Dalam sejarah perkembangan manusia, tumbuhan telah memainkan peranan yang sangat
penting dalam perkembangan budaya mereka. Suku – suku bangsa telah mengembangkan sendiri
dalam mengadaptasikan terhadap lingkungan mereka masing – masing, antara lain tumbuhan –
tumbuhan di sekitarnya yang merupakan keperluan pokok mereka akan pangan, sandang, papan
dan keperluan lainnya
Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik yang berada di darat maupun di
laut. Sumber alam hutan Indonesia merupakan salh satu hutan tropika terluas di dunia, yang
diharapkan dapat terus berperan sebagai paru – paru dunia. Hutan sebagai penghasil kayu, yang
diharapkan mampu menyediakan kebutuhan manusia, mengingat dari hutan masyarakat banyak
memperoleh manfaat untuk kebutuhan hidup sehari – hari.
Berdasarkan pemanfaatannya, tumbuhan tumbuhan di Indonesia dapat dibagi menjadi
beberapa kegunaan antara lain sebagi bahan pangan, sandang, obat – obatan dan kosmetika,
papan dan perlatan rumah tangga, tali – temali dan anyaman, pewarna dan pelengkap upacara
adat atau ritual serta kegiatan sosial.
Berbagai bentuk pemanfaatan hutan sebagai sumber kehidupan baik sebagai penghasil
kayu maupun non kayu bagi manusia telah dilakukan secara turun – temurun sejak dahulu sampai
sekarang. Berkaitan dengan pemanfaatan tumbuhan dalam kehidupan masyarakat, salah satunya
adalah pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan pewarna alami.
Penghasil pewarna alami telah lama dikenal sebelum ditemukannya pewarna sintetis yang
telah banyak beredar di pasaran sampai saat ini. Penggunaan warna baik pada makanan dan
minuman maupun tekstil dan bahan kerajinan, memiliki beberapa tujuan. Utamanya adalah
sebagai penarik selera konsumen. Pada makanan dan minuman pewarna digunakan untuk
memperbaiki wujud, karena warna aslinya rusak selama processing. Pemakaian pewarna juga
membantu mencegah rusaknya aroma serta vitamin yang sensitif terhadap cahaya matahari selam
penyimpanan serta memberikan indikasi kualitas bahan pangan.
Di Indonesia terdapat beberapa jenis tumbuhan yang umum dikeal mengandung zat
pewarna. Beberapa di antaranya adalah zat warna kurkumin pada tanaman temu – temuan,
terutama kunyit dan temulawak, biji Indigofera arrecta, daun suji ( Pleomele angustifolia ), daun
salam (syzygium polyanthum), Bixa orellana, Gordonia exelsa dan Bischofia javanica.
Salah satu kelompok jenis flora yang dapat dipelajari pemanfaatannya secara tradisional di lingkungan
kebudayaan dan sistem sosial suatu kelompok masyarakat tradisional adalah tumbuhan pewarna alami.
Kelompok tumbuhan ini dapat menghasilkan warna alami, serta digunakan untuk obat-obatan tradisional,
pewarna bahan makanan, pewarna peralatan/perlengkapan tradisional dan magis. Menurut Husodo (1999)
terdapat kurang lebih 150 jenis pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara luas
dalam berbagai industri seperti pada komoditas kerajinan (kayu, bambu, pandan) dan batik (katun, sutra, wol).
Jenis pewarna alami menghasilkan warna-warna dasar, misalnya: warna merah dari Caesalpina sp., warna biru
dari Indigofera tinctoria, warna jingga dari Bixa olleracea dan wana kuning dari Mimosa pudica.
Menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu: pertama,
Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya
dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna
buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau
minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena,
naftalena dan antrasena. (Isminingsih, 1978).
Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah ketersediaan
variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai sehingga
diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna tekstil. Oleh karena itu
zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya. Namun dibalik kekurangannya
tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk
Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan
eksklusif. Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk
tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi
sumber- sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah.
Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh
berbagai tanaman di sekitar kita untuk pencelupan tekstil. Dengan demikian hasilnya dapat
semakin memperkaya jenis –jenis tanaman sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat
warna alam selalu terjaga dan variasi warna yang dihasilkan semakin beragam. Eksplorasi zat
warna alam ini bisa diawali dari memilih berbagai jenis tanaman yang ada di sekitar kita baik
dari bagian daun, bunga, batang, kulit ataupun akar . Sebagai indikasi awal, tanaman yang kita
pilih sebagai bahan pembuat zat pewarna alam adalah bagian tanaman –tanaman yang
berwarna atau jika bagian tanaman itu digoreskan ke permukaan putih meninggalkan
bekas/goresan berwarna. Pembuatan zat warna alam untuk pewarnaan bahan tekstil dapat
dilakukan menggunakan teknologi dan peralatan sederhana.
B. Eksplorasi Zat Warna Alam dan Teknik Pencelupannya
Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999) sebagian besar warna
dapat diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan
penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Golongan pigmen
tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon. Untuk itu pigmen – pigmen
alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ tumbuhan dan dijadikan larutan zat
warna alam untuk pencelupan bahan tekstil. Proses eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi
dengan pelarut air.
Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk mengambil pigmen – pigmen
penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan baik terdapat pada daun, batang, buah,
bunga, biji ataupun akar. Proses eksplorasi pengambilan pigmen zat warna alam disebut proses
ekstraksi. Proses ektraksi ini dilakukan dengan merebus bahan dengan pelarut air. Bagian
tumbuhan yang di ekstrak adalah bagian yang diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen
warna misalnya bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya.
Untuk proses ekplorasi ini dibutuhkan bahan – sebagai berikut: 1). Kain katun (birkolin) dan
sutera, 2) Ekstrak adalah bahan yang diambil dari bagian tanaman di sekitar kita yang ingin kita
jadikan sumber pewarna alam seperti : daun pepaya, bunga sepatu, daun alpokat, kulit buah
manggis, daun jati, kayu secang, biji makutodewo, daun ketela pohon, daun jambu biji ataupun jenis
tanaman lainnya yang ingin kita eksplorasi 3) Bahan kimia yang digunakan adalah tunjung (FeSO4) ,
tawas, natrium karbonat/soda abu (Na2CO3) , kapur tohor (CaCO3), bahan ini dapat di dapatkan di
toko-toko bahan kimia. Peralatan yang digunakan adalah timbangan, ember, panci, kompor,
thermometer , pisau dan gunting. Proses ekplorasi dan pencelupan zat warna alam adalah sebagai
berikut: C. Proses Ekstraksi Zat Warna Alam Dalam melakukan proses ekstraksi/pembuatan larutan
zat warna alam perlu disesuaikan dengan berat bahan yang hendak diproses sehingga jumlah larutan
zat warna alam yang dihasilkan dapat mencukupi untuk mencelup bahan tekstil. Banyaknya larutan
zat warna alam yang diperlukan tergantung pada jumlah bahan tekstil yang akan diproses.
Perbandingan larutan zat warna dengan bahan tekstil yang biasa digunakan adalah 1: 30. Misalnya
berat bahan tekstil yang diproses 100 gram maka kebutuhan larutan zat warna alam adalah 3 liter.
Beikut iniadalah langkah-langkah proses ekstraksi untuk mengeksplorasi zat pewarna alam dalam
skala laboratorium: 1. Potong menjadi ukuran kecil – kecil bagian tanaman yang diinginkan misalnya:
daun, batang , kulit atau buah. Bahan dapat dikeringkan dulu maupun langsung diekstrak. Ambil
potongan tersebut seberat 500 gr. 2. Masukkan potongan-potongan tersebut ke dalam panci.
Tambahkan air dengan perbandingan 1:10. Contohnya jika berat bahan yang diekstrak 500gr maka
airnya 5 liter. Rebus bahan hingga volume air menjadi setengahnya (2,5liter). Jika menghendaki
larutan zat warna jadi lebih kental volume sisa perebusan bisa diperkecil misalnya menjadi
sepertiganya. Sebagai indikasi bahwa pigmen warna yang ada dalam tumbuhan telah keluar
ditunjukkan dengan air setelah perebusan menjadi berwarna. Jika larutan tetap bening berarti
tanaman tersebut hampir dipastikan tidak mengandung pigmen warna. 4. Saring dengan kasa
penyaring larutan hasil proses ekstraksi tersebut untuk memisahkan dengan sisa bahan yang
diesktrak (residu). Larutan ekstrak hasil penyaringan ini disebut larutan zat warna alam. Setelah
dingin larutan siap digunakan.
