Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pencelupan
1. Pengertian Pencelupan
Pencelupan merupakan proses pewarnaan pada
bahan tekstil yang sudah ada sejak 2500 tahun sebelum
masehi yang pada awalnya telah dikenal di negeri Cina,
India dan Mesir. Pada masa itu pewarnaan pada bahan
tekstil menggunakan bahanbahan dari alam, seperti
tumbuhan, hewan maupun mineral. Baru pada tahun 1856
seorang mahasiswa berkebangsaan Inggris William Henry
Perkin menemukan senyawa mauvein dari proses oksidasi
senyawa anilin tidak murni, yang akhirnya dapat
digunakan sebagai zat warna sintetis pertama. Pencelupan
adalah proses pemberian warna secara merata pada bahan
tekstilbaik berupa serat, benang maupun kain. Pemberian
warna tersebut dilakukan dengan berbagai cara,
bergantung pada jenis serat, zat warna dan mesin yang
digunakan (Sunarto, 2008 : 150). Pencelupan (dyeing)
adalah proses memasukkan zat warna kedalam serat
tekstil yang merata dan sama dengan bantuan air, uap air,
atau pemanasan kering (Poespo, 2005:51). Menurut
Widihastuti (2014), pencelupan adalah proses pemberian
warna pada bahan tekstil secara merata dengan
menggunakan media air. Sedangkan menurut Arisnawati.
2010. Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Pencelupan
Bahan Sutera Dengan Menggunakan Ekstrak Akar
Mengkudu. Padang: FT-UNP
Fitrihana (2010:84), pencelupan yaitu pemberian
warna pada bahan tekstil secara merata dengan warna
yang sama pada seluruh bahan tekstil dengan 3

7
8

komponen bahan utama, yaitu zat warna, air dan obat


bantu.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan
bahwa pencelupan adalah proses pewarnaan pada bahan
tekstil, baik berupa serat, benang, maupun kain secara
merata dengan media air.

2. Tahap Pencelupan
Dalam pencelupan terjadi tiga tahap mekanisme
proses pencelupan menurut Vickerstaff (1975), yaitu:
a. Migrasi
Migrasi merupakan pergerakan molekul zat
warna di dalam larutan celup. Molekul zat warna
dalam larutan selalu bergerak, pada temperatur tiggi
pergerakan terjadi lebih cepat. Kemudian bahan
tekstil dimasukkan ke dalam larutan celup. Serat
tekstil dalam larutan bersifat negatif pada
permukaannya sehingga dalam tahap ini terdapat dua
kemungkinan yakni molekul zat wara akan tertarik
oleh serat atau tertolak menjauhi serat. Oleh karena
itu perlu penambahan zat-zat pembantu untuk
mendorong zat warna lebih mudah mendekati
permukaan serat.
b. Absorpsi
Absorpsi adalah molekul zat warna terserap
menempel pada permukaan serat, dikarenakan
molekul zat warna mempunyai tenaga yang cukup
besar untuk mengatasi gaya-gaya tolak dari
permukaan serat.

c. Penetrasi
9

Penetrasi atau difusi merupakan proses yang


paling lambat sehingga dipergunakan sebagai ukuran
untuk menentukan kecepatan celup.

Proses pencelupan tekstil secara ringkas dapat dilihat pada gambar


2.1 berikut.

B. Pewarnaan
1. Pengertian
Pewarnaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2012) adalah suatu proses/ cara untuk memberikan
warna ke dalam benda. Zat pewarna terbagi menjadi dua
yaitu pewarna alami dan pewarna buatan yang dijelaskan
sebagai berikut:
a. Zat pewarna alami
10

