A. Latar Belakang
Ikat celup merupakan ragam hias yang dibentuk melalui proses celup rintang.
Ikat celup dalam Bahasa Inggris disebut juga dengan tie-dye yang berkembang sejak
tahun 1960-an. Teknik ikat celup diaplikasikan pada busana agar terlihat lebih berwarna
dan mendapatkan motif yang unik serta bervariasi. Evan (Bulak Sumur Pos, april 2009)
mengemukakan bahwa busana dengan motif ikat celup ini semakin popular di Indonesia
dan menghiasi gerai busana di tanah air serta saat ini mendapatkan perhatian besar
terutama karena keindahan ragam hiasnya dalam rangkaian warna-warni yang
menawan. Oleh sebab itu, motif yang terdapat pada ikat celup diperoleh dari penerapan
warna-warna pada kain. Warna memberikan kesan pada busana karena dapat
memberikan dampak psikologis dan sugesti kepada orang yang melihat. Menurut
Swasty (2011) bahwa warna memegang peran penting sebagai sarana untuk lebih
mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan dari sebuah karya desain. Warna dapat
diperoleh melalui pewarna buatan dan pewarna alami.
Salah satu sumber daya alam di Indonesia yang dapat digunakan dalam
kerajinan ikat celup adalah zat pewarna alam (Maman Tocharman, tt: 1-2). Dalam
perkembangannya, penggunaan bahan alam untuk pewarnaan ikat celup sejalan dengan
konsep pemanfaatan produk ramah lingkungan dengan memanfaatan sumber-sumber
pewarna alami. Di beberapa negara seperti Jerman dan Belanda, telah dilakukan
pelarangan penggunaan zat pewarna berbahan kimia sejak tahun 1996. Oleh karena itu,
mulai bermunculan produk-produk tekstil yang menggunakan bahan pewarna alami,
khususnya batik dan ikat celup. Penggunaan ikat celup berbahan pewarna alami
merupakan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang akan berdampak pada
pelestarian kenakeragaman hayati dan pendapatan ekonomi masyarakat (Anak Agung
Gede Rai Sedana, dkk, tt: 2).
2. Pewarna Alam
Pemanfaatan zat pewarna alam untuk
tekstil menjadi salah satu alternatif
pengganti zat pewarna berbahan kimia.
Adapun zat pewarna alami diperoleh dari
alam yang berasal dari hewan (lac dyes)
ataupun tumbuhan seperti dari akar, batang,
daun, kulit dan bunga. Warna alami untuk
pewarnaan batik banyak diminati oleh konsumen dari mancanegara karena
batik atau bahan yang menggunakan warna alam akan membuat sipenggunanya
lebih nyaman dan dijamin tidak menimbulkan alergi. Timbulnya gerakan
kembali ke alam, ketakutan akan pengaruh pencemaran oleh zat pewarna
sintetis yang menyebabkan kanker dan adanya keinginan menghasilkan produk
yang unik mendorong bangkitnya penggunaan zat pewarna alami. Salah satu
contoh pewarna alam yang umum digunakan saat membuat ikat celup adalah
indigo. Pewarna indigo berasal dari daun tanaman nila atau indigofera yang
kemudian diekstrak hingga menjadi pasta ataupun bubuk pewarna indigo.
4. Cuka
Digunakan pada saat proses fiksasi. Dapat menggunakan
cuka makan ataupun cuka murni.
5. Ember
Digunakan saat proses pewarnaan dan fiksasi pada kain.
6. Gunting
Digunakan saat proses pembuatan pola ataupun finishing..
• Proses Pencelupan
1. Basahi kain terlebih dahulu.
2. Celupkam kain ke dalam larutan indigo sampai merata selama 2-5 menit.
3. Angkat lalu cuci dengan air dan langsung dicemur untuk diangin-anginkan.
4. Kain yang sudah dicelup akan berwarna hijau, untuk itu sewaktu diangin-anginkan
tunggu warna hijaunya berubah menjadi biri sempurna.
5. Bila warna hijau pada kain sudah hilang, kain bisa dicelup lagi dan ulangi proses
1-4 hingga beberapa kali sampai mendapatkan warna biru yang diinginkan.
*Setelah dipakai beberapa kali, larutan akan berubah menjadi hijau kusam. Untuk itu bisa
ditambahkan hidrosulfit lalu aduk hingga larutan berwarna hijau lagi. Ulangi proses
tersebut sampai apabila larutan pewarna diberi hidrosulfit tidak berubah warna menjadi
hijau, maka tandanya larutan pewarna sudah tidak dapat dipakai lagi karena pigmen
warna indigo sudah habis.
• Proses Fiksasi (Penguncian Warna Kain)
1. Larutkan 1 botol cuka kedalam 15 liter air
2. Rendam air selama 15 menit
3. Angkat dan cuci dengan sabun tanpa pemutih (sabun cuci piring)
4. Bilas sampai airnya bening
5. Rendam ke dalam air panas 10 menit
6. Angkat dab jemur kain sampai kering
BAB III
PENUTUPAN
Demikian materi yang dapat disampaikan mengenai pembuatan produk tekstil kain ikat
celup menggunakan pewarna alam indigo. Semoga dengan adanya dokumen materi ini dapat
menjadi suatu kontribusi yang bermakna bagi perkembangan dunia industry dan fashion.
Kami menyadari bahwa penyusunan dokumen materi ini masih sangat jauh dari kata
sempurna dan banyak hal yang harus diperbaiki, untuk itu kami sangan berharap kritik, saran,
dan masukan dari semua pihak demi kesempurnaan dokumen materi ini
DAFTAR PUSTAKA
1. I Wayan Sudiarta, Anak Agung, I Wayan Sudiarta, Jajang Suryana. tt. Pewarna Batik
Alami Di Tjok Agung Indigo Desa Pejeng Kecamatan Tampaksiring Kabupaten
Gianyar. Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia.
(https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPSP/article/view/4715/3586)
2. Alamsyah, Kerajinan Batik dan Pewarna Alami. Universitas Diponegoro Semarang
Indonesia.
(https://ejournal.undip.ac.id/index.php/endogami/article/download/19229/13410)
3. http://washingfactory.com/shibori-teknik-menghias-kain-ala-jepang
LAMPIRAN