Proses pencelupan dengan zat warna alam dapat dijelaskan pada bagan berikut: Bahan Tekstil
Sumber Zat Warna Alam Sutera, dan Kapas, Tanaman (daun akar, buah , bunga dll) Persiapan Proses
Ekstraksi (Mordanting dan Pembuatan larutan Fixer) Pencelupan ( Kain dan Larutan zat warna alam)
Fiksasi (Larutan Tunjung, Tawas, Kapur Tohor) Kain Berwarna
DAFTAR PUSTAKA
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132297145/penelitian/
TEKNIK+PEMBUATAN+ZAT+WARNA+ALAM+UNTUK+BAHAN+TEKSTIL++DARI+TANAMAN+DISEKITAR+
+KITA.pdf
http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0604/D060400aaALL.pdf#page=63
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jprb/article/viewFile/22499/17880
https://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/article/view/1518
https://batikyogya.wordpress.com/2007/08/02/teknik-eksplorasi-zat-pewarna-alam-dari-tanaman-
di-sekitar-kita-untuk-pencelupan-bahan-tekstil/
H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999), Sumber Daya Nabati Asia Tenggara, No 3
“Tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tanin”, Balai Pustaka,Jakarta Isminingsih (1978), Pengantar
Kimia Zat Warna, STTT, bandung. Sewan Susanto (1973), Seni Kerajinan Batik Indonesia, BPKB,
Yogayakarta
Pewarna alami merupakan warna yang dapat dihasilkan dari berbagai jenis tumbuhan penghasil
pewarna alami yang dapat diperoleh dari bagianbagiannya seperti pada daun, kulit batang, kulit
buah, biji, akar dan bunga yang telah melalui beberapa proses yaitu direbus, dibakar, dimemarkan
ditumbuk dan langsung digunakan. Menurut Husodo (1999) terdapat kurang lebih 150 jenis pewarna
alami di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara luas dalam berbagai industri seperti
pada komoditas kerajinan (kayu, bambu, pandan) dan batik (katun, sutra, wol).
Berdasarkan hasil survey awal terdapat beberapa jenis tumbuhan sebagai bahan pewarna alami
yang dimanfaatkan oleh Suku Dayak Bidayuh di Kecamatan sekayam seperti daun pandan (Pandanus
amaryllifolius Roxb), kunyit (Curcumadomestica), bunga rosela (Hibiscus sabdarifa), akar mengkudu
(Morinda citrifolia L.
Tabel 1. Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami berdasarkan famili oleh
suku Dayak Bidayuh di Desa Kenaman Kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau No Famili Nama
Ilmiah Nama Umum Nama lokal 1 2 3 4 5 1 Achantaceae Graptophyl Graptophylum pictum Griff.
Daun ungu Deut ungu 2 Amaranthaceae Alternanthera amoena Voss Bayam merah Alep nyelah 3
Arecaceae Areca catechu L. Pinang Sila 4 Asteraceae Eclipta alba (L.) Hassk. Urang-aring Amo-amo 5
Balsaminaceae Impatiens balsamina L. Pacar air Pelanga 6 Bixaceae Bixa orellana L. Kesumba Bua cat
7 Bonnetiaceae Ploiarium alternifolium ( Vahl) Beriang Jongger 8 Combretaceae Terminalia catappa
L. Ketapang Ketapa’k 9 Crotonoideae Eleurites moluccana L. Kemiri Keminti 10 Cactaceae Hylocereus
costaricensis L. Buah naga Bua abet 11 Liliceae Dianella ensifolia (L.) Siak-siak Kecepi 12 Malvaceae
Hibiscus rosa-sinensis L. Kembang sepatu Kema sepatu 13 Hibiscus sabdariffa L. Rosela Nyelah 14
Meliaceae Aglaia odorata Lour. Pacar cina Beta pelanga 15 Moraceae Melastoma malabathricum L.
Kemunting Cengkodok 16 Musaceae Musa paradisiaca L. Pisang Bua bera
Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring kemajuan
teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah
penggunaan zat warna alam. Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih mudah diperoleh ,
ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis dalam
penggunaannya Meskipun dewasa ini penggunaan zat warna alam telah tergeser oleh
keberadaan zat warna sintesis namun penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan
budaya warisan nenek moyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses
pembatikan dan perancangan busana. Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan
zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan
warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif. Dalam tulisan ini akan
dijelaskan teknik eksplorasi zat warna alam dari tanaman di sekitar kita sebagai upaya
pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah sebagai salah satu upaya pelestarian
budaya.
Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak tumbuhan (seperti bagian
daun, bunga, biji), hewan dan mineral yang telah digunakan sejak dahulu sehingga sudah
diakui bahwa aman jika masuk kedalam tubuh.
Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan mempunyai berbagai macam warna yang
dihasilkan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis tumbuhan, umur tanaman,
tanah, waktu pemanenan dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu,Food and Drugs
Administration (FDA) Amerika Serikat menggolongkan zat warna alami ke dalam golongan
zat pewarna yang tidak perlu mendapat sertifikasi atau dianggap masih aman. Jenis-jenis zat
pewarna alami yang banyak digunakan dalam industri pangan antara lain ialah zat pewarna
asal tanaman, seperti karotenoid, antosianin, klorofil dan curcumin.
Namun penggunaan zat pewarna alami dibandingkan dengan zat pewarna sintetis memiliki
kekurangan, yaitu:
Pewarnaannya yang lemah,
Kurang stabil dalam berbagai kondisi,
Aplikasi kurang luas,
Cenderung lebih mahal.
Seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan.
Tidak stabil pada saat proses pemasakan.
Konsentrasi pigmen rendah.
Stabilitas pigmen rendah.
Keseragaman warna kurang baik.
Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis.
Susah dalam penggunaannya.
Pilihan warna sedikit atau terbatas.
Kurang tahan lama
Berdasarkan komponen zat pewarnanya, pewarna alami dapat dibagi menjadi 5 kelompok,
yaitu:
Karotenoid: isoprenoid dan derivatnya.
KAROTEN, menghasilkan warna jingga sampai merah. Biasanya digunakan untuk
mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan margarin. Dapat
diperoleh dari wortel, papaya dan sebagainya.
BIKSIN, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji pohon Bixa
orellana yang terdapat di daerah tropis dan sering digunakan untuk mewarnai mentega,
margarin, minyak jagung dan salad dressing.
Klorofil dan senyawa heme: pigmen porphyrin.
KLOROFIL, menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun. Banyak digunakan untuk
makanan. Saat ini bahkan mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil
banyak terdapat pada dedaunan (misal daun suji, pandan, katuk dan sebaginya). Daun suji
dan daun pandan, daun katuk sebagai penghasil warna hijau untuk berbagai jenis kue jajanan
pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang cantik, juga memiliki harum yang khas.
Antosianin: 2-fenilbenzopyrylium dan derivatnya.
ANTOSIANIN, penyebab warna merah, oranye, ungu dan biru banyak terdapat pada bunga
dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih/kana, krisan,
pelargonium, aster cina, dan buah apel,chery, anggur, strawberi, juga terdapat pada buah
manggis dan umbi ubi jalar. Bunga telang, menghasilkan warna biru keunguan. Bunga
belimbing sayur menghasilkan warna merah. Penggunaan zat pewarna alami, misalnya
pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk minuman
(sari buah, juice dan susu).
Pewarna tumbuhan lainnya: betalains, cochineal, riboflavin dan kurkumin.
KURKUMIN, berasal dari kunyit sebagai salah satu bumbu dapur sekaligus pemberi warna
kuning pada masakan yang kita buat.
Melanoidin dan karamel: terbentuk selama proses pemanasan dan penyimpanan.
KARAMEL, berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (pemecahan)
karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt. Karamel terdiri dari 3 jenis, yaitu karamel
tahan asam yang sering digunakan untuk minuman berkarbonat, karamel cair untuk roti dan
biskuit, serta karamel kering. Gula kelapa yang selain berfungsi sebagai pemanis, juga
memberikan warna merah kecoklatan pada minuman es kelapa ataupun es cendol.
Pembuatan bahan warna alami sebenarnya sangatlah mudah. Bahan-bahan yang dapat
digunakan sebagai pewarna alami ditumbuk, dapat pula menggunakan blender atau
penumbuk biasa dengan sedikit ditambah air, lalu diperas dan saring dengan alat penyaring.
Agar warnanya cerah dapat ditambahkan sedikit air kapur atau air jeruk nipis. Setelah
diperoleh air perasan pewarna, lalu disimpan di dalam lemari es atau freezer jika
menginginkan disimpan lebih lama.
Pewarnaan alami membuat warna pada kain menjadi tahan lama dan menjadikan kain lebih
mahal. Pewarna alami dapat diperoleh dari tumbuhan yang berasal dari akar, batang, biji,
daun, buah, kulit dan bunganya.
Berikut 15 pewarna alami yang sering dipakai pada kain:
Tarum (Indigofera Tinctoria)
Tarum atau tom merupakan tanaman khas dari Indonesia bagian barat. Warna alami yang
dihasilkan oleh tarum adalah warna biru, warna tersebut diperoleh dari rendaman daun tarum
dalam jumlah yang banyak selama semalam. Air rendamannya kemudian direbus dan
dikeringkan setelah itu barulah pewarna alami ini dapat digunakan sebagai pewarna kain.
Tanaman ini dibudidayakan dengan cara stek, Bila setek telah mencapai 14-18 hari akan
tumbuh tunas, dan pada usia empat bulan mulai dapat dipetik daunnya dan dapat langsung
dijual kepada pengolah tarum untuk dibuat zat pewarna.
The safflower atau saron atau bunga kuma-kuma merupakan tanaman yang berasal dari Asia
Barat Daya. Warna alami yang dihasilkan dari bunga kuma-kuma yaitu kuning keemasan,
yang dapat dijadikan sebagai pewarna alami pada kain.
4. Kunyit (Curcuma domestica)
Kunyit adalah tanaman asli dari daerah Asia Tenggara. Warna alami yang dihasilkan dari
umbi atau rimpang yaitu kuning hingga jingga yang dapat dijadikan sebagai pewarna alami
pada kain. Kunyit diparut hingga halus kemudian parutan kunyit direbus dan didiamkan
hingga tidak panas. Tanaman ini dapat dibudidayakan dengan cara di stek rimpangnya
dengan syarat bibit rimpang harus cukup tua.
Tumbuhan yang termasuk dalam tumbuhan perdu ini banyak dimanfaatkan orang sebagai
pewarna alami baik untuk makanan maupun textile. Warna alami yang dihasilkan dari
tumbuhan ini yaitu warna hijau. Warna tersebut diperoleh dengan cara menumbuk halus daun
suji kemudian diberi air dan didiamkan selama semalam. Tanaman ini dapat dibudidayakan
dengan cara okulasi, selain akan menghasilkan bibit yang baik juga mudah cara
pembibitannya.
Merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara, tepatnya semenanjung Malaya. Tetapi saat ini
tanaman manggis banyak tumbuh di Negara-negara tropis. Kebanyakan orang mengenal
manggis karena buahnya yang enak, tetapi tahukah kamu kalau kulit buah manggis dapat
dimanfaatkan sebagai pewarna alami?ya, warna alami yang dihasilkan dari kulit manggis
yaitu biru, ungu dan merah. Warna alami tersebut diperoleh dengan cara menumbuk halus
kulit manggis kemudian bubuk kulit manggis direndam menggunakan etanol dan
dikeringkan.
7. Angsana
Tanaman yang memiliki nama lain sonokembang ini termasuk tanaman penghasil kayu
berkualitas baik. Tanaman ini banyak tumbuh di daerah hutan hujan tropika, tetapi sekarang
pertumbuhannya semakin menurun tajam. Warna alami yang dihasilkan oleh kayu angsana
yaitu warna merah sedangkan daunnya berwarna coklat kekuningan. Warna dan motif serat
kayunya yang indah kemerah-merahan, menjadikan kayu sonokembang sebagai kayu pilihan
untuk pembuatan mebel, kabinet berkelas tinggi, alat-alat musik, lantai parket, panil kayu
dekoratif, gagang peralatan, dan meja berharga mahal. Pembudidayaannya tidaklah
rumit, Pohon ini mudah diperbanyak dengan biji maupun dengan stek cabang dan rantingnya.
Diperbanyak melalui stek karena cepat tumbuhnya.
Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara. Kebanyakan orang memanfaatkan buah ini sebagai
tanaman obat. Tetapi tanaman ini juga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Warna
yang dihasilkan dari akar mengkudu ini yaitu warna merah kecoklatan.
Tanaman perdu yang berasal dari Asia Tenggara banyak ditemukan di Indonesia.
Hingga abad ke 17 kayunya menjadi perdagangan ekspor rempah-rempah ke berbagai
dunia. Rebusan dari kayunya yang memberi warna merah gading banyak dimanfaatkan
untuk pengecatan, bahan anyaman, pewarna makanan dan minuman serta tinta.
11. Getah gambir
Gambir merupakan tanaman khas Indonesia. Gambir yaitu sejenis getah yang telah
dikeringkan dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan. Warna merah tua hingga
kecoklatan yang dihasilkan dari tumbuhan ini, menjadikan getah gambir sebagai pewarna
alami yang dapat digunakan pada kain.
Tidak diketahui pasti darimana asal tanaman ini, tetapi tanaman ini biasa tumbuh di daerah
tropis dan hutan hujan. Tanaman ini memang dikenal sebagai pewarna alami pada textile.
Warna alami yang dihasilkan dari kulit kayu dan getahnya yaitu merah dan hitam. Selain
sebagai pewarna, masyarakat juga memanfaatkan tanaman ini untuk mengawetkan jala, tikar
dan layar perahu. Kayunya dimanfaatkan sebagai batu bara dan kayu bakar.
13. Ketapang (Terminalia catappa)
Tanaman ini merupakan tanaman asli Asia Tenggara dan penyebarannya hampir di seluruh
Asia Tenggara. Tanaman ini memang sudah banyak dikenal orang sebagai pewarna alami.
Warna hitam yang dihasilkan oleh daun dan kulit kayunya di manfaatkan masyarakat sebagai
pewarna alami pada textile dan sebagai warna tinta. Kayunya menghasilkan warna kuning
kecoklatan hingga warna zaitun dan dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan perahu. Tanaman
ini tumbuh subur di daerah pesisir dan dataran rendah.
Kayu jati dikenal sebagai kayu bermutu tinggi. Penyebaran tanaman ini di daerah India,
hingga Asia Tenggara. Kayu jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam sel-sel
kayunya, sehingga dapat awet digunakan di tempat terbuka meski tanpa divernis; apalagi bila
dipakai di bawah naungan atap, maka dari itulah kayu jati dikenal sebagai pembuatan mebel
dan kayunya dapat digunakan untuk pembuatan perahu. Daunnya yang muda dapat
dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Warna yang dihasilkan dari daun jati yaitu warna
merah kecoklatan.
Tanaman yang mulai langka ini merupakan tanaman buah musiman yang berasal dari Asia
Tenggara. Buahnya yang segar dan sedikit masam banyak disukai oleh masyarakat. Tapi
tahukah anda, bahwa tanaman ini juga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Kayu dan
kulit buahnya menghasilkan warna hijau yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pada
textile. Kayunya pun memiliki kualitas yang cukup bagus sebagai mebel dan pembuatan
perahu.
DAFTAR PUSTAKA
http://ptp2007.wordpress.com/2007/09/19/pewarna-alami/
http://fhienhasidwi.wordpress.com/tugas-kuliah/mpit/pewarna-alami-dan-pewarna-sintetik/
http://irmachemistry.blogspot.com/2012/12/kimia-bahan-makanan.html
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132297145/penelitian/
TEKNIK+PEMBUATAN+ZAT+WARNA+ALAM+UNTUK+BAHAN+TEKSTIL++DARI+TANAMAN+DISEKITAR+
+KITA.pdf
http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0604/D060400aaALL.pdf#page=63
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jprb/article/viewFile/22499/17880
https://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/article/view/1518
https://batikyogya.wordpress.com/2007/08/02/teknik-eksplorasi-zat-pewarna-alam-dari-tanaman-
di-sekitar-kita-untuk-pencelupan-bahan-tekstil/