Anda di halaman 1dari 15

Proses Pencelupan Kain Kapas Dengan Zat Warna Direk Metoda

Exhaust

I. MAKSUD DAN TUJUAN


1.1 Maksud
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mempelajari perencanaan serta melakukan proses
pencelupan kain kapas dengan zat warna direk metoda exhaust serta mampu memahaminya.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara memilih zat warna dan zat pembantu
yang akan digunakan, dapat menghitung kebutuhan zat warna dan zat pembantu sesuai dengan
resep yang digunakan, mengetahui cara membuat larutan induk zat warna dan larutan pencelupan,
serta melaksanakan proses pencelupan kain kapas dengan zat warna direk metoda exhaust dan
mengevaluasi hasil proses pencelupan dengan baik dan benar.

II. TEORI DASAR


2.1.1. Proses Pencelupan
Pencelupan adalah pemberian warna pada bahan secara merata dan permanen. Metode pemberian
warna dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari jenis zat warna dan serat yang akan
diwarnai. Proses pewarnaan secara pencelupan dianggap sempurna apabila sudah tercapai kondisi
kesetimbangan, yaitu zat warna yang terserap ke dalam bahan mencapai titik maksimum.
Tahap-tahap pencelupan :
1. Migrasi
Pada tahap ini, zat warna dilarutkan dan diusahakan agar larutan zat warna bergerak
menempel pada bahan. Zat warna dalam larutan mempunyai muatan listrik sehingga dapat
bergerak kian kemari. Gerakan tersebut menimbulkan tekanan osmosis yang berusaha untuk
mencapai keseimbangan konsentrasi, sehingga terjadi difusi dari bagian larutan dengan
konsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah. Bagian dengan konsentrasi rendah terletak di
permukaan serat, yaitu pada kapiler serat. Jadi zat warna akan bergerak mendekati permukaan
serat.
2. Adsorpsi
Peristiwa difusi yang dijelaskan di atas menyebabkan zat warna berkumpul pada permukaan
serat. Daya adsorpsi akan terpusat pada permukaan serat, sehingga zat warna akan terserap
menempel pada bahan.
3. Difusi
Peristiwa ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi zat warna di permukaan serat
dengan konsentrasi zat warna di dalam serat. Karena konsentrasi di permukaan lebih tinggi,
maka zat warna akan terserap masuk ke dalam serat.
4. Fiksasi
Fiksasi terjadi karena adanya ikatan antara molekul zat warna dengan serat, yaitu ikatan
antara gugus auksokrom dengan serat.

2.1.2. Gaya-gaya Ikat pada Pencelupan


Agar supaya pencelupan dan hasil celupan baik dan tahan cuci maka gaya-gaya ikat antara
zat warna dan serat harus lebih besar dari pada gaya-gaya yang bekerja antara zat warna dan
air. Hal tersebut dapat tercapai apabila molekul zat warna mempunyai susunan atom-atom
yang tertentu, sehingga akan memberikan daya tembus yang baik terhadap serat dan pula
member ikatan yang kuat. Pada dasarnya dalam pencelupan terdapat empat jenis gaya ikat
yang menyebabkan adanya daya tembus atau tahan cuci suatu zat warna pada serat, yaitu:
a. Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan ikatan sekunder yang terbentuk karena atom hidrogen
pada gugusan hidroksi atau amina mengadakan ikatan yang lemah dengan atom
lainnya, misalnya molekul-molekul air yang mendidih pada suhu yang jauh lebih
tinggi daripada molekul-molekul senyawa alkana dengan berat yang sama.
Pada umumnya molekul –molekul zat warna dan serat mengandung gugusan-gugusan

yang memungkinkan terbentuknya ikatan hidrogen.


b. Ikatan elektrovalen
Ikatan antara zat warna dan serat yang kedua merupakan ikatan yang timbul karena
gaya tarik-menarik antara muatan yang berlawanan. Dalam air serat-serat bermuatan
negatif sedangkan pada umumnya zat warna yang larut merupakan suatu anion
sehingga penetrasi akan terhalang. Oleh karena itu perlu penambahan zat-zat yang
berfungsi menghilangkan atau mengurangi sifat negatif dari serat atau zat warna,
sehingga zat warna dan serat dapat lebih saling mendekat dan gaya-gaya non polar
dapat bekerja lebih baik. Maka pada pencelupan serat-serat selulosa perlu
penambahan elektrolit, misalnya garam dapur atau garam glauber dan pada
pencelupan serat wol atau poliamida perlu penambahan asam..
c. Gaya-gaya non polar
Pada umumnya terdapat kecenderungan bahwa atom-atom atau molekul-molekul satu
dan lainnya saling tarik menarik. Pada proses pencelupan daya tarik antara zat warna
dan serat akan bekerja lebih sempurna bila molekul-molekul zat warna tersebut
berbentuk memanjang dan datar, atau antara molekul zat warna dan serat mempunyai
gugusan hidrokarbon yang sesuai sehingga waktu pencelupan zat warna ingin lepas
dari air dan bergabung dengan serat. Gaya-gaya tersebut sering disebut gaya-gaya
Van der Waals yang mungkin merupakan gaya-gaya dispersi, London ataupun ikatan
hidrofob.
d. Ikatan kovalen
Zat warna reaktif terikat pada serat dengan ikatan kovalen yang sifatnya lebih kuat
dari pada ikatan-ikatan lainnya sehingga sukar dilunturkan. Meskipun demikian
dengan pengerjaan larutan asam atau alkali yang kuat beberapa celupan zat warna
reaktif akan meluntur.

2.2. Serat Kapas


Serat kapas merupakan jenis serat selulosa (berasal dari tumbuhan) yang dikenal sejak 1500
tahun SM, India adalah Negara tertua yang menggunakan serat kapas. Serat kapas dibawa ke
Mesir oleh Alexander Agung. Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman yang termasuk
dalam jenis Gossypium, antara lain :

a. Gossypium Arboreum (berasal dari India)


b. Gossypium Herbaceum
c. Gossypium Barbadense (berasal dari Peru)
d. Gossypium Hirsutum (berasal dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah dan Kepulauan
Hindia Barat)

Komposisi serat kapas:


Susunan Persen terhadap berat
kering
Selulosa 94
Pektat 1,2
Protein 1,3
Lilin 0,6
Debu 1,2
Pigmen dan zat-zat 1,7
lain
2.2.1 Sifat kimia serat kapas:

 Tahan terhadap penyimpanan,pengolahan dan pemakaian yang normal.


 Kekuatan menurun oleh zat pengoksidasi, karena terjadi oksi selulosa, biasanya dalam
pemutihan berlebihan, penyinaran dalam keadaan lembab atau pemanasan yang lama pada
suhu diatas 1400C.
 Kekuatan menurun oleh zat penghidrolisa, asam dapat menyebabkan terjadinya hidro-selulosa.
 Alkali berpengaruh sedikit terhadap serat, kecuali alkali kuat dengan konsentrasi yang tinggi
dapat menyebabkan penggelembungan serat.
 Kapas mudah diserang jamur dan bakteri dalam keadaan lembab dan pada suhu hangat.

2.1.2.Sifat fisika serat kapas:

 Warna tidak putih tetapi kecoklat-coklatan.


 Kekuatan serat kapas dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat.
 Kekuatan dalam keadaan basah lebih kuat dari pada dalam keadaan kering.
 Kekuatan mulur serat kapas 13-14% rata-rata 7%.
 Keliatan serat kapas relatif tinggi dibandingkan serat wol dan sutera.
 Mempunyai moisture regain 7-8%.
 Berat jenis 1.5-1.56.
 Indeks bias 1.58 dalam keadaan sejajar sumbu serat dan 1.53 melintang pada sumbu.

2.2.3. Penampang serat kapas:

 Penampang melintang

Penampang melintang serat kapas berbentuk sangat bervariasi hampir bulat tetapi pada
umumnya berbentuk seperti ginjal.

