5.2 Pengujian Daya Serap Kain Cara Keranjang
a. Pengujian 1
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
% Kapasitas Serap = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑈𝑗𝑖
(77,23−43,55)
= x 100%
5
= 674 %
b. Pengujian 2
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
% Kapasitas Serap = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑈𝑗𝑖
(76,45−43,55)
= x 100%
5
= 658%
% 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑟𝑎𝑝 1 + % 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑟𝑎𝑝 2
c. Rata – rata % Kapasitas Serap =
2
674% + 658%
=
2
= 666%
1.6 Diskusi
Setelah pengujian daya serap kain cara tetes untuk kain tidak berbulu dan cara
keranjang untuk kain berbulu. Kemampuan kain dalam menyerap air dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain adalah konstruksi kain itu sendiri yang meliputi tetal benang,
nomer benang yang digunakan. Selain itu adanya proses penyempurnaan pada kain
akan mempengaruhi daya serap kain terhadap air. Apalagi jika kain tersebut mengalami
proses penyempurnaan khusus seperti penyempurnaan tolak air atau tahan air,
sehingga kain tersebut akan sulit untuk menyerap air. Dari ke 5 posisi yang berbeda
pada titik jatuhnya air dapat diketahui waktu rata-ratanya yaitu >60 detik artinya
menunjukan contoh uji mempunyai daya serap yang kurang baik terhadap air.
Waktu basah atau waktu tenggelam ini dihitung untuk menunjukkan cepat
lambatnya bahan tersebut menyerap air. Semakin lama waktu tenggelam yang
dibutuhkan maka daya serapbahan tersebut terhadap air dikatakan kurang. Dari data
yang diperoleh untuk pengujian pada contoh uji bahan handuk dihasilkan waktu untuk
tenggelam adalah lebih dari 10 detik. Kapasitas air yang terserap ini sangat penting
diketahui apalagi untuk bahan-bahan yang berbulu yang biasanya digunakan untuk
handuk. Kapasitas menampung air dalam bahan harus sebesar mungkin apalagi untuk
bahan handuk yang dibuat dari kain yang berbulu. Dari data yang diperoleh dari
10
pengujian terhadap handuk, diperoleh kapasitas air yang terserap dalam bahan sebesar
666%.
1.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pengujian daya serap kain dengan cara tetes untuk kain
tidak berbulu dan cara keranjang untuk kain berbulu. Kain berbulu yang memiliki daya
serap air sebesar 588% dan waktu tenggelam lebih dari 10 detik, serta penilaian
berdasarkan persyaratan mutu untuk kain handuk SNI 08-0055-2002, maka dapat
disimpulkan bahwa:
a. Daya serap kain baik
b. Kain bisa digunakan sebagai bahan kain handuk
Kain rajut memiliki daya serap yang kurang baik karena memiliki waktu penyerapan
sebesar >60 detik.
11
LAMPIRAN PRAKTIKUM
12
BAB II
13
nyaman dipakai. Untuk pakaian biasa diperlukan sifat tahan air cukup namun
masih bersifat tembus udara dan uap air.
Prinsip uji siram (SNI 08-0294-1989) menyiramkan air pada permukaan kain
dengan kondisi tertentu, sehingga menghasilkan pola kebasahan pada
permukaan kain yang ukurannya relative bergantung pada sifat tolak air kain.
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan pola kebashannya dengan gambar
pada Penilaian Uji Siram Standar. Sedangkan prinsip uji hujan (SNI 08-0278-
1989) menyiramkan air dengan tekanan tetesan air tertentu pada permukaan
kain dengan kondisi tertentu selama waktu tertentu. Diukur jumlah air yang
menembus kain dan jumlah air yang terserap kain. Kondisi pengujian yang
berhubungan denga tetesan air, seperti besar tetesan air, jarak penyiram dari
contoh uji, letak contoh uji terhadap arah tetesan air dan waktu penyiraman
berbeda anatara standar satu dengan standar lainnya
14
Kriteria nilai Keterangan
15
d) 250 ml air suling, suhu 27 ± 0C dituangkan ke dalam corong penyemprot
dan air dibiarkan menyemprot contoh uji selama 25-30 detik. Waktu
menuang air gelas piala jangan menyentuh corong;
e) Simpai diambil dengan memegangnya pada satu sisi dan sisi lain
diketukkan pada benda keras dengan permukaan kain menghadap ke
bawah satu kali. Putar simpai 80 0 dan diketukkan sekali pada sisi yang
semula dipegang;
f) Pekerjaan tersebut diulangi untuk dua contoh uji.