Zat pewarna alami adalah pewarna yang


diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber
mineral.Zat warna ini telah digunakan sejak dahulu
dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat
warna sintetis (Anonim, 2009).
Zat warna alam biasanya diambil dari hasil
ekstrak berbagai macam tumbuhan, serta bagian-
bagian tertentu dari tumbuhan seperti akar, kayu,
daun, buah, serta bunga. Beberapa jenis tanaman yang
diketahui dapat digunakan sebagai zat warna alam
diantaranya : daun pohon nila (indofera), kulit pohon
soga tinggi (ceriops candolleana arn), kayu tegeran
(cudraina Javanensis), kunyit (curcuma), akar mengkudu
(morinda citrifelia), kulit soga jambal (pelthophorum
ferruginum), kesumba (bixaorelana), daun jambu biji
(psidium guajava) (Susanto : 1973).
Akar mengkudu mengandung spektrum luas
antrakuinon, seperti damnachantal, aliaarin-I-metil eter,
derivat naptokuinon dan sterol. Bagian akarnya
diekstrak diambil sari patinya yakni yang disebut
mengandung zat kimia “ Morindon atau moridin”.
Kegunaan akar mengkudu yaitu dapat
digunakan sebagai pewarna terutama pada bagian
kulit batang dan pohonnya. Warna yang dihasilkan
dari pohon mengkudu itu bervariasi, dari warna
kuning, vermalion sampai merah kecoklatan. Warna-
warna itu tergantung pada umur pohon dan bagian
yang diambil. Pada bagian akar umumnya akan
menghasilkan warna merah, sedangkan pada bagian
kayu atau kulit pohon akan berwarna kuning atau
coklat kemerahan.
Cara mengekstraksi akar mengduku dengan
dipotong kecil-kecil ditimbang dan disesuaikan
11

dengan kebutuhan atau ditimbang dengan kebutuhan


berat kain. Untuk 1 ukuran kain 2,5 m memerlukan
bahan 1 kg bahan akar, kemudian bahan tersebut
dimasukkan kedalam 10 liter air didihkan sehingga
tersisa 4-5 liter, kemudian setelah dingin disaring.
Suheryanto (2017:159). Bahan pewarna yang terbaik
ialah yang berasal dari akar pohon yang sedikitnya
telah berusia 1-3 tahun, dan akar-akar tersebut
umumnya diperoleh dari tumbuhan mengkudu yang
telah berusia 3-4 tahun, sejak itulah sudah bisa
diambil bagian akarnya yang diperlukan untuk
bahan-bahan pewarna tersebut. Juga dengan bagian
lainnya sudah mulai bisa digunakan.

Gambar 2.2 Akar Mengkudu

Kelebihan zat pewarna alami zat pewarna alami


diantaranya: 1) ramah lingkungan, 2) warna menarik,
3) mudah didapat dari alam. Sedangkan kekurangan
zat pewarna alami diantaranya: 1) memberikan rasa
dan flavor khas yang tidak diinginkan, 2) tidak stabil
pada saat proses pemasakan, 3) konsentrasi pigmen
rendah, 4) stabilitas pigmen rendah, 5) keseragaman
warna kurang baik, 6) spektrum warna tidak seluas
seperti pada pewarna sintetis, 7) susah dalam
penggunaannya, 8) pilihan warna sedikit atau
terbatas, serta 9) kurang tahan lama.
b. Zat pewarna buatan
12

Zat pewarna sintesis (zps) yaitu zat warna


buatan atau sintesis yang dibuat dengan reaksi kimia
dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak
bumi yang merupakan hasil senyawa turunan
hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan
antrasena (Isminingsih, 1978).
Zat pewarna sintetis atau kimia adalah zat
pewarna yang diperoleh dari hasil campur unsur
unsur kimia, proses pembuatannya melalui perlakuan
pemberian asam sulfat atau asam nitrat. Asam-asam
tersebut sering kali terkontaminasi oleh arsen atau
logam yang bersifat racun. Jenis zat pewarna sintetis
untuk tekstil cukup banyak, namun hanya beberapa
yang dapat digunakan untuk pewarna batik. Zat
pewarna sintetis yang dapat digunakan dalam
pewarnaan tekstil batik antara lain zat pewarna
reaktif, indigosol, dan naftol (Kartikasari dan Yasmi,
2016).

