Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCELUPAN 1

Pencelupan Sutera Dengan Zat Warna Asam dan Basa Metode Exhaust
Variasi Zat Warna Basa

disusun oleh :
Kelompok 4
1. Christina Manurung 20420077
2. Dimas Satria Wirayudha 20420078
3. Elita Yulia Rahmah 20420079
4. Faris Adiva Rahmadi 20420080
5. Ferdinand Delvian Filerry 20420081

KIMIA TEKSTIL
POLITEKNIK STTT BANDUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Hipotesis
ZW Asam
Daya celup zat warna asam dipengaruhi dengan adanya tempat-tempat positif pada
bahan. Jumlah tempat-tempat positif pada bahan dapat dipengaruhi oleh banyaknya
gugus amida dan gugus amina dalam serat yang dipengaruhi oleh keasaman larutan
celup. Oleh sebab itu, dibutuhkan zat yang dapat memberi suasana asam larutan
sehingga pencelupan dapat menghasilkan kain dengan ketuaan dan kerataan warna
optimum.
ZW Basa
Variasi konsentrasi zat warna basa berpengaruh terhadap kain sutera hasil pencelupan.
Daya celup zat warna basa terhadap kain sutera bergantung pada banyaknya gugus amin
yang bermuatan positif yang terkandung dalam tiap molekul zat warna. Sehingga
dengan memaksimalkan faktor tersebut, yaitu dengan lebih banyaknya konsentrasi zat
warna yang ditambahkan dalam larutan celup maka akan menghasilkan ketuaan dan
kerataan warna kain yang semakin baik.
1.2 Maksud dan Tujuan
 Maksud
Untuk mempelajari perencanaan dan melakukan proses pencelupan kain
Sutera menggunakan ZW asam dan basa menggunakan metode Exhaust
dengan variasi pembasah.

 Tujuan
- Untuk mengetahui pengaruh variasi pembasah pada proses pencelupan
kain sutera menggunakan zat warna asam dan basa
- Agar bisa mengevaluasi hasil pencelupan dari kerataan dan ketuaan
warna dari proses pencelupan zat warna asam dan basa yang
menggunakan metode exhaust.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 SERAT PROTEIN
Serat wol dan sutra merupakan serat protein yang strukturnya berupa polipeptida,
bersifat hidrofil dan daya serap airnya besar, moisture regain (MR) wol 16% sedang sutra
11%. Gugus amina (-NH2) dan karboksil (- COOH) pada serat protein merupakan gugus
fungsi yang berperan untuk mengadakan ikatan dengan ion zat warna berupa ikatan ionik
(elektrovalen). Serat protein umunya lebih tahan asam tapi kurang tahan suasana alkali,
sehingga pengerjaan proses pencelupannya biasa dilakukan dalam suasana asam. Dibanding
serat wol, serat sutra urang tahan asam, pada pengerjaan dengan amonium sulfat pekat serat
akan rusak, tetapi agak lebih tahan alkali. Namun demikian dalam suasana dalam agak
alkalis dan suhu tinggi serat sutra juga akan rusak.
2.2 SERAT SUTERA
Serat sutera merupakan salah satu serat dari alam yang berasal dari hewan yaitu ulat
sutera. Ulat sutera dari telor kupu – kupu jenis Bombyx mori dan Tussah. Serat sutra
merupakan satu – satunya serat alam yang berbentuk filament. Serat sutera berasal dari
filamen yang berasal dari kelenjar ludah ulat sutera yang disemprotkan dari mulut ulat dan
membentuk lapisan demi lapisan sampai ulat terperangkap didalamnya dan membentuk
lapisan pelindung yang disebut dengan kepompong.
Kepompong beserta filamen yang melapisinya disebut dengan kokon. Ulat sutera di
dalam kepompong berubah menjadi pupa. Pembentukan kepompong berlangsung sekitar
dua hari. Seminggu kemudian pupa didalam kepompong berubah menjadi kupu-kupu dan
mengeluarkan cairan yang bersifat basa, sehingga kepompong melunak dan kupu – kupu
dapat keluar menembus kepompong, kepompong yang berasal dari kupu – kupu Tussah
saat membuat kepompong meninggalkan lubang yang ditutup dengan perekat, sehingga
saat kupu-kupu dewasa dan keluar dari lubang tersebut tanpa merusak filament nya.
Pengambilan serat dilakukan dengan jalan menguraikan kokon dengan alat yang disebut
mesin Reeling.