16
f) Motor dimatikan, rangkaian pemegang contoh uji diambil;
g) Masing-masing contoh uji diambil dari tabung pemegangcontoh uji,
pasang pada alat pemutar contoh uji untuk menghilangkan tetesan-
tetesan air pada permukaan contoh uji. Timbang berat contoh uji tersebut
sampai miligram tersebut;
h) Dengan membuka kran pada tabung pemegang contoh uji, ukur jumlah
air yang tertampung pada masing-masing pemegang contoh uji dengan
gelas ukur sampai mililiter terdekat. Jumlah air yang tertampung
tersebut adalah jumlah air yang menembus contoh uji selama 10 menit
= 4,32%
17
2.6 Diskusi
Pengujian daya tolak air kain cara Bundesmen adalah dengan menghujani contoh
uji selama 10 menit dengan putaran dan penghujanan yang telah diatur. Kain contoh
uji yang digunakan berbentuk bulat dengan diameter ±14 cm, awal mula ditimbang
terlebih dahulu dan setelah pengujian pun dilakukan penimbangan kembali. Dari
pengujian ini didapatkan hasil yaitu nilai % penyerapan, artinya kita dapat mengetahui
berapa banyak air yang tela terserap oleh kain contoh uji. Dari hasil pengujian %
penyerapan kain contoh uji sebesar 4,32%. Dengan nilai penyerapan sebesar itu
dapat dikatakan kain memiliki daya serap yang baik, karena semakin kecil nilai
penyerapan maka kain contoh uji dapat digunakan sebagai kain untuk tahan air
ataupun tolak air.
Pengujian uji siram ini terdapat beberapa hal yang dapat di diskusikan antara lain
adalah pada saat melakukan pengujian kain harus dalam keadaan rapih tanpa
terdapat lipatan. Apabila terdapat lipatan maka harus dirapikan terlebih dahulu
dengan cara disetrika. Kemudian kain dapat dilakukan pengujian. Setelah
penyiraman selesai maka kain yang berada dalam pamidangan diketukkan sebanyak
2 kali dengan kekuatan ketukan yang sama sehingga pada saat evaluasi
mendapatkan hasil yang sesuai. Kemudian permukaan kain dilihat secara visual dan
disamakan dengan penilain menurut SNI atau pun ISO.pengujian dilakukan sebanyak
2 kali. Pada hasil penilaian, penilaian tidak dirata-ratakan. Namun hanya diambil
dengan yang mendekatinya saja. Sehingga pada saat memberikan keputusan dalam
penilaian contoh kain harus diamati secara teliti.
2.7 Kesimpulan
Pada contoh kain mendapatkan hasil uji siram ISO III, yang artinya terjadi pembasahan
yang di siram hanya pada area-area kecil yang terpisah. Nilai % penyerapan kain
contoh uji yaitu sebesar 4,32%, artinya kain contoh uji dapat dikategorikan sebagai kain
tahan air
18
LAMPIRAN PRAKTIKUM
19
BAB III
3.1.2 Tujuan
1. Mengetahui ketahanan api kain uji.
2. Mengetahui waktu pembakaran, nyala api dan bara.
20
- Bahan asli anti nyala api (inherently flame proof), adalah bahan yang bersifat tahan
nyala api meskipun tidak diberi proses penyempurnaan anti nyala api.
- Bahan anti nyala api permanen (durably flame proof material) adalah kain yang
tetap tahan nyala api setelah proses pencucian yang berulang-ulang.
- Bahan anti nyala api sementara (temporally flame proof material), adalah kain
yang setelah proses pencucian berulang akan kehilangan sifat tahan nyala api.
Prinsip uji sifat tahan api (cara vertikal) SNI 08-1512-1989 adalah membakar kain
yang dijepit rangka dan diletakkan vertical selama waktu tertentu. Diukur waktu dari
saat api diambil sampai nyala padam, waktu dari saat nyala padam sampai bara padam
dan panjang sobekan pada contoh uji karena sobekan dengan gaya tertebtu.