2. Fungsi Pewarnaan
a. Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen.
b. Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki
variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan
warna bertujuan untuk menutupi kualitas yang
rendah dari suatu produk sebenarnya tidak dapat
diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna yang
berbahaya.
c. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan
cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat
proses pengolahan dan selama penyimpanan.

3. Tahapan Pewarnaan
13

Pewarna dapat digunakan melalui beberapa


proses dalam pencelupan. Adapun tahapan-tahapan
tersebut yaitu:
a. Ekstrasi zat warna
Ekstraksi adalah Suatu proses pemisahan dari
bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut.
Ekstraksi merupakan proses pengambilan komponen-
komponen yang kita inginkan dalam suatu bahan
(bahan alam). Komponen ini biasanya memiiki
beberapa sifat, secara garis besar proses pengambilan
komponen pada bahan alam dapat menggunakan
pelarut seperti air, etanol dan sebagainya, pelarut
yang digunakan haruslah sesuai dengan senyawa
yang akan kita ambil dari bahan alam.
Fitrihana (2010 : 92) menjelaskan, ekstraksi
merupakan pemisahan satu atau beberapa bahan dari
suatu padatan atau cairan dengan bantuan air sebagai
pelarut. Dalam melakukan proses
ekstraksi/pembuatan larutan zat warna alam perlu
disesuaikan dengan berat bahan yang hendak
diproses sehingga jumlah larutan zat warna alam
yang dihasilkan dapat mencukupi untuk mencelup
bahan tekstil. Banyaknya larutan zat warna alam yang
diperlukan tergantung pada jumlah bahan tekstil yang
akan diproses.
Perbandingan larutan zat warna dengan bahan
tekstil yang biasa digunakan adalah 1:30. Misalnya
berat bahan tekstil yang diproses 100 gram maka
kebutuhan larutan zat warna alam adalah 3 liter.
Adapun resep secara rinci menggunakan resep
mondarting pada penelitian yang dilakukan oleh Balai
Besar Kerajinan dan Batik yaitu sebagai berikut, vlot :
1 : 10, bahan zat warna alam : 500 gr, suhu :
14

mendidih , waktu : volume air menjadi setengah dari


volume semula, atau vlot : 1 : 5, bahan zat warna
alam : 500 gr, suhu : mendidih, waktu : 2-3 jam
volume air dipertahankan konstan.
Langkah-langkah proses ekstraksi untuk
mengeksplorasi zat pewarna alam dalam skala
laboratorium:
1) Potong menjadi ukuran kecil – kecil bagian
tanaman yang diinginkan misalnya: daun,
batang , kulit atau buah. Bahan dapat dikeringkan
dulu maupun langsung diekstrak. Ambil
potongan tersebut seberat 500 gr.
2) Masukkan potongan-potongan tersebut ke dalam
panci. Tambahkan air dengan perbandingan 1:10.
Contohnya jika berat bahan yang diekstrak 500 gr
maka airnya 5 liter.
3) Rebus bahan hingga volume air menjadi
setengahnya (2,5 liter). Jika menghendaki larutan
zat warna jadi lebih kental volume sisa perebusan
bisa diperkecil misalnya menjadi sepertiganya.
Sebagai indikasi bahwa pigmen warna yang ada
dalam tumbuhan telah keluar ditunjukkan dengan
air setelah perebusan menjadi berwarna. Jika
larutan tetap bening berarti tanaman tersebut
hampir dipastikan tidak mengandung pigmen
warna.
4) Saring dengan kasa penyaring larutan hasil proses
ekstraksi tersebut untuk memisahkan dengan sisa
bahan yang diesktrak (residu). Larutan ekstrak
hasil penyaringan ini disebut larutan zat warna
alam. Setelah dingin larutan siap digunakan.
b. Mordanting
15