 Penampang membujur

Penampang membujur serat kapas berbentuk seperti pita terpuntir. Kedewasaan serat kapas
dapat dilihat dari tebal tipisnya dinding serat,makin dewasa makin tebal dinding seratnya,
dimana lebih besar dari setengah lumennya. Serat-serat yang belum dewasa kekuatannya
rendah dan dalam pengolahan menimbulkan banyak limbah, misalnya timbul nep yaitu
sejumlah serat yang kusut membentuk bulatan-bulatan kecil yang tidak dapat diuraikan
kembali.
Serat selulosa merupakan serat hidrofil yang strukturnya berupa polimer selubiosa, dengan
derajat polimerisasi (DP) bervariasi, contoh DP kapas sekitar 3000. Makin rendah DP daya serap
airnya makin besar, contoh : moisture regain (MR) kapas 7-8 %.
Struktur serat selulosa adalah sebagai berikut,

H OH CH 2OH
O
OH H H H H
O O O
OH H
H O H

CH2OH H OH n

Gugus –OH primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang berperan untuk mengadakan
ikatan dengan zat warna direk berupa ikatan hidrogen. Serat selulosa umumnya lebih tahan alkali
tapi kurang tahan suasana asam, sehingga pengerjaan proses persiapan penyempurnaan dan
pencelupannya lazim dilakukan dalam suasana netral atau alkali.

2.3. Zat Warna Direk

Zat warna direk adalah zat warna yang dapat mencelup serat selulosa secara langsung dengan
tidak memerlukan sesuatu senyawa mordan. Zat warna direk bersifat larut dalam air, sehingga
dapat langsung dipakai dalam pencelupan serat selulosa seperti katun, rayon dan rami. Zat warna
direk relatif murah harganya dan mudah pemakaiannya, tetapi warnanya kurang cerah dan tahan
luntur hasil celupannya kurang baik.
Zat warna direk sering disebut juga:
 Zat warna substantiv (substantivitasnya tinggi sehingga terserap baik oleh serat selulosa)
 Zat warna garam (menggunakan garam/elektrolit dalam pemakaiannya)
 Zat warna azo (umumnya berinti azo)
 Zat warna langsung (langsung memberi warna)

Zat warna direk tersebut juga zat warna substantive karena dapat terserap baik oleh selulosa, atau
zat warna garam karena dalam pencelupannya. Beberapa jenis zat warna direk dapat mencelup
serat-serap protein.

Pada dasarnya zat warna direk merupakan pewarna organik yang dalam sistem kromogennya
terdapat gugus pelarut, biasanya berupa gugus sulfonat. Struktur zat warna direk dapat
digolongkan dalam jenis azo, stilbena, tiazolum dan ftalosianina. Kebanyakan zat warna direk
termasuk jenis azo yang berupa monoazo, diazo, triazo dan poliazo, sehingga zat warna direk
umumnya tidak tahan reduktor. Terdapat pula zat warna direk khusus yang tahan luntur hasil
celupannya lebih baik, yaitu zat warna direk yang mengandung logam. Agar tidak rusak, zat warna
direk yang mengandung logam tidak boleh dipakai dalam larutan celup yang mengandung zat
pelunak air.

Struktur zat warna direk:

Na2O3S N=N N=N N=N N=N Na2O3S

H2N NH2 H2N NH2

Cl Direct Brown 44
Selain zat warna direk biasa, terdapat pula zat warna direk khusus yang tahan luntur hasil
celupannya lebih baik, yaitu zat warna direk yang mengandung logam. Agar tidak rusak, zat
warna direk yang mengandung logam tidak boleh dipakai dalam larutan celup yang mengandung
zat pelunak air.

Gugusan hidroksil dalam molekul selulosa memegang peranan penting pada pencelupanm dengan
zat warna direk. Apabila atom, hydrogen dari gugusan hidroksil tersebut diganti dengan gugusan
asetil, maka serat tak dapat dicelup dengan zat warna direk lagi. Hal tersebut disebabkan karena
gugusan hidroksil dalam molekul selulosa dapat mengadakan ikatan hidrogenk dengan gugusan-
gugusaon hidroksil ; amina dan azo dalam molekul zat warna.Pada umumnya zat warna direk
merupakan senyawa diazo yang mengandung beberapa gugusan sulfonat. Oleh meyer
dikemukakan bahwa substantivitas zat warna direk hanya terdapat pada molekul-molekul yang
berbentuk memanjang sehingga dapat terletak lurus di permukaan serat. Peristiwa dikhroisma
merupakan salah satu bukti bahwa zat warna direk memang terletak pada permukaan molekul-
molekul serat yang terorientasi sejajar dengan sumbu serat.
Maka senyawa azo yang berbentuk trans lebih substantive dari pada senyawa cis. Kemudian
Hodgson dan Mardsen menambahkan, selain molekul tersebut harus linear, maka inti-inti
aromatiknya harus pula terletak pada satu bidang. Misalnya senyawa Benzopur-purin 4B adalah
substantive, tetapi senyawa isomernya dengan inti dimetil, benzidina tidak substantive.Shcirm
berpendapat bahwa substantivitas disebabkan oleh suatu sistem ikatan rangkap yang berkoyugasi
yang kemudian oleh Hodgson dan Marsden dengan teori resonansi dimana inti-inti aromatiknya
harus terletak pada suatu bidang.Peter dan sumber menegaskan bahwa substantivitas tidak hanya
disebabkan oleh terjadinya ikatan hydrogen antara zat warna dan selulosa, tetapi jenis ikatan Van
der Waals jgua memegang peranan pentingh. Lead menguatkan teori diatas dengan
menyimpulkan bahwa afinitas ditimbulkan oleh reaksi bolak-balik antara elektron-elektron di
dalam sistem konyugasi lanjut dengan atom-atom hydrogen dari gugusan hidroksi molekul
selulosa.

