Serat Protein
Serat wol dan sutra merupakan serat protein yang strukturnya berupa
polipeptida, bersifat hidrofil dan daya serap airnya besar, moisture regain (MR)
wol 16 % sedang sutra 11 %. Gugus amina (–NH 2) dan karboksil (-COOH) pada
serat protein merupakan gugus fungsi yang berperan untuk mengadakan ikatan
dengan ion zat warna berupa ikatan ionik (elektrovalen). Serat protein umumnya
lebih tahan asam tapi kurang tahan suasana alkali, sehingga pengerjaan proses
pencelupannya biasa dilakukan dalam suasana asam. Dibanding serat wol, serat
sutra kurang tahan asam, pada pengerjaan dengan asam sulfat pekat serat akan
rusak, tetapi agak lebih tahan alkali, namun demikian dalam suasana agak alkalis
dan suhu tinggi serat sutra juga akan rusak.
a) Serat Sutera
Serat sutera adalah satu-satunya serat alam yang berbentuk filament dihasilkan
dari kepompong ulat sutera. Fibroin merupakan protein yang menjadi bagian
utama dari serat, tida larut dalam alkali lemah dan sabun. Fibroin terutama
tersusun oleh asam – asam amino terdiri atas 43.8% glisin dengan gugus samping
–H, 26.4% Alanin dengan gugus samping –CH 3, 12.6% Serin dengan gugus
samping –CH2OH, 10.6% Tirosin dengan gugus samping –CH2C6H4OH, dan
sisanya terdiri dari asam – asam amino lainnya. Filament sutera mentah terdiri atas
dua serat fibroin yang terbungkus di dalam serisin.
Setelah serisin dihilangkan, serat fibroin tembus cahaya, lebar serat rata
sepanjang serat (9- 12m) dengan permukaan yang halus. Penampang lintang serat
sutera berbentuk segitiga dengan sudut-sudut yang membulat.
Dalam keadaan kering kekuatan serat sutera 4 – 4.5 g/denier dengan mulur 20
– 25 % dan dalam keadaan basah kekuatannya 3.5 – 4.0 g/denier dengan mulur 25
– 30 %. Serat sutera dapat kembali kepanjang semula setelah mulur 4%, tetapi
kalau mulurnya lebih dari 4 % pemulihannya lambat dan tidak kembali kepanjang
semula. Moiture regain sutera mentah 11%, tetapi setelah dihilangkan serisinnya
menjadi 10%. Sifat khusus dari sutera adalah bunyi gemerisik (scroop) yang timbul
apabila serat saling bergeseran. Berat jenis sutera mentah 1.33 dan sutera yang
telah dihilangkan serisinnya 1.25 g/mL.
Seperti serat – serat protein lain sutera bersifat amfoter dan menyerap asam
dan basa dari larutan encer. Sutera mempunyai titik iso elektrik 3.6. Sutera tidak
mudah diserang oleh larutan asam encer hangat, tetapi larut dan rusak didalam
asam kuat. Sutera tahan terhadap semua pelarut organik, tetapi larut dalam
kuproamonium hidroksida dan kupri etilena diamina. Sutera kurang tahan terhadap
zat – zat oksidator dan sinar matahari. Sutera lebih tahan terhadap serangan secara
biologi dibanding dengan serat – serat alam lain.
b) Serat Wool
Wool merupakan serat yang dihasilkan dari rambut biri-biri yang merupakan
serat yang halus, biasanya keriting dan tumbuh terus menerus dan dipotong tiap
tahunnya. Struktur kimia wol tersusun dari asam amino dan keratin, diantara rantai
utama terdapat ikatan silang berupa ikatan sistina/jembatan belerang.
Serat wool bersifat higroskopis, sehingga dapat menyerap uap air dari atmosfir
lembab dan dapat melepaskannya kedalam atmosfir kering. Moisture regain serat
wool kurang lebih sebesar 16 % (kondisi standar). Kekuatan serat wool pada
keadaan kering berkisar antara 1,2 – 1,7 gram per denier dengan mulur 30 – 40 %.
Dalam keadaan basah, menjadi 0,8 – 1,4 gram per denier dengan mulur 50 – 70 %.
Serat wool kurang tahan terhadap sinar matahari, karena akan menyebabkan
kemunduran kekuatan dan mulur dari serat wool tersebut (kemunduran tersebut
disebabkan karena putusnya ikatan lintang sestina).
Serat wool merupakan serat yang terdiri dari beberapa ikatan lintang, ikatan
lintang yang terpenting adalah ikatan disulfida pada sistina asam amino. Ikatan
lintang disulfida sangat menentukan sifat-sifat wool, seperti kekuatan basah,
kekakuan, dan ketidak larutan. Ikatan lintang penting lainnya adalah ‘ikatan garam’
antara gugus-gugus asam aspartik dan glutannat dengan gugus-gugus basa lisin dan
arginin. Selain itu, terdapat pula ikatan-ikatan hydrogen yang memberi gaya-gaya
antar molekul.
Seperti serat-serat protein lainnya, wool bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi
dengan asam maupun basa. Adsorpsi asam atau basa akan memutuskan ikatan
garam, tetapi dapat kembali lagi. Wool tahan terhadap asam-asam, kecuali asam
pekat panas dapat memutuskan ikatan peptide. Garam-garam yang bersifat asam
atau alkali mempunyai sifat seperti asam-asam alkali pada pH yang sesuai. Serat
wool peka terhadap zat-zat oksidator, zat-zat oksidator kuat akan merusak serat
karena putusnya ikatan lintang sistina. Proses reduksi juga dapat memutuskan
ikatan-lintang sistina.