Mordanting adalah proses yang dilakukan pada


bahan tekstil yang akan diwarna, proses ini dilakukan
dengan merebus bahan tekstil sampai mendidih.
Tujuan dari mordanting yaitu memperbesar daya
serap kain terhadap zat warna alam serta
meningkatkan daya tarik zat warna alam terhadap
bahan tekstil serta berguna untuk menghasilkan
kerataan dan ketajaman warna yang baik.
Mordanting merupakan salah satu proses paling
penting dalam proses pewarnaan kain, dikarenakan
keberhasilan pada teknik pencelupan tergantung pada
proses penyerapan warna kain, sehingga dibutuhkan
ketelitian tinggi untuk menghasilkan pemerataan
pada warna kain.
Mordanting menjadikan warna kain semakin
pekat. Merendam bahan tekstil yang akan diwarnai
dalam larutan2gr/liter sabun netral (sabun sunlight
batangan) atau TRO (Turkey Red Oil). Artinya setiap 1
liter air yang digunakan ditambahkan 2 gram sabun
netral atau TRO. Perendaman dilakukan selama 2 jam.
Bisa juga direndam selama semalam. Setelah itu bahan
dicuci dan dianginkan. Adapun resep secara rinci
menggunakan resep mondarting pada penelitian yang
dilakukan oleh Balai Besar Kerajinan dan Batik yang
dikembangkan oleh Widihastuti (2014) yaitu sebagai
berikut, proses mordanting pada kain katun
menggunakan perbandingan vlot : 1 : 20, TRO : 2
gr/liter, tawas : 20 gr/liter, soda Abu : 5 gr/liter, suhu
: mendidih (100ºC) dan waktu : 1 jam perendaman : 24
jam suhu kamar. Proses mordanting dilakukan
sebagai berikut:
16

1) Potong bahan tekstil sebagai sample untuk


diwarna dengan ukuran 10 X 10 Cm atau sesuai
keinginan sebanyak tiga lembar.
2) Rendam bahan tekstil yang akan diwarnai dalam
larutan 2 gr/liter sabun netral (sabun
sunlightbatangan) atau TRO (Turkey Red Oil).
Artinya setiap 1 liter air yang digunakan
ditambahkan 2 gram sabun netral atau TRO.
Perendaman dilakukan selama 2 jam. Bisa juga
direndam selama semalam. Setelah itu bahan
dicuci dan dianginkan.
3) Untuk bahan kain kapas: Buat larutan yang
mengandung 8 gram tawas dan 2 gram soda abu
(Na2CO3) dalam setiap 1 liter air yang digunakan.
Aduk hingga larut. Rebus larutan hingga
mendidih kemudian masukkan bahan kapas dan
direbus selama 1jam. Setelah itu matikan api dan
kain kapas dibiarkan terendam dalam larutan
selama semalam. Setelah direndam semalaman
dalam larutan tersebut, kain diangkat dan dibilas
(jangan diperas) lalu dikeringkan dan disetrika.
Kain kapas tersebut siap dicelup.
4) Untuk bahan sutera at: Buat larutan yang
mengandung 8 gram tawas dalam setiap 1 liter air
yang digunakan, aduk hingga larut. Panaskan
larutan hingga 60ºC kemudian masukkan bahan
sutera atau wol dan proses selama 1 jam dengan
suhu larutan dijaga konstan (40 – 60ºC). Setelah
itu hentikan pemanasan dan kain dibiarkan
terendam dalam larutan selama semalam. Setelah
direndam semalaman dalam larutan tersebut, kain
diangkat dan dibilas (jangan diperas) lalu
dikeringkan dan disetrika. Kain sutera yang telah
17

dimordanting tersebut siap dicelup dengan


larutan zat warna alam.
c. Pembuatan larutan fixer/ pengunci warna
Pada proses pencelupan bahan tekstil dengan zat
warna alam dibutuhkan proses fiksasi (fixer) yaitu
proses penguncian warna setelah bahan dicelup
dengan zat warna alam agar warna memiliki
ketahanan luntur yang baik. Ada 3 jenis larutan fixer
yang biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO 4), tawas,
atau kapur (CaCO3).
Tunjung (FeSO4), menurut Irfan (1988) tunjung
atau ferro sulfat berbentuk kristal, butiran/serbuk
berwarna hijau tua, mudah larut dalam air mendidih
dan bersifat pereduksi. Kristal tunjung terbentuk dari
reaksi FeSO4 + 7 H2O, dalam reaksi ini terbentuk asam
sulfat yang merupakan asam kuat.
Tawas (KaAlSO4), menurut Susanto (1973) Tawas
atau Aluminium Potasium Sulfat (KaAlSO4) berbentuk
kristal putih. Bahan ini tidak berbau, tidak beracun
dan larut dalam air sehingga sering juga dipakai
dalam menjernihkan air sumur. Pada proses
penelitian ini tawas dipakai sebagai bahan
mordanting dan pengunci warna.
Kapur (CaCO3), senyawa ini merupakan bahan
yang umum dijumpai pada batu di semua bagian
dunia, kapur mudah ditemui dengan harga yang
murah. Menurut Susanto (1973) kapur diperoleh
dengan membakar batu kapur, pada proses pelarutan
fiksasi kapur dilarutkan dan ditunggu hingga
mengendap kemudian diambil bagian larutan yang
bening.
Fiksasi merupakan proses terakhir dalam
pewarnaan bahan tekstil menggunakan zat warna
18

alam, yang tahapan selanjutnya terkait pada warna


yang dihasilkan dan perbedaan warna yang
dihasilkan oleh masing-masing bahan tekstil setelah
difiksasi dengan masing-masing fiksator. Diikuti
dengan pengujian-pengujian kualitas yang diperlukan
guna mengetahui ketahanan luntur warna serta
potensi tanaman yang diproses sebagai sumber zat
pewarna alam untuk bahan tekstil.
Untuk itu sebelum melakukan pencelupan kita
perlu menyiapkan larutan fixer terlebih dengan
dengan cara:
1) Larutan fixer tunjung: Larutkan 50 gram tunjung
dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan
mengendap dan ambil larutan beningnya.
2) Larutan fixer Tawas: Larutkan 50 gram tawas
dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan
mengendap dan ambil larutan beningnya.
3) Larutan fixer Kapur tohor: Larutkan 50 gram kapur
tohor dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan
mengendap dan ambil larutan beningnya.
Resep standar larutan fiksator menurut
Widihastuti (2014) yaitu, vlot : 1 : 40, fiksasi Tawas : 70
gr/liter (larutan 1), fiksasi Tunjung : 70 gr/liter
(larutan 2), fiksasi Kapur tohor : 70 gr/liter (larutan 3)
dan menggunakan suhu : kamar.
d. Pencelupan bahan ke dalam larutan zat warna
Proses pencelupan bahan ke dalam larutan zat
warna merupakan tahapan utama dalam
pengaplikasian zat warna alam pada bahan tekstil.
Proses ini dilakukan setelah dua tahapan dilakukan
yaitu ekstraksi larutan zat warna alam dan
mordanting pada bahan tekstil. Bahan tekstil yang
telah melewati tahap mordanting kemudian dicelup
19

kedalam larutan ekstraksi dengan resep standar


menggunakan resep dari penelitian Widihastuti (2014)
yaitu, vlot 1:30 (menggunakan air larutan zat warna
alam hasil proses ekstraksi) serta memperhatikan ama
waktu celup 15-30 menit.
Setelah bahan dimordanting dan larutan fixer
siap maka proses pencelupan bahan tekstil dapat
segera dilakukan dengan jalan sebagai berikut:
1) Siapkan larutan zat warna alam hasil proses
ekstraksi dalam tempat pencelupan.
2) Masukkan bahan tekstil yang telah dimordanting
kedalam larutan zat warna alam dan diproses
pencelupan selama 15 – 30 menit.
3) Masukkan bahan kedalam larutan fixer bisa
dipilih salah satu antara tunjung, tawas atau
kapur tohor. Bahan diproses dalam larutan fixer
selama 10 menit. Untuk mengetahui perbedaan
warna yang dihasilkan oleh masing – masing
larutan fixer maka proses 3 lembar kain pada
larutan zat warna alam setelah itu ambil 1 lembar
difixer pada larutan tunjung, 1 lembar pada
larutan tawas dan satunya lagi pada larutan kapur
tohor.
4) Bilas dan cuci bahan lalu keringkan. Bahan telah
selesai diwarnai dengan larutan zat warna alam.
5) Amati warna yang dihasilkan dan perbedaan
warna pada bahan tekstil setelah difixer dengan
masing-masing larutan fixer. Pada umumnya
hampir semua jenis zat warna alam mampu
mewarnai bahan dari sutera dengan baik , namun
tidak demikian dengan bahan dari kapas katun.
(berdasar beberapa eksperimen yang telah
dilakukan penulis).
20

6) Lakukan pengujian-pengujian kualitas yang


diperlukan (ketahanan luntur warna dan lainnya
7) Simpulkan potensi tanaman yang diproses
(diekstrak) sebagai sumber zat pewarna alam
untuk mewarnai bahan tekstil.

4. Kriteria Pewarnaan
Menurut Fitrihana (2009:30) kriteria yang harus
dimiliki pewarna alami antara lain yaitu:
a. Kerataan Warna, merupakan warna yang dihasilkan
pada saat proses pewarnaan atau pencelupan sangat
merata, tidak terdapat sisa yang masih menggumpal
pada bagian tertentu, dan menghasilkan warna yang
tidak belang pada seluruh permukaan kain.
b. Ketajaman warna, warna yang dihasilkan pada saat
proses pewarnaan atau pencelupan terlihat tajam,
warna yang dihasilkan lebih terlihat gelap
dibandingkan dengan sebelumnya, dan warna tidak
memudar atau kusam pada seluruh permukaan kain.
c. Daya serap atau penyerapan warna adalah warna
yang dihasilkan pada saat proses pewarnaan atau
pencelupan zat warna terserap dengan baik pada
permukaan bagian buruk kain, terlihat rata pada
bagian baik dan bagian buruk kain. Setiap proses
pewarnaan menghasilkan tingkatan warna yang sama
pada seluruh permukaan kain.
d. Tahan luntur warna terhadap pencucian mempunyai
arti yang sangat penting dalam pemakaian bahan
tekstil sehari-hari. Pengujian nya dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yang disesuaikan dengan
penggunaan dari bahan tekstil tersebut. Cara
pengujian ini dimaksudkan unuk menentukan tahan
luntur warna terhadap pencucian. Tahan luntur
21

terhadap pencucian mempunyai arti yang sangat


penting dalam pemakaian bahan tekstil sehari-hari.
Pengujian ini dapat dilakukan beberapa cara yang
disesuaikan dengan penggunaan dari bahan tekstil
tersebut.

C. Kain Katun
1. Pengertian Kain Katun
Katun merupakan serat alami yang dihasilkan oleh
biji tanaman kapas. Kain yang terbuat dari kapas dapat
menyerap keringat sehingga nyaman dikenakan
(Hardisurya, 2011:117). Menurut Jerde ( 1992 : 34 ) “ Cotton
is one of the wordl’s major textile fibers. It also one of the most
versatile, being used either alone of in many blends for a
seemingly infinite variety of apparel and houschold is the fibrous
matter that surounds the seed of variousshurb or woody herbs of
the mallow family, malvaccae “ yang artinya. Katun adalah
salah satu serat terkstil yang sering digunakan didunia.
Dan juga salahsatu yang paling serbaguna, yang
digunakan untuk berbagai jenis pakaian dan perlengkapan
rumh tangga dan produk industri yang tampaknya tak
terbatas.

Katun merupakan salah satu jenis serat alam


yang berasal dari tumbuhan dan digunakan sebagai
bahan baku industri tekstil. Katun bersumber dari serat
kapas, dimana kandungan utamanya adalah selulosa
(Manurang, 2012: 188). Struktur selulosa dapat dilihat
pada gambar 2.3 berikut.
22

Gambar 2.3 : Struktur Selulosa (Manurang, 2012:


188)
2. Jenis-jenis Kain Katun
Kusrianto (2017 : 64) menjelaskan kain katun
menurut jenisnya dapat dikelompokan sebagai berikut :
a. Katun Biasa
Katun biasa adalah kain katun yang terbuat dari
benang katun bernomor antara Ne1 40s hingga 45s.
Selain agak kasar ( tebal ) jenis kain ini juga sering
kali permukaannya tidak halus, kain katun ini lebih
mudah kusut dibandingkan katun jepang.
b. Katun Rami
Katun rami adalah katun yang ditenun dari
benang campuran antara serat katun dan serat rami.
c. Katun Minyak
Katun minyak adalah kain yang ditenun dari
benang carded cotton nomor Ne1 40/s dengan
kerapatan ( tetal Tenun ) 98 x 72. Pada saat finishing
diberi Turleys Red Oil sehingga menimbulkan efek
berminyak.

d. Katun Primis
Katun primis adalah jenis mori kualitas paling
tinggi, katun primis sudah disertai proses
penyempurnaan berupa Mercerized dan Sanforized
sehingga sudah siap untuk digunakan tanpa proses
terlebih dahulu.
e. Katun Primissima
23

Katun primissima dalah kain mori berkualitas


tinggi , dari konstruksi kain ini jika dipegang akan
terasa lembut tapi padat. Dalam memproduksi kain
atun primissima ini disertakan juga proses Bleaching
dan calandering, untuk kain jenis ini pada saat proses
pembatikan tidak perlu dilakukan proses
pendahuluan, bisa langsung dipola dan di canting.
f. Katun Berkolisima
Kain katun berkolisima menggunakan benang
berukuran Ne 70s dengan tetal 114x74 dan lebar
113cm. kian ini disertai proses finishing mercerized
dan sanforized. Dahulu kain ini dikenal dengan
istilah berkolin, sebagai bahan hem maupun kain
printing.

3. Karakteristik Katun
Karakteristik bahan katun menurut Puspo (2005:
76) adalah sebagai berikut
a. Asal bahan : biji kapas
b. Sifat bahan : kuat, bahkan ketika basah menyerap,
menarik panas badan, kusut, susut atau mengerut,
kecuali ditangani dengan baik, rusak oleh matahari,
keringat, dan lapuk
c. Konstruksi bahan : berubah-ubah dengan
bermacam-macam berat dan tekstur
d. Penyerapan warna bahan : relative mudah, daya
serapnya bagus
e. Jatuhnya bahan : tidak bagus
f. Tekstur bahan : gemersik dan kaku
g. Kegunaan bahan : sesuai untuk busana daerah
tropis, untuk pakaian kerja, pakaian sport, dan
pakaian santai
24

4. Sifat-sifat Kain Katun


a. Warna
Warna kapas tidak sangat putih tetapi kecoklat-
coklatan (cream). Kapas mesir dan pima mempunyai
serat yang lebih panjang dan warna yang lebih krem
dari pada kapas Upland dan Sea Islan. Cuaca yang
lama, debu dan kotoran dapat menimbulkan warna
keabu-abuan. Tumbuhnya jamur sebelum pemetikan
menyebabkan warna putih kebiru-biruan yang tidak
dapat dihilangkan dengan pemutih.
b. Kekuatan
Kekuatan serat kapas terutama dipengaruhi
oleh kadar slulosa didalam serat. Serat kapas dalam
keadaan basah kekuatannya makin tinggi, dan
sebaliknya serat lain terutama serat buatan dan serat
binatang kekuatan akan berkurang dalam keadaan
basah. Kekuatan serat kapas per nundel rata-rata
96.700 pon/inchi dengan kekuatan minimum 70.000
dan maksimum 116.000 pon/inchi kwadran.

c. Mulur
Mulur serat kapas saat putus tergolong tinggi di
antaranya serat-serat selulosa lainnya. Serat alam
yang mulurnya lebih baik dari kapas adalah wol dan
sutra. Mulur serat kapas berkisar antara 4-13%,
dengan rata-rata 7%
d. Keliatan
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan
kemampuan suatu benda untuk menerima kerja.
Keliatan serat kapas relative tinggi dibandingkan
dengan serat wol, sutra, dan selulosa yang diregenerasi.
e. Kekakuan
25

Kekakuan serat dapat diartikan sebagai daya


tahan serat terhadapperubahan bentuk. Kekakuan serat
tekstil dinyatakan sebagai perbandingan antara
kekuatan saat putus dengan mulur saat putus.

D. Penelitian yang Relevan


Berdasarkan eksplorasi peneliti, ditemukan beberapa
tulisan yang berkaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan, yakni:
1. Penelitian Rosyida,dkk (2013) yang berjudul “Pewarnaan
Bahan Tekstil dengan Menggunakan Ekstrak Kayu
Nangka dan Teknik Pewarnaannya Untuk Mendapatkan
Hasil yang Optimal”. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa penggunaan jenis fiksator yang berbeda akan
menghasilkan warna yang berbeda, dengan tawas akan
diperoleh warna kuning sedangkan dengan ferro sulfat
akan diperoleh warna coklat.
2. Penelitian oleh Mukhlis (2011) dengan judul “Ekstraksi
Zat Warna Alami dari Kulit Batang Jamblang (Syzygium
cumini) Sebagai Bahan Dasar Pewarna Tekstil”. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan mordan
memberikan variasi warna pada kain, yaitu penambahan
FeSO4 memberikan warna coklat hitam, penambahan
tawas memberikan warna coklat muda yang lebih terang
dari pada tanpa penambahan mordan, dan penambahan
Kalium bikromat memberikan warna coklat hitam yang
lebih pudar dari pada penambahan FeSO4..
3. Penelitian oleh Pratiwi (2016) dengan judul “Pengaruh
Lama Pemeraman Terhadap Hasil Jadi Tiedye Pada Kain
Katun”. Hasil penelitian terdapat pengaruh ditinjau dari
ketiga aspek yang diteliti. Pada aspek ketajaman warna
dan aspek daya serap kain katun hasil jadi tiedye yang
secara berturut-turut adalah 18 jam, 24 jam dan terbaik 30
26

jam. Hasil pemeraman dengan waktu 18 jam lebih muda


karena waktu fiksasi lebih sebentar dibandingkan dengan
lama pemeraman 24 jam dan 30 jam. Sedangkan pada
aspek hasil jadi motif tie dye lama pemeraman 24 jam
adalah yang terbaik, karena warna tidak terserap kedalam
motif yang di jelujur maupun yang diikat. Sehingga motif
tampak jelas jika dibandingkan dengan lama waktu
pemeraman 30 jam

E. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam melaksanakan penelitian
merupakan hasil atau kristalisasi dari teori, konsep serta
asumsi yang dipadukan sehingga menunjukkan kejelasan
antara satu dengan yang lain serta menunjukkan hubungan
sebab akibat (Sugiyono, 2014: 93). Adapun kerangka
konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Pewarna Alam

(+) Kelebihan (-) Kekurangan


1. Sumber daya alam Indonesia 1. Memiliki rentang warna
berlimpah, terutama tumbuhan yang pudar
2. Ramah lingkungan, tidak 2. Proses pewarnaan yang
toksik, dapat diperbaharui rumit.
(renewable), mudah
terdegradasi. Pemanfaatan akar
3. Memiliki nilai jual yang tinggi mengkudu sebagai zat
pewarna kain katu.
Lama Pencelupan Alasan:
Zat Warna dengan 1. Mengandung
soda abu: moridon
1. 24 jam 2. Bagian akar yang
2. 48 jam belum pernah
3. 72 jam dimanfaatkan
27

F. Hipotesis
Rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian
sebagai berikut :
Ha : ada pengaruh lama pencelupan 24 jam, 48 jam , 72
jam dan 96 jam terhadap hasil pewarnaan akar
mengkudu pada kain katun.

Anda mungkin juga menyukai