Anda di halaman 1dari 13

SIFAT ANTIJAMUR TEKSTIL KAIN KATUN : MODIFIKASI FUNGSI SERAT

KAPAS MELAPISI dengan MELAPISI SENYAWA TiO2 -SiO2 atau KITOSAN

ISSN 0975 – 413X


CODEN (USA) : PCHHAX

ABSTRAK
Antijamur Aktivitas tekstil kain katun dipelajari dengan menggunakan TiO2-
SiO2/ kitosan, dengan template CTABr (Cetyl Trimetyl Ammonium Bromide)
sebagai pendispersi suspensi partikel nano pada permukaan tekstil kain katun.
Perbedaan waktu pelapisan dip-spin dikorelasikan dengan kesempurnaan
pelapisan TiO2-SiO2/ kitosan yang ditunjukkan dengan bertambahnya massa
tekstil, stabil terhadap pencucian dan kemampuan tekstil dalam menghambat
pertumbuhan Aspergilus niger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam 24
jam dan 90 menit pelapisan dip-spin terdapat 14 mm zona hambat A. niger,
dibandingkan dengan tekstil kain katun tanpa perlakuan dan lebih besar zona
hambatnya dibandingkan tekstil kain katun yang diberi perlakuan ketokonazol
sebagai kontrol positif. . Perubahan kimiawi yang terjadi pada serat tekstil
setelahTiO2- SiO2pelapisan/ kitosan dianalisis dengan FT-IR dan SEM-EDX.  

Kata kunci: antijamur, kapas, tekstil, TiO2, SiO2, kitosan 

PENDAHULUAN
Tekstil merupakan kebutuhan primer dan wajib disediakan dalam kegiatan
sehari-hari. Kebutuhan tekstil yang berkualitas sangat dibutuhkan konsumen.
Untuk memilih tekstil kualitas yang akan digunakan, konsumen harus
mengetahui dasar-dasar tekstil yang berkualitas sehingga memudahkan dalam
mengidentifikasi tekstil berkualitas tinggi untuk kebutuhan sehari-hari [1].
Berdasarkan jenis seratnya, tekstil dapat diklasifikasikan sebagai kapas, wol dan
sutra [2]. Kapas adalah produk tekstil yang populer, terbuat dari serat kapas
dengan selulosa sebagai komponen utamanya. Bahan katun memiliki keunikan
seperti serat yang lembut dan ringan, kebal dan mudah dalam perawatan. Serat
kapas memiliki pori-pori sehingga mudah menyerap keringat. Sifat ini
memberikan peluang bagi mikroba untuk tumbuh pada serat tekstil [3].  
Pertumbuhan mikroba dirangsang oleh struktur serat dan lingkungan [4,5].
Kehadiran mikroba dalam serat dapat menyebabkan infeksi silang, degradasi
warna dan bau tak sedap pada tekstil [4]. Kebutuhan akan kebersihan tekstil
yang higienis sangat mendesak karena meningkatnya infeksi yang disebabkan
oleh mikroba patogen. Beberapa teknik telah diterapkan untuk mendorong
pertumbuhan mikroorganisme dengan menggunakan senyawa kimia atau
interaksi fisik seperti polimerisasiN 
monomerhalamin ke serat tekstil, penambahan N-halamin ke elektro
spinning, imobilisasi enzim (eter crosslinked), penempatan garam amonium
menjadi serat tekstil secara kovalen [6].  

Penerapan nanoteknologi pada industri kecil melalui pelapisan senyawa


material nano (metal oxide) adalah memodifikasi fungsi serat tekstil.
Nanoteknologi dapat meningkatkan kualitas tekstil menjadi produk tekstil
multifungsi dengan sifat kompleks (anti mikroba, pelindung sinar UV, dan anti
bau). Keberhasilan penerapan nanoteknologi dalam industri tekstil memiliki
beberapa keunggulan antara lain durabilitas, multifungsi tanpa menurunkan sifat
dasar seperti kemampuan proses, fleksibilitas dan ekonomis.