*) Komposisi Serat Sutera

Komposisi sutera mentah adalah sebagai berikut :


- Fibroin (serat) .............…76 %
- Serisin (perekat) ............. 22 %
- Lilin ................................ 1,5%
- Garam-garam mineral .....0,5%
Fibroin dan serisin kedua-duanya adalah protein yang tidak mengandung belerang.
Susunan kimianya berbeda dan sifat-sifat fisikanyapun berbeda pula.
-) Serisin
Serisin adalah protein albumin yang tidak larut dalam air dingin, tetapi menjadi
lunak didalam air panas dan larut didalam larutan alkali lemah atau sabun. Serisin
menyebabkan serat sutera mentah pegangannya. kaku dan kasar, dan merupakan pelindung
serat selama pengerjaan mekanik. Supaya kain sutera menjadi lembut, berkilau dan dapat
dicelup, serisinnya harus dihilangkan, biasanya dilakukan dengan pemasakan didalam
larutan sabun. Dalam pamasakan ini lilin dan garam-garam mineral ikut dihilangkan.
-) Fibroin
Fibroin adalah protein yang tidalk larut didalam alkali lemah dan sabun. Protein
terdapat didalam zat-zat hidup dan mungkin merupakan bagian yang terpentiug. Protein
merupakan molekul rantai yang dibentuk oleh gabumgan asam-asam amino membentuk
rantai polipeptida. Hidrolisa polipeptida akan menghasilkan satuan-satuan asam amino.
Asam amino adalah suatu senyawa yang mempunyai gugus-gugus asam maupun basa yang
terikat pada atom karbon yang sama dan mempunyai rumus NH2CHRCOOH. ·
Perbedaan antara bermacam-macam protein ditimbulkan oleh variasi gugus samping
R yang terikat pada rantai utamanya.
Telah dikenal lebih dari 20 asam amino dengan gugus samping yang berbeda-beda,
sehingga memungkinkan banyak sekali variasi susunan polipeptida.
Fibroin terutama tersusun oleh asam-asam amino sebagai berikut :
- Glisin dengan gugus samping-H ........... 43,8%
- Alanin dengan gugus samping-CH3 ....... 26,4%
- Serin dengan gugus samping-CH2OH .......12,6%
- Tirosin dengan gugus samping-CH2C6H4OH ..... 10,6%
Sisanya. terdiri dari asam-asam amino yang lain.
Filamen sutera mentah terdiri dari dua serat fibroin yang taerbungkus didalam
serisin. Lebar filamen tidak rata dan menunjukan banyak ketidakrataan permukaannya
seperti garis-garis dan lipatan-lipatan. Setiap filamen sutera mentah mempunyai penampang
lintamg hampir lonjong dan dua serat berbentuk segitiga terletak didalamnya dengan salah
satu sisi dari masing-masing serat terletak berdekatan.
*) Sifat-sifat serat
-) Sifat-sifat fisika
Dalam keadaan kering kekuatan serat sutera 4 - 4,5 gram per denier dengan mulur
20 - 25 persen dan dalam keadaan basah kekuatannya 3,5 - 4,0 gram per denier
dengan mulur 25 - 30 persen. Serat sutera dapat kembali kepanjang semula setelah mulur 4
persen, tetapi kalau mulurnya lebih dari 4 persen pemulihamnya lambat dan tidak kembali
ke panjang semula.
Moisture regain sutera meitah 11 persen, tetapi setelah dihilangkan serisinnya
menjadi 10 persen. Sifat khusus dari sutera adalah bunyi gemerisik (scroop) yang timbul
apabila serat saling bergesekan. Sifat ini bukan sifat pembawsaan sutera, tetapi merupakan
hasil pengerjaan dengan larutan asam encer, yang mekanismenya belum diketahui. Berat
jenis sutera mentah 1,33 dan sutera yang telah dihilangkan serisinnya 1,25.
Untuk mengimbangi kehilangan 'berat serisin, sutera."diberati" dengan cara
merendamnya didalam larutan ggaram-garam timah dalam asam. Pemberatan juga
mengembalikan pegangan dan sifat menggantung kain sutera. Tetapi dengan adanya ion-
ion logam akan mengurangi kekuatan serat dan mempercepat kerusakan serat karena sinar
matahari.
-) Sifat-sifat kimia
Seperti protein-protein lain sutera bersifat amfoter dan menyerap asam dan basa dari
larutan encer.
Sutera mempunyai titik iso elektrik 3,6. Sutera tidak mudah diserang oleh larutan
asam encer hangat, tetapi larut danrusak didalam asam kuat. Dibanding dengan wol, sutera
kurang tahan asam tetapi lebih tahan alkali meskipun dalam konsentrasi rendeh, pada suhu
tinggi akan terjadi kemunduran kekuatan. Suterataham terhadap semua pelarut organik,
tetapi larut didalam kuproamoniumhidroksida dan kupri etilena diamina.
Sutera kurang tahan terhadap zat-zat oksidator dan sinar matahari dibandingkan
dengan serat selulosa atau serat buatan, tetapi lebih tahan terhadap serangan secara biologi
dibanding dengan serat-serat alam yang lain.
2.3 ZAT WARNA ASAM
Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam airkarena mempunyai gugus
pelarut sulfonat atau karboksilat dalam struktur molekulnya. Gugus-gugus tersebut juga
berfungsi sebagai gugus fungsi untuk mengadakan ikatan ionik dengan tempat.tempat
positif dalam serat wol atau sutera.
Zat warna asam yang mempunyai 1 gugus sulfonat dalam struktur molekulnya
disebut zat warna asam monobasik, yang mempunyai 2 gugus sulfonat disebut zat warna
asam dibasik dan seterusnya.
Karena gugus pelarut zat warna asam dibasik lebih banyak gugusnya pelarutnya,
maka kelarutannya makin tinggi, akibatnya pencelupannya menjadi lebih mudah rata, tetapi
tahan luntur hasil celupan terhadap pencuciannya akan berkurang. Dibandingkan dengan
zat warna asam monobasik, jumlah maksimum zat warna asam dibasik yang dapat terserap
oleh wol dan sutera menjadi lebih kecil, terutama bila suasana larutan celup kurang begitu
asam, karena dalam kondisi seperti itu tempat-tempat positif pada bahan terbatas. Jadi
untuk pencelupan warna tua dalam kondisi tersebut sebaiknya digunakan zat warna asam
monobasik.
*) Mekanisme Pencelupan Zat Warna Asam
Mekanisme terbentuknya tempat-tempat bermuatan positif pada bahan adalah
sebagai berikut :
-) Pada suasana netral (pH = 7)
Bila serat sutera dimasukkan ke dalam air pada suasana netral sebagian akan
terionisasi sebagai berikut :
HOOC----Sutera----NH2  OOH----Sutera----N+H3
-) Pada suasana Asam
Bila kedalam larutan celup ditambahkan asam, maka terbentuk muatan positif yang
nyata pada serat, akibat adanya ion H+ yang terserap gugus amina dari sutera.
HCl  H+ + Cl
HOOC----Sutera----N+H3 + H+ + Cl  HOOC----Sutera----N+H3….Cl
2.4 ZAT WARNA BASA
Dalam bentuk basa, zat warna basa termasuk zat warna yang tidak larut, tetapi
dalam larutan yang bersifat asam zat warna akan berubah menjadi bentuk garam yang
mudah larut.
ZW-NH2 + HCl  ZW-NH2+ + Cl
Tidak larut larut
Zat warna basa secara secara alami bersifat kationik, sehingga dapat digunakan
untuk mencelup serat akrilat, wool, sutera, dan nylon, dimana zat warna basa akan
berikatan secara ionik dengan gugus-gugus sulfonat atau karboksilat yang ada dalam serat
sehingga tahan lunturnya cukup baik.
*) Sifat-sifat Zat Warna Basa
1. Kelarutan zat warna basa sangat bergantung pada pH larutan celup (pH makin
rendah, kelarutan makin tinggi).
2. Ukuran molekul zat warna basa relatif paling kecil, sehingga bila dibandingkan
dengan zat warna organik lainnya zat warna basa merupakan zat warna paling
cerah.
3. Daya celup zat warna basa sangat bergantung pada banyaknya gugus amin yang
bermuatan positif yang terkandung dalam tiap molekul zat warna. Mengingat
terbatasnya tempat-tempat yang bermuatan negatif (gugus karboksil atau sulfonat)
dalam serat sutera, maka untuk zat warna basa yang tiap molekulnya mengandung
gugus amin (muatan positif) lebih banyak akan lebih sedikit jumlah maksimum zat
warna basa yang dapat diikat serat sutera, dan sebaliknya.
*) Mekanisme Pencelupan Sutera dengan Zat Warna Basa
Adanya gugus-gugus karboksil pada serat sutera memungkinkan sutera dicelup
dengan zat warna basa, karena dpata membentuk ikatan ionik antara serat dan zat warna
adalah ikatan ionik.
Sebagaimana sifat zat warna yang berikatan ionik dengan serat, maka migrasi zat
warna dalam serat agak sukar, terutama ketika melakukan pencelupan warna muda. Oleh
karena itu, pencelupan warna muda relatif akan lebih sukar rata dibandingkan pencelupan
warna tua, dimana pada pencelupan warna tua masalah sukarnya migrasi zat warna akan
agak tertutup oleh adanya penurunan laju penyerapan zat warna.
*) Efek pH Larutan Celup
Untuk menjamin terbentuknya kation zat warna basa (seluruh zat warna basa larut
sempurna) maka pencelupan perludilakukan dalam suasana asam. pH larutan celup paling
optimal adalah 4,5. Bila berlebih, hasil celup akan lebih muda dan kurang rata. Bila kurang,
kerataan warna baik namun warna lebih muda dan ada kemungkinan terjadi penurunan
kekuatan bahan yang dicelup.
*) Efek Suhu Pencelupan
Pada pencelupan sutera dengan zat warna basa suhu pencelupan sebaiknya
dilakukan ridak melebihi 80°C dan sebaiknya dilakukan penahanan suhu selama 10 hingga
30 menit.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
ZW Asam
Alat :
- Piala porselen
- Gelas piala
- Gelas ukur
- Pipet
- Pengaduk
- Timbangan
- Gunting
- Bunsen