B. Bahan
1. Kain contoh uji ukuran 75 mm x 320 mm.
B. Cara Pengujian
1. Contoh uji dijepit pada penjepit contoh uji dengan rata dan pasang pada
tempat penjepit contoh uji dalam alat uji tahan api.
2. Nyala api diatur hingga tingginya 38 mm.
3. Nyala api digeser ke bawah contoh uji dan membakar contoh uji selama 12 ±
0,2 detik kemudian ambil atau padamkan nyala api. Amati adanya lelehan
atau tetesan.
4. Waktu nyala diukur, yaitu waktu sejak api diambil sampai nyala padam, dan
waktu bara, yaitu waktu sejak nyala padam sampai bara padam.
5. Contoh uji didinginkan kemudian ukur panjang arang.
21
Waktu Nyala Api 7 detik
Waktu Bara 56 detik
Panjang Bara 0
b. Arah Pakan
3.6 Diskusi
Pengujian tahan nyala api yang telah dilakukan ternyata kain yang diujikan
tidak tahan nyala api, karena setelah 12 detik dibakar, kemudian api dijauhkan,
ternyata kain bersifat meneruskan pembakaran sampai sepanjang kain habis
terbakar. Selain itu, tetapi setelah nyala api padam terdapat bara yang tetap
menyala dalam beberapa detik. Hal ini mengindikasikan bahwa kain yang
diujikan adalah kain yang terbuat dari campuran selulosa dan sintetik (poliester-
kapas).
Pada data pengujian ketahanan api diperoleh waktu nyala api lusi 7 detik
dan pakan 8 detik dengan waktu bara lusi 56 detik dan pakan 62 detik. Dari
data tersebut terlihat bahwa kain contoh uji tersebut memilki ketahanan api
yang buruk dilihat dari mudahnya kain tersebut terbakar dan kemudian
meneruskan nyala api dengan waktu bara yang cukup lama. Sifat ketahanan
api yang rendah ini mungkin terjadi karena kain contoh uji tersebut pada poses
penyempurnaan sebelumnya tidak melalui proses penyempurnaan anti api.
Bahan pada arah pakan ternyata memiliki waktu nyala lebih lama daripada arah
lusi. Hal ini berarti bahan pada arah lusi lebih tahan api daripada arah pakan.
Hal tersebut kemungkinan dikarenakan kain terbuat dari 2 jenis benang yang
berbeda.
Klasifikasi untuk pemakaian tahan api adalah :
- normal flammability : 3½ detik atau lebih
- rapid and intense burning : < 3 ½ detik
Data tersebut menunjukan bahwa kain contoh uji tidak diberi resin anti api
sehingga untuk ketahanan apinya sangat jelek.
22
3.7 Kesimpulan
Pada kain contoh uji tersebut kain meneruskan pembakaran dan nyala api arah
pakan dan lusi sebesar 7 detik artinya kain tersebut mudah terbakar dan tidak
tahan terhadap api.
23
LAMPIRAN PRAKTIKUM
24
BAB IV
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA
25
kanvas atau kain sepatu benar benar ditentukan oleh keusangan. Jadi keawetan
tidak diuji dan ia tergantung dari lamanya dipakai atau jumlah kali pakai.
Sedangkan keusangan (wear) adalah jumlah kerusakan kain karena serat-
seratnya putus atau lepas. Dalam hal-hal tertentu,misalnya kain belt keawetan dan
keusangan mungkin sama,tetapi dalam banyak hal lainnya berbeda. Keusangan
juga merupakan suatu mutu kain yang tidak diuji sebab kondisi-kondisi sangat
bervariasi secara kuantitatif pengaruh macam-macam faktor terhadap keusangan.
Pilling kain adalah istilah yang diberikan untuk cacat permukaan kain karena
adanya ”Pills”,yaitu gundukan serat-serat yang mengelompok dipermukaan kain
yang menyebabkan tidak baik dilihat. Pills akan terbentuk ketika dipakai atau dicuci,
karena kekusutan serat-serat kapas yang menonjol dipermukaan kain akibat
gosokan.
26
a. Gosokan kering
Disebut gosokan kering, karena kondisi kain penggosok dalam keadaan
kering.dan yang perlu diperhatikan adalah posisi anyaman kain penggosok (kain
putih) harus miring terhadap arah gosokan.
b. Gosokan basah
Kain penggosok dibasahi dengan air suling, dengan kertas saring diatur
kadar air yang terdapat pada kain contoh uji. Kadar air dalam kain diatur 65±5%
terhadap berat kain pada kondisi standar kelembaban relatif 65 ± 2% dan suhu 27
± 20C. Pada saat pengujian ditekan seminimal mungkin terjadinya penguapan.
Kain putih yang digunakan sebagai kain penggosok adalah kain kapas
dengan kontruksi 100 x 96/inchi2 dan berat 135,3 gram/m2 yang telah diputihkan,
tidak dikanji dan tidak disempurnakan. Penodaan pada kain putih dinilai dengan
mempergunakan staining scale.
Pada saat pengujian, contoh uji dipasangkan dengan dua helai kain putih
dimana yang sehelai dari serta yang sejenis dengan bahan yng diuji, sedangkan
yang sehelai lagi dari serat menurut pasangan seperti dibawah ini:
▪ Kapas ▪ wool
▪ Wool ▪ kapas
▪ Sutera ▪ kapas
▪ Linen ▪ wool
▪ Rayon viskosa ▪ wool
▪ Poliamida ▪ wool/rayon viskosa
▪ Poliester ▪ wool
▪ Poliakrilat ▪ wool
▪ Asetat ▪ rayon viskosa
27
Standar yang telah dikenal adalah standard yang dibuat oleh Society
of Dyes and Colourists (SDC) di Inggris dan oleh American Association of
Textiles Chemist and Colourists (AATCC) di Amerika Serikat,yaitu berupa gray
scale untuk perubahan warna karena kelunturan warna dan staining scale untuk
perubahan warna karena penodaan pada kain putih.
• Perubahan warna Pada grey scale dan staining scale pada masing-masing
jenis serat.
Nilai Arti
Nilai 5 Tidak ada perubahan warna seperti yang ditunjukkan tingkat ke-5
dalam gray scale.
Nilai 4 Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –4 dalam grary scale
Nilai Arti
Nilai 5 Tidak ada penodaan warna seperti yang ditunjukkan tingkat ke-5 dalam
Staining scale.
Nilai 4 Penodaan warna setara dengan tingkat ke-4 dalam staining scale
Nilai 3 Penodaan warna setara dengan tingkat ke-3 dalam staining scale
Nilai 2 Penodaan warna setara dengan tingkat ke-2 dalam staining scale
Nilai 1 Penodaan warna setara dengan tingkat ke-1 dalam staining scale
28
4.3 Alat dan Bahan
4.3.1 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
(SNI ISO 105-C 06 ; 2010)
a. Alat
• Launder O Meter yang dilengkapi penangas air dengan termostat dan
tabung baja tahan karat dengan frekuensi putaran tabung 40
putaran/menit
• Kelereng baja tahan karat berdiameter 6 mm
• pH meter
• Neraca analitis
b. Bahan
• Kain pelapis masing-masing berukuran 5 cm x 10 cm
• Sabun tanpa pemutih optik (sabun ECE)
• Asam Asetat
4.3.2 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan
(SNI ISO 105-C06:2010, ISO 105-X12:2001)
a. Alat
• Crockmeter, yang mempunyai jari dengan diameter (1,6 ± 0,01) cm
yang bergeraksatu kali maju mundur sejauh (10,4 ± 0,3) cm setiap
kali putaran, dengan gaya tekanan pada kain sebesar (900 ± 20)
gram.
• Standar skala penodaan (SNI ISO 105-A03:2010)
b. Bahan
• Kain contoh uji berukuran 5 x 15 cm dengan panjang miring terhadap
lusi dan pakan.
• Air suling
• Kain kapas dengan nomor benang Tex 15 dan tetal lusi 32/cm x
tetal pakan 33/cm yang telah diputihkan, tidak dikanji dan tidak
disempurnakan, dipotong dengan ukuran 5 cm x 5 cm
29
b. Bahan
• AATCC perspiration tester
• Kain contoh uji.
• Kain pelapis
• Larutan keringat buatan asam.
- Natrium klorida (NaCl)
- Natrium dihidrogen orto osfat (NaH2PO42H2O)
- Histidin monhidroklorida monohidrat
- PH
PH dengan menambah asam asetat.
• Larutan keringat buatan basa.
- NaCl
- Na2HPO4.2H2O
- Histidin monohidroklorida monohidrat
• PH : 8 PH dengan menambah natrium hidroksida 0,1N
30
7. Contoh uji dibilas dengan larutan asam asetat 100 ml larutan 0,2 g/l asetat glasial
selama 1 menit pada suhu 30oC kemudian bilas dengan 100 ml air suling selama
1 menit pada suhu 300C kemudian peras;
8. Contoh uji dikeringkan pada suhu 60 0c;
9. Penilaian pada gray scale dan staining scale.
Kain pelapis
10 cm
5 cm
4.4.2 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat
1. Larutan keringat disiapkan dalam cawan;
2. Contoh uji direndam dan diaduk – aduk dalam larutan, dibiarkan 15-30 menit
untuk menapatkan pembahasan sempurna apabila kain kain sukar dibasahi
rendam contoh uji dan peras dengan mangel;
3. Contoh uji diperas hingga menjadi 2,25 – 3 kali berat semula;
4. Contoh uji diletakkan diantara lempeng kaca perspiration tester lalu seluruh
lempeng kaca dan contoh uji dipasang pada perspiration tester dan diberi
tekanan 10 pound (60 g/cm 2);
5. Contoh uji yang telah diberi tekanan dimasukkan ke dalam oven pada suhu
38oC paling sedikit 6 jam. Bila belum kering dilepaskan dari perspiration pada
suhu tidak lebih dari 60 oC untuk mudahnya contoh uji tersebut dapat
dikerjakan semalam pada suhu dan waktu 16 jam;
6. Evaluasi perubahan warna conth uji dilakukan dengan membandingkan
terhadap grey scale dan staining scale.
4.4.3 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan
➢ Gosokan kering
1. Contoh uji diletakkan rata diatas alat penguji dengan sisi yang panjang,
searah dengan arah gosokan;
2. Jari crockmeter dibungkus dengan kain putih kering dengan
anyamannya miring terhadap arah gosokan;
31
3. Kemudian gosokkan 10 kali maju mundur (20 kali gosokan) dengan
memutar alat pemutar 10 kali dengan kecepatan satu putaran perdetik.
Kain putih diambil dan dievaluasi;
4. Kain penggosok dibandingkan dengan staining scale.
➢ Gosokan basah
1. Kain putih dibasahi air suling, kemudian diperas diantara kertas saring.
Sehingga kadar air dalam kain menjadi 65 ± 5 % terhadap berat kain
contoh uji;
2. Kemudian dikerjakan seperti pada cara gosokan kering secepat
mungkin untuk menghindari penguapan. Kain putih dikeringkan diudara
sebelum dievaluasi;
3. Kain penggosok dibandingkan dengan staining scale.
4.5 Data Percobaan dan Perhitungan
4.5.1 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
Penodaan Perubahan
No Contoh Uji Warna
Kain Pelapis Kain Pelapis
Poliester Kapas
1 4-5 4 4
32
2 4 4 4-5
1 4
2 3-4
33
4.5.3 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat
Asam
Penodaan
Perubahan
No Contoh Uji Kain Kain
Warna
Pelapis Pelapis
Poliester Kapas
1 4-5 4 4-5
2 4 4-5 4-5
34
Basa
Penodaan Perubahan
No Contoh Uji Warna
Kain Pelapis Kain Pelapis
Poliester Kapas
1 4 4-5 4-5
2 4 4 4-5
35
4.6 Diskusi
pengujian ini yang dinilai adalah luntur warna terhadap pencucian yang
berulang-ulang dengan cara mengamati dan menilai dari perubahan warna
serta penodaannya terhadap kain putih pelapisnya menggunakan staining
scale dan perubahan warna kain sampel dengan menggunakan grey scale.
Kain pelapis yang digunakan adalah kain kapas dan kain poliester
karena kain sampel merupakan kain poliester-kapas. Contoh uji dengan kain
pelapis dijahit pada salah satu sisinya, diusahakan dijahit dengan
menggunakan benang putih karena jika menggunakan benang berwarna
dikhawatirkan akan terjadi penodaan.
Pengujian tahan cuci dilakukan dengan menggunakan sabun yang
bersifat alkali, setelah proses pencucian, kain sampel dinetralkan dengan
menggunakan asam asetat encer dengan maksud agak kain tidak mengalami
kerusakan karena alkali yang dapat menyebabkan penurunana kekuatan tarik.
Berdasarkan hasil pengujian, tidak terjadi penodaan pada kain pelapis
poliester dan terjadi sedikit penodaan pada kain kapas. Kain kapas berubah
menjadi sedikit kekuningan karena warna sampel kain berwarna kuning,
warna kuning dapat menempel pada kapas karena zat warna yang digunakan
bisa berikatan dengan serat kapas.
36
Pengujian dengan staining scale menunjukkan bahwa warna pada
kain tersebut hanya sedikit sekali menodai kain putih baik dalam larutan
keringat asam maupun basa terutama kain polyester dia sedikit sekali ternodai
meskipun memiliki sifat elektrostatik terhadap kotoran. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kain contoh uji tersebut cukup tahan terhadap
keringat asam maupun basa. Ketahanan luntur terhadap keringat asam
maupun basa sangat bergantung pada sifat zat warna yang digunakan.
Apabila zat warna yang digunakan untuk mewarnai kain tidak tahan terhadap
asam maupun basa maka pada pengujian ketahanan keringat asam maupun
basa akan terjadi kelunturan yang nyata. Disamping itu juga adanya ikatan
yang terjadi antara zat warna dengan kain yang diwarnai. Meskipun zat warna
yang digunakan untuk mewarnai kain mempunyai ketahanan terhadap asam
maupun basa tetapi apabila ikatan antara kain dengan zat warna tidak cukup
kuat maka akan terjadi kelunturan yang nyata pada pengujian ketahanan
warna terhadap keringat asam maupun basa.
Hasil data yang didapat dari nilai perbandingan dengan grey scale
diperoleh bahwa untuk uji gosok pada keadaan basah memberikan nilai yang
lebih besar. Yang berarti bahwa ketahanan luntur contoh uji akan berkurang
pada kondisi kering dibandingkan dengan kondisi basah. Pada kondisi basah
kain cenderung lebih luntur dibandingkan pada kondisi kering hal ini
disebabkan karena air pada kain penggosok akan menyebabkan zat warna
akan lebih mudah menempel pada kain penggosok karena zat warna kontak
dengan air sehingga terhidrolisis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
ketahanan luntur warna terhadap gosokan, antara lain adalah gaya ikat yang
terjadi antara kain dengan zat warna, semakin kuat ikatan antara zat warna
dengan kain maka ketahanan lunturnya akan semakin tinggi. Selain itu juga
pengerjaan kimia terhadap kain setelah kain tersebut mengalami pewarnaan.
Apabila kain tersebut setelah mengalami perwarnaan tidak dilakukan proses
pencucian untuk menghilangkan sisa-sisa zat warna yang tidak terserap pada
kain maka zat warna yang tidak terserap tersebut akan menyebabkan
kelunturan (ketahanan lunturnya jelek).
37
4.7 Kesimpulan
Hasil praktikum evaluasi daya tahan luntur warna terhadap pencucian maka
didapat nilai staining scale (penodaan warna) 3-4 untuk kapas dan diperoleh nilai
staining scale 4 untuk polyester serta nilai perubahan warna (grey scale) sesar
4. Nilai tersebut menunjukkan kain tenun memiliki ketahanan luntur warna cukup
baik.
Hasil praktikum evaluasi daya tahan luntur warna terhadap keringat asam
dan basa maka didapat, untuk asam nilai staining scale (penodaan warna) 4
untuk kapas dan diperoleh nilai staining scale 4 untuk polyester serta nilai
perubahan warna (grey scale) sebesar 4-5. Basa nilai staining scale (penodaan
warna) 4 untuk kapas dan diperoleh nilai staining scale 4 untuk polyester serta
nilai perubahan warna (grey scale) sebesar 4-5. Nilai tersebut menunjukkan kain
tenun memiliki ketahanan luntur warna baik
Hasil praktikum evaluasi daya tahan luntur warna terhadap pencucian maka
didapat nilai staining scale (penodaan warna) 3-4 untuk basah dan diperoleh
nilai staining scale 4-5 untuk kering. Nilai tersebut menunjukkan kain tenun
memiliki ketahanan luntur warna cukup baik
38
LAMPIRAN PRAKTIKUM
39
BAB V
40
dimana pada saat tersebut kain tertarik untuk sementara sehingga ketika dilakukan
pencucian akan relaxation kebentuk semula. Jenis yang kedua adalah karena
adanya kemampuan serat untuk menggumpal (felting) dalam pencucian.
Peralatan dan bahan yang umum digunakan dalam pengujian adalah mesin
cuci jenis silinder yang berputar bolak-balik. Wadahnya mempunyai diameter dala
50-61 cm dengan disertai tiga buah sirip selebar kira 7,5 cm terpencar sepanjang
bagian dalam dari alat pencuci. Alat pencuci berputar dengan kecepatan 5-10
putaran sebelum membalik dengan saluran masuk air yang cukup besar. Untuk
pengisian mesin cuci sampai permukaan air setinggi 20 cm selama kurang dari satu
menit.
Dalam pengujian stabilitas ini dipergunakan empat cara pencucian yang
bervariasi dari kondisi pencucian yang paling berat sampai yang paling ringan dan
dimaksudkan untuk mencakup semua kondisi pencucian baik pencucian secara
komersil maupun pencucian dengan tangan. Pengeringan dilakukan dengan lima
macam cara pengeringan yang mencakup semua pengeringan baik pengeringan
secara komersil maupun pengeringan dalam rumah tangga. Jarak tanda pada
contoh uji pada contoh uji menurut arah lusi dan pakan (jeratan dan jajaran untuk
kain rajut) sebelum dan sesudah pencucian diukur.
41
5.4 Cara Kerja
5.4.1 Pengujian Perubahan Dimensi pada Kain Tenun
a. Contoh uji disiapkan dengan ukuran sekurang-kurangnya 50 cm x 50 cm
b. Kain contoh uji dibentangkan pada meja datar tanpa tekanan atau tegangan
dan bebas dari kerutan. Membuat 3 tanda masing – masing sejajar dengan
arah lusi dan pakan.
c. Memilih salah satu cara kerja pencucian yang akan digunakan;
d. Kain contoh uji yang telah dipersiapkan dimasukkan ke dalam mesin cuci
dan ditambahkan kain pemberat sampai total berat kering sesuai dengan
persyaratan yang dibutuhkan. Menambahkan deterjen 1-3 g/l dengan
perkiraan ketebalan buih tidak lebih dari 3 cm pada waktu mesin berputar.
Kesadahan air tidak melampaui 5 ppm. Bila digunakan;
e. Setelah pemerasan putar terakhir selesai,contoh uji dipindahkan dengan
hati-hati, dan dikeringkan dengan salah satu cara pengeringan;
f. Bila contoh uji akan dikeringkan dengan cara pengeringan tetes, mesin
dihentikan tepat sebelum pemerasan putar terakhit. Kain contoh uji
dipindahkan dengan hati-hati, kemudian dikeringkan dengan cara
pengeringan tetes;
g. Kain contoh uji yang telah selesai dicuci dikondisikan dan dikeringkan dalam
ruang standar sampai mencapai keseimbangan lembab;
h. Jarak-jarak yang ditandai diukur kembali dan dcatat hasilnya sebagai
panjang dan lebar akhir.
5.5 Data Percobaan dan Perhitungan
5.5.1 Pengujian Perubahan Dimensi Pada Kain Tenun
Lusi Pakan
No
Awal (cm) Akhir (cm) Awal (cm) Akhir (cm)
1 35 34 35 33,8
2 35 34 35 33,8
3 35 34 35 33,8
= -2,8%
34−35 𝑐𝑚
2. % Perubahan Panjang Lusi 2 = x 100%
35
= -2,8%
34−35 𝑐𝑚
3. % Perubahan Panjang Lusi 3 = 35
x 100%
= -2,8%
42
−2,8% + −2,8% + −2,8%
❖ Rata – rata % perubahan Panjang Lusi = 3
= -2,8%
33,8−35 𝑐𝑚
1. % Perubahan Panjang Pakan 1 = 35
x 100%
= -3,5%
33,8−35 𝑐𝑚
2. % Perubahan Panjang Pakan 2 = 35
x 100%
= -3,5%
33,8 −35 𝑐𝑚
3. % Perubahan Panjang Pakan 3 = 35
x 100%
= -3,5%
−3,5% + −3,5% + −3,5%
❖ Rata – rata % perubahan Panjang Pakan = 3
= -3,5%
5.6 Diskusi
Cara uji perubahan ukuran yang umum digunakan yaitu dapat menggunakan
SNI ISO 6330, ISO 6330. Pada hasil pengujian pada kain tenun mengalami
mengkeret, karena hasilnya negatif. Pada bagian lusi lebih besar daripada pakan
yaitu sebesar -3,5%. Mengkeret pada bagian lusi ini disebabkan karena
relaxation shrinkage yaitu ketika proses pertenunan, benang-benang yang
ditenun terutama benang lusi mengalami tegangan, proses stentering dan
calendaring yang mengalami penarikan, sehingga saat proses pencucian kain
menjadi relaks, tegangannya mengendur sehingga ukuran kain cenderung ke
posisi semula yaitu mengkeret. Selain itu dapat disebabkan pula karena proses
steaming pada saat pencelupannya
5.7 Kesimpulan
Kain tenun memiliki :
- % Mengkeret lusi sebesar = -2,8%
- % Mengkeret pakan sebesar = -3,5%
43
LAMPIRAN PRAKTIKUM
44
BAB VI
PENGUJIAN KENAMPAKAN KAIN SETELAH PENCUCIAN BERULANG
6.1 Maksud dan Tujuan
6.1.1 Maksud
Mempunyai kemampuan menguji kenampakan kain
6.1.2 Tujuan
• Mengetahui perbandingan kain yang diuji dengan standar pembanding
kehalusan
6.2 Teori Dasar
Suatu kain mudah kusut atau tahan kusut, dilakukan dengan mengukur
sudut kembai kain dari lipatan. Makin besar sudut kembali dari lipatan, kain makin
tahan kusut. Prinsip pengujian kenampakan kain (SNI 08-0298-1989) mencuci
contoh kain sesuai dengan praktek pencucian rumah tangga. Disediakan
berbagai pilihan kondisi pencucian, suhu maupun cara pengeringannya. Degan
suatu cara pencahayaan dna pengamatan tertentu, kenampakan contoh kain
dibandingkan dengan standar pembanding yang menunjukakan kenampakan
kain yang halus sampai kusut.
45
6.6 Diskusi
Pengujian ini kain di bandingkan dengan standar kehalusan nilainya SA-3
artinya Kenampakan tidak setrika, agak kusut
6.7 Kesimpulan
Hasil dari kain tersebut adalah SA-3 artinya Kenampakan tidak setrika, agak kusut
46
LAMPIRAN PRAKTIKUM
47
DAFTAR ISI
• Moerdoko, Wibowo, S.Teks, dkk, Evaluasi tekstil bagian kimia, Institut Teknologi
Tekstil, 1975
• Hitariat , N.M. Susyami, dkk . 2005. Bahan Ajar Praktek Evaluasi Tekstil III (Evaluasi
Kain). Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.
• Alif Fathurrahman, Ryan. 2016. Jurnal Hasil Praktikum Pengujian dan Evaluasi Tekstil
III. Bandung : Politeknik STTT.
• Cara Uji Perubahan Dimensi Dalam Pencucian Kain Tenun dan Rajut Kecuali Wol., SII
No. 0123-75, Departemen Perindustrian, 1975.
• Cara Uji Tahan Air (Uji Siram) Kain, SNI 0294-1989, Badan Standardisasi Nasional.
• Cara Uji Daya Serap Bahan Tekstil (cara tetes), SNI 08-0279-1989, Badan
Standardisasi Nasional.
• Cara Uji Tahan Api Pada Bahan tekstil , SNI 08-1512-1989, Dewan Standardisasi
Nasional.
• Cara Uji Tahan Luntur Warna terhadap Pencucian Rumah Tangga dan Komersial , SNI
08-0285-1998, Badan Standardisasi Nasional.
• Cara Uji Tahan Luntur Warna terhadap Keringat, SNI 08-0287-1996, Dewan
Standardisasi Nasional.
• Cara Uji Tahan Luntur Warna terhadap Gosokan, SNI 08-0288-1989, Badan
Standardisasi Nasional.
48