HC N N OH HC N N OH
NaO3S
sel OH
HC N N OH
HC N N
NaO3S sel OH
Kapas tercelup
-
HOOC----Wol----NH2 OOC----Wol---N+H3
Serat protein dalam asam
HCl H+ + Cl-
HOOC ---- Wol----- N+H3 + H+ + Cl- HOOC ---- Wol----- N+H3 …. Cl-
SO3-W COOH+-W-NH3
N(CH3)2
didihkan H3C N N HC
N(CH3)2
wol tercelup
Reaksi :
R – COO- + D NH+ R – COO – NH D
Zat warna
Uji penentuan
+
[D NH] Cl- + NaOH [D NH ]+ OH- + Na
(C2H5)2 – ZW – (C2H5)2 Cl- luntur
Golongan II
Golongan II meliputi zat warna bejana, zat warna naftol dan zat warna reaktif.
1. Zat Warna Bejana
Zat warna bejana tidak larut dalam air dan tak mungkin digunakan untuk
mencelup apabila tidak diubah menjadi bentuk leuco yaitu bentuk zat warna
bejana yang tereduksi yang akan larut dalam larutan alkali, yang mempunyai
substantivitas terhadap protein sehingga dapat mencelupnya.
Reaksi :
Pembejanaan
D = C = O + Na2S2O4 + NaOH D C – ONa + H2O
O OSO3H
CIOSO3H
H H
N O N OSO3H
O N O2 SO N
H H
O NaOH OSO3H
CI Vat Blue 4
(Zat Warna Bejana) Asam Leuco
Zat Warna Bejana
OSO3Na
H
N OSO3Na
NaO3S N
H
OSO3Na
CI Solubilized Vat Blue 4
(Zat Warna Bejana Larut)
Pada larutan celup dengan suasana asam akan terbentuk muatan positif pada
serat, akibat adanya ion H+ yang terserap gugus amina dari wool atau sutera.
ZW C OSO3-
Ikatan Ionik
+
HOOC Wol N H3
Ikatan Ionik antara Zat Warna Bejana Larut dengan sutra atau Wol
Pembangkitan
D C – ONa + On D=C=O
2. Zat Warna Naftol
Zat warna Naftol merupakan zat warna yang terbentuk dalam serat pada
pencelupan dan merupakan hasil reaksi dari senyawa naftol dengan garam
Diazonium.
Sifat-sifat umum dari senyawa Naftol:
- Tidak larut dalam air,
- Luntur dalam piridin pekat mendidih,
- Bersifat poligenetik dan monogenetik,
- Karena mengandung gugus azo maka tidak tahan terhadap reduktor.
Zat warna naftol disebut juga zat warna ingrain yaitu zat warna yang tercelup
di dalam serat, dan disebut juga zat warna azoic karena memiliki kromofor azo
dan tidak larut.
Reaksi zat warna naftol dengan serat Protein :
C2 H5O
C 2 H5 O
N N N
N N N NHOCH 2CO CH 3C CO
CO
NHCONH2COCH3 C2H5 O
NHOCH2 COCH3C C2H5O +Piridin
Lunturan
CH3 CH3
Larutan + Na2S2O4 + Kapas putih + NaCl
C2H 5O
Sel OH
N N N
CO
Uji Parafin
C2 H 5 O
N N N
CO
SO3Na SO3Na
+ NaOH didihkan
O + WOL
NH2 O NH2 didihkan
SO2-CH2-SO3 -NH3+-protein-COOH
- SO2-CH2-SO3- OSO3 Na
SO3Na
O NH2
wol tercelup
SO2-CH2-SO3--NH3+-protein-COOH
O
Uji penentuan 1
SO3Na
H2SO4
Lunturan + HOOC-W-NH2
didihkan
O NH2
wol tercelup
SO2-CH2-SO3--NH3+-protein-COOH
Uji Penentuan
- Masukkan akrilat kedalam larutan ekstraksi zat warna dalam alcohol
- Apabila bahan tercelup menunjukkan zat warna basa
Uji Penentuan
- Masukkan contoh uji kedalam tabung reaksi yang berisi 1-2 ml NaOH 10%
dan 2-3 ml alcohol kemudian didihkan
- Tambahkan 2 ml air dari Na2S2O4 , didihkan kembali
- Setelah warna tereduksi masukkan kapas putih dan NaCl didihkan selama 2
menit (amati perubahan warna larutannya)
- Dinginkan, keluarkan kapas putih tersebut
- Bila kapas berwarna kuning dan berpendar dibawah sinar ultra lembayung,
menunjukkan zat warna naftol.
Uji Penentuan 1
- Masukkan contoh uji kedalam tabung reaksi yang berisi 2 ml NaOH 10%,
didihkan
- Asamkan larutan tersebut dengan H2SO4 10% (tes dengan lakmus biru)
- Masukkan wol putih, didihkan
- wol akan tercelup
Uji Penentuan 2
- Masukkan contoh uji kedalam tabung reaksi yang berisi 3 ml larutan (H2SO4
+ Na2SO4)
- Masukkan wol putih, didihkan
- Wol akan tercelup.
V. Data Pengamatan
Terlampir
VI. Pembahasan
Terlampir
VII. Kesimpulan
Terlampir