JUDUL
Identifikasi Zat Warna pada Golongan I di Serat Protein
Wool merupakan serat yang berasal dari bulu biri-biri atau binatang
berbulu lainnya. Serat wool dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu wool
halus, wool sedang, dan wool kasar. Wool halus bersifat lembut, kuat elastik,
dan keriting sehingga dapat dibuat benang halus. Wool sedang umumnya
dihasilkan dari bulu biri-biri yang berasal dari Inggris. Serat lebih kasar, lebih
panjang, dan lebih berkilau dari wool halus. Wool kasar kebanyakan
dihasilkan oleh biri-biri yang hidup dalam kondisi primitif. Warna serat wool
lebih bervariasi dari putih hingga hitam.
Apabila dilihat dari mikroskop, serat wol mirip dengan rambut manusia,
bersisik menghadap keatas. Terdisi dari protein yang dibentuk dari karbon,
hidrogen, oksigen dan belerang. Bentuk penampang lintang serat wool
bervariasi dari bulat sampai lonjong. Penyimpangan dari bentuk bulat
biasanya dinyatakan dengan perbandingan antara sumbu panjang dengan
sumbu pendek. Perbandingan tersebut untuk bermacam-macam wool
mempunyai harga tetap.
3.2 Sutera
Sutera adalah serat yang diperoleh dari sejenis serangga yang
disebut lepidoptera. Serat sutera adalah satu-satunya serat alam yang
berbentuk filament dihasilkan dari kepompong ulat sutera. Jenis serat sutera
yang terbaik ialah yang berasal dari kepompong ulat sutera jenis bombyx
mori. Jenis serat sutera lain diperoleh dari ulat sutera liar yaitu jenis ulat
sutera tusah, serat sutera yang dihasilkan lebih kasar dan sulit diwarnai.
Ulat sutera mengeluarkan zat sutera (fibroin) dari mulutnya
membentuk filament. Filament tersebut dibalut oleh zat perekat (serisin). Bila
terkena udara fibroin dan serisin akan mengeras. Keadaan tersebut terjadi
dari dalam dan menambah lapisan demi lapisan sehingga membentuk
lapisan pelindung yaitu kepompong.
Pembentukan kepompong berlangsung selama 2 hari.
Proses pengolahan kepompong dilakukan dengan cara yaitu
sejumlah kepompong direndam dalam air panas supaya serisinnya melunak
untuk memudahkan melepaskan filament dari kepompong. Kepompong
disikat untuk menemukan ujung filament, kemudian diperoleh sutera mentah.
Sutera mentah selanjutnya dimasak dengan air sabun untuk menghilangkan
serisinnya, sehingga sutera menjadi lunak, berwarna putih, berkilau, dan
mudah menyerap pewarna.
Sutera mentah tersusun oleh 76 % protein fibroin (serat), 22 %
protein serisin (perekat), 1,5 % lilin dan 0,5 % garam-garam mineral. Serisin
adalah protein yang melindungi serat dari kerusakan, namun pada proses
penyempurnaan serat sutera, protein ini dihilangkan dengan pemasakan.
Fibroin merupakan protein yang menjadi bagian utama dari serat. Filament
sutera mentah terdiri atas dua serat fibroin yang terbungkus di dalam serisin.
Penampang serat
a. Membujur
Serat sutera tusah memiliki penampang membujur bergaris-garis
dengan lebar tidak merata. Serat sutera anaphe mempunyai bentuk
bergaris-garis pada jarak tertentu sepanjang serat.
b. Melintang
Penampang lintang serat sutera tusah berbentuk pasak. Penampang
lintang serat sutera anaphe berbentuk segitiga yang melengkung.
Penampang lintang serat sutera bombyx mori berbentuk segitiga dengan
sudut-sudut yang membulat. (Lihat Gambar b ).
Empat sifat dasar yang harus dimiliki oleh zat warna agar dapat
dipakai sebagai pewarna warna bahan tekstil adalah
a. Mempunyai intensitas warna yang kuat.
b. Sebaiknya dapat larut dalam media air, atau bila zat warnanya termasuk
golongan zat warna yang tidak larut maka harus dapat didispersikan atau
ketika dipakai (dalam proses pencelupan atau pencapan) dapat dirubah
dulu menjadi larut.
c. Punya kemampuan untuk dapat diserap oleh bahan (substantifitasnya
baik) dan dapat berikatan dengan serat . Mempunyai ketahanan luntur
yang memadai
Untuk mendapatkan sifat-sifat tersebut dapat diatur sedemikian rupa
dengan cara merekayasa struktur molekulnya dan mengatur kondisi proses
pemakaian. Namun demikian sifat-sifat khas suatu zat warna maupun sifat
dalam pemakaiannya seperti corak dan kecerahan warna, kelarutan,
kemampuan beragregrasi, substantifitas, ketahanan luntur dan kestabilannya
pada kondisi proses tertentu sangat tergantung pada struktur zat warna.
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Teori Witt hanya dapat
dipakai pada zat warna jenis azo, nitro atau antrakwinon, tetapi tidak dapat
digunakan untuk menerangkan zat warna trifenil metan.
Zat warna yang mungkin digunakan pada serat protein antara lain :
Zat Warna Direk, Zat Warna Asam, Zat Warna Basa, Zat Warna Bejana, Zat
Warna Naftol dan Zat Warna Reaktif. Zat warna yang biasa digunakan untuk
mencelup serat protein dapat digolongkan menjadi:
VIII. PEMBAHASAN
8.1 Zat Warna Direk
Pada percobaan pengamatan ini untuk menentukan uji zat warna
direk. Contoh uji dilarutkan kedalam amonia NH4OH 10% dan didihkan.
Filtrat yang didapat dibagi dua untuk uji penentuan asam dan direk. Filtrat
yang telah dipisahkan di tambahkan kain kapas, serat wool dan akrilat dan
ditambahkan NaCl.
Lunturan yang berwarna akan masuk kedalam kain kapas, serat wool
dan akrilat karena ada penambahan NaCL, dapat dianalisis bahwa NaCL
adalah elektrolit yang mendorong zat warna masuk kedalam kain kapas,
serat wool dan akrilat saat di panaskan.
Uji penentuan juga dilakukan dengan cara menggunakan contoh uji
baru ditambahkan 2 ml NaOH 5% didihkan dan di tambahkan kapas dan
didihkan lagi.
Evaluasi yang didapat adalah pada penentuan zat warna direk kapas
akan tercelup lebih tua. Karena zat warna direk substantif terhadap serat
kapas daripada serat wool dan akrilat. Hal tersebut terjadi karena adanya
ikatan hidrogen pada zat warna dengan sel-OH dan banyaknya molekul
yang terkonjugasi dalam struktur molekul zaat warna, resonansinya akan
semakin besar pada zat warna akan semakin tua karena resonansi adalah
pemberi warna pada zat warna, elektron berpindah-pindah sehingga energi
yang diserap lebih banyak.
Reaksi yang terjadi :
8.2 Zat Warna Asam
Pada penentuan identifikasi zat warna asam digunakan filtrat yang di
dapat dari uji penentuan direk. Filtrat yang di dapat harus diubah
suasananya dalam suasana asam yaitu dengan penambahan asam asetat
10% dengan uji lakmus biru. Lakmus biru akan berubah menjadi merah
setelah penambahan asam astetat 10% 5-6 ml.
Pada percobaan dapat ditambahkan H2SO4 dan larutan yang
digunakan lebih sedikit dibandingkan asam asetat. Identifikasi zat warna
asam dapat bekerja dengan baik untuk mewarnai serat dalam suasana
asam. Pada suasana asam ditambahkan kain kapas, serat wool dan akrilat
dan di panaskan.
Evaluasi yang di dapat adalah serat wool akan tercelup lebih tua
dibandingkan kain kapas dan serat akrilat karena adanya ikatan ionik pada
struktur zat warna dengan struktur wol.
Reaksi yang terjadi :
8.3 Zat Warna Basa
Pada penentuan identifikasi zat warna basa digunakan alkohol
sebagai zat untuk melunturkan, contoh uji ditambahkan 3 ml alkohol
dipanaskan, ditambahkan serat akrilat.
Evaluasi yang di analisis adalah serat akrilat akan tercelup lebih tua
dibandingkan kain kapas dan wool. Karena zat warna basa akan berikatan
secara ionik dengan gugus-gugus sulfonat atau karboksilat yang ada dalam
serat.
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan pengamatan
dengan kesimpulan :
a. Contoh uji no 80 adalah zat warna Basa karena akrilat tercelup tua
b. Contoh uji no 87 adalah zat warna Direk karena kapas tercelup tua
c. Contoh uji no 67 adalah zat warna Asam karena wool tercelup tua