TiO2-SiO2/ Kitosan nanopartikel adalah bahan semikonduktor, inert, tidak


beracun dan foto katalitik [7]. Ia juga memiliki sifat anti jamur karena pada radiasi
UV terjadi reaksi redoks pada celah pita (valensi pita konduksi) yang
menyebabkan pelepasan radikal hidroksil dan spesies oksigen reaktif (ROS)
[8,9]. Radikal hidroksil dapat mengaktivasi mikroba dengan cara mengoksidasi
fosfolipid pada membran sel, dimana radikal OH memiliki kemampuan untuk
mengoksidasi 1.000 - 10.000 kali lebih efektif dibandingkan kemampuan
penghambatan desinfektan yang beredar di pasaran seperti klor, ozon dan klor
dioksida [10]. Pengaplikasian TiO2-SiO2/ Kitosan sebagai anti jamur aman bagi
konsumen, mudah diaplikasikan di industri tekstil, bernilai ekonomis, kompatibel
dengan bahan finishing lainnya dan ramah lingkungan. Rilda dkk. 2015 [11] telah
berhasil mensintesisTiO2-SiO2nanopartikel/ kitosan melalui modifikasi dengan
kitosan yang dapat meningkatkan aktivitas fotokatalitik dan memiliki sifat anti
mikroba yang baik jika didoping dengan surfaktan CTABr. Kitosan memiliki sifat
non toksik, biokompabilitas, biodegradabilitas, aktivitas antijamur dan reaktivitas
kimiawi [12,13].  
Jamur merupakan spesies mikroba yang dapat bertahan hidup pada tekstil
dengan kelembaban tinggi. Pertumbuhan jamur dapat terjadi baik pada tekstil
baru maupun yang disimpan. Pertumbuhan tekstil sulit ditangani. Beberapa
senyawa kimia yang selama ini digunakan untuk menghambat pertumbuhan
jamur tidak dapat bekerja secara efektif karena sulitnya mendegradasi sel jamur.
Penggunaan TiO2- SiO2/ kitosan merupakan salah satu alternatif solusi untuk
mengatasi masalah tekstil karena efektif untuk berbagai jenis bakteri (gram
positif dan negatif) [11,14,15]. Tujuan dari penelitian ini adalah memodifikasi
fungsi serat tekstil denganTiO2-SiO2pelapisan/ kitosan dalam pembuatan tekstil
anti jamur.  

BAHAN DAN METODE  

Bahan  
Bahan yang digunakan adalah tekstil kapas (64 g / cm2), asam klorida
(HCl), asam asetat (CH3COOH), diethanol amine (C4H11NO2), isopropanol
(C3H8O) , tetraetoxyortho silikat (C8H20O4Si), Asam salisilat (CH2CHCOOH),
Surfaktan kationik (C16H33N (CH3)3Br) Merck, aquadest, titanium isopropoksida
(C12H28O4Ti ) (Aldrich 97%), kitosan komersial (C6H11NO4)n (85% de-asetilasi).  

Sintesis dan Persiapan Pelapisan Tekstil Kapas dengan TiO2-SiO2/ Kitosan  


TiO2 Suspensi sol terdiri dari campuran TIP, isopropanol dan DEA sebagai
zat aditif hasil hidrolisis TIP. SiO2 sebagai zat dispersi terdiri dari campuran
TEOS, isopropanol dan HCl. Penambahan kitosan / asam asetat pada 5: 1.
Campuran sol dibuat dengan memvariasikan TiO2 :SiO2 Komposisi molar(1: 1
dan 2: 1) dengan penambahan surfaktan CTAB sebagai template distributor
partikel. Inkubasi gel dilakukan pada110suhuo C selama 15 jam. Gel dikalsinasi
pada 500o C selama 3 jam untuk mendapatkan TiO 2-SiO2/ bubuk kitosan.TiO2-
SiO2Suspensi serbuk/ kitosan dilapisi pada tekstil kapas ukuran 8x8 yang telah
dicelupkan ke dalam larutan asam akrilat. Variasi waktu pencelupan adalah 6, 12
dan 24 jam.TiO2-SiO2Pelapisan/ kitosan (1: 1 dan 2: 1) dilakukan dengan dip-
spin coating metodedengan pengaturan waktu 60, 90, 120 dan 150 menit dengan
CTABr sebagai zat pendispersi. Proses dilanjutkan dengan pengeringan tekstil
kapas pada80suhuo C selama 10 menit. Karakterisasi tekstil kapas dilakukan
dengan analisis FT-IR, SEM dan EDX dan tekstil kapas tidak dilapisi digunakan
sebagai kontrol.  
Pengukuran Tekstil Anti Jamur  
Suspensi A. niger yang telah ditumbuhkan selama 48 jam dalam media
PDA dibuat 10-2. metode pengenceran. Suspensi tersebut kemudian diinokulasi
ke dalam cawan Petri dengan media PDA dan sepotong tekstil kapas (d = 10
mm) yang dilapisi TiO2-SiO2. Inkubasi dilakukan selama 48-72 jam pada suhu 37
‫ﹾ‬C dalam aliran laminar dengan radiasi UV.  

HASIL DAN PEMBAHASAN  

Analisis Pertambahan Massa Tekstil Analisis  


Pertambahan massa tekstil identik dengan gambaran bahwa pelapisan
tekstil 8 x 8 cm dengan TiO2- SiO2/ chitosan mencapai kesempurnaan.
Berdasarkan lamanya waktu pencelupan dalam pengikat asam akrilat selama 6,
12 dan 24 jam, hal ini berkorelasi dengan sinergitas fungsi pengikat asam akrilik
dalamTiO2-SiO2pelapisan/ kitosan terhadap serat tekstil. Gambar 1 menjelaskan
kesempurnaan pelapisan berkaitan dengan lamanya waktu pencelupan dalam
asam akrilat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencelupan selama 24 jam
memiliki pertambahan massa tekstil tertinggi yang ditunjukkan dengan semakin
banyaknya TiO2-.

SiO2Pelapisan serbuk/ kitosan. Ikatan kovalen cross-linkester dengan


gugus hidroksil
selulosa
yang terbentuk
pada serat kapas
relevan dengan
lamanya
proses pencelupan
dalamasam
akrilat dan TiO2-
SiO2na nopartikel/
kitosan [16].
Gambar 1. Jumlah massa tekstil kapas setelah dilapisi TiO2-SiO2/ kitosan dengan variasi waktu
pencelupan dalam asam akrilat.

Gambar 2
menunjukkan
adanya
penambahan massa
tekstil setelah
dilapisi TiO2- SiO2/
kitosan
dengan 60
hingga 90 menit
dicelupkan dengan asam akrilik. Sementara itu, setelah dicelupkan dengan asam
akrilat selama 24 jam, massa tekstil bertambah tinggi. Tidak ada penambahan
massa tekstil yang signifikan setelah dicelupkan dengan bantuan akrilik selama
120 - 150 menit. Diperkirakan terjadi penyebaranTiO2-SiO2suspensi/ kitosan pada
dinding bagian dalam instrumen spin-coating. Waktu optimumTiO2-SiO2pelapisan/
kitosan pada permukaan serat tekstil kapas adalah 90 menit.

Gambar 2. Jumlah massa kapas tekstil setelah dilapisi TiO2-SiO2/ kitosan 1% dengan Ti: komposisi
molar Si 1: 1 dan 2: 1 dengan 24 jam dicelupkan ke dalam asam akrilat

FT-IR Analisis  
FT-IR memberikan
informasi bahwa
kesempurnaan
proses pelapisan serat tekstil
dengan TiO2-SiO2/ kitosan
ditunjukkan dengan
terbentuknya
interaksi kimiawi antara gugus hidroksil dari selulosa dengan gugus karboksilat
dari asam akrilat sebagai cross ink agent. Interaksi yang terjadi ditunjukkan
dengan perubahan intensitasC = O  regangan gugus fungsipada jarak 1700 cm-1
bilangan gelombang [17].

Gambar 3. Pola FTIR serat kapas tekstil dengan lama waktu pencelupan
dalam asam akrilat. (a)6 jam; (b) 12 jam dan (c) 24 jam.

Gambar 4
menunjukkan bahwa
intensitas interaksi
kovalen ester yang terjadi
pada 6 -24 jam proses
pencelupan dalam asam
akrilat adalah pada 1427,
1160, 1109, 1054 dan
-1.
1031 cm Bilangan gelombang merupakan indikasi gugus selulosa berasal dari
serat (Nasr, HE, et al., 2009). Sedangkan pada spektrum 3 (c) terjadi absorbansi
pada 3000 dan 1000 cm-1 yang menunjukkan C = O berada berasal dari CO2
pada waktu pengukuran [18]. Intensitas regangan C = O pada 1700 cm-1 semakin
tinggi tergantung lamanya waktu celup dalam pengikat asam akrilik yang
menunjukkan kesempurnaan interaksi kovalen ester. Hal ini juga menunjukkan
kesempurnaanTiO2-SiO2pelapisan/ kitosan pada serat tekstil.

Gambar 4. Pola FT-IR serat kapas tekstil dengan TiO2-SiO2/ kitosan (1: 1) waktu pelapisan
(a) 60 menit; (b) 90 menit; (c) 120 menit dan (d) 150 menit; dengan 24 jam dicelupkan ke
dalam asam akrilik.

Jika waktu pelapisan TiO2-SiO2/ kitosan divariasikan pada 90 - 150 menit,


tidak ada perubahan yang signifikan pada intensitas gugus C = O. Hanya ada
sedikit perubahan interaksi Ti-OC pada 1260 cm -1 [17]. Sedangkan pita
absorbansi berada pada 1105 - 950 cm-1 identik dengan pembentukan interaksi
Ti-O-Si (Rilda, et al., 2014). Juga dipastikan bahwa terdapat interaksi O-Ti-O
pada 650 cm-1 dan getaran Si-O-Si pada 1080 cm-1 [19].  

Analisis Morfologi dan EDX Analisis 

SEM dapat memberikan


gambaran morfologi permukaan serat
kapas yang telah dilapisi TiO2-SiO2/
kitosan. Gambar 5 (a) menunjukkan
morfologi permukaan tekstil kapas
setelah dicelupkan ke dalam asam akrilat
selama 24 jam. Terlihat
bahwa serat kapas lembut dan bersih.
Morfologi permukaan kapas tekstil yang
telah dilapisi TiO2- SiO2/ kitosan (2: 1)
ditunjukkan pada gambar 5 (c), (d)
dan (e) dengan variasi waktu pencelupan
6, 12 dan 24 jam dalam asam akrilat.
Terlihat bahwa kapas tekstil yang dilapisi TiO2-SiO2/ kitosan dengan waktu
pencelupan selama 24 jam dalam asam akrilat terlapisi olehTiO 2-SiO2partikel/
kitosan secara sempurna dengan partikel berdistribusi baik oleh CTABr sebagai
agen pendispersi.  

Gambar 5. Morfologi permukaan dari: (a) kapas tekstil tidak bersalut; (b) kapas tekstil dicelupkan dengan asam akrilat;
(c) - (e) kapas tekstil dilapisi oleh TiO2-SiO2/ kitosan (2: 1) dengan waktu pencelupan dalam asam akrilat: (c) 6 jam; (d)
12 jam dan (e) 24 jam; (f) - (h) kapas tekstil dilapisi asam akrilat dan TiO2-SiO2/ kitosan (1: 1) dengan konsentrasi: (f)
1%

Komposisi molar Ti dan Si berpengaruh terhadap TiO SiO / kitosan proses pelapisan di
2- 2

tekstil. Analisis SEM menunjukkan bahwa pada komposisi molar Ti: Si (1: 1), partikel lapisan
terdistribusi dengan baik dibandingkan dengan Ti: Si (2: 1). TiO merupakan senyawa
2

elektropositif dan apabila komposisi Ti lebih besar dari Si maka akan menghasilkan partikel
bermuatan positif lebih banyak dan meningkatkan interaksi antara serat kapas tekstil denganTiO 2-

SiO nanopartikel/ kitosan [20]. Sedangkan SiO  merupakan partikel yang akan membentuk
2 2

cangkang inti dengan TiO untuk memperbesar luas permukaan dan porositas TiO ke sel jamur
2 2

[21]. Oleh karena itu komposisi Ti pada TiO SiO / kitosan berpengaruh terhadap daya hambat
2- 2
jamur. Morfologi permukaan kapas tekstil yang dilapisi TiO SiO / kitosan dengan variasi
2- 2

konsentrasi (Gambar 5 f –h) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan jumlah TiO 2-

SiO / kitosan yang dilapisi pada kapas tekstil yang berkorelasi dengan Data EDX.  
2

KestabilanTiO SiO lapisan/ kitosan pada permukaan serat tekstil dapat diukur dengan
2- 2

pengulangan pembilasan. Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi penurunan massa tekstil setelah
pembilasan berulang.  

Pengulangan Kapas Tekstil Penurunan Massa


(%)
Sebelum Setelah
pembilasan (g) Pembilasan (g)

1 0,1767 0,1736 2,75

3 0,1767 0,1719 2,72

5 0,1767 0,1714 2,99

Gambar 6 menunjukkan pengaruh pembilasan terhadap stabilitas lapisan


pada serat tekstil. Karimi et al melaporkan bahwa pembilasan kapas tekstil dapat
menurunkan massa TiO2 dilapisi
pada serat kapas [16]. Sementara itu,
Yu Ming dkk melaporkan bahwa
TiO2 nanopartikel stabil pada
permukaan kapas tekstil dengan
pembilasan 30 x dengan
menggunakan cross-linkpoly (2-
hydroxyethyl acrylate) (PHEA)
[21]. 

  

Gambar 6. Morfologi permukaan kapas tekstil yang dilapisi oleh TiO2-SiO2/


kitosan
(a) sebelum dibilas; (b) setelah 1x pembilasan; (c) setelah pembilasan 3x dan
(d)setelah pembilasan 5 x

analisis EDX dapat dikorelasikan dengan komposisi bahan sebagai indikasi


adanyaTiO2-SiO2 pelapisan/ kitosan pada permukaan kapas tekstil. Pola
Difaktogram dari Gambar 7 (a) menunjukkan komposisi tekstil kapas tanpa
perlakuan. Yang teridentifikasi hanya zat dari selulosa seperti C dan O. Gambar
7 (b) menunjukkan pola komposisi kapas tekstil setelah dicelupkan ke dalam
asam akrilat. Asam akrilat merupakan salah satu asam karboksilat dengan
C3H4O2 rumus
molekul.
Terjadi

peningkatan persentase C dan O serat tekstil setelah diolah dengan asam akrilat
terhadap kapas yang tidak diberi perlakuan. Gambar 7 (c) menunjukkan tekstil
kapas yang dilapisi TiO2-SiO2/ kitosan (1: 1) terdiri dari Ti dan Si dan dipastikan
telah dilapisi TiO2-SiO2/ kitosan. Kapasitas TiO2-SiO2/ kitosan pada permukaan
serat tekstil 8x8 cm, dengan membandingkan kemampuan suspensi serbuk pada
konsentrasi 1%, terdistribusi dengan baik pada permukaan serat. Kapasitas muat
kapas tekstil ke TiO2-SiO2/ kitosan pada 1: 1 lebih tinggi dari 2: 1. 

Gambar 7. Analisis EDX: (a) kapas tekstil tidak bersalut; (b) kapas tekstil dicelupkan ke dalam asam akrilat; (c) kapas
tekstil dilapisi asam akrilat dan 1% TiO2-SiO2/ kitosan (1: 1) dan (d) kapas tekstil dilapisi asam akrilat dan 3% TiO2-
SiO2/ kitosan (1: 1)

Aktivitas Antijamur

Antijamur tekstil diukur dengan mengukur daya hambat pertumbuhan


Aspergius niger. Gambar 8 menunjukkan bahwa aktivitas tekstil dipengaruhi oleh
lamanya tekstil dicelupkan ke dalam pengikat asam akrilat dan pelapisan kapas
tekstil dengan TiO2-SiO2/ kitosan dengan komposisi Ti dan Si yang berbeda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penghambatan kemampuan tekstil terhadap
Aspergilus niger's

pertumbuhanberkorelasi dengan jumlah TiO2-SiO2/ kitosan yang dilapisi pada


serat tekstil dan penambahan massa tekstil.  

Gambar 8. Zona penghambatan aktivitas antijamur tekstil ke A. Niger : (a) tekstil tanpa perlakuan (kontrol -); (b)
tekstil diolah dengan ketokonazol (kontrol +); (c) tekstil dilapisi oleh TiO2-SiO2/ kitosan (1: 1) dan (d) tekstil
dilapisi TiO2-SiO2/ kitosan (2: 1

Gambar 9 menunjukkan aktivitas antijamur TiO 2-SiO2/ kitosan terhadap A.


niger dengan variasi komposisi TiO2-SiO2/ kitosan yang berbeda. Gambar 9 (a)
adalah kontrol negatif berupa tekstil non-salut dan terlihat tidak terbentuk zona
hambat. Gambar 9 (b) adalah kontrol positif yang tekstilnya dilapisi antibiotik
ketokonazol dan terbentuk zona hambat. Gambar 9 (c) dan (d) adalah tekstil

yang dilapisi TiO2-SiO2/ kitosan dengan komposisi masing-masing (1: 1) dan (2:
1). Terlihat bahwa aktivitas antijamur TiO2-SiO2/ kitosan dengan penyinaran UV
lebih tinggi dibandingkan ketokonazol. Zona hambat yang terbentuk pada tekstil
yang dilapisi TiO2-SiO2 / kitosan adalah 14 mm dan 12 mm. Pada komposisi Ti
dan Si (2: 1), dimana besarnya TiO 2 lebih tinggi dari SiO2, kemampuan TiO2-SiO2/
kitosan membentuk radikal bebas hidroksil (• OH) dan anion superoksida (• O 2-)
lebih tinggi dariTiOpada2-SiO2senyawa/ kitosan dengan Ti: Si ( 1: 1) komposisi.
Radikal bebas hidroksil (• OH) dan anion superoksida (• O2-) merupakan
oksidator kuat yang mampu merusak membran sel jamur penyebab terjadinya
lisis yang menghambat pertumbuhan jamur. 

Gambar 9. Morfologi Aspergilusniger: (a) sebelum dilapisi TiO2-SiO2/ kitosan (1: 1) dan (b)
setelah dilapisi TiO2-SiO2/ kitosan (2: 1)

Seekor niger memiliki membran sel yang terdiri dari kitin yang merupakan
senyawa kompleks dan spora pelindung terhadap kontaminasi. Hal ini
menyebabkan A. niger lebih sulit untuk lisis sel melalui interaksi dengan
TiO2-SiO2/ kitosan. Struktur morfologi A. niger setelah dihambat oleh TiO2-
SiO2/ kitosan ditunjukkan pada Gambar 9. 

KESIMPULAN  

Pengaruh waktu Pengaturan pencelupan dalam asam akrilat


memungkinkan terjadinya sinergi antar gugus fungsi dalam pembentukan
ikatan silang. Waktu optimal yang dihasilkan adalah 24 jam dan 90 menit.
Analisis FT-IR menunjukkan adanya perubahan intensitas regangan C = O
yang identik dengan interaksi kimia ikatan kovalen ester. Analisis morfologi
permukaan dengan SEM-EDX menunjukkan bahwaTiO 2-SiO2nanopartikel/
kitosan (1: 1) terdistribusi dengan baik melalui peran CTABr. Aktivitas
tekstil antijamur menunjukkan bahwa tekstil yang dilapisi TiO2-SiO2/
kitosan (2: 1) memiliki daya hambat yang lebih tinggi yaitu 14 mm setelah
diiradiasi dengan UV (536 lux) selama 48 jam. Kestabilan TiO 2-SiO2/
kitosan dilakukan dengan 5 kali pengulangan proses pembilasan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dapat diterapkan pada
industri kecil karena perlakuannya yang sederhana.  

Ucapan Terima Kasih  


Penelitian ini didukung oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Universitas
melalui Dana Penelitian Hibah Bersaing, LPPM Universitas Andalas,
Padang, nomor kontrak 030 / SP2H / PH / RIT. SIMLITABMAS / 11/2015.  

REFERENSI  

[1] SC Horrocks, AR Anand, Handbook of Technical Textiles, 2nd ed.,


CRC Press, Boca Raton, FL, 2004 [2]Senic Z, Sonja B, Maja VT, Natasa
P, Samolov A, Dusan R, Scientific Tinjauan Teknis, 2011, 61 (30): 63-72
[3] Mather RR, RH Wardman, The Chemistry of Textile Fibers, Royal
Society of Chemistry, Cambridge, 2011. [4] Parthasarathi, V dan G
Thilagavathi. Jurnal Teknologi dan Manajemen Tekstil dan Pakaian.
2009: 6 (12) [5] Djamaan A, Noviza D, Septianingsih D, Suardi M, Der
Pharma Chemica, 2016, 8 (2), 410-414. [6] Surdu, L, Kimia dan Aplikasi
Bioinorganik, 2014: 2014.  
[7] Rilda Y, Kurniawan S, Arif S, Jurnal Penelitian Ilmu Farmasi, Biologi
dan Kimia, 2015, 6 (4): 1511 - 1518  
[8 ] Farahmanjou M, P Khalili, Jurnal Ilmu Pengetahuan Dasar
dan Terapan Australia. 2013. 7 (6): 462-465 [9] Norouzi M,
Maleknia L, Jurnal Asia Kimia. 2010(22), 8: 5930-5936.  
[10] Lagu HY, Ko KK, Oh HI, Lee BT, Sel dan Material Eropa. 2006. (1),
Suppl. 1, 58 [11] Rilda Y, Admin A, Edison M, Anthoni A, Jurnal Penelitian
Farmasi, Biologi dan Ilmu Kimia. 2014. 5 (2): 1417-1427  
[12] Ghoranneviss M, Shahidi S, Pengaruh Berbagai Garam Logam pada
Aktivitas Antibakteri dan Sifat Fisik Kain Katun. Skripsi: Fakultas Fisika
Universitas Azad Islam. Karaj Branch, Iran, 2012. [13] Behera O, Sintesis
dan Karakterisasi Nanopartikel ZnO dari Berbagai Ukuran dan Aplikasi
dalam Sistem Biologi. Skripsi: Jurusan Bioteknologi dan Teknik Medis
Institut Teknologi Nasional Rourkela. 2010.  
[14] Patra JK, GoudaS.Jurnal Riset Teknik dan Teknologi, 2013, 5 (5):
104-111 [15] Rilda. Y, A Alif. E Munaf, B Salleh dan S. Krista, Jurnal Kimia
Asia, 2 0 1 5 , 27 (11): 3983-3987 [16] Karimi L, M Mirjalilii, Yazdanshenas
ME, Nazar, Jurnal Fotokimia dan Fotobiologi. 2010 (86): 1030-1037  
[17] Qian T, Haijia SU, Tianwei T, Jurnal Fotokimia dan Fotobiologi. 2011.
(218) 130–136 [18] Sundaresan K, A Sivakumar, C Vigneswaran dan T
Ramachandran Journal of Industrial Textile. 2011. 1-19. [19]
Balachandaran KR, Venckatesh R, Rajeshwari S, Jurnal Internasional
Sains dan Teknologi Teknik. 2010. 2 (8): 3695-3700  
[20] Lei S, Yan Z, Xiaodong Z, Haijia S, dan Tianwei T, Jurnal Korea
Teknik Kimia. 2008  25(6): 1434-1438  
[21] Yu Ming, Wang Z, Liu H, Xie S, Wu J, Jiang H, Zhang J, Li L, Li J,
Bahan dan Antarmuka Terapan American Chemical Society. 2013 (5):
3697-3703  

Anda mungkin juga menyukai