2.3.1. Klasifikasi Zat Warna Direk:


Zat Warna direk dapat digolongkan berdasarkan struktur molekulnya, namun penggolongan yang
lebih umum adalah berdasarkan cara pemakaiannya, sebagai berikut :
 Zat warna direk type A
Ukuran molekulnya kecil, substantifitas kecil, mudah rata, biasa dipakai pada suhu
pencelupan 70 0C, perlu penambahan garam yang banyak dalam pencelupannya, tahan
lunturnya rendah.Untuk melarutkan zat warna pertama-tama zat warna dipastakan dengan air
dingin dan zat pembahasa nonion atau anipn; kemudian ditambahkan air yang mendidih
sambil diaduk. Sebelum dituang ke bejana celup yang berisi air, larutan induk disaring lebih
dahulu.
Apabila air agak sadah maka dapat ditambahkan kedalamnya zat penghilang kesadahan
misalnya calgon atau soda abu sebanyak 1 – 3 %$ dari berat bahan. Penambahan garam dapur
kedalam larutan celup untuk warna muda memerlukan 5 % garam dapur dari berat bahan,
warna sedang memerlukan 10% sedangkan warna tua memerlukan 20%. Bahan dari selulosa
setelah mengalami proses pengelantangan, dimasukan kedalam larutan celup pada suhu 40 –
500C. Kemudian suhu dinaikkan hingga mendidih dalam waktu 30 – 40 menit, dan diteruskan
dalam pendidihan selama 1 jam. Pad aumumnya pencelupan rata ; apabila belum rata
pencelupan dapat diteruskan dalam pendidihan selama beberapa menit.

 Zat warna direk type B


Ukuran molekul agak besar, substantifitas sedang, kerataan sedang, suhu pencelupan 80 0C,
perlu penambahan garam (tidak terlalu banyak) dalam pencelupannya, tahan luntur lebih baik
dari type A. Cara pencelupan zat warna golongan ini seperti pada zat warna golongan A,
hanya penambahan elektrolit diberikan bagian per bagian. Zat-zat aktif permukaan misalnya
Lyogen DK dapat ditambahkan untuk mengurangi kepekaan zat warna terhadpa elektrolit dan
membantu mengatur kecepatan penyerapan.
 Zat warna direk type C
Ukuran molekul zat warna lebih besar dari type B, substantifitas zat warna besar, sukar rata,
suhu pencelupan diatas 900C (umumnya pada suhu mendidih) dan tidak memerlukan
penambahan garam, tahan lunturnya lebih baik dari type B. Pencelupan zat warna golongan
ini harus dimulai pada suhu yang rendah dan tidak dengan penambahan elektrolit. Penaikan
suhu harus idlakukan dengan perlahan-perlahan kemudian diteruskan dalam pendidihan
selama 1 jam. Penambahan elektrolit mempengaruhi sedikit ke-tuaan warna dan ditambahkan
setelah larutan celup mendidih. Untuk tandingan warna hendaknya dipilih zat warna dari
golongan yang sama dan mempunyai kecepatan penyerapan yang sama pula. Pencelupan zat
warna direk dengan suhu yang tinggi akan memperbaiki daya migrasi zat-zat warna
direkgolongan B dan C, meskipun tidak dengan penambahan elektrolit. Beberpaa zat warna
direk akan rusak dalam pendidihan yang lama, oleh karena sifat mereduksi molekul-molekul
selulosa terutama pada suasana alkali.
 Zat warna direk type D
Golongan D adalah zat warna direk yang mengandung logam yang strukturnya lebih besar
dan tahan lunturnya paling baik. Untuk golongan D ini dalam larutan celupnya tidak boleh
ditambahkan zat pelunak air.

Temperature
No Sifat Self Levelling Salt Controllable
Controllable
Tergantung
1 Migrasi Tinggi Tergantung temperatur
elektrolit
Dapat dinaikan Temperatur dinaikan
2 Temperatur Langsung 1000C langsung dari 300C secara bertahap dari
ke 1000C 300C ke 1000C
Ditambahkan Ditambahkan
3 Elektrolit Ditambahkan sekaligus
sekaligus bertahap

Kebanyakan zat-zat warna direk mempunyai penyerapan maksimum di bawah 1000C dan
afinitasnya pada suhu tersebut sudah kecil lebih-lebih pada suhu diatas 1000C. Untuk
memperoleh warna yang lebih tua dan rata maka bahan setelah dicelup pada suhu diatas 100 0C,
hendaknya larutan dibiarkan mendingin hingga suhu 85 – 900C untuk menambah besarnya
penyerapan.
2.4. Faktor-faktor yang Berpengaruh
a. Pengaruh Elektrolit
Penambahan elektrolit ke dalam larutan celup akan menambah penyerapan zat warna,
walaupun kepekaan tiap zat warna berbeda-beda. Pada gambar terlihat bahan zat warna
direk A kurang peka terhadap penambahan elektrolit, sedang zat warna direk B sangat
peka. Di dalam larutan, selulosa bermuatan negatif sehingga akan menolak ion negatif dari
zat warna direk. Penambahan elektrolit akan mengurangi atau menghilangkan muatan
negatif dari serat, sehingga molekul-molekul zat warna akan tertarik oleh serat.
Semakin banyak gugusan sulfonat terkandung dalam zat warna direk tanpa penambahan
elektrolit akan mencelup dengan hasil yang sangat muda.

b. Pengaruh Suhu
Peristiwa pencelupan adalah peristiwa keseimbangan yang eksotermik. Pada suhu yang
lebih tinggi, jumlah zat warna yang dapat diserap oleh serat pada keadaan setimbang
akan berkurang. Apabila suhu dinaikkan, jumlah zat warna yang dapat terserap oleh serat
akan bertambah sampai mencapai harga tertentu, kemudian akan berkurang kembali.

c. Pengaruh Perbandingan Larutan Celup


Apabila konsentrasi zat wana di dalam larutan lebih besar, maka jumlah zat warna
yang dapat terserap juga akan bertambah. Untuk penghematan pemakaian zat warna,
maka pencelupan padaperbandingan larutan yang kecil akan lebih menguntungkan. Pada
umumnya pencelupan zat warna direk dilakukan dalam suasana netral. Penambahan
alkali lemah seperti natrium karbonat kadang-kadang dapat menghambat penyerapan zat
warna, sehingga warna lebih rata. Selain itu penambahan natrium karbonat dapat berfungsi
untuk mengurangi kesadahan air dan menambah kelarutan zat warna.
2.5. Pengerjaan Iring
Satu kejelekan dari pada zat warna direk adalah ketahanan cucinya yang kurang, untuk
memperbaikinya dapat dilakukan pengerjaan iring dengan bermacam-macam cara. Pada
prinsipnya adalah dengan cara memperbesar molekul zat warna yang telah berada dalam serat,
sehingga sukar bermigrasi.
Macam-macam pengerjaan iring :
a. Pengerjaan iring dengan kalium bichromat dengan atau tanpa tembaga sulfat
Setelah bahan dicelup dan dibilas, kemudian dikerjakan dalam larutan 1-3% kalium
bichromat dan 1-2% asam asetat 30% pada suhu 600C selama 20-30 menit. Selain
itu dapat juga dilakukan dengan 1-2% kalium bichromat 1-2% tembaga sulfat 2-4%
asam asetat 30% pada suhu 600C selama 30 menit sehingga ketahanan cuci dan sinarnya
dapat diperbaiki.
b. Pengerjaan iring dengan zat kation aktif
Zat kation aktif dalam perdagangan dikenal dengan nama Neofix C-300, amigen,
sandofix WE dan sebagainya.Zat warna tersebut akan bergabung dengan anion dan
zat warna direk membentuk molekul yang lebih kompleks, sehingga akan
memperbaiki tahan cucinya. Bahan yang telah dicelup dan dibilas kemudian
dikerjakan dalam larutan 1-3% zat kation aktif pada suhu 60oC - 70oC selama 15
menit. Pengerjaan iring dengan zat kation aktif ini dapat menurunkan ketahanan sinarnya.
III. Percobaan
3.1 Diagram Alir Proses

Persiapan Bahan

Persiapan Larutan Celup Stabilitas


Proses Pencelupan

Persiapan Alat
Bahan
Bilas Proses Iring
Serap

3.2 Skema Proses


Zat Warna
Na2CO3
Pembasah 90oC 70oC
NaCl Pengiring
Suhu

30oC
10’ 45’ 10’
o
10 40 70 90 30 C

Menit

3.3 Resep
Resep Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
Zat Warna Direk 0,02 g/L
Pembasah 1 ml/L
NaCl 40 g/L
Na2CO3 - 2 g/L
Vlot 1:20
Waktu 45 menit
Suhu 90°C

3.4 Data Percobaan


Kain 1 2 3 4
Berat Bahan 4,69 𝑔𝑟𝑎𝑚 4,60 𝑔𝑟𝑎𝑚 4,69 𝑔𝑟𝑎𝑚 4,70 𝑔𝑟𝑎𝑚
3.5 Perhitungan
1. Resep 1
Berat Bahan = 4,69 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vlot = 4,69 × 20 = 93,8 𝑚𝐿
2
Zat Warna = 100 × 93,8 = 1,876 𝑔𝑟𝑎𝑚
1
Pembasah = × 93,8 = 0,0938 𝑚𝐿
1000
40
NaCl = × 93,8 = 3,752 𝑔𝑟𝑎𝑚
1000

Na2CO3 =−
Air = 93,8 − 1,876 − 0,0938 − 3,752 = 88,0782 𝑚𝐿

2. Resep 2
Berat Bahan = 4,60 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vlot = 4,60 × 20 = 92 𝑚𝐿
2
Zat Warna = 100 × 92 = 1,84 𝑔𝑟𝑎𝑚
1
Pembasah = 1000 × 92 = 0,092 𝑚𝐿
40
NaCl = × 92 = 3,68 𝑔𝑟𝑎𝑚
1000

Na2CO3 =−
Air = 92 − 1,84 − 0,092 − 3,68 = 86,388 𝑚𝐿

3. Resep 3
Berat Bahan = 4,69 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vlot = 4,69 × 20 = 93,8 𝑚𝐿
2
Zat Warna = 100 × 93,8 = 1,876 𝑔𝑟𝑎𝑚
1
Pembasah = 1000 × 93,8 = 0,0938 𝑚𝐿
40
NaCl = 1000 × 93,8 = 3,752 𝑔𝑟𝑎𝑚
2
Na2CO3 = 1000 × 93,8 = 0,1876 𝑔𝑟𝑎𝑚

Air = 93,8 − 1,876 − 0,0938 − 3,752 − 0,1876 = 87,8906 𝑚𝐿

4. Resep 4
Berat Bahan = 4,70 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vlot = 4,70 × 20 = 94 𝑚𝐿
2
Zat Warna = 100 × 94 = 1,88 𝑔𝑟𝑎𝑚
1
Pembasah = 1000 × 94 = 0,094 𝑚𝐿
40
NaCl = 1000 × 94 = 3,76 𝑔𝑟𝑎𝑚
2
Na2CO3 = 1000 × 94 = 0,188 𝑔𝑟𝑎𝑚

Air = 94 − 1,88 − 0,094 − 3,76 − 0,1876 = 88,078 𝑚𝐿

3.6 Evaluasi

3.5.1 Sample
Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4

Tanpa iring Proses iring Tanpa iring Proses iring


pH netral pH netral pH alkali pH alkali
Tanpa Na2CO3 Tanpa Na2CO3 Dengan Na2CO3 Dengan Na2CO3

3.5.2 Penilaian

1. Ketuaan Warna
Kain
Pengamat
I II III IV
1 2 3 1 4
2 1 3 2 4
3 1 3 2 4
4 1 3 2 4
5 2 3 1 4
Σ 7 15 8 20

Jadi proses pencelupan kain kapas dengan zat warna direk metoda exhaust dari yang tercelup paling
tua warnanya, urutannya yaitu: Kain IV, Kain II, Kain III, Kain I
2. Kerataan Warna
Kain
Pengamat
I II III IV
1 3 1 4 2
2 3 1 4 2
3 3 1 4 2
4 4 1 4 2
5 3 2 4 1
Σ 16 6 20 9

Jadi proses pencelupan kain kapas dengan zat warna direk metoda exhaust dari yang tercelup paling
rata warnanya, urutannya yaitu: Kain III, Kain I, Kain IV, Kain II

IV. Diskusi
Pada percobaan pencelupan serat selulosa menggunakan zat warna direk, variasi yang
digunakan adalah variasi proses Iring dan variasi Na2CO3 . Percobaan ini dilakukan
melalui proses diskontinyu yaitu exhaust pada suhu 90oC . Pertama-tama air, zat warna,
pembasah dan Na2CO3 dimasukkan terlebih dahulu, itu dilakukan agar zat warna larut
sempurna didalam air dengan bantuan Na2CO3. setelah 10 menit baru dimasukkan NaCl
guna mempercepat penyerapan zat warna. Pada proses pencelupan penambahan NaCl
tidak dilakukan diawal karena NaCl dapat meningkatkan tegangan permukaan sehingga
pembasah yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan tidak dapat berfungsi
dengan baik. Pada prinsipnya penambahan garam justru akan merintangi penyerapan
zat warna karena disebabkan anion-anion garam akan menempati tempat yang aktip
dalam serat sehingga untuk mengantisipasi itu maka penambahan NaCl dilakukan
setelah larutan dan kain didiamkan selama 10 menit agar tempat yang aktif dapat
tempati oleh anion-anion zat warna.

A. Penamabahan Na2CO3

Pada hasil praktikum dapat dilihat bahwa sampel yang menggunakan


Na2CO3 ( resep 3 dan 4 )hasilnya lebih baik, karena Na2CO3 berfungsi untuk
memperbaiki kelarutan zat warna. Sehingga kerataan lebih baik dengan cara
menghidrolisis zat warna ukuran molekulnya menjadi lebih kecil, Ukuran molekul
zat warna direk lebih besar dari ukuran molekul zat warna reaktif sehingga warna
yang dihasilkan pada kain yang dicelup dengan zat warna direk lebih suram
dibandingkan dengan kain yang dicelup dengan zat warna reaktif dingin yang
memiliki ukuran molekul yang kecil. Kecerahan warna dipengaruh oleh ukuran
molekul zat warna karena pemantulan cahaya pada kain dengan zat warna yang
berukuran molekul kecil lebih sejajar dibandingkan dengan zat warna yang
ukuran molekulnya besar. Hal ini karena semakin banyak Na2CO3 yang
ditambahkan pada larutan pencelupan akan menyebabkan kain menjadi lebih
muda,tetapi warna kain juga bisa menjadi lebih tua karena dalam suasana alkali
pori-pori serat selulosa akan lebih mengembang sehingga zat warna mudah masuk
ke dalam serat.

B. Proses Iring
Kemudian pada sampel yang melalui proses iring dengan tanpa melalui
proses Iring (resep 2 dan 4) didapat bahwa yang melaui proses Iring warnanya
lebih tua dibandingkan tanpa mealui proses Iring. Karena zat warna direk hanya
berikatan fisika dengan serat yaitu ikatan hidrogen dan ikatan van der waals
maka ketahanan lunturnya tidak baik, guna memperbaiki ketahanan luntur zat
warna maka setelah proses pencelupan dilakukan proses iring menggunakan zat
pemfiksasi kationik. Zat pemfiksasi kationik ini akan berikatan dengan zat warna
didalam serat sehingga molekul zat warna tersebut akan menjadi besar dan
ketahanan lunturnya baik dikarenakan ikatan van der waalsnya akan semakin kuat
apabila molekulnya bertambah besar dan apabila molekulnya besar maka akan
lebih sulit zat warna untuk keluar dari serat. Proses pencucian dilakukan untuk
menghilangkan zat warna yang hanya menempel pada permukaan serat tidak
terfiksasi dengan serat.

X. Kesimpulan

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai