Anda di halaman 1dari 16

ARTIKEL

TISU SEBAGAI MEDIA MEMBUAT BATIK JUMPUTAN


PADA MATA PELAJARAN SENI BUDAYA
Oleh :

TETY SUMIASIH
SMP NEGERI 1 CILEDUG
Tetysandiasmara71@gmail.com

ABSTRAK

Tety Sumiasih. S.Pd, 2017. Tisu Sebagai Media Membuat Batik Jumputan
Pada Pelajaran Seni Budaya. SMP Negeri 1 Ciledug, Kabupaten Cirebon, Jawa
Barat. Ikat celup (jumputan) yaitu suatu cara membuat ragam hias diatas
permukaan kain dengan menutup bagian yang dikehendaki terkena warna dengan
media tekan yang diakibatkan oleh jahitan atau ikatan. Teknik ikat celup
mempunyai kelebihan yang dapat ditimbulkan dari penampilan desain
permukaannya. Pembuatan Ikat celup biasanya dibuat di permukaan kain atau
kertas. Khusus untuk kertas yang digunakan adalah kertas kuat tidak mudah
hancur misalnya tisu pengesat yang biasa digunakan untuk di dapur.Penggunaan
kertas tisu ini adalah sebagai alternatif media praktak sebelum menggunakan kain
sebagai media. Dari karakter kertas tisu yang mudah dilipat,ukurannya kecil ,
mudah didapat serta ekonimis memotivasi peserta didik untuk membuat karya
ikat celup dengan melakukan eksperimen lipatan dan ikatan yang berbeda-
beda.Hasil yang bisa dicapai dari penggunaan kertas tisu ini ialah corak yang
beaneka ragam dan pewarnaan bisa lebih dari satu warna. Setelah proses
pembuatan ikat celup menggunakan kertas tisu ini diharapkan dapat memotivasi
dan menginsfirasi peserta didik dalam praktek pembuatan batik jumputan (ikat
celup) deengan menggunakan media kain. Permasalahan yang dibahas dalam
tulisan ini adalah: Bagaimana penerapan ikat celup dengan menggunakan kertas
tisu?
Tisu, Batik dan Jumputan

A. PENDAHULUAN

Teknik ikat celup adalah teknik rantang warna turunan teknik


menghias kain seperti halnya batik. Apabila batik memakai rintang warna
berbahan lilin malam (wax) maka pada teknik ikat celup memakai perintang
berupa ikatan. Prinsip dasar antara ikat celup dan batik memiliki kesamaan
dimana warna yang hendak meresap pada kain, dihalangi oleh perintang, baik
berupa lilin malam maupunikatan. Pada ikat celup, perintang warna memakai
bahan serat yang tidak tembus oleh zat warna seperti tali plastik, karet
ataupun benang kenur (nylon), yang dapat menolak warna meresap pada kain.
Kelebihan lain dari teknik ikat celup ialah efek warna yang sengaja
atau tidak di sengaja justru akan menghasilkan corak dan warna yang
menarik. Proses ikat celuo juga berkembang, sehingga tidak hanya jumput,
tritik seperti yang telah dikerjakan selama ini. Saat ini kain ikat celup telah
mengalami banyak perkembangan dalam proses pengerjaan untuk
memperkaya corak, warna dan fungsinya. Perkembangan saat ini
mengarahkan penggunaan kain ikat celup untuk benda-benda lain, seperti tas
wanita, payung, topi, perlengkapan rumah tangga dan benda cinderamata
lainnya.
Menuangkan ide kedalam sebuah rancangan dapat terinspirasi oleh
berbagai hal, salah satunya kekayaan budaya. Dalam perancangan kali ini
penulis mengangkat tema penggunaan kertas tisu sebagai media praktek
pembelajaran batik jumputan (ikat celup). Gagasan ini diangkat sebagai
alternatif media dalam praktek pembelajaran batik jumputan (ikat celup) pada
mata pelajaran seni Budaya kelas VIII. Dengan harapan peserta didik dapat
lebih bebas dalam mengekspresikan dirinya dalam berkarya seni rupa tanpa
rasa takut gagal.

1. Identifikasi Masalah

Dengan segala keterbatasan, siswa takut untuk berekspresi dan


berkresi. Hal tersebut juga dapat dilihat pada siswa dalam pelajaran seni
budaya, mereka kurang bisa berekspresi dan takut untuk melakukan
kreasi.
Bagi kami yang tinggal didaerah kesulitan untuk mendapatkan
bahan-bahan praktikum membuat batik jumputan, kalaupun ada harganya
relatif mahal.
2. Rumusan Masalah

Untuk mensiasati kendala dan permasalahan tersebut, perlu adanya


inovasi pembelajaran dengan media alternatif yang mudah di dapat dan
dapat dijangkau.
Dengan ketersedian bahan yang terjangkau, siswa dapat bebas
berekspresi dan berkreasi tanpa takut salah dan biaya mahal.

3. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dengan mengangkat judul adalah:


a. Sebagai upaya pelestarian dan pengembangan salah satu khasanah
budayanusantara supaya tetap eksis dan mampu bersaing di tengah
trend yang terus berkembang
b. Melakukan inovasi di bidang pembelajaran supaya aktif, inovatif,
kreatif, dan menyenangkan.
c. Memberikan wawasan kepada peserta didik dan masyarakat bahwa tak
ada batasan dalam hal teknik dan bahan untuk berkarya seni.

B. KONSEP DAN PERANCANGAN KARYA

1. Pengertian Ikat Celup

Ikat celup merupakan usaha untuk membuat ragam hias diatas


permukaan kain dengan cara menutup bagian yang tidak dikehendaki
terkena warna. Proses ikat celup ini termasuk pembuatan ragam hias
dengan sistem tutup celup, ikat celup juga diartikan sebagai cara
pemberian motif pada kain dari proses perwarnaan rintang dengan
menggunakan bahan perintang seperti tali, benang atau sejenisnya menurut
corak-corak tertentu. Pada dasarnya teknik pewarnaan rintang
mengakibatkan tempat-tempat tertentu akan terhalang atau tidak tertembus
oleh penetrasi larutan zat warna. Secara umum teknik ikat celup adalah
teknik pemberian warna dengan desain motif, barulah dicelupkan pada zat
pewarna atau biasa disebut dengan teknik pencelupan rintang. (Nian,
1990:87)
2. Bahan Ikat Celup

Ikat celup selain dipengaruhi oleh teknik pengerjaannya juga


dipengaruhi oleh bahan bakunya, dimana kedua faktor tersebut tidak dapat
di abaikan dan selalu berkaitan. Bahan baku dalam pembuatan ikat celup
dapat digolongkan dalam bahan baku kain, bahan perintang dan bahan
pewarna. Dari ketiga bahan tersebut dan dengan peralatannya masing-
masing mempunyai klasifikasi dalam hal mutu/kehalusan maupun
kesesuaian di dalam proses pengerjaanya, Kain sebagai bahan baku utama
ikat celup umumnya berupa mori (kain yang berasal dari serat kapas)
dengan berbagai macam kualitas. Adapun jenis jenis kain yang biasa
digunakan dalam pembuatan ikat celup adalah:
a. Kain dari serat kapas, diantaranya kain Mori Primissima, Mori Prima,
Mori Biru, Blaco, Mori Voillissima dan kain berkolin (kain yang telah
dimerser dan diputihkan).
b. Kain campuran serat kapas, diantaranya kain saten (serat kapas dan
polyster) dan kain santung (serat kapas dan serat rayon).
c. Kain berasal dari serat protein (binatang), diantaranya kain sutra dan
wol.
d. Kain dari serat sintetis, diantaranya kain polyster, georgette dan
poliamida.

Bahan kedua yang mempengaruhi hasil ikat celup untuk


menghasilkan motif adalah bahan perintang. Bahan perintang warna dalam
ikat celup harus mempunyai persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak dapat terwarnai oleh zat pewarna.
b. Bahan mempunyai konstruksi anyaman maupun twist benang yang
padat.
c. Mempunyai daya tarik yang tinggi.

Bahan perintang yang biasa digunakan untuk perintangan dalam


ikat celup, diantaranya benang kapas, tali rafia, karet gelang dan serat agel
atau serat nanas. Tetapi kadang-kadang dalam pengikatan sering disertai
dengan bahan pengisi untuk memperoleh corak yang khas, seperti kacang
hijau, gabah, manik manik, kedelai, dll.
Selain kedua bahan tersebut diatas yang mempengaruhi ikat celup,
zat warna juga sangat berpengaruh pada motif yang dihasilkan dengan
teknik ikat celup. Pewarnaan adalah memberikan warna pada kain yang
telah dirintangi secara jahitan atau ikatan maupun campuran dari keduanya.
Pewarnaan dapat di lakukan secara celupan atau coletan. Zat warna yang
digunakan dalam ikat celup adalah zat warna tekstil yang dalam
pemakaiannya sudah digolongkan ke dalam jenis-jenis zat warna untuk
jenis tekstil yang digunakan. Zat warna yang banyak digunakan dalam
pembuatan kain tersebut disamping mudah prosesnya serta mempunyai
variasi warna yang macam-macam, salah satu zat warna sintetis yang
memiliki berbagai jenis macam warna adalah zat warna remasol.Zat warna
ini berbentuk bubuk dan terdiri dari 3 komponen yaitu bubuk remasol
sebagai zat warna utama, ludigol pencerah warna, poliron untuk
menetralkan air. Remasol 25 gr + Ludigol 10 gr + Poliron 5gr + 1 liter air

3. Teknik Perintangan Ikat Celup

Motif-motif pada kain yang dihasilkan dengan cara ikat celup ini,
selain tergantung dari cara pengikatannya, juga tergantung pada lamanya
proses pewarnaan kainnya. Dalam ikat celup, perintangan warna
sebenarnya tidak hanya dapat dilakukan dengan menggunakan ikatan tali
saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan beberapa cara lain, seperti
menggunakan bundelan pada kain atau menggunakan jahitan pada kain.
Adapun teknik perintangan yang digunakan dalam ikat celup:

a. Jumputan

Jumputan diperoleh dengan mencomot atau menjumput untuk


kemudian diikat dengan tali, lalu dicelup atau diwarnai kemudian tali
dilepas. Setelah kain dilepaskan ikatannya, maka pada bagian yang
diikat akan tetap berwarna putih. Kain jumputan juga sering disebut
kain “plangi”, karena pada hakekatnya kain pelangi merupakan kain
jumputan dengan cat warna dan ragam hias yang lebih bervariasi.
Jumputan akan lebih bervariasi bila digabung dengan cara pengikatan
talinya, pengikatan dapat dilakukan dengan ikatan tunggal, ganda
maupun bersilang. Sehingga efek yang dihasilkan akan lebih unik.
Jack L. Larsen (1976:37) menyebutkan ada 3 teknik ikatan
dasar yang dikenal, yaitu:

1) Ikatan tunggal : Teknik ikatan tunggal dilakukan dengan cara


memberikan ikatan pada kain dengan satu kali ikatan saja, sehingga
didapat satu motif ikatan.

Gambar 1. Teknik dan Motif Ikatan Tunggal

2) Ikatan ganda : Pada teknik ikatan ganda, kain diberi ikatan lebih
dari satu ikatan sehingga didapat motif ikatan lebih dari satu atau
ganda.

Gambar 2. Teknik dan Motif Ikatan Ganda

3) Ikatan silang : Pada teknik ikatan silang, ikatan dilakukan secara


menyilang sehingga didapat motif ikatan dalam bentuk menyilang
satu dengan yang lainnya.
Gambar . Teknik dan Motif Ikatan Silang

b. Sasirangan

Sasirangan adalah kain tradisional yang dibuat menggunakan


teknik jelujur dan ikat kemudian ditarik dan dicelup dengan zat warna
sehingga menimbulkan motif tertentu pada kain. Motif-motif tersebut
terbentuk karena adanya bahan perintang yang dijelujur sesuai dengan
bentuk motif sehingga menghalangi masuknya zat warna ke dalam
serat. Teknik dasar pembuatan sasirangan adalah dengan menjelujur
motif yang telah digambar pada kain, kemudian benang jelujuran
tersebut ditarik sehingga terjadi kerutan. Selanjutnya kain dicelup ke
dalam larutan zat warna, dikeringkan, dan dibuka jelujurannya
sehingga menghasilkan motif.

Gambar 4. Teknik Pembuatan Kain Sasirangan

Corak kain sasirangan didapat dari teknik jelujur dan ikatan


yang ditentukan oleh beberapa faktor, selain dari komposisi warna
dan efek yang timbul. Dalam pembuatan kain sasirangan, bahan
perintang berupa benang yang dijelujur harus ditarik semaksimal
mungkin sehingga menghasilkan kerutan yang padat. Kerutan yang
padat dapat menutupi motif yang dibentuk dari masuknya zat warna
dalam proses pencelupan.

c. Lipat

Teknik ini berupa lipatan-lipatan, setelah kain dicelup.


Caranya dengan melipat kainnya (kain diwiru) dan menekan kainnya
dengan ikatan, lalu kemudian dicelup zat warna. Setelah kain dicelup
barulah ikatan dilepaskan dan hasilnya kain yang dilipat dan terkena
ikatan akan tetap berwarna putih, sedangkan sisi kain yang tidak
terkena ikatan akan terwarna. Efek lipatan yang unik akan didapat
jika teknik ini digabung dengan cara pengikatan dengan
menambahkan bahan perintang lainnya diantara kain yang dilipat.
Selain itu efek lipatan juga dipengaruhi oleh ketebalan kain yang
dilipat dan cara melipatnya.

d. Bundelan (simpul)

Teknik bundel (simpul) ini akan menyebabkan bagian kain


yang dibundel akan sulit untuk dimasuki zat warna, sehingga pada
bagian yang dibundel atau disimpul akan timbul motif. Ada beberapa
teknik bundel atau simpul yang digunakan untuk mendapatkan
berbagai efek bundelan. Sebagai contoh menyimpul panjang dengan
tiga simpulan dan menyimpul persegi dengan sebuah simpul ditengah
dan empat simpulan bagian sudut. Efek yang diperoleh teknik ini
hampir menyerupai efek marmer tetapi lebih teratur sesuai dengan
cara menyimpulkan kain dan jarak tiap bundelan.

e. Remasan atau Smock

Remasan atau smock merupakan cara meremas kain dengan


tidak beraturan lalu diikat sehingga kain berbentuk seperti bola dan
kemudian dicelup. Cara remasan atau smock ini dapat memberikan
tekstur seperti marmer pada permukaan kainnya.
Dari berbagai macam teknik yang telah di sebutkan diatas
bahwa ikat celup dalam proses pembuatan motifnya bisa dibuat
dengan teknik cabut warna., teknik ini merupakan pengembangan dari
ikat celup yang prosesnya menggunakan warna asli dari kain tersebut
atau selembar kain putih yang diwarna, diikat dan di lunturkan
dengan menggunakan pemutih tekstil, corak warna yang dihasilkan
terdapat pada bagian kain yang diikat. Cabut warna adalah proses
pencabutan warna yang tidak di inginkan / di hilangkan seingga
membentuk motif. Cabut warna merupakan salah satu hasil apresiasi
manusia yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai estetis, nilai
jual pada kain dan akan manambah keragaman unsur garis, bidang,
warna pada kain ikat celup

4. Material Bahan

a. Alat

 Gunting, cutter
 Tali rafia yang dibelah kecil/benang/karet
 Mangkok/gelas plastik, wadah untuk mencampur warna

b. Bahan

 Kertas Tisu (gunakan kertas tisu yang kuat tidak cepat hancur)
 Pewarna bisa menggunakan pewarna alami, tekstil, atau pewarna
makanan

Gambar 5. Bahan dan alat


5. Proses Kerja

a. Menyiapkan alat dan bahan

 Siapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan.


 Tentukan kertas tisu yang akan digunakan.

b. Melipat dan mengikat kertas tisu

Teknik celup ikat atau jumputan dapat diterapkan pada kertas


tertentu yang memiliki ciri tipis, lembut dan banyak menyerap air,
misalnya kertas tisu. Ada banyak cara yang dapat dikembangkan dari
teknik celup ikat ini untuk mendapatkan efek hasil akhir yang
berbeda-beda. Efek yang berbeda-beda ini dapat dicapai antara lain
dengan perbedaan cara melipat kain atau kertas dan mengikatnya.
Semakin bervariasi cara melipat dan mengikat kertas atau kain yang
dibuat produk, semakin bervariasi pula efek pola yang dihasilkan.
Perlu diketahui bahwa dengan variasi cara melipat dan mengikat, kita
hanya dapat memperkirakan efek yang akan dicapai, karena kita tidak
dapat mengontrol hasil secara tepat dan pasti seperti yang diinginkan.

Gambar 6. Proses melipat dan mengikat


c. Pncelupan ke dalam warna

 Aturlah bagian-bagian yang akan diwarnai dan mana yang tidak


diwarnai.
 Tentukan warna apa saja yang digunakan.
 Sebelum mencelup kertas ke dalam warna, gunakan sarung tangan
plastic.
 Celup bagian demi bagian kertas yang telah diikat ke dalam cairan
bahan warna yang telah disediakan, selanjutnya peras pelan-pelan
dengan menekannya.

Gambar 7. Proses Pewarnaan

d. Membuka ikatan

 Buka ikatan tali pada kertas dengan hati-hati mengunakan gunting


kecil atau catter.
 Buka lipatan kertas sebelum kering, karena dalam keadaan kering
lipatan kertas akan sulit dibuka.
 Ingatlah dalam keadaan basah, kertas akan mudah sobek, jadi harus
hati-hati ketika membuka lipatannya.
 Setelah dibuka, rapikan lipatan-lipatannya, kemudian angin-
anginkan hingga kering. Karya seni kain atau kertas yang bepola
sudah jadi dan menajubkan,
Gambar 8. Proses Membuka Ikatan
Dibawah ini adalah beberapa contoh hasil ikat celup
menggunakan kertas tisu dengan berbagai teknik lipatan dan ikatan
yang bervariasi :
Gambar 9. Hasil ikat celup menggunakan kertas tisu

C. Kesimpulan

Proses ikat celup adalah proses yang relatif cepat dalam menghias
sehelai kain, dibandingkan dengan proses batik tulis. Pada ikat celup dapat
langsung menetahui hasil ikatan dan celupan kemudian menjemurnya di
bawah sinar matahari. Namun demikian bagi seorang pemula di bidang ikat
celup teknik ini cendrung sulit diulang dalam bentuk serupa atau sama persis.
Demikian halnya ketika kita akan menerapkannya pada peserta didik ada
beberapa kendala yang dihadapi misalnya,keterbatasan pengetahuan guru
mata pelajaran tentang ikat celup, keterbatasan bahan dan alat karena letak
geografis, dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk praktak membuat
karya ikat celup. Maka untuk mengatasi permasalahan diatas perlu adanya
inovasi atau kreatifitas dari pengajar agar materi bisa tersampaikan dan
peserta didik dapat mengekspresikan dirinya melalui karya seni ikat celup
dengan bahan dan media yang sederhana serta terjangkau.
Pemilihan media dengan kertas tisu ini dengan pertimbangan bahwa
kertas tisu mudah didapat, murah, mudah menyerap warna, mudah
dilipat/diikat sehingga peserta didik dengan bebas bisa berekspresi. Dengan
menggunakan kertas tisu ini peserta didik dapat bereksperimen berbagai jenis
lipatan dan ikatan secara berulang-ulang tanpa merasa takut gagal. Hal yang
terpenting dalam proses ikat celup menggunakan kertas tisu adalah dari cara
melipat serta mengikatnya. Dari proses lipatan itu nanti akan dihasilkan motif
yang beraneka ragam serta dari proses pengikatan akan menentukan warna,
jika pada proses pengikatan kurang kencang maka warna akan meresap pada
ikatan. Untuk selanjutnya setelah praktek meggunakan kertas tisu ini
diharapkan dapat menerapkannya pada bahan kain.
Dengan segala keterbatasan penulis mudah-mudahan tulisan ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat luas yang berminat terhadap kerajinan tradisional
dan budaya Indonesia khususnya bagi penulis sendiri.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu, sehinggga tulisan ini bisa
diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

BBKB. 1989. Pedoman Teknologi Tekstil Kerajinan Tritik, Jumputan dan


Sasirangan. Yogyakarta : BBKB

______. 1999. Proses Ekastraksi dan Puderisasi Bahan Pewarna Alam.


Yogyakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri
Kerajinan Batik.

______. 2001. Pengembangan Disain Tekstil Kerajinan dengan ATBM dan


Dimensi Hasil Pengembangan. Yogyakarta : Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Industri Kerajinan Dan Batik.

Biranul Anas. 1995. Busana Tradisional (Indonesia Indah Seri 10). Jakarta :
Yayasan Harapan Kita / BP3 TMII.

Jack. L. Larsen. 1976. The Dyer’s Art Ikat, Batik, Plangi. A&C Black : London.

.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999), Sumber Daya Nabati Asia


Tenggara, No 3 “Tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tanin”, Balai
Pustaka,Jakarta

Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Keterampilnan SMP dan


MTs. Depdiknas
Sewan Susanto (1973), Seni Kerajinan Batik Indonesia, BPKB, Yogayakarta Tim
Broad Based Education. (2002). Pendidikan Berorientasi Kecakapan
Hidup (Life Skill Education) Buku 1 & II., Jakarta : Depdiknas.

Harmoko, Tim Penyusun. 1996. Indonesia Indah : Kain Non Tenun ( Edisi 4 ).
Jakarta : yayasan Harapan Kita BP3-TMII

Nanang Rizali. 2006. Tinjauan Desain Tekstil. Lembaga Pengembangan


Pendidikan UNS. UPT Penerbitan & Pencetakan UNS/Press.

Sugiarto Hartanto, N. 1979. Teknologi Tekstil. Jakarta : P.T. Pradnya Paramita.

Wasia Roesbani, Roesmini. 1984. Pengetahuan Pakaian. Jakarta : Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat pendidikan Menengah
Kejuruan BagianProyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah
Kejuruan.

Anda mungkin juga menyukai