Anda di halaman 1dari 18

PENCELUPAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA

BEJANA-BELERANG

MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teknologi Pencelupan 1

Dosen : Dede K, S.Teks., M.Si.


Asisten : R.R. Wiwiek E.M, S.ST., MT.

Oleh :
KELOMPOK 4 / 2K4
- Ade Vera (15020091)
- Chaerul Hanif (15020096)
- Ibrahim Rabbani R (15020105)
- M. Andriadi Maghfira (15020107)
- Pujianita Dwi Lestari Herdiman (15020110)

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK STTT BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Pencelupan Kain Kapas Dengan Zat Warna Bejana-Belerang ini dengan baik
dan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah Teknologi Pencelupan 1.

Tidak lupa penyusun ucapkan terimakasih kepada :


1. Bapak Dede K, S.Teks., M.Si. dan Ibu R.R. Wiwiek E.M, S.ST., MT. selaku dosen
dan asisten dosen mata kuliah Teknologi Pencelupan yang telah memberikan materi
dan bimbingan kepada penyusun.
2. Keluarga yang telah memberikan dorongan dan bantuan, baik selama mengikuti
perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Rekan-rekan kelas K3K4 yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya para pembaca dan umumnya untuk kita semua. Demikian pengantar ini saya
sampaikan. Terimakasih.

Bandung, Mei 2017

Penyusun,
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pencelupan adalah pemberian warna pada bahan secara merata dan
permanen. Metode pemberian warna dilakukan dengan berbagai cara, tergantung
dari jenis zat warna dan serat yang akan diwarnai. Proses pewarnaan secara
pencelupan dianggap sempurna apabila sudah tercapai kondisi kesetimbangan,
yaitu zat warna yang terserap ke dalam bahan mencapai titik maksimum.
Sejak 2500 tahun sebelum masehi pewarnaan pada bahan tekstil telah
dikenal di negeri Cina, India dan Mesir. Pada umumnya pewarnaan bahan tekstil
dikerjakan dengan zat-zat warna yang berasal dari alam, misalnya dari tumbuh-
tumbuhan, binatang dan mineral-mineral. Pencelupan yang mereka lakukan
memerlukan waktu yang lama dan sulit. Demikian pula sifat-sifat zat warna alam
pada umumnya kurang baik, misalnya jarang diperoleh dalam keadaan murni,
kadarnya tidak tetap, warnanya terbatas, sukar pemakaiannya, serta ketahanan atau
kecerahannya kurang baik.
Zat warna belerang diketemukan oleh Raymond Vidal pada tahun 1893
dengan memanaskan senyawa natrium paranitro fenol. Pada tahun 1901 Rene Bohn
membuat zat warna bejana Indahthrene Blue. BASF memproduksi zat warna Ergan,
yakni zat warna kompleks khrom dari zat warna azo asam salisilat, dan Grisheim
Elektron memproduksi naftol AS kira-kira pada tahun 1912 yang kemudian diikuti
zat warna Neolan oleh Society of Chemical Industry pada tahun 1915. Zat warna
Rapid Fast yang merupakan campuran senyawa naftol dan garam diazonium yang
distabilkan diketemukan sekitar tahun 1920.
Perkembangan zat warna bejana yang larut muncul pada akhir tahun 1912,
setelah diketemukan oleh Bader dan Sunder senyawa Indogosol, zat warna untuk
mencelup serat-serat hidrofob dikembangkan oleh ICI, dengan diproduksinya zat
warna Solacet pada tahun 1936. Kemudian kemajuan zat warna sintetik lebih
menonjol. Sekarang hampir semua pewarnaan bahan tekstil dikerjakan dengan zat-
zat warna sintentik, karena sifat-sifatnya yang jauh lebih baik dari zat-zat warna
alam, misalnya mudah diperoleh komposisi yang tetap, mempunyai aneka warna
yang banyak dan mudah cara pemakaiannya..

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud serat kapas?
b. Bagaimana sifat-sifat serat kapas?
c. Apa yang dimaksud zat warna bejana-belerang (hidron)?
d. Bagaimana mekanisme pencelupan serat dengan zat warna bejana-belerang (hidron) ?
e. Apa kelebihan dan kekuragan zat warna bejana-belerang (hidron)?

1.3. Tujuan
Tujuan dibuat makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana mekanisme
pencelupan serat kapas dengan menggunakan zat warna bejana-belerang (hidron)
serta mengetahui kelebihan dan kekurangan pencelupan dengan zat warna tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Serat Kapas


Serat kapas merupakan jenis serat selulosa (berasal dari tumbuhan) yang dikenal
sejak 1500 tahun SM, India adalah Negara tertua yang menggunakan serat kapas. Serat
kapas dibawa ke Mesir oleh Alexander Agung. Serat kapas dihasilkan dari rambut biji
tanaman yang termasuk dalam jenis Gossypium.
Tabel 3.1 Komposisi serat kapas
Susunan Persen terhadap berat kering
Selulosa 94
Pektat 1,2
Protein 1,3
Lilin 0,6
Debu 1,2
Pigmen dan zat-zat lain 1,7
Sumber: Soeprijono.P. Serat-Serat Tekstil. Institut Teknologi Tekstil. 1973. Hal 46
2.1.1
Sifat-sifat kimia serat kapas :
1. Pengaruh asam
Selulosa tahan terhadap asam lemah akan tetapi terhadap asam kuat akan
menyebabkan kerusakan. Asam kuat akan menghidrolisa selulosa yang
mengmbil tempat pada jembatan oksigen penghubung, sehingga terjadi
pemutusan rantai molekul selulosa (hidroselulosa). Rantai molekul selulosa
menjadi lebih pendek menyebabkan penurunan kekuatan tarik selulosa.
2. Pengaruh alkali dan oksidator
Oksidator menyerang cincin glukosa dari serat kapas yang kemudian
dikenal dengan nama oksiselulosa. Oksiselulosa memberikan ciri bahwa
terjadi kerusakan dimana terjadi pengurangan derajat polimerisasi. Hal ini di
akibatkan oleh setelah terjadi oksidasi terhadap ring glukosa maka serat
akan lebih mudah rusak karena adanya sisa alkali didalam serat.
Gambar 3.1 Bagian serat kapas yang terserang oksidator
Sumber: Yolanda Istiqomah. LKP. Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2011.
Hal 6.
3. Pengaruh reduktor
Serat kapas biasanya aman dikerjakan dengan zat pereduksi dalam kondisi
normal, tetapi akan berwarna kekuning-kuningan dan berkurang
kekuatannya dalam larutan stano klorida dengan konsentrasi dan suhu
tinggi.
4. Pengaruh panas
Serat kapas tidak memperlihatkan perubahan kekuatan bila dipanaskan
pada suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan penurunan kekuatan. Serat
kapas kekuatannya hampir hilang bila dipanaskan pada suhu 240oC
5. Pengaruh mikroorganisme
Serat kapas sebenarnya sukar terangsang mikroorganisme, namun dalam
keadaan lembab dan hangat mudah terserang jamur dan bakteri yang
mengakibatkan serat menjadi rusak.
2.1.2
Serat fisika serat kapas:
1. Kadar uap air, Kelembaban relatif pada kondisi standar yaitu 65 2% dan
suhu 27 2oC kadar uap air moisture regain berkisar antara 7 8,5 %.
2. Berat jenis kapas berkisar antara 1,5 sampai 1,56 g/cm3.
3. Warna tidak putih tetapi kecoklat-coklatan. Pigmen yang menimbulkan
warna pada kapas belum diketahui dengan pasti. Warna kapas akan semakin
tua setelah penyimpanan selama 2 5 tahun. Selain itu, warna kapas
berubah menjadi keabu-abuan karena pengaruh cuaca dan berwarna putih
kebiruan karena pengaruh tumbuhnya jamur pada kapas saat pemetikan.
4. Kekuatan serat kapas dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat, panjang
serat dan orientasinya. Dalam keadaan standar kekuatannya antara 3 5
gram/denier.
5. Kekuatan dalam keadaan basah lebih kuat dari pada dalam keadaan kering.
6. Mulur sampai putus aalah bertambahnya panjang karena penarikan. Mulur
serat kapas 13-14% rata-rata 7%.
7. Keliatan menunjukan kemampuan benda menerima kerja dan merupakan
sifat yang penting untuk serat tekstil terutama yang dipergunakan untuk
keperluan industri. Keliatan serat kapas relatif tinggi dibandingkan serat wol
dan sutera.
8. Berat jenis 1.5-1.56.
9. Indeks bias 1.58 dalam keadaan sejajar sumbu serat dan 1.53 melintang
pada sumbu.
2.1.3
Penampang serat kapas:
Penampang melintang
Penampang melintang serat kapas berbentuk sangat bervariasi hampir bulat
tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal.
Penampang membujur
Penampang membujur serat kapas berbentuk seperti pita terpuntir.
Kedewasaan serat kapas dapat dilihat dari tebal tipisnya dinding serat,makin
dewasa makin tebal dinding seratnya, dimana lebih besar dari setengah
lumennya. Serat-serat yang belum dewasa kekuatannya rendah dan dalam
pengolahan menimbulkan banyak limbah, misalnya timbul nep yaitu
sejumlah serat yang kusut membentuk bulatan-bulatan kecil yang tidak
dapat diuraikan kembali.

Gambar
3.2 Penampang melintang dan membujur serat kapas
Sumber: Soeprijono.P. Serat-Serat Tekstil. Institut Teknologi Tekstil. 1973. Hal 41
Serat selulosa merupakan serat hidrofil yang strukturnya berupa polimer
selubiosa, dengan derajat polimerisasi (DP) bervariasi, contoh DP kapas sekitar 3000.
Makin rendah DP daya serap airnya makin besar, contoh : moisture regain (MR) kapas
7-8 %. Struktur serat kapas adalah sebagai berikut :

Gambar 3.4 Struktur Molekul Kapas


Sumber: Yolanda Istiqomah. LKP. Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
2011. Hal 7

Gambar 3.5 Struktur Rantai Molekul Selulosa


Sumber: Yolanda Istiqomah. LKP. Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
2011. Hal 7

Gugus OH primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang berperan untuk
mengadakan ikatan dengan zat warna. Serat selulosa umumnya lebih tahan alkali
tapi kurang tahan suasana asam, sehingga pengerjaan proses persiapan
penyempurnaan dan pencelupannya lazim dilakukan dalam suasana netral atau
alkali.

2.2 Zat Warna Bejana


Zat warna bejana merupakan salah satu zat warna alam yang telah lama
dipergunakan orang untuk mewarnai serat-serat teksil. Di India dan Mesir zat warna
indigo alam telah banyak dipergunakan beribu-ribu tahun silam. Indigo terdapat dalam
tumbu-tumbuhan Indigofero tinctoria berupa glukosida. Dengan proses permentasi dan
oksidasi udara gluoksida tersebut dirubah menjadi pigmen-pigmen indigo.
Semua zat warna bejana tidak larut dalm air dan tidak mugkin digunakan untuk
mencelup apabila tidak dirubah strukturnya. Dengan reduktor senyawa tersebut
dibejanakan artinya dirubah menjadi bentuk leuko yakni bentuk zat warna bejana yang
tereduksi yang akan larut dalam alkali. Senyawa leuko tersebut mempunyai
substantivitas terhadap selulosa sehingga bisa tercelup. Dengan perantartaan suatu
Tioindigo oksdator atau oksigen di udara leuko yang tercelup dalam serat tadi akan teroksidasi
Indigotin
kembali kebentuk semula yakni pigmen zat warna bejana senyawa leuko mempunyai
warna yang lebih muda dan berbeda dengan pigmen warna aslinya.

Gambar 3.8 Struktur Leuko Zat Warna Bejana


Sumber: Rasjid Djufri, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan.
Bandung. Institut Teknologi Tekstil. 1976. Hal 154.
Zat warna bejana menurut struktur kimianya dapat dibagi menjadi 2 golongan :

Golongan Indigoida yang mengandung khromofor CO-C=C-OC- dan pada


umumnya merupakan derivat indigotin atau tioindigo.

Gambar 3.9 Struktur Golongan Indigoida


Sumber: Rasjid Djufri, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan.
Bandung. Institut Teknologi Tekstil. 1976. Hal 155.
O

H
N O

O N
H

O
CI Vat Blue 4

Gambar 3.10 Struktur C.I Vat Blue 4


Sumber: Dede Karyana, Elly K. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I. Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi
O
Tekstil. 2005. Hal 45.
Golongan Antrakwinoda yang mempunyai
II struktur dasar sebagai antrakwinon
O C
II
C

Gambar 3.11 Struktur Golongan Antrakwinon


NH
NH
Sumber: Rasjid Djufri, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan.
Bandung. Institut Teknologi Tekstil. 1976. Hal 155. O
II
O O O C
II II II
C C C

Gambar 3.12 Caledon Blue RC


Sumber: Rasjid Djufri, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan.
Bandung. Institut Teknologi Tekstil. 1976. Hal 155.

Gambar 3.13 Struktur C.I Vat Ble 1


Sumber: Dede Karyana, Elly K. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I. Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2005. Hal 45.

Zat warna bejana mempunyai afinitas terhadap serat tekstil oleh karena
kemungkinan terjadinya ikatan hidrogen dan ikatan sekunder yakni gaya-gaya Van der
Waals dengan serat. Oleh sebab itu molekul-molekul zat warna bejana harus merupakan
molekul planar dan kompleks meskipun tidak harus linier.

Berdasarkan cara dan sifat pemakaiannya, zat warna bejana dapat digolongkan
menjadi 4 jenis, yaitu:

Zat warna bejana jenis IW / Indantherne Warm, digunakan pada zat warna
dengan sifat-sifat :
o Memerlukan jumlah alkali banyak.
o Temperatur pembejanaan serta pencelupan tidak sangat tinggi.
o Memerlukan penambahan elektrolit untuk penyerapannya.
Zat warna bejana jenis IN / Indantherne Normal, digunakan pada zat warna
dengan sifat-sifat:
o Memerlukan jumlah alkali yang banyak.
o Temperatur pembejanaan dan pencelupan tinggi.
o Terserap baik sehingga tidak memerlukan penambahan garam.
Zat warna bejana jenis Insp / Indantherne Normal special, digunakan untuk zat
warna bejana terutama berwarna hitam dengan sifat-sifat :
o Memerlukan jumlah alkali yang tinggi.
o Temperatur pembejanaan dan pencelupan tinggi.
o Tidak memerlukan penambahan elektrolit.

Tabel 3.2 Penggolongan Zat Warna Bejana


Ukuran Substantifitas Ketahanan Penambahan
Penambahan
Jenis molekul garam Kerataan luntur N2S2O4 dan
NaCl
zat warna leuconya warna NaOH

Lebih
IK Kecil Kecil mudah Sedang Sedikit Banyak
rata
mudah
IW Sedang Sedang Cukup Sedang Sedang
rata
agak sukar
IN Agak Besar Agak Besar Baik Banyak Sedikit
rata

INsp Lebih Besar Lebih Besar Sukar rata Sangat Baik Lebih Banyak Nol

Sumber: Dede Karyana, Elly K. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I. Bandung:


Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2005. Hal 46.

2.3 Zat Warna Belerang


Zat warna belerang termasuk zat warna yang tidak larut dalam air, warnanya
terbatas dan suram, tetapi ketahanan lunturnya tinggi kecuali terhadap khlor (kaporit).
Harganya relatif murah dan warna yang paling banyak digunakan adalah warna hitam.
Zat warna belerang banyak digunakan untuk pencelupan serat kapas kualitas menengah
kebawah.
Struktur molekul zat warna belerang terdiri dari kromogen yang mengandung
belerang yang dihubungkan dengan kromogen lainnya melalui jembatan disulfida (-S-
S-) sehingga strukturnya menjadi relatif besar, contoh:
D-S-S-D-S-S-D-S-S-D
Gambar 3.8 C.I Sulphur Red
Sumber: Dede Karyana, Elly K. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I.
Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2005. Hal 54

Jembatan disulfida pada zat warna belerang merupakan gugus fungsi penting
untuk proses pelarutan zat warna belerang ketika proses pencelupan. Zat warna belerang
dapat dilarutkan dengan penambahan reduktor lemah natrium disulfida (Na 2S) dan
alkali lemah natrium karbonat (Na2CO3). Na2S akan mereduksi jembatan disulfida
membentuk asam leuco sedang Na2CO3 akan merubah asam leuco menjadi garam leuco
yang larut.
Jumlah Na2S dan Na2CO3 yang dibutuhkan sangat tergantung pada sifat alami
masing-masing zat warna, konsentrasi zat warna dan vlot atau perbandingan larutan
yang digunakan. Kekurangan pemakaian Na2S akan menyebabkan tidak sempurnanya
pelarutan zat warna dan dalam pencelupan dapat menimbulkan terjadinya prematur
oksidasi sehingga hasil celup jadi belang, sedang bila kelebihan Na 2S kerataannya baik
tetapi hasil celup jadi lebih muda.

2.4 Zat Warna Bejana-Belerang (Hidron)


Zat warna hidron mempunyai sifat-sifat antara zat warna bejana dan zat warna
belerang. Zat warna ini juga mempunyai warna yang spesifik yaitu berwarna biru.
Reduktor yang dipergunakan adalah reduktor lemah seperti : Na2S dan Na2CO3.
2.4.1 Kelebihan dan Kekurangan
a) Kelebihan
1. Lebih murah
2. Tahan luntur warnanya tinggi
3. Kertaannya baik
b) Kekurangan
1. Reduktor akan rusak
2. Oksidator akan rusak
3. Tidak tahan sinar

2.4.2 Mekanisme Pencelupan


Persiapan Alat dan Bahan
Diagram Alir

Pembejanaan

Pencelupan

Oksidasi

Pencucian
Skema Proses

- Pembejanaan
1 gram zat warna hidron dipastakan + 2 gram Na2S2O4 + 2 gram Na2S + 2
gram Na2CO3 + Air Panas
- Resep Pencelupan
Zat warna hidron :12%
Na2S2O4 : 1 ml/L
Na2S : 1 g/L
Na2CO3 : 2 g/L
NaCl : 20-40%
Pembasah : 1 ml/L
Vlot : 1 : 10
Suhu : 70oC
Waktu : 45 Menit

- Oksidasi
H2O2 35% : 5 ml/L
Na2CO3 : 2 g/L
Vlot : 1 : 10
Suhu : 40oC
Waktu : 10 Menit

- Pencucian
Na2CO3 : 1 g/L
Sabun : 1 g/L
Vlot : 1 : 10
Suhu : 60oC
Waktu : 10 Menit

2.4.3 Fungsi Zat


- Na2S2O4 berfungsi sebagai reduktor untuk mereduksi zat warna bejana
menjadi asam leuko.
- NaCl berfungsi untuk menambah penyerapan zat warna.
- Pembasah berfungsi untuk meratakan dan mempercepat proses pembasahan
kain dengan menurunkan tegangan pada permukaan kain.
- Na2SO4 atau garam glauber berfungsi sebagai elektrolit untuk mendorong
penyerapan zat warna.
- H2O2 berfungsi sebagai oksidator untuk mengoksidasi garam leuco zat
warna agar kembali kebentuk semula yang tidak larut (untuk pembangkitan
warna).
- Na2CO3 sebagai alkali untuk mendapatkan suasana alkali dan untuk
menghilangkan sisa zat warna bejana yang tidak terfiksasi pada proses
pencucian.
- Sabun netral berfungsi untuk proses pencucian setelah proses pencelupan
guna menghilangkan zat warna bejana yang menempel di permukaan serat
pada kain hasil celupan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pencelupan adalah pemberian warna pada bahan secara merata dan permanen.
Metode pemberian warna dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari jenis zat
warna dan serat yang akan diwarnai. Proses pewarnaan secara pencelupan dianggap
sempurna apabila sudah tercapai kondisi kesetimbangan, yaitu zat warna yang terserap
ke dalam bahan mencapai titik maksimum. Zat warna hidron mempunyai sifat-sifat
antara zat warna bejana dan zat warna belerang.
DAFTAR PUSTAKA

Dede Karyana, Elly K. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I. Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil. 2005.

Rasjid Djufri, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan. Bandung.


Institut Teknologi Tekstil. 1976.

Soeprijono.P. Serat-Serat Tekstil. Institut Teknologi Tekstil. 1973.

http://tata-muhtadin.blogspot.com/2011/12/industri-bahan-pewarna-dan-pencelup.html?
m. (Diakses 28 Maret 2017 pkl 22:12)

http://borosh.blogspot.co.id/2014/02/proses-pencelupan-dyeing-smk-tekstil.html.
(Diakses 28 Mei 2017 pkl 22:13)

http://borosh.blogspot.com/2014/02/zat-warna-bejana-smk-tekstil-texmaco.html?m%.
(Diakses 28 Mei 2017 pkl 22:17)

Anda mungkin juga menyukai