Bahan :
- Zat warna asam
- Asam asetat
- Pembasah
- NaCl
- Perata anionik
- Sabun
ZW Basa
Alat :
- Piala porselen
- Gelas piala
- Gelas ukur
- Pipet
- Pengaduk
- Timbangan
- Gunting
- Bunsen
Bahan :
- Zat warna basa
- Asam asetat
- Pembasah
- Perata zat warna basa
- Sabun

3.2 Diagram alir

Persiapan Proses
Pencelupan Evaluasi

Proses Proses
Pencelupan Penyabunan
3.3 Resep
Resep Pencelupan standard
 Asam

Resep Pencelupan ZW Asam Standar


ZW Asam 2% owf
As. Asetat 30% 3 ml/l
NaCl 40 g/l
Vlot 1 : 10
Waktu 60 menit
Suhu optimum 90°C

 Basa

Resep Pencelupan ZW Basa Standar


ZW Basa 0,5 – 1 – 1,5 – 2 (%) owf
Wetting Agent 1 ml/l
As. Asetat 30% 3 g/l (pH = 4,5)
Natrium Asetat 2 g/l
Pendispersi non- 0,5 g/l
ionik
Vlot 1 : 10
Waktu 60 menit
Suhu optimum 80°C

Resep Pencucian standar

Resep Cuci Sabun Standar

Sabun 1 g/l

Vlot 1 : 20

Soda ash 0,5 g/l

Waktu 15 menit

Suhu 60°C
optimum
Perhitungan Resep Pencelupan

a. Zat Warna Asam Standar


Berat bahan = 30 g
Vlot = 10 x 30 g = 300 ml

ZW Asam = x 30 g = 0,6 g = 0,6 ml

Asam asetat 30% = x 300 ml = 0,9 ml

NaCl = x 300 ml = 12 g/l = 12 ml

Kebutuhan Air = 300 - 0,6 – 0,9 – 12


= 286,5 ml
b. Zat Warna Basa Standar
Berat bahan = 30 g
a) Variasi 1
Vlot = 10 x 30 g = 300 ml

ZW Basa = x 30 g = 0,15 g = 0,15 ml

Wetting agent = x 300 ml = 0,3 ml

Asam asetat 30% = x 300 ml = 0,9 g = 0,9 ml

Natrium asetat = x 300 ml = 0,6 g/l = 0,6 ml

Pendispersi non ionik = x 300 ml = 0,15 g/l = 0,15 ml

Kebutuhan Air = 300 – 0,15 – 0,3 – 0,9 – 0,6 – 0,15


= 297,9 ml
b) Variasi 2
Vlot = 10 x 30 g = 300 ml

ZW Basa = x 30 g = 0,3 g = 0,3 ml


Wetting agent = x 300 ml = 0,3 ml

Asam asetat 30% = x 300 ml = 0,9 g = 0,9 ml

Natrium asetat = x 300 ml = 0,6 g/l = 0,6 ml

Pendispersi non ionik = x 300 ml = 0,15 g/l = 0,15 ml

Kebutuhan Air = 300 – 0,3 – 0,3 – 0,9 – 0,6 – 0,15


= 297,75 ml
c) Variasi 3
Vlot = 10 x 30 g = 300 ml

ZW Basa = x 30 g = 0,45 g = 0,45 ml

Wetting agent = x 300 ml = 0,3 ml

Asam asetat 30% = x 300 ml = 0,9 g = 0,9 ml

Natrium asetat = x 300 ml = 0,6 g/l = 0,6 ml

Pendispersi non ionik = x 300 ml = 0,15 g/l = 0,15 ml

Kebutuhan Air = 300 – 0,45 – 0,3 – 0,9 – 0,6 – 0,15


= 297,6 ml
d) Variasi 4
Vlot = 10 x 30 g = 300 ml

ZW Basa = x 30 g = 0,6 g = 0,6 ml

Wetting agent = x 300 ml = 0,3 ml

Asam asetat 30% = x 300 ml = 0,9 g = 0,9 ml

Natrium asetat = x 300 ml = 0,6 g/l = 0,6 ml


Pendispersi non ionik = x 300 ml = 0,15 g/l = 0,15 ml

Kebutuhan Air = 300 – 0,6 – 0,3 – 0,9 – 0,6 – 0,15


= 297,45 ml

Resep Cuci Sabun Standar

Vlot = 20 x 30 g = 600 ml

Sabun = x 600 ml = 0,6 g = 0,6 ml

Soda ash = x 600 ml = 0,3 g = 0,3 ml

Kebutuhan Air = 600 - 0,6 – 0,3

= 599,1 ml
3.4 Skema Proses
ASAM
BASA

3.5 Fungsi zat


ZW Asam = Zat Warna yang dapat mencelup serat protein
ZW Basa = Zat Warna yang dapat mencelup serat protein
As. Asetat 30% = Mendapatkan suasana asam agar bermuatan positif
(Asam)Melarutkan zat warna (Basa)
NaCl = Mendorong penyerapan zat warna/sebagai perata
Natrium Asetat = Memperkecil kelarutan ZW agar memiliki tahan
luntur tinggi
Pendispersi Non-Ionik = Meratakan hasil celup (Basa)
Sabun = Menghilangkan ZW yang menempel di permukaan
kain
Soda Ash = Membersihkan kotoran yang menempel pada kain
Wetting Agent = Meratakan dan mempercepat proses pembasahan
kain
3.6 Langkah Kerja
ZW Asam
Langkah kerja atau prosedur praktikum pencelupan kain sutera dengan zat warna
asam adalah sebagai berikut :
1. Kain ditimbang beratnya dan dihitung resep pencelupan dan pencucian.
2. Larutan celup disiapkan.
3. Kain dicelup selama 60 menit pada suhu 90 oC.
4. Kain dicuci dengan pencucian standar selama 15 menit pada suhu 60oC.
5. Kain dikeringkan lalu disiapkan untuk evaluasi.

ZW Basa

Langkah kerja atau prosedur praktikum pencelupan kain sutera dengan zat warna
basa adalah sebagai berikut :
1. Kain ditimbang beratnya dan dihitung resep pencelupan dan pencucian.
2. Larutan zat warna basa disiapkan dengan didispersikan pada pelarut air yang
ditambahkan dengan asam asetat sebagai pemberi suasana asam, natrium asetat
sebagai buffer yang menyangga larutan, dan zat pendispersi nonionik.
3. Larutan celup disiapkan.
4. Kain dicelup selama 60 menit pada suhu 80oC.
5. Kain dicuci dengan pencucian standar selama 15 menit pada suhu 60oC.
6. Kain dikeringkan lalu disiapkan untuk evaluasi.
BAB IV
EVALUASI
4.1 Evaluasi
 Ketuaan Warna

Kain Variasi Orang ke- Total


ZW Basa 1 2 3 4 5
Kain 1 0,5 ml/l 1 1 1 1 1 5
Kain 2 1 ml/l 2 2 2 2 2 10
Kain 3 1,5 ml/l 3 3 3 3 3 15
Kain 4 2 ml/l 4 4 4 4 4 20
 Kerataan Warna

Kain Variasi Orang ke- Total


ZW Basa 1 2 3 4 5
Kain 1 0,5 ml/l 4 4 4 4 4 20
Kain 2 1 ml/l 3 3 3 3 3 15
Kain 3 1,5 ml/l 1 2 2 1 2 8
Kain 4 2 ml/l 2 1 1 2 1 7
Grafik Ketuaan dan Kerataan Warna :

Grafik Ketuaan dan Kerataan Warna


25

20

15
Nilai

10 Ketuaan Warna
Kerataan Warna
5

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Variasi ZW Basa

Diskusi :

 Ketuaan Warna

Jadi jika dilihat dari grafik ketuaan warna, bahwa semakin bertambah zw basa yang
dimasukkan, maka semakin tua warna yang dihasilkan. Tetapi, jika dilihat dari resep
standard, maka warna yang memiliki ketuaan warna yang pas atau sesusai dengan
kebutuhan yaitu pada zw basa sebesar 2% owf.

 Kerataan Warna

Pada kerataan warna dapat disimpulkan bahwa semakin sedikit zw basa maka akan
berkurang rata warna yang dihasilkannya. Tetapi disini zw basa sebenarnya tidak
berpengaruh dengan kerataan warna, yang berfungsi yaitu wetting agent dan NaCl yang
dapat mendorong penyerapan warna karena variasi zw basa yang tidak memiliki NaCl
didalam resepnya, maka kurang rata hasil celup yang dihasilkan pada percobaan ini.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan pengujian dan hasil evaluasi yang diperoleh maka, dapat
disimpulkan bahwa zw basa sangat berpengaruh terhadap hasil ketuaan warna. Hasil
evaluasi menunjukkan ketuaan warna terbaik pada variasi zw basa 2% owf atau sesuai
dengan resep standard yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai