Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUJIAN DAN EVALUASI TEKSTIL 3


Bagian Kimia

Nama : Bagaswara Galang F.


Group : 3T1
NPM : 17010018

POLITEKNIK STTT BANDUNG


2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... ii


PENDAHULUAN..............................................................................................................................3
BAB I ..............................................................................................................................................7
PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN ...................................................................................................7
LAMPIRAN PRAKTIKUM ........................................................................................................... 12
BAB II ........................................................................................................................................... 13
PENGUJIAN TOLAK AIR DAN TAHAN AIR KAIN........................................................................... 13
LAMPIRAN PRAKTIKUM ........................................................................................................... 19
BAB III .......................................................................................................................................... 20
PENGUJIAN TAHAN API KAIN (CARA VERTIKAL) ........................................................................ 20
LAMPIRAN PRAKTIKUM ........................................................................................................... 24
BAB IV.......................................................................................................................................... 25
LAMPIRAN PRAKTIKUM ........................................................................................................... 39
BAB V........................................................................................................................................... 40
PENGUJIAN PERUBAHAN DIMENSI BAHAN TEKSTIL PADA PROSES ............................................ 40
PENCUCIAN DAN PENGERINGAN .............................................................................................. 40
LAMPIRAN PRAKTIKUM ........................................................................................................... 44
BAB VI .......................................................................................................................................... 45
PENGUJIAN KENAMPAKAN KAIN SETELAH PENCUCIAN BERULANG .......................................... 45
LAMPIRAN PRAKTIKUM ........................................................................................................... 47
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 48

ii
PENDAHULUAN
Evaluasi terhadap kain tekstil dapat dilakukan secara kimia maupun secara
fisika. Praktikum kali ini dilakukan pengujian secara kimia, dimana yang diujikan
adalah seperti maksud diatas. Pengujian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan
mengetahui tingkat ketahanan dari suatu bahan sesuai dengan penerapan SNI.
Penerapan SNI digunakan karena :
• SNI wajib merupakan jaminan mutu
• Produk yang kita uji kemungkinan memiliki daya saing internasional karena dapat
diterima di pasar global
• SNI bekerja sesuai dengan code of good practice
• Hambatan teknis dapat dihindari
• Meningkatkan transparansi pasar dan kompetisi dalam perdagangan
Adapun manfaat dari SNI sebagai berikut :
• Sudah harmonisasi dengan standar internasional
• Memudahkan produsen dalam pemenuhan standar mutu, kesesuaian dan
sertifikasi serta menghindari pengujian berulang-ulang di berbagai Negara tujuan
yang dapat menghambat akses ke pasar luar negeri

Dalam pemakaian sehari-hari baik ditinjau dari segi kepentingan konsumen


maupun produsen, tahan luntur warna pada bahan tekstil mempunyai arti yang
sangat penting. Ketahanan luntur warna ditinjau dari segi kepentingan konsumen
meliputi bermacam-macam tahan luntur, misalnya tahan luntur terhadap sinar
matahari, pencucian, gosokan dan penyetrikaan. Sedangkan dari segi kepentingan
produsen misalnya untuk mengetahui pengaruh dari proses penyempurnaan
terhadap kain berwarna. Dengan adanya bermacam-macam sifat ketahanan luntur
zat warna, maka timbul beragam jenis pengujian yang disesuaikan dengan kondisi,
dengan prinsip pengujian yang sama. Untuk mencegah timbulnya beragam
penilaian yang berbeda, perlu dicantumkan standar pengujian yang dilakukan.
Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan perubahan yang terjadi
dengan suatu standar perubahan warna. Standar yang dikenal adalah standar yang
dikeluarkan ISO yaitu standar skala abu-abu untuk menilai perubahan warna contoh
uji dan standar skala penodaan untuk menilai penodaan warna pada kain putih.
Dalam hal ini setelah bahan di uji, maka dilakukan evaluasi. Hal ini
merupakan aspek yang sangat penting dalam mengantisipasi produk oleh pembeli
karena tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Standar uji yang
digunakan memakai yang terbaru, berikut beberapa standar uji : SNI (Standar
Nasional Internasional), ISO ( Internasional Standars Organization), ASTM
(American Society for Testing and Materials), AATCC (American Association of
Textile Chemist and Colorist), ANSI (American Standars Institute), BS (British
Standar), dan JIS (Japanese Industial Standars).
Untuk mendapatkan hasil pengujian yang sama maka :
• lebih baik dilakukan oleh beberapa pengamat
• ketelitian tidak akan diperoleh jika nilai standar tidak diketahui
• paham beberapa hal, nilai standar dari beberapa sifat tekstil tidak diketahui
• kondisi atmosfir pengujian adalah kondisi standar yang sudah diketahui yaitu
sesuai dengan (SNI 7649:2009:ISO139) : tekstil-ruangan : standar untuk
pengkondisian dan pengujian.
Kemudian untuk hasil pengujian tahan luntur warna biasanya dilaporkan
secara pengamatan visual. Pengukuran perubahan warna secara fisika yang
dilakukan dengan bantuan kolorimetri atau spektrofotometri hanya dilakukan untuk
penelitian yang membutuhkan hasil penelitian yang tepat.
Penilaina tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya perubahan warna
asli sebagai tidak perubahan, ada sedikit perubahan, cukup berubah dan berubah
sama sekali. Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan perubahan
warna yang terjadi dengan suatu stndar perubahan warna. Standar yang dikenal
adalah standard yang dibuat oleh Society of Dyes and Colourist (SDC) di AMerika
Serikat yaitu berupa grey scale untuk perubahan warna karena kelunturan warna
dan staining scale untuk perubahan warna karena penodaan warna karena
penodaan pada kain putih. Standard gray scale dan staining scale digunakan untuk
menilai perubahan warna yang terjadi pada pengujian tahan luntur warna terhadap
pencucian, keringat, gosokan, setrika,dll.
o Gray scale
Gray scale terdiri dari Sembilan pasangan standard lempeng abu-abu,
setiap pasangan mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna sesuai dengan
penilaian tahan luntur dengan angka.pada gray scale, penilaian tahan luntur warna
dan perubahan warna yang sesuai, dilakukan dengan membandingkan perbedaan
pada contoh yang telah diuji dengan contoh asli terhadap perbadaan standar
perubahan warna yang digambarkan oleh gray scale dan dinyatakan dengan rumus
CIE lab :

4
Rumus nilai kekhromatikan:
Nilai Tahan luntur Perbedaan warna (CIE Toleransi untuk standar
warna lab) kerja (CIE lab)
5 0 +0,2
4-5 0,8 +0,2
4 1,7 +0,3
3-4 2,5 +0,3
3 3,4 +0,4
2-3 4,8 +0,5
2 6,8 +0,6
1-2 9,6 +0,7
1 13,6 +1,0

Spesifikasi kolorimetri yang tepat dari warna abu-abu standard dan


perubahan warna pada gray scale. Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan
seterusnya sampai nilai 1 yang berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan
luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan
berdampingan berwarna abu-abu netral dengan reflektansi 12 + 1 persen.
Perbedaan warna sama dengan nol. Bilai tahan luntur 4 – 5 sampai 1 ditunjukkan
oleh lempeng pembanding yang identik dan yang dipergunakan untuk tingkat 5,
berpasangan dengan lempeng abu-abu netral sama tetapi lebih muda. Perbedaan
secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4, 3, 2, dan 1 adalah tingkat geotetrik
dari perbedaan warna atau kekontrasan.
o Staining scale
Pada staining scale penialain penodaan warna pada kain putih di dalam
pengujian tahan luntur warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna
dari kain putih yang dinodai dan kain putih yang tidak ternodai, terhadap perbedaan
yang digambarkan staining scale, dan dinyatakan dengan nilai kkhromatikan adam
seperti gray scale, hanya besar perbedaan warnanya berbeda. Staining scale terdiri
dari satu pasangan standar lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng abu-abu
dan putih, dan setiap pasang mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna
sesuai dengan penilaian penodaan dengan angka.
Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang
diletakkan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak kurang dari 85%. Perbedaan
warna sama dengan nol.nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng

5
putih pembanding yang identik dengan yang dipergunakan untuk nilai 5,
berpasanagn dengan lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu netral.
Nilai tahan luntur Perbedaan warna (CIE Toleransi untuk
warna lab) standar kerja (CIE lab)
5 0 +0,2
4-5 2,2 +0,3
4 4,3 +0,3
3-4 6,0 +0,4
3 8,5 +0,5
2-3 12,0 +0,7
2 16,9 +1,0
1-2 24,0 +1,5
1 34,1 +2,0

Hasil evaluasi tahan luntur warna terhadap angka-angka gray scale dan stining
scale adalah sebagai berikut :
Standar skala penodaan dan perubahan warna
Nilai Tahan Luntur Warna Evaluasi Tahan Luntur warna
5 Baik sekali
4-5 Baik
4 Baik
3-4 Cukup baik
3 Cukup
2-3 Kurang
2 Kurang
1-2 Jelek
1 Jelek

Dalam penggunaan gray scale sifat perubahan warna baik dalam corak, kecerahan,
ketuaan atau kombinasinya tidak dinilai. Dasar evaluasinya adalah keseluruhan
perbedaan atau kekontrasan antara contoh uji yang asli dengan yang telah
dilakukan pengujian

6
BAB I
PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN
1.1 Maksud dan Tujuan
1.1.1 Maksud
Mempunyai kemampuan melakukan pengujian daya serap kain tidak berbulu
dan kain berbulu.

1.1.2 Tujuan
1. Mengetahui kemampuan kain menyerap air melalui waktu serap kain.
2. Mengetahui kemampuan daya serap kain dan persentase nya.
3. Mengetahui kualitas kain uji.

1.2 Teori Dasar


Pengujian ini dilakukan untuk kain yang akan dicelup karena ketuaan dan kerataan
hasil pencelupannya bergantung pada daya serap kain. Demikian pula untuk kain yang
akan dikerjakan dengan resin atau zat-zat penyempurnaan lain, daya serap merupakan
suatu faktor yang harus dipertimbangkan. Daya basah atau daya serap bahan tekstil
yang berupa kain tenun maupun benang dapat ditentukan dengan cara ini.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan pembasahan (welting time)
yang dikenal dengan dua macam cara yaitu :
• Uji tetes dilakukan pada permukaan kain yang rata dan halus.
• Uji keranjang dilakukan pada permuaan kain yang rata dan halus.
Prinsip pengujian daya serap kain tidak berbulu (SNI 08-0279-2013) dengan
meneteskan setetes air dari ketinggian tertentu ke permukaan kain. Waktu yang
diperlukan oleh pantulan cahaya karena setetes air untuk menghilang diukur dan
dicatat sebagai waktu basah. Sedangkan untuk kain berbulu prinsip pengujiannya (SNI
08-0404-2013) dengan menjatuhkan kain contoh uji dari ketinggian tertentu
kepermukaan air. Waktu yang diperlukan oleh kain contoh uji untuk tenggelam diukur
dan dicatat sebagai waktu basah.

Waktu pembasahan adalah waktu dari saat air diteteskan hingga air hilang terserap.
Daya serap adalah salah satu faktor yang menentukan kegunaan dan untuk tujuan
tertentu misalnya kain pembalut, kain handuk dan lain-lain. Beberapa kain harus
mempunyai kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah
terbasahi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembasahan kain :


• Bila setetes air dijatuhkan pada permukaan dari tiga jenis benda padat yang
rata, maka tiga jenis benda tersebut mungkin berbentuk bulat, pipih atau
antara bulat dan pipih. Karena sifat air, kondisi tekanan air pada ketiga
permukaan benda padat berbeda.

7
• Permukaan benda padat dimana tetesan air akan membentuk bola
menunjukkan sudut kontak yang tinggi, dan akan cenderung menggelinding
meninggalkan permukaan benda padat dalam keadaan kering.

1.3 Alat dan Bahan


1.3.1 Pengujian Daya Serap Kain Cara Tetes
a. Alat
1. Simpai bordir dengan diameter 150 mm atau lebih.
2. Buret, dengan 15-25 tetesan air tiap miliiter.
3. Stopwatch.

b. Bahan
1. Kain rajut.
2. Air suling.

1.3.2 Pengujian Daya Serap Kain Cara Keranjang

• Alat
1. Keranjang berbentuk silinde, salah satu ujungnya terbuka, dengan ukuran
diameter 30 mm dan tinggi 50 mm. keranjang dibuat dari kawat tembaga
dan jarak kawat 15 mm x 15 mm dengan berat keranjang 3g.
2. Gelas penampung.
3. Penjepit keranjang.
4. Timbangan.
5. Stopwatch.

• Bahan
1. Kain handuk dengan lebar 75 mm dan panjang disesuaikan hingga berat
mencapai 5g.

1.4 Cara Kerja


1.4.1 Pengujian Daya Serap Kain Cara Tetes
a. Persiapan Contoh Uji
Sepotong kain yang cukup untuk dipasang rata pada simpai bordir. Contoh
uji dikondisikan dalam ruangan dengan kondisi standar pengujian.
b. Cara Pengujian
1. Kain dipasang pada simpai bordir sehingga permukaan kain bebas dari
kerutan-kerutan tetapi tanpa mengubah struktur kain.
2. Simpai bordir tersebut diletakkan dibawah buret dengan jarak 10 ± 1 mm
dari ujung buret. Air diteteskan setets demi setetes pada permukaan
kain.
3. Mengukur waktu yang diperlukan hingga pantulan cahaya tetesan hilang
menggunakan stopwatch. Ketika tetesan air hilang seluruhnya dan

8
meninggalkan bulatan basah yang suram. Saat itu stopwatch dihentikan
dan waktu yang berlangsung dicatat. Jika waktu basah melebihi 60
detik, pengukuran waktu dihentikan dan waktu basah dilaporkan 60 +
detik.
4. Pengujian dilakukan 5 kali.

1.4.2 Pengujian Daya Serap Kain Cara Keranjang


a. Persiapan Contoh Uji
Kain dikondisikan dalam ruangan dengan kondisi standar pengujian. Contoh
uji dipotong diagonal terhadap arah lusi dan pakan, berbentuk pita dengan
lebar 75 mm dengan Panjang sedemikian hingga berat contoh uji 5g.
b. Cara Pengujian
1. Kain contoh uji ditimbang sampai 5 gram.
2. Kain contoh uji digulung ke arah panjang sehingga membentuk silinder
dengan tinggi 75 mm. Gulungan contoh uji dimasukkan ke dalam
keranjang kawat.
3. Keranjang kawat beserta contoh uji dijatuhkan ke dalam keadaan
mendatar ke permukaan air dari atas permukaan air dengan jarak 25
mm.
4. Mengukur waktu dari saat contoh uji menyentuh permukaan air sampai
contoh uji tenggelam dengan stopwatch, dan catat sebagai waktu
basah.
5. Kain contoh uji dibiarkan terendam 10 detik kemudian diambil dan
diletakkan diatas kasa selama 10 detik.
6. Kain contoh uji ditimbang dan dicatat sebagai berat basah.
7. Pengujian dilakukan 2 kali.

1.5 Data Percobaan dan Perhitungan


1.5.1 Pengujian Daya Serap Kain Cara Tetes

Pengujian Waktu

I Lebih dari 60 detik

II Lebih dari 60 detik

III Lebih dari 60 detik

IV Lebih dari 60 detik

V Lebih dari 60 detik

Rata – Rata Lebih dari 60 detik

Tabel-1. Data Hasil Pengujian Daya Serap Kain Cara Tetes

9
1.5.2 Pengujian Daya Serap Kain Cara Keranjang

Pengujian Waktu Berat Berat Berat Berat Berat


serap gelas keranjang contoh uji kering basah
1 19 detik 35,55 gr 3 gr 5 gr 43,55 gr 77,23 gr
2 18 detik 35,55 gr 3 gr 5 gr 43,55 gr 76,45 gr
Tabel-2. Data Hasil Pengujian Daya Serap Kain Cara Keranjang

a. Pengujian 1
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
% Kapasitas Serap = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑈𝑗𝑖
(77,23−43,55)
= x 100%
5
= 674 %

b. Pengujian 2
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
% Kapasitas Serap = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑈𝑗𝑖

(76,45−43,55)
= x 100%
5

= 658%
% 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑟𝑎𝑝 1 + % 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑟𝑎𝑝 2
c. Rata – rata % Kapasitas Serap =
2
674% + 658%
=
2
= 666%
1.6 Diskusi
Setelah pengujian daya serap kain cara tetes untuk kain tidak berbulu dan cara
keranjang untuk kain berbulu. Kemampuan kain dalam menyerap air dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain adalah konstruksi kain itu sendiri yang meliputi tetal benang,
nomer benang yang digunakan. Selain itu adanya proses penyempurnaan pada kain
akan mempengaruhi daya serap kain terhadap air. Apalagi jika kain tersebut mengalami
proses penyempurnaan khusus seperti penyempurnaan tolak air atau tahan air,
sehingga kain tersebut akan sulit untuk menyerap air. Dari ke 5 posisi yang berbeda
pada titik jatuhnya air dapat diketahui waktu rata-ratanya yaitu >60 detik artinya
menunjukan contoh uji mempunyai daya serap yang kurang baik terhadap air.
Waktu basah atau waktu tenggelam ini dihitung untuk menunjukkan cepat
lambatnya bahan tersebut menyerap air. Semakin lama waktu tenggelam yang
dibutuhkan maka daya serapbahan tersebut terhadap air dikatakan kurang. Dari data
yang diperoleh untuk pengujian pada contoh uji bahan handuk dihasilkan waktu untuk
tenggelam adalah lebih dari 10 detik. Kapasitas air yang terserap ini sangat penting
diketahui apalagi untuk bahan-bahan yang berbulu yang biasanya digunakan untuk
handuk. Kapasitas menampung air dalam bahan harus sebesar mungkin apalagi untuk
bahan handuk yang dibuat dari kain yang berbulu. Dari data yang diperoleh dari

10
pengujian terhadap handuk, diperoleh kapasitas air yang terserap dalam bahan sebesar
666%.

1.7 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pengujian daya serap kain dengan cara tetes untuk kain
tidak berbulu dan cara keranjang untuk kain berbulu. Kain berbulu yang memiliki daya
serap air sebesar 588% dan waktu tenggelam lebih dari 10 detik, serta penilaian
berdasarkan persyaratan mutu untuk kain handuk SNI 08-0055-2002, maka dapat
disimpulkan bahwa:
a. Daya serap kain baik
b. Kain bisa digunakan sebagai bahan kain handuk

Kain rajut memiliki daya serap yang kurang baik karena memiliki waktu penyerapan
sebesar >60 detik.

11
LAMPIRAN PRAKTIKUM

12
BAB II

PENGUJIAN TOLAK AIR DAN TAHAN AIR KAIN

2.1 Maksud dan Tujuan


2.1.1 Maksud
Mampu untuk melakukan pengujian tolak air kain dengan cara Bundesmann
dan pengujian tahan air hujan kain.
2.1.2 Tujuan
1. Mengetahui nilai daya tahan permukaan kain terhadap air sesuai dengan ISO
2. Mengetahui ketahanan kain terhadap air dan persentase penyerapan air
2.2 Teori Dasar
Dalam hubungan antara air dan kain ada beberapa istilah dan definisi,
antara lain :
a. Proses tahan air (water proof), adalah proses untuk melapisi kain dengan
lemak, wax atau karet, untuk mencegah menyerapnya air kedalam kain.
Penambahan obat anti air dapat dilakukan dengan melapisi permukaan
kain secara mekanis atau dapat juga secara reaksi antara serat dan zat-
zat penyempurnaan.
b. Proses tahan hujan (shower proof), adalah proses untuk memperlambat
daya serap dan daya penetrasi terhadap air. Kainnya tetap tembus udara.
Biasanya dengan pemilihan jenis serat dan kontruksi kain tertentu, kain
dapat dibuat mempunyai sifat anti hujan
c. Daya tolak air (water repellent), sifat kain untuk tidak menyebarkan
butiran-butiran air keseluruh permukaan kain.
Air dapat menembus kain melalui tiga cara yaitu :
a. Oleh pembasahan kain,diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus
kain.
b. Oleh tekanan air yang menekannya melalui rongga-rongga pada kain.
c. Oleh kombinasi kedua cara tersebut diatas
Jika kain dibuat sedemikin rapat sehingga tidak ada rongga - rongga
diantara benang-benang. Kain masih mungkin tembus air jika air dapat
membasahi kain. Hal ini terjadi pada kain kanvas dari kapas yang ditenun
sangat rapat. Apabila kain tenun biasa dibuat dari serat yang diproses kimia
sehingga tidak dapat dibasahi oleh air, maka air akan menggelincir
dipermukaan kain tanpa menembusnya, tetapi jika air terkumpul dipemukaan
kain dengan ketebalan tertentu atau air menetesi kain dengan tekanan yang
lebih kuat, air akan menembus kain melalui rongga-rongga pada kain. Hal ini
terjadi pada kain yang disebut kain tahan gerimis. Agar kain benar-benar tidak
ditembus air, kain harus dilapisi dengan pelapis yang tidak tembus air, misalnya
untuk jas hujan, kain dilapisi karet, atau untuk terpal dilapisi sejenis tertentu.
Kain yang diberi pelapis juga bersifat tidak tembus udara, sehingga tidak

13
nyaman dipakai. Untuk pakaian biasa diperlukan sifat tahan air cukup namun
masih bersifat tembus udara dan uap air.

Prinsip uji siram (SNI 08-0294-1989) menyiramkan air pada permukaan kain
dengan kondisi tertentu, sehingga menghasilkan pola kebasahan pada
permukaan kain yang ukurannya relative bergantung pada sifat tolak air kain.
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan pola kebashannya dengan gambar
pada Penilaian Uji Siram Standar. Sedangkan prinsip uji hujan (SNI 08-0278-
1989) menyiramkan air dengan tekanan tetesan air tertentu pada permukaan
kain dengan kondisi tertentu selama waktu tertentu. Diukur jumlah air yang
menembus kain dan jumlah air yang terserap kain. Kondisi pengujian yang
berhubungan denga tetesan air, seperti besar tetesan air, jarak penyiram dari
contoh uji, letak contoh uji terhadap arah tetesan air dan waktu penyiraman
berbeda anatara standar satu dengan standar lainnya

Penilaian siram ditentukan dengan membandingkan penampakan contoh uji


terhadap standar berupa uraian dan foto.

14
Kriteria nilai Keterangan

100 Tidak terjadi pembasahan dipermukaan kain

90 Tidak terjadi pembasahan tetapi ada tetesan air yang menempel

80 Terjadi pembasahan hanya pada area-area kecil terpisah

70 Terjadi pembasahan disebagian permukaan kain

50 Terjadi pembasahan diseluruh permukaan atas kain

2.3 Alat dan Bahan


2.3.1 Pengujian Tolak Air Kain
a. Alat
• AATCC Spray Tester
• Simpai bordir, diameter 150 mm
b. Bahan
• Kian contoh uji
• Air suling
2.3.2 Pengujian Tahan Air Kain
a. Alat
• Bundesmann Rain Tester
• Pemotong contoh uji berbentuk lingkaran
• Alat pemutar contoh uji untuk menghilangkan tetesan-tetesan air di
permukaan contoh uji.
• Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
b. Bahan
• Kain contoh uji
2.4 Cara Kerja
2.4.1 Pengujian Tolak Air Kain
a) Kain contoh uji dipasang pada simpai bordir sehingga tidak terdapat
kerutan-kerutan pada kain;
b) Simpai beserta contoh uji diletakkan pada penyangga contoh uji
sedemikian sehingga titik tengah penyemprot tepat di atas titik tengah
simpai;
c) Untuk kain-kain keper, gabardin, atau kain sejenis yang mempunyai
pola rusuk-rusuk, simpai diletakkan sedemikian sehingga rusuk-rusuk
miring terhadap aliran air di permukaan kain;

15
d) 250 ml air suling, suhu 27 ± 0C dituangkan ke dalam corong penyemprot
dan air dibiarkan menyemprot contoh uji selama 25-30 detik. Waktu
menuang air gelas piala jangan menyentuh corong;
e) Simpai diambil dengan memegangnya pada satu sisi dan sisi lain
diketukkan pada benda keras dengan permukaan kain menghadap ke
bawah satu kali. Putar simpai 80 0 dan diketukkan sekali pada sisi yang
semula dipegang;
f) Pekerjaan tersebut diulangi untuk dua contoh uji.

Gambar 2.1 Alat uji Siram Gambar 2.2. Corong siram

2.4.2 Pengujian Tahan Air Kain


a) Rangkaian tabung-tabung pemegang contoh uji tanpa contoh uji
dipasang pada alat. Tutup penahan siraman air masih menutup dan kran
air dibuka, jalankan motor pemutar tabung contoh uji, buka tutup penahan
siraman air selama 10 menit, kemudian tutup kembali. Dengan membuka
kran pada tabung pemegang contoh uji, ukur jumlah air yang tertampung
pada masing-masing pemegang contoh uji dengan gelas ukur sampai
mililiter terdekat. Ulangi pekrjaan tersebut dengan mengatur kran tekanan
air sehingga jumlah air yang tertampung dalam tabung pemegang contoh
uji 62-68 ml/menit/tabung;
b) Masing-masing contoh uji yang telah dikondisikan dalam ruangan standar
pengujian ditimbang sampai miligram terdekat;
c) Setelah air dalam masing-masing tabung pemegang contoh uji
dikeluarkan, tutup kembali kran pada tabung tersebut. Contoh uji
dipasang pada tabung pemegang contoh uji sehingga tidak terdapat
kerutan-kerutan pada permukaan contoh uji;
d) Penahan siraman air masih menutup, pasang rangkaian pemegang
contoh uji dengan contoh ujinya pada alat;
e) Motor pemutar rangkaian tabung pemegang contoh uji dijalankan,
kemudian buka tutup penahan siraman air, sehingga air menyirami
contoh uji yang berputar selama 10 menit dan tutup kembali;

16
f) Motor dimatikan, rangkaian pemegang contoh uji diambil;
g) Masing-masing contoh uji diambil dari tabung pemegangcontoh uji,
pasang pada alat pemutar contoh uji untuk menghilangkan tetesan-
tetesan air pada permukaan contoh uji. Timbang berat contoh uji tersebut
sampai miligram tersebut;
h) Dengan membuka kran pada tabung pemegang contoh uji, ukur jumlah
air yang tertampung pada masing-masing pemegang contoh uji dengan
gelas ukur sampai mililiter terdekat. Jumlah air yang tertampung
tersebut adalah jumlah air yang menembus contoh uji selama 10 menit

2.5 Data Percobaan dan Perhitungan


2.5.1 Pengujian Tolak Air Kain
Hasil dari 2 kain contoh uji adalah:
1. 80
2. 80

Kedua kain tersebut memiliki nilai 80 yang menandakan bahwa terjadi


pembasahan yang di siram hnya pada area-area kecil yang terpisah.

2.5.2 Pengujian Tahan Air Kain

Berat awal = 3,70 gram


Berat akhir = 7,83 gram
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
%penyerapan = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%
10,37−9,94
= 𝑥 100%
9,94

= 4,32%

17
2.6 Diskusi
Pengujian daya tolak air kain cara Bundesmen adalah dengan menghujani contoh
uji selama 10 menit dengan putaran dan penghujanan yang telah diatur. Kain contoh
uji yang digunakan berbentuk bulat dengan diameter ±14 cm, awal mula ditimbang
terlebih dahulu dan setelah pengujian pun dilakukan penimbangan kembali. Dari
pengujian ini didapatkan hasil yaitu nilai % penyerapan, artinya kita dapat mengetahui
berapa banyak air yang tela terserap oleh kain contoh uji. Dari hasil pengujian %
penyerapan kain contoh uji sebesar 4,32%. Dengan nilai penyerapan sebesar itu
dapat dikatakan kain memiliki daya serap yang baik, karena semakin kecil nilai
penyerapan maka kain contoh uji dapat digunakan sebagai kain untuk tahan air
ataupun tolak air.
Pengujian uji siram ini terdapat beberapa hal yang dapat di diskusikan antara lain
adalah pada saat melakukan pengujian kain harus dalam keadaan rapih tanpa
terdapat lipatan. Apabila terdapat lipatan maka harus dirapikan terlebih dahulu
dengan cara disetrika. Kemudian kain dapat dilakukan pengujian. Setelah
penyiraman selesai maka kain yang berada dalam pamidangan diketukkan sebanyak
2 kali dengan kekuatan ketukan yang sama sehingga pada saat evaluasi
mendapatkan hasil yang sesuai. Kemudian permukaan kain dilihat secara visual dan
disamakan dengan penilain menurut SNI atau pun ISO.pengujian dilakukan sebanyak
2 kali. Pada hasil penilaian, penilaian tidak dirata-ratakan. Namun hanya diambil
dengan yang mendekatinya saja. Sehingga pada saat memberikan keputusan dalam
penilaian contoh kain harus diamati secara teliti.

2.7 Kesimpulan
Pada contoh kain mendapatkan hasil uji siram ISO III, yang artinya terjadi pembasahan
yang di siram hanya pada area-area kecil yang terpisah. Nilai % penyerapan kain
contoh uji yaitu sebesar 4,32%, artinya kain contoh uji dapat dikategorikan sebagai kain
tahan air

18
LAMPIRAN PRAKTIKUM

19
BAB III

PENGUJIAN TAHAN API KAIN (CARA VERTIKAL)

3.1 Maksud dan Tujuan


3.1.1 Maksud
Melakukan pengujian tahan api kain serta mencatat waktu pembakaran, nyala
api, dan bara.

3.1.2 Tujuan
1. Mengetahui ketahanan api kain uji.
2. Mengetahui waktu pembakaran, nyala api dan bara.

3.2 Teori Dasar


Faktor yang berpengaruh pada sifat nyala api atau tahan api adalah jenis serat
dan berat kain.Struktur kain seperti kain tenun,kain rajut dan sebagainya tidak
berpengaruh pada sifat nyala api dan tahan api.Sifat nyala api sebagian ditentukan
oleh jenis serat yang digunakan.Serat selulosa seperti kapas linen dan rayon mudah
meneruskan pembakaran.Kain wol biasanya sulit menyala;Nylon dan Poliester
mengkerut dari nyala api dan sulit menyala,tetapi penyempurnaan yang membuat kain
kaku memungkinkan nylon dan polyester mudah menyala.
Sifat nyala api sebagian ditentukan oleh jenis serat yang digunakan. Serat
Selulosa seperti kapas, linen dan rayon mudah meneruskan pembakaran. Kain wol
biasanya sulit menyala, nylon dan poliester mengerut dari nyala api dan sulit menyala,
tetapi penyempurnaan yang memebuat kain kaku memungkinkan nylon dan poliester
mudah menyala. Untuk mencegah tejadinya kebakaran, maka perlu digunakan kain
yang memiliki sifat ketahanan terhadap nyala api yang baik.
Di dalam berbagai proses industri, dimana kemungkinan terjadinya bahaya
kebakaran besar sekali, sangat mutlak diperlukan adanya kain yang tahan terhadap
nyala api . begitu pula dalm kehidupan sehari-hari banyak kecelakaan terjadi karena
kebakaran didalam rumah yang berasal dari hubungan pendek listrik, kompor, rokok
dan lainnya. Untuk mencegah kebakaran perlu digunakan kain yang tahan terhadap
nyala api untuk pakaian tidur, kain kasur, permadani, pakaian pemadam kebakaran,
tekstil yang berkaitan dengan penerbangan, atau bahkan pakaian bayi .
Beberapa istilah yang berhubungan dengan tahan nyala api antara lain :
- Mudah terbakar (flammable), untuk kain yang meneruskan nyala api dengan cepat
dan apabila dijauhkan dari api kain akan terus terbakar.
- Anti nyala api (flame-proof), untuk kain yang tahan nyala api dan tidak meneruskan
nyala api, misalnya nyala api pada kain akan segera redam begitu api dijauhkan
dari kain.
- Tahan nyala api (flame-resistance), adalah nilai yang diperoleh pada uji kain yang
dinyatakan sebagai waktu (detik) yang diperlukan untuk meneruskan nyala api
sepanjang 100 inci kain kearah vertikal.

20
- Bahan asli anti nyala api (inherently flame proof), adalah bahan yang bersifat tahan
nyala api meskipun tidak diberi proses penyempurnaan anti nyala api.
- Bahan anti nyala api permanen (durably flame proof material) adalah kain yang
tetap tahan nyala api setelah proses pencucian yang berulang-ulang.
- Bahan anti nyala api sementara (temporally flame proof material), adalah kain
yang setelah proses pencucian berulang akan kehilangan sifat tahan nyala api.
Prinsip uji sifat tahan api (cara vertikal) SNI 08-1512-1989 adalah membakar kain
yang dijepit rangka dan diletakkan vertical selama waktu tertentu. Diukur waktu dari
saat api diambil sampai nyala padam, waktu dari saat nyala padam sampai bara padam
dan panjang sobekan pada contoh uji karena sobekan dengan gaya tertebtu.

3.3 Alat dan Bahan


A. Alat
1. Alat uji tahan api vertikal
Terdiri dari satu kotak dengan pintu kaca untuk melindungi nyala api dari
hembusan udara. Di dalam alat terdapat tempat untuk memasang penjepit
contoh uji sehingga contoh uji vertikal.
2. Pembakar Bunsen tinggi sekitar 150 mm dengan diameter lubang 9,5 mm.
3. Stopwatch.
4. Mistar.
5. Pemegang contoh uji.

B. Bahan
1. Kain contoh uji ukuran 75 mm x 320 mm.

3.4 Cara Kerja


A. Persiapan Contoh Uji
Contoh uji dengan ukuran 75 mm x 320 mm, untuk arah panjang kain (Lusi) dan
arah lebar kain (Pakan).

B. Cara Pengujian
1. Contoh uji dijepit pada penjepit contoh uji dengan rata dan pasang pada
tempat penjepit contoh uji dalam alat uji tahan api.
2. Nyala api diatur hingga tingginya 38 mm.
3. Nyala api digeser ke bawah contoh uji dan membakar contoh uji selama 12 ±
0,2 detik kemudian ambil atau padamkan nyala api. Amati adanya lelehan
atau tetesan.
4. Waktu nyala diukur, yaitu waktu sejak api diambil sampai nyala padam, dan
waktu bara, yaitu waktu sejak nyala padam sampai bara padam.
5. Contoh uji didinginkan kemudian ukur panjang arang.

3.5 Data Percobaan dan Perhitungan


a. Arah Lusi

21
Waktu Nyala Api 7 detik
Waktu Bara 56 detik
Panjang Bara 0

b. Arah Pakan

Waktu Nyala Api 8 detik


Waktu Bara 62 detik
Panjang Bara 0

3.6 Diskusi
Pengujian tahan nyala api yang telah dilakukan ternyata kain yang diujikan
tidak tahan nyala api, karena setelah 12 detik dibakar, kemudian api dijauhkan,
ternyata kain bersifat meneruskan pembakaran sampai sepanjang kain habis
terbakar. Selain itu, tetapi setelah nyala api padam terdapat bara yang tetap
menyala dalam beberapa detik. Hal ini mengindikasikan bahwa kain yang
diujikan adalah kain yang terbuat dari campuran selulosa dan sintetik (poliester-
kapas).
Pada data pengujian ketahanan api diperoleh waktu nyala api lusi 7 detik
dan pakan 8 detik dengan waktu bara lusi 56 detik dan pakan 62 detik. Dari
data tersebut terlihat bahwa kain contoh uji tersebut memilki ketahanan api
yang buruk dilihat dari mudahnya kain tersebut terbakar dan kemudian
meneruskan nyala api dengan waktu bara yang cukup lama. Sifat ketahanan
api yang rendah ini mungkin terjadi karena kain contoh uji tersebut pada poses
penyempurnaan sebelumnya tidak melalui proses penyempurnaan anti api.
Bahan pada arah pakan ternyata memiliki waktu nyala lebih lama daripada arah
lusi. Hal ini berarti bahan pada arah lusi lebih tahan api daripada arah pakan.
Hal tersebut kemungkinan dikarenakan kain terbuat dari 2 jenis benang yang
berbeda.
Klasifikasi untuk pemakaian tahan api adalah :
- normal flammability : 3½ detik atau lebih
- rapid and intense burning : < 3 ½ detik

Data tersebut menunjukan bahwa kain contoh uji tidak diberi resin anti api
sehingga untuk ketahanan apinya sangat jelek.

22
3.7 Kesimpulan
Pada kain contoh uji tersebut kain meneruskan pembakaran dan nyala api arah
pakan dan lusi sebesar 7 detik artinya kain tersebut mudah terbakar dan tidak
tahan terhadap api.

23
LAMPIRAN PRAKTIKUM

24
BAB IV
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA

4.1 Maksud dan Tujuan


4.1.1 Maksud
Mengetahui dan melakukan pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian,
keringat, dan gosokan terhaadap kain.
4.1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui sifat kain perihal ketahanan luntur dari warnanya
terhadap pencucian.
2. Menentukan nilai penodaan warna oleh kain berwarna akibat gosokan
basah dan kering.
3. Menentukan besarnya ketahanan kain contoh uji terhadap keringat asam
dan keringat basa.

4.2 Teori Dasar


Tahan luntur warna terhadap pencucian mempunyai arti penting dalam
pemakaian bahan tekstil sehari-hari. Pengujiannya dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yang disesuaikan dengan penggunaan bahan tekstil tersebut.
Prinsip pengerjaannya yaitu contoh uji yang sudah diberi kain pelapis dicuci dalam
larutan pencuci dengan kondisi tertentu, dibilas dan dikeringkan. Perubahan warna
pada contoh uji dinilai dengan menggunakan Standar Skala Abu-abu, sedangkan
penodaan warna pada kain pelapis dinilai dengan menggunakan Standar skala
penodaan.
Contoh uji dicuci dengan suatu alat launder-o-meter atau alat yang sejenis
dengan pengatur secara suhu secara termostatik dan kecepatan putaran 42
putaran per menit. Alat ini dilengkapi dengan piala baja dan kelereng-kelereng baja
tahan karat. Proses pencucian dilakukan sedemikian rupa sehingga kondisinya
sama dengan keadaan pencucian yang diinginkan. Kondisi pencucian berbeda-
beda bergantung pada suhu yang dikehendaki. Sifat ketahanan luntur warna
terhadap pencucian pada bahan tekstil memiliki arti yang sangat penting dalam
aplikasinya sehari-hari. Pengujian ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yang
disesuaikan dengan penggunaan dari bahan tekstil yang akan diuji.
Keawetan kain (serviceability) adalah lamanya suatu kain bias dipakai
sampai tidak bisa dipakai lagi,karena suatu sifat penting telah rusak.Misalnya
karena warna sudah berubah,mengkeret atau cembung pada siku atau lutut.
Keawetan kain tenda misalnya ditentukan oleh daya tembus air,keawetan kain

25
kanvas atau kain sepatu benar benar ditentukan oleh keusangan. Jadi keawetan
tidak diuji dan ia tergantung dari lamanya dipakai atau jumlah kali pakai.
Sedangkan keusangan (wear) adalah jumlah kerusakan kain karena serat-
seratnya putus atau lepas. Dalam hal-hal tertentu,misalnya kain belt keawetan dan
keusangan mungkin sama,tetapi dalam banyak hal lainnya berbeda. Keusangan
juga merupakan suatu mutu kain yang tidak diuji sebab kondisi-kondisi sangat
bervariasi secara kuantitatif pengaruh macam-macam faktor terhadap keusangan.
Pilling kain adalah istilah yang diberikan untuk cacat permukaan kain karena
adanya ”Pills”,yaitu gundukan serat-serat yang mengelompok dipermukaan kain
yang menyebabkan tidak baik dilihat. Pills akan terbentuk ketika dipakai atau dicuci,
karena kekusutan serat-serat kapas yang menonjol dipermukaan kain akibat
gosokan.

Faktor-faktor yang menyebabkan keusangan :


a. Gaya-gaya yang langsung pada kain, ini bisa terjadi pada keadan tidak
normal.
b. Pengaruh tumbukan,ini penting pada alas lantai seperti permadani.
c. Tekukan atau friksi antar serat dengan serat dan antara benang dengan
benang, karena kain sering tertekuk.
d. Gosokan, friksi antar kain dengan kain, friksi antar kain dengan benda
lain dan friksi antar serat dengan kotoran, ini menyebabkan putus serat.
Berdasarkan uraian diatas faktor gosokan dalam banyak hal merupakan
factor penting yang berhubungan dengan dengan keusangan. Pengujian ketahanan
gosokan kain hanya erupn pengujian yang sederhana terhadap mutu kain.Jadi
harus diingat bahwa gosokan bukan hanya satu-satunya faktor yang mempengaruhi
keusangan dan keawetan.
Standar ini meliputi cara uji penodaan dari bahan berwarna pada kain lain
yang disebabkan karena gosokan. Cara ini dapat dipakai untuk bahan tekstil
berwarna dari segala macam serat baik alam bentuk benang maupun kain.
Pada pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan dilakukan dengan dua
jenis gosokan, yaitu:

26
a. Gosokan kering
Disebut gosokan kering, karena kondisi kain penggosok dalam keadaan
kering.dan yang perlu diperhatikan adalah posisi anyaman kain penggosok (kain
putih) harus miring terhadap arah gosokan.
b. Gosokan basah
Kain penggosok dibasahi dengan air suling, dengan kertas saring diatur
kadar air yang terdapat pada kain contoh uji. Kadar air dalam kain diatur 65±5%
terhadap berat kain pada kondisi standar kelembaban relatif 65 ± 2% dan suhu 27
± 20C. Pada saat pengujian ditekan seminimal mungkin terjadinya penguapan.
Kain putih yang digunakan sebagai kain penggosok adalah kain kapas
dengan kontruksi 100 x 96/inchi2 dan berat 135,3 gram/m2 yang telah diputihkan,
tidak dikanji dan tidak disempurnakan. Penodaan pada kain putih dinilai dengan
mempergunakan staining scale.

Beberapa zat warna sangat dipengaruhi oleh keringat , sehingga akan


memberikan perubahan warna pada bagian-bagian kain yang berkeringat. Salah
satu pengujian tahan luntur warna terhadap keringat adalah merendam contoh uji
yang sudah dijahit diantara kain putih didalam 2 larutan yang berbeda yang
mengandung histidin. Contoh uji yang bersifat asam dan basa, kemudian diberi
tekanan mekanik tertentu dan dikeringkan perlahan pada suhu yang dinaikkan
sedikit demi sedikit.

Pada saat pengujian, contoh uji dipasangkan dengan dua helai kain putih
dimana yang sehelai dari serta yang sejenis dengan bahan yng diuji, sedangkan
yang sehelai lagi dari serat menurut pasangan seperti dibawah ini:

Kain pertama Kain kedua

▪ Kapas ▪ wool
▪ Wool ▪ kapas
▪ Sutera ▪ kapas
▪ Linen ▪ wool
▪ Rayon viskosa ▪ wool
▪ Poliamida ▪ wool/rayon viskosa
▪ Poliester ▪ wool
▪ Poliakrilat ▪ wool
▪ Asetat ▪ rayon viskosa

27
Standar yang telah dikenal adalah standard yang dibuat oleh Society
of Dyes and Colourists (SDC) di Inggris dan oleh American Association of
Textiles Chemist and Colourists (AATCC) di Amerika Serikat,yaitu berupa gray
scale untuk perubahan warna karena kelunturan warna dan staining scale untuk
perubahan warna karena penodaan pada kain putih.

Tidak tahan lunturnya warna terhadap keringat dapat disebabkan oleh


migrasi warna (bleeding) atau perubahan warna contoh uji. Perubahan warna
dapat terjadi tanpa bleeding, sebaliknya mungkin pula terjadi bleeding tanpa
perubahan warna atau dapat terjadi kedua-duanya.

• Perubahan warna Pada grey scale dan staining scale pada masing-masing
jenis serat.

Tabel Evaluasi Perubahan Warna

(Evaluasi dilakukan dengan membandingkan contoh uji terhadap gray scale)

Nilai Arti

Nilai 5 Tidak ada perubahan warna seperti yang ditunjukkan tingkat ke-5
dalam gray scale.
Nilai 4 Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –4 dalam grary scale

Nilai 3 Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –3 dalam gray scale

Nilai 2 Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –2 dalam grary scale

Nilai 1 Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –1 dalam grary scale

Tabel Evaluasi Penodaan Warna


(Evaluasi dilakukan dengan membandingkan penodaan warna pada kain putih
terhadap Staining Scale)

Nilai Arti

Nilai 5 Tidak ada penodaan warna seperti yang ditunjukkan tingkat ke-5 dalam
Staining scale.

Nilai 4 Penodaan warna setara dengan tingkat ke-4 dalam staining scale

Nilai 3 Penodaan warna setara dengan tingkat ke-3 dalam staining scale

Nilai 2 Penodaan warna setara dengan tingkat ke-2 dalam staining scale

Nilai 1 Penodaan warna setara dengan tingkat ke-1 dalam staining scale

28
4.3 Alat dan Bahan
4.3.1 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
(SNI ISO 105-C 06 ; 2010)
a. Alat
• Launder O Meter yang dilengkapi penangas air dengan termostat dan
tabung baja tahan karat dengan frekuensi putaran tabung 40
putaran/menit
• Kelereng baja tahan karat berdiameter 6 mm
• pH meter
• Neraca analitis
b. Bahan
• Kain pelapis masing-masing berukuran 5 cm x 10 cm
• Sabun tanpa pemutih optik (sabun ECE)
• Asam Asetat
4.3.2 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan
(SNI ISO 105-C06:2010, ISO 105-X12:2001)
a. Alat
• Crockmeter, yang mempunyai jari dengan diameter (1,6 ± 0,01) cm
yang bergeraksatu kali maju mundur sejauh (10,4 ± 0,3) cm setiap
kali putaran, dengan gaya tekanan pada kain sebesar (900 ± 20)
gram.
• Standar skala penodaan (SNI ISO 105-A03:2010)
b. Bahan
• Kain contoh uji berukuran 5 x 15 cm dengan panjang miring terhadap
lusi dan pakan.
• Air suling
• Kain kapas dengan nomor benang Tex 15 dan tetal lusi 32/cm x
tetal pakan 33/cm yang telah diputihkan, tidak dikanji dan tidak
disempurnakan, dipotong dengan ukuran 5 cm x 5 cm

4.3.3 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat


(SNI ISO 105-E04:2010)
a. Alat
• AATCC perspiration tester
• Alat pemeras mangel
• Gelas piala 500ml
• Grey scale dan staining scale
• Lempeng kaca atau plastik
• Oven dengan pengatur suhu

29
b. Bahan
• AATCC perspiration tester
• Kain contoh uji.
• Kain pelapis
• Larutan keringat buatan asam.
- Natrium klorida (NaCl)
- Natrium dihidrogen orto osfat (NaH2PO42H2O)
- Histidin monhidroklorida monohidrat
- PH
PH dengan menambah asam asetat.
• Larutan keringat buatan basa.
- NaCl
- Na2HPO4.2H2O
- Histidin monohidroklorida monohidrat
• PH : 8 PH dengan menambah natrium hidroksida 0,1N

4.4 Cara Kerja


4.4,1 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
1. Menyiapkan larutan pencuci dengan melarutkan sabun 4 g/l ke dalam air suling.
untuk kondisi lautan pencuci C, D, dan E atur agar PH sesuai dengan kondisi;
2. Untuk pengujian yang meggunakan perborat, pada saat mau dipakai siapkan
larutan pencuci yang mengandung perborat dengan cara pemanasan suhu tidak
lebih dari 60oC dengan waktu tidak lebih dari 30 menit;
3. Untuk pengujian D3S dan D3M, tambahkan larutan natrium hipoklorit ke dalam
larutan pencuci;
4. Memasukkan larutan pencuci kedalam tabung tahan karat sesuai jumlah larutan,
kecuali untuk cara D2S dan E2S. Atur suhu larutan sesuai persyaratan. Masukan
contoh uji dan kelereng baja, kemudian tutup tabung dan jalankan mesin pada
suhu dan waktu sesuai kondisi pengujian;
5. Untuk pengunjian D2S dan E2S masukan conoh uji ke dalam tabung baja tahan
karat larutan pencuci pada suhu 60 oC, tutup tabung dan naikan suhu larutan
sampai suhu pengujian yang dipersyaratkan selama waktu yang tidak lebih dari
10 menit;
6. Contoh uji dikelurkan kemudian bilas dua kali dengan 100 ml air suling selama 1
menit pada suhu 40oC;

30
7. Contoh uji dibilas dengan larutan asam asetat 100 ml larutan 0,2 g/l asetat glasial
selama 1 menit pada suhu 30oC kemudian bilas dengan 100 ml air suling selama
1 menit pada suhu 300C kemudian peras;
8. Contoh uji dikeringkan pada suhu 60 0c;
9. Penilaian pada gray scale dan staining scale.

Kain pelapis
10 cm

Kain contoh uji

5 cm
4.4.2 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat
1. Larutan keringat disiapkan dalam cawan;
2. Contoh uji direndam dan diaduk – aduk dalam larutan, dibiarkan 15-30 menit
untuk menapatkan pembahasan sempurna apabila kain kain sukar dibasahi
rendam contoh uji dan peras dengan mangel;
3. Contoh uji diperas hingga menjadi 2,25 – 3 kali berat semula;
4. Contoh uji diletakkan diantara lempeng kaca perspiration tester lalu seluruh
lempeng kaca dan contoh uji dipasang pada perspiration tester dan diberi
tekanan 10 pound (60 g/cm 2);
5. Contoh uji yang telah diberi tekanan dimasukkan ke dalam oven pada suhu
38oC paling sedikit 6 jam. Bila belum kering dilepaskan dari perspiration pada
suhu tidak lebih dari 60 oC untuk mudahnya contoh uji tersebut dapat
dikerjakan semalam pada suhu dan waktu 16 jam;
6. Evaluasi perubahan warna conth uji dilakukan dengan membandingkan
terhadap grey scale dan staining scale.
4.4.3 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan
➢ Gosokan kering
1. Contoh uji diletakkan rata diatas alat penguji dengan sisi yang panjang,
searah dengan arah gosokan;
2. Jari crockmeter dibungkus dengan kain putih kering dengan
anyamannya miring terhadap arah gosokan;

31
3. Kemudian gosokkan 10 kali maju mundur (20 kali gosokan) dengan
memutar alat pemutar 10 kali dengan kecepatan satu putaran perdetik.
Kain putih diambil dan dievaluasi;
4. Kain penggosok dibandingkan dengan staining scale.
➢ Gosokan basah
1. Kain putih dibasahi air suling, kemudian diperas diantara kertas saring.
Sehingga kadar air dalam kain menjadi 65 ± 5 % terhadap berat kain
contoh uji;
2. Kemudian dikerjakan seperti pada cara gosokan kering secepat
mungkin untuk menghindari penguapan. Kain putih dikeringkan diudara
sebelum dievaluasi;
3. Kain penggosok dibandingkan dengan staining scale.
4.5 Data Percobaan dan Perhitungan
4.5.1 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian

Penodaan Perubahan
No Contoh Uji Warna
Kain Pelapis Kain Pelapis
Poliester Kapas

1 4-5 4 4

32
2 4 4 4-5

4.5.2 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan


No Contoh Uji Penodaan

1 4

2 3-4

33
4.5.3 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat

Asam

Penodaan
Perubahan
No Contoh Uji Kain Kain
Warna
Pelapis Pelapis
Poliester Kapas

1 4-5 4 4-5

2 4 4-5 4-5

34
Basa

Penodaan Perubahan
No Contoh Uji Warna
Kain Pelapis Kain Pelapis
Poliester Kapas

1 4 4-5 4-5

2 4 4 4-5

35
4.6 Diskusi
pengujian ini yang dinilai adalah luntur warna terhadap pencucian yang
berulang-ulang dengan cara mengamati dan menilai dari perubahan warna
serta penodaannya terhadap kain putih pelapisnya menggunakan staining
scale dan perubahan warna kain sampel dengan menggunakan grey scale.
Kain pelapis yang digunakan adalah kain kapas dan kain poliester
karena kain sampel merupakan kain poliester-kapas. Contoh uji dengan kain
pelapis dijahit pada salah satu sisinya, diusahakan dijahit dengan
menggunakan benang putih karena jika menggunakan benang berwarna
dikhawatirkan akan terjadi penodaan.
Pengujian tahan cuci dilakukan dengan menggunakan sabun yang
bersifat alkali, setelah proses pencucian, kain sampel dinetralkan dengan
menggunakan asam asetat encer dengan maksud agak kain tidak mengalami
kerusakan karena alkali yang dapat menyebabkan penurunana kekuatan tarik.
Berdasarkan hasil pengujian, tidak terjadi penodaan pada kain pelapis
poliester dan terjadi sedikit penodaan pada kain kapas. Kain kapas berubah
menjadi sedikit kekuningan karena warna sampel kain berwarna kuning,
warna kuning dapat menempel pada kapas karena zat warna yang digunakan
bisa berikatan dengan serat kapas.

Evaluasi hasil pengujian dilakukan dengan cara membandingkan hasil


pengujian dengan standar secara visual. Hal ini akan berakibat tingginya
faktor ketergantungan hasil pengujian kepada si penguji. Sehingga akhirnya
faktor keterampilan penguji sangat dominan dalam menentukan hasil
pengujian. Makin terampil seorang penguji, maka evaluasi hasil pengujian
akan mempunyai tingkat kesalahan yang rendah.
Karena hasil pengujian dievalusi berdasarkan cara visual, maka hal –
hal yang harus diperhatikan adalah:
- Pengaturan cahaya, tempat dilakukan proses pembandingan contoh uji
dengan standar. Penerangan ditempat evaluasi tersebut harus sama
(uniform) dan tetap dimana kekuatan cahayanya menyerupai sinar
matahari. Juga cahaya yang digunakan harus membaur (tidak
mempunyai bayangan).
- Kondisi ruangan sedemikian rupa, sehingga mempunyai warna yang
netral.
- Posisi pandangan mata dengan contoh uji yang sedang dibandingkan
tidak mengakibatkan terjadinya suatu pantulan cahaya.

36
Pengujian dengan staining scale menunjukkan bahwa warna pada
kain tersebut hanya sedikit sekali menodai kain putih baik dalam larutan
keringat asam maupun basa terutama kain polyester dia sedikit sekali ternodai
meskipun memiliki sifat elektrostatik terhadap kotoran. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kain contoh uji tersebut cukup tahan terhadap
keringat asam maupun basa. Ketahanan luntur terhadap keringat asam
maupun basa sangat bergantung pada sifat zat warna yang digunakan.
Apabila zat warna yang digunakan untuk mewarnai kain tidak tahan terhadap
asam maupun basa maka pada pengujian ketahanan keringat asam maupun
basa akan terjadi kelunturan yang nyata. Disamping itu juga adanya ikatan
yang terjadi antara zat warna dengan kain yang diwarnai. Meskipun zat warna
yang digunakan untuk mewarnai kain mempunyai ketahanan terhadap asam
maupun basa tetapi apabila ikatan antara kain dengan zat warna tidak cukup
kuat maka akan terjadi kelunturan yang nyata pada pengujian ketahanan
warna terhadap keringat asam maupun basa.
Hasil data yang didapat dari nilai perbandingan dengan grey scale
diperoleh bahwa untuk uji gosok pada keadaan basah memberikan nilai yang
lebih besar. Yang berarti bahwa ketahanan luntur contoh uji akan berkurang
pada kondisi kering dibandingkan dengan kondisi basah. Pada kondisi basah
kain cenderung lebih luntur dibandingkan pada kondisi kering hal ini
disebabkan karena air pada kain penggosok akan menyebabkan zat warna
akan lebih mudah menempel pada kain penggosok karena zat warna kontak
dengan air sehingga terhidrolisis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
ketahanan luntur warna terhadap gosokan, antara lain adalah gaya ikat yang
terjadi antara kain dengan zat warna, semakin kuat ikatan antara zat warna
dengan kain maka ketahanan lunturnya akan semakin tinggi. Selain itu juga
pengerjaan kimia terhadap kain setelah kain tersebut mengalami pewarnaan.
Apabila kain tersebut setelah mengalami perwarnaan tidak dilakukan proses
pencucian untuk menghilangkan sisa-sisa zat warna yang tidak terserap pada
kain maka zat warna yang tidak terserap tersebut akan menyebabkan
kelunturan (ketahanan lunturnya jelek).

37
4.7 Kesimpulan
Hasil praktikum evaluasi daya tahan luntur warna terhadap pencucian maka
didapat nilai staining scale (penodaan warna) 3-4 untuk kapas dan diperoleh nilai
staining scale 4 untuk polyester serta nilai perubahan warna (grey scale) sesar
4. Nilai tersebut menunjukkan kain tenun memiliki ketahanan luntur warna cukup
baik.
Hasil praktikum evaluasi daya tahan luntur warna terhadap keringat asam
dan basa maka didapat, untuk asam nilai staining scale (penodaan warna) 4
untuk kapas dan diperoleh nilai staining scale 4 untuk polyester serta nilai
perubahan warna (grey scale) sebesar 4-5. Basa nilai staining scale (penodaan
warna) 4 untuk kapas dan diperoleh nilai staining scale 4 untuk polyester serta
nilai perubahan warna (grey scale) sebesar 4-5. Nilai tersebut menunjukkan kain
tenun memiliki ketahanan luntur warna baik
Hasil praktikum evaluasi daya tahan luntur warna terhadap pencucian maka
didapat nilai staining scale (penodaan warna) 3-4 untuk basah dan diperoleh
nilai staining scale 4-5 untuk kering. Nilai tersebut menunjukkan kain tenun
memiliki ketahanan luntur warna cukup baik

38
LAMPIRAN PRAKTIKUM

39
BAB V

PENGUJIAN PERUBAHAN DIMENSI BAHAN TEKSTIL PADA PROSES

PENCUCIAN DAN PENGERINGAN

5.1 Maksud dan Tujuan


5.1.1 Maksud
Untuk mengetahui cara pengujian perubahan dimensi kain pada proses
pencucian dan pengeringan.
5.1.2 Tujuan
• Mengetahui perubahan yang terjadi pada kain setelah proses pencucian
dan menentukan efek perubahan tersebut masih dalam batas toleransi
atau tidak
5.2 Teori Dasar
Dimensi kain adalah ukuran panjang, lebar, dan tebal kain. Panjang kain
adalah jarak antara ujung kain yang satu dengan ujung lainnya, yang diukur searah
dengan lusi pada kain tenun atau wale pada kain rajut, dimana kain tidak dalam
keadaan terlipat dan rata serta dalam keadaan tidak tegang. Lebar kain adalah jarak
antara pinggir kain yang satu dengan pinggir yang lain, yang diukur searah dengan
dengan pakan kain tenun dan courese pada kain rajut dimana kain dalam keadaan
tidak terlipat dan rata serta dalam keadaan regang. Tebal kain adalah jarak antara
dua permukaan kain yang berbeda.
Berat kain adalah untuk berat untuk satu satuan luas tertentu, atau berat
untuk satu satuan panjang tertentu dari kain, yang dinyatakan dalam gram per meter
persegi, gram per meter dll. Tekanan adalah gaya yang dibebankan pada suatu
permukaan kain per unit luas yang dinyatakan dalam kg/cm 2 atau kPa.
Kain tenun atau rajut apabila telah mengalami pemakaian dan pencucian
akan mengalami perubahan dimensi baik kearah lusi ataupun pakan, ataupun arah
course dan arah wales pada kain rajut. Apabila perubahan ini terjadi maka kondisi
tersebut harus dipulihkan kembali dengan cara :
a. Tension Presser
b. Knit Shrinkage Gauge
c. Hand iron
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian stabilitas dimensi adalah
proses pencucian, pengeringan dan pemulihan. Kain yang bermutu baik adalah kain
yang tidak mengalami perubahan dimensi setelah pemakaian sehari-hari.
Penyebab utama dari perubahan dimensi kain adalah mengkeret setelah
pencucian. Ada dua jenis mengkeret pada kain. Jenis pertama adalah mengkeret
karena tegangan mekanis pada waktu proses pertenunan dan penyempurnaan,

40
dimana pada saat tersebut kain tertarik untuk sementara sehingga ketika dilakukan
pencucian akan relaxation kebentuk semula. Jenis yang kedua adalah karena
adanya kemampuan serat untuk menggumpal (felting) dalam pencucian.
Peralatan dan bahan yang umum digunakan dalam pengujian adalah mesin
cuci jenis silinder yang berputar bolak-balik. Wadahnya mempunyai diameter dala
50-61 cm dengan disertai tiga buah sirip selebar kira 7,5 cm terpencar sepanjang
bagian dalam dari alat pencuci. Alat pencuci berputar dengan kecepatan 5-10
putaran sebelum membalik dengan saluran masuk air yang cukup besar. Untuk
pengisian mesin cuci sampai permukaan air setinggi 20 cm selama kurang dari satu
menit.
Dalam pengujian stabilitas ini dipergunakan empat cara pencucian yang
bervariasi dari kondisi pencucian yang paling berat sampai yang paling ringan dan
dimaksudkan untuk mencakup semua kondisi pencucian baik pencucian secara
komersil maupun pencucian dengan tangan. Pengeringan dilakukan dengan lima
macam cara pengeringan yang mencakup semua pengeringan baik pengeringan
secara komersil maupun pengeringan dalam rumah tangga. Jarak tanda pada
contoh uji pada contoh uji menurut arah lusi dan pakan (jeratan dan jajaran untuk
kain rajut) sebelum dan sesudah pencucian diukur.

5.3 Alat dan Bahan


5.3.1 Pengujian Perubahan Dimensi Pada Kain Tenun
(SNI ISO 5077:2011)
a. Alat
• Mesin cuci tipe A
• Pengering putar
• Deterjen tanpa pemutih optik yang sesuai dengan standar ECE
• Natrium perborat tetrahidrat
• Kain pemberat
• Pengering listrik tekanan datar
• Alat bantu pengering tetes dan pengering gantung
• Rak pengering kasa
• Mistar atau alat ukur
• Meja datar
b. Bahan
• Kain Contoh Uji Tenun

41
5.4 Cara Kerja
5.4.1 Pengujian Perubahan Dimensi pada Kain Tenun
a. Contoh uji disiapkan dengan ukuran sekurang-kurangnya 50 cm x 50 cm
b. Kain contoh uji dibentangkan pada meja datar tanpa tekanan atau tegangan
dan bebas dari kerutan. Membuat 3 tanda masing – masing sejajar dengan
arah lusi dan pakan.
c. Memilih salah satu cara kerja pencucian yang akan digunakan;
d. Kain contoh uji yang telah dipersiapkan dimasukkan ke dalam mesin cuci
dan ditambahkan kain pemberat sampai total berat kering sesuai dengan
persyaratan yang dibutuhkan. Menambahkan deterjen 1-3 g/l dengan
perkiraan ketebalan buih tidak lebih dari 3 cm pada waktu mesin berputar.
Kesadahan air tidak melampaui 5 ppm. Bila digunakan;
e. Setelah pemerasan putar terakhir selesai,contoh uji dipindahkan dengan
hati-hati, dan dikeringkan dengan salah satu cara pengeringan;
f. Bila contoh uji akan dikeringkan dengan cara pengeringan tetes, mesin
dihentikan tepat sebelum pemerasan putar terakhit. Kain contoh uji
dipindahkan dengan hati-hati, kemudian dikeringkan dengan cara
pengeringan tetes;
g. Kain contoh uji yang telah selesai dicuci dikondisikan dan dikeringkan dalam
ruang standar sampai mencapai keseimbangan lembab;
h. Jarak-jarak yang ditandai diukur kembali dan dcatat hasilnya sebagai
panjang dan lebar akhir.
5.5 Data Percobaan dan Perhitungan
5.5.1 Pengujian Perubahan Dimensi Pada Kain Tenun
Lusi Pakan
No
Awal (cm) Akhir (cm) Awal (cm) Akhir (cm)

1 35 34 35 33,8

2 35 34 35 33,8

3 35 34 35 33,8

a. Perubahan Panjang Lusi


𝒑𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓−𝒑𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝒂𝒘𝒂𝒍
% Perubahan Panjang Lusi = 𝒑𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝒂𝒘𝒂𝒍
X 100%
34−35 𝑐𝑚
1. % Perubahan Panjang Lusi 1 = 35
x 100%

= -2,8%
34−35 𝑐𝑚
2. % Perubahan Panjang Lusi 2 = x 100%
35

= -2,8%
34−35 𝑐𝑚
3. % Perubahan Panjang Lusi 3 = 35
x 100%

= -2,8%

42
−2,8% + −2,8% + −2,8%
❖ Rata – rata % perubahan Panjang Lusi = 3

= -2,8%

b. Perubahan Panjang Pakan


𝑳𝒆𝒃𝒂𝒓 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 − 𝑳𝒆𝒃𝒂𝒓 𝒂𝒘𝒂𝒍
% Perubahan Panjang Pakan = 𝑳𝒆𝒃𝒂𝒓 𝒂𝒘𝒂𝒍
X 100%

33,8−35 𝑐𝑚
1. % Perubahan Panjang Pakan 1 = 35
x 100%

= -3,5%

33,8−35 𝑐𝑚
2. % Perubahan Panjang Pakan 2 = 35
x 100%

= -3,5%

33,8 −35 𝑐𝑚
3. % Perubahan Panjang Pakan 3 = 35
x 100%
= -3,5%
−3,5% + −3,5% + −3,5%
❖ Rata – rata % perubahan Panjang Pakan = 3

= -3,5%

5.6 Diskusi
Cara uji perubahan ukuran yang umum digunakan yaitu dapat menggunakan
SNI ISO 6330, ISO 6330. Pada hasil pengujian pada kain tenun mengalami
mengkeret, karena hasilnya negatif. Pada bagian lusi lebih besar daripada pakan
yaitu sebesar -3,5%. Mengkeret pada bagian lusi ini disebabkan karena
relaxation shrinkage yaitu ketika proses pertenunan, benang-benang yang
ditenun terutama benang lusi mengalami tegangan, proses stentering dan
calendaring yang mengalami penarikan, sehingga saat proses pencucian kain
menjadi relaks, tegangannya mengendur sehingga ukuran kain cenderung ke
posisi semula yaitu mengkeret. Selain itu dapat disebabkan pula karena proses
steaming pada saat pencelupannya
5.7 Kesimpulan
Kain tenun memiliki :
- % Mengkeret lusi sebesar = -2,8%
- % Mengkeret pakan sebesar = -3,5%

43
LAMPIRAN PRAKTIKUM

44
BAB VI
PENGUJIAN KENAMPAKAN KAIN SETELAH PENCUCIAN BERULANG
6.1 Maksud dan Tujuan
6.1.1 Maksud
Mempunyai kemampuan menguji kenampakan kain
6.1.2 Tujuan
• Mengetahui perbandingan kain yang diuji dengan standar pembanding
kehalusan
6.2 Teori Dasar
Suatu kain mudah kusut atau tahan kusut, dilakukan dengan mengukur
sudut kembai kain dari lipatan. Makin besar sudut kembali dari lipatan, kain makin
tahan kusut. Prinsip pengujian kenampakan kain (SNI 08-0298-1989) mencuci
contoh kain sesuai dengan praktek pencucian rumah tangga. Disediakan
berbagai pilihan kondisi pencucian, suhu maupun cara pengeringannya. Degan
suatu cara pencahayaan dna pengamatan tertentu, kenampakan contoh kain
dibandingkan dengan standar pembanding yang menunjukakan kenampakan
kain yang halus sampai kusut.

6.3 Alat dan Bahan


6.3.1 Pengujian Kenampakan Kain Setelah Pencucian Berulang
a. Alat
• Peralatan dan bahan tekstil pada proses pencucian dan pengeringan,
tipe B atau hasil yang sama.
• Mesin pengering automatis
• Ember 9,5 L
• Detergen standar (AATCC atau IEC)
• Kain pemberat
• Ruang pengamatan
• Standar pembanding kehalusan 6 buah
b. Bahan
• Kain contoh uji
6.4 Cara Kerja
6.4.1 Pengujian Kenampakan Kain Setelah Pencucian Berulang
• 1 kali pencucian tangan
• 2 kali pencucian mesin
• Pengeringan
6.5 Data Percobaan dan Perhitungan
6.5.1 Pengujian Kenampakan Kain Setelah Pencucian Berulang
Hasil dari kain tersebut adalah SA-3 artinya Kenampakan tidak setrika, agak
kusut

45
6.6 Diskusi
Pengujian ini kain di bandingkan dengan standar kehalusan nilainya SA-3
artinya Kenampakan tidak setrika, agak kusut

6.7 Kesimpulan
Hasil dari kain tersebut adalah SA-3 artinya Kenampakan tidak setrika, agak kusut

46
LAMPIRAN PRAKTIKUM

47
DAFTAR ISI

• Moerdoko, Wibowo, S.Teks, dkk, Evaluasi tekstil bagian kimia, Institut Teknologi
Tekstil, 1975
• Hitariat , N.M. Susyami, dkk . 2005. Bahan Ajar Praktek Evaluasi Tekstil III (Evaluasi
Kain). Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.
• Alif Fathurrahman, Ryan. 2016. Jurnal Hasil Praktikum Pengujian dan Evaluasi Tekstil
III. Bandung : Politeknik STTT.
• Cara Uji Perubahan Dimensi Dalam Pencucian Kain Tenun dan Rajut Kecuali Wol., SII
No. 0123-75, Departemen Perindustrian, 1975.
• Cara Uji Tahan Air (Uji Siram) Kain, SNI 0294-1989, Badan Standardisasi Nasional.
• Cara Uji Daya Serap Bahan Tekstil (cara tetes), SNI 08-0279-1989, Badan
Standardisasi Nasional.
• Cara Uji Tahan Api Pada Bahan tekstil , SNI 08-1512-1989, Dewan Standardisasi
Nasional.
• Cara Uji Tahan Luntur Warna terhadap Pencucian Rumah Tangga dan Komersial , SNI
08-0285-1998, Badan Standardisasi Nasional.
• Cara Uji Tahan Luntur Warna terhadap Keringat, SNI 08-0287-1996, Dewan
Standardisasi Nasional.
• Cara Uji Tahan Luntur Warna terhadap Gosokan, SNI 08-0288-1989, Badan
Standardisasi Nasional.

48

Anda mungkin juga menyukai