Anda di halaman 1dari 15

UJI KANDUNGAN KIMIA EKSTRAK BIJI BUAH GANDARIA

(Bouea Macrophylla Griff) SEBAGAI UPAYA MENGHASILKA


N BAHAN PEWARNA ALAMI

Kelompok :
Iman Syahrul Gunawan 3212171013
Azizatun Nisa 3212181001
Tyas Budi Lestari 3212181023
Sandra Yustika Shaleha 3212181025
Nurliza Apriliayani 3212181026
Bima Hermina Rizky 3212181028

UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI


BANDUNG – CIMAHI
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pewarna alami merupakan alternatif pewarna yang tidak toksik, dapat dipe
rbaharui (renewable), mudah terdegradasi dan ramah lingkungan (Yernisa, dkk.,2
013).
Pewarna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstr
ak berbagai tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pen
grajin batik telah banyak mengenal beberapa tumbuhan yang dapat mewarnai bah
an tekstil diantaranya adalah biji buah gandaria (Bouea Macrophylla Griff), pohon
nila (indigofera), kulit soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cu
draina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morindacitrif
elia), k u l i t s o g a jambal (Pelthophorum ferruginum), k e s u m b a
( Bixa orelana), d a u n  jambu biji (Psidium guajava) (Susanto, 1973 dalam Fitri
hana 2007). Pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber-
sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang meli
mpah merupakan upaya mengangkat kembali  penggunaan zat warna alam u
ntuk tekstil.

Gandaria (Bouea Macrophylla Griff) merupakan salah satu tanaman buaha


n khas Maluku. Penyebaran tanaman ini di maluku umumnya di pulau Ambon. Tu
mbuhan ini masih sangat terbatas pemanfaatannya. Masyarakat kota Ambon mem
amfaatkan kayu dari tumbuhan ini untuk membuat alat-alat pertanian, daunnya ya
ng muda digunakan sebagai lalap, sedangkan buahnya dapat langsung dimakan, di
buat rujak, asinan, dan sari buah-buahan, serta digunakan sebagai pengganti jeruk
nipis atau asam. Buah Gandaria berwarna hijau saat masih muda, berwarna kunin
g bila matang dan memiliki rasa asam-manis, keping bijinya berukuran besar dan
berwarna ungu (Rehatta, 2005).
Gandaria (Bouea Macrophylla Griff) dimanfaatkan buah, biji, daun, dan ba
tangnya. Buah gandaria berwarna hijau saat masih muda, dan sering dikonsumsi s
ebagai rujak atau campuran sambal gandaria. Buah gandaria yang matang berwarn

1
a kuning, memiliki rasa kecut-manis dan dapat dimakan langsung. Bijinya berwar
na ungu, dan digunakan sebagai pewarna alami pada kain. Daunnya digunakan se
bagai lalap. Batang gandaria dapat digunakan sebagai papan.
Maraknya industri pangan dan tekstil yang ada saat ini tidak diimbangi den
gan kenaikan kualitas produk yang dihasilkan serta tingkat keamanan bahan yang
digunakan. Dari pengamatan, ekstrak biji gandaria mengandung flavonoid, tannin,
alkanoid, steroida dan fenol. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi.

Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili flavonoid, dalam jumlah


besar ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-sayuran. Antosianin adalah suatu
kelas dari senyawa flavonoid, yang secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan.
Antosianin adalah glikosida dari antosianidin,dan merupakan kelas fenolik yang
memberikan warna biru-merah-oranye-ungu.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah proses memperoleh zat warna dari biji gandaria (Bouea Ma
crophylla Griff) ?
2. Zat kimia apa yang terkandung dalam biji gandaria (Bouea Macrophylla G
riff) ?
3. Zat kimia apa yang dapat menghasilkan warna dari biji gandaria (Bouea M
acrophylla Griff) ?
4. Warna apakah yang dihasilkan dari proses ekstraksi biji gandaria (Bouea
Macrophylla Griff) ?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan pada penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses memperoleh zat warna dari biji gandaria
(Bouea Macrophylla Griff).
2. Untuk mengetahui zat zat kimia biji gandaria (Bouea Macrophylla
Griff).
3. Untuk mengetahui zat kimia biji gandaria (Bouea Macrophylla Griff)
yang dapat menghasilkan zat warna.

2
4. Untuk mengetahui warna yang dihasilkan dari proses ekstraski biji
gandaria (Bouea Macrophylla Griff).

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat pada penulisan makalah ini adalah:
1. Sebagai penambah wawasan pengetahuan bagi penulis dan pembaca te
ntang pemanfaatan potensi alam yang ada di Indonesia, khususnya biji
gandaria (Bouea Macrophylla Griff) sebagai pewarna alami.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pewarna Alami


Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak tumbuhan
(seperti bagian daun, bunga, biji), hewan dan mineral yang telah digunakan sejak
dahulu sehingga sudah diakui bahwa aman jika masuk kedalam tubuh. Pewarna al
ami yang berasal dari tumbuhan mempunyai berbagai macam warna yang
dihasilkan, hal ini dipengaruhi oleh  beberapa faktor, seperti jenis tumbuhan,
umur tanaman, tanah, waktu pemanenan dan faktor-faktor lainnya. Bahan tekstil y
ang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yang berasal dari serat al
am contohnya sutera, wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat sintetis seper
ti polyester, nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarik terhadap zat
warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai dengan zat warna alam. Bah
an dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat warna al
am dibandingkan dengan bahan dari kapas.
2.2 Kekurangan dan Kelebihan Zat Pewarna Alami
Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah
ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tid
ak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan laru
tan pewarna tekstil, oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis pengg
unaannya. Namun dibalik kekurangannya tersebut, zat warna alam memiliki poten
si pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasa
r global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif.
2.3 Kelompok Pewarna Alami
Berdasarkan sumbernya, zat pewarna alami dibagi atas:
1. Zat pewarna alami yang berasal dari tanaman, seperti: antosianin, karoteno
id, betalains, klorofil, dan kurkumin.
2. Zat pewarna alami yang berasal dari aktivitas mikrobial, seperti: zat pewar
na dari aktivitas Monascus sp, yaitu pewarna angkak dan zat pewarna dari
aktivitas ganggang.

4
3. Zat pewarna alami yang berasal dari hewan dan serangga, seperti: Cochine
al dan zat pewarna heme.
Berdasarkan komponen zat pewarnanya, pewarna alami dapat dibagi menjadi 4 ke
lompok, yaitu:
1. Karotenoid: isoprenoid dan derivatnya.
2. Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah. Biasanya digunakan u
ntuk mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng d
an margarin. Dapat diperoleh dari wortel, papaya dan sebagainya.
3. Biksin, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari
biji pohon Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis dan sering digunak
an untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung dan salad dressing.
4. Klorofil dan senyawa heme: pigmen porphyrin.Klorofil menghasilkan war
na hijau, diperoleh dari daun. Banyak digunakan untuk makanan dan berba
gai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan (mi
sal daun suji, pandan, katuk dan sebaginya). Selain menghasilkan warna hi
jau yang cantik, juga memiliki harum yang khas.
1. Antosianin: 2-fenilbenzopyrylium dan derivatnya.
Antosianin penyebab warna merah, oranye, ungu dan biru banyak terd
apat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, ke
mbang sepatu, bunga tasbih/kana, krisan, pelargonium, aster cina, bua
h apel, chery, anggur, strawberi, juga terdapat pada buah manggis dan
umbi ubi jalar. Penggunaan zat pewarna alami, misalnya pigmen antos
ianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk m
inuman (sari buah, jus dan susu).
2. Pewarna tumbuhan lainnya: betalains, cochineal, riboflavin dan kurku
min.
Kurkumin berasal dari kunyit sebagai salah satu bumbu dapur sekaligu
s pemberi warna kuning pada masakan yang kita buat.
3. Melanoidin dan caramel: terbentuk selama proses pemanasan dan pen
yimpanan.

5
Karamel berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (p
ememahan) karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt.
2.4 Tanaman Gandaria

Gambar 1. Spesies Bouea Macrophylla Griff

Nama Umum
Indonesia: Gandaria, ramania, jatake
Inggris:      Marian plum, maprang, gandaria,
Melayu:     Ramania, kundang, rembunia, setar
Thailand:   Ma-praang, somprang
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
     Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
         Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
             Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
                 Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
                     Sub Kelas: Rosidae
                         Ordo: Sapindales
                             Famili: Anacardiaceae
                                 Genus: Bouea

6
Tanaman gandaria tumbuh dengan habitus pohon dengan ketinggian hingg
a 27 m dengan tajuk rapat. Daunnya tunggal, berbentuk bundar telur-lonjong sam
pai bentuk lanset atau jorong. Waktu muda berwarna putih, kemudian berangsur u
ngu tua, lalu menjadi hijau tua. Perbungaannya malai, muncul di ketiak daun, Bua
hnya bertipe buah batu, berbentuk agak bulat, berdiameter 2,5-5 cm, berwarna ku
ning sampai jingga, daging buahnya mengeluarkan cairan kental; buahnya tidak b
erbulu, rasanya asam sampai manis, dengan bau yang khas agak mendekati bau ter
pentin. Keping biji berwarna lembayung. Gandaria adalah tumbuhan tropik basah
dan dapat tumbuh pada tanah yang ringan dan subur. Tumbuh liar di hutan dataran
rendah di bawah 300 m dpl., tetapi dalam pembudidayaan telah berhasil ditanam p
ada ketinggian sekitar 850 m dpl (Rifai, 1992).
2.5 Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan proses perendaman bahan d


engan pelarut yang sesuai dengan senyawa aktif yang akan diambil dengan peman
asan rendah atau tanpa adanya proses pemanasan. Faktor faktor yang mempengar
uhi ekstraksi antara lain waktu, suhu, jenis pelarut, perbandingan bahan dan pelaru
t, dan ukuran partikel. Senyawa aktif saponin yang terkandung pada daun bidara a
kan lebih banyak dihasilkan jika diekstraksi menggunakan pelarut metanol, karena
metanol bersifat polar sehingga akan lebih mudah larut dibandingkan pelarut lain
(Suharto et al., 2016). Ekstraksi dengan metode maserasi memiliki kelebihan yaitu
terjaminnya zat aktif yang diekstrak tidak akan rusak (Pratiwi, 2010). Pada saat pr
oses perendaman bahan akan terjadi pemecahan dinding sel dan membran sel yan
g diakibatkan oleh perbedaan tekanan antara luar sel dengan bagian dalam sel sehi
ngga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan pecah dan terlarut pada
pelarut organik yang digunakan (Novitasari dan Putri, 2016).

2.6 Uji Fitokimia

1. Alkaloid
Ekstrak etanol sebanyak 1 mL ditambah 2 mL HCl 2N dan dikocok. Camp
uran selanjutnya dibagi dalam 3 tabung berbeda. Masing-masing tabung di

7
tetesi 1 tetes reagen Mayer pada tabung pertama, pada tabung kedua ditete
si 1 tetes reagen Dragendorff, dan 1 tetes reagen Wagner pada tabung keti
ga. Adanya senyawa alkaloid jika pada penambahan reagen Mayer terbent
uk endapan kuning, pada penambahan reagen Dragendorff terbentuk enda
pan merah dan pada penambahan reagen Wagner terbentuk endapan coklat
atau merah (Tiwari et al., 2011).
2. Steroida
Ekstrak etanol sebanyak 1 mL ditambah (CH3CHO)2O dan H2SO4 pekat. A
danya senyawa steroid ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau
biru (Harborne, 1987).
3. Saponin
Ekstrak etanol sebanyak 1 mL dicampur dengan 2 mL aquades dan dikoco
k selama 1 menit, kemudian ditambah 2 tetes HCl 1N. Uji positif adanya s
enyawa saponin jika terbentuk busa yang stabil ± 7 menit (Harborne, 198
7).
4. Flavonoid
Ekstrak etanol sebanyak 1 mL ditambah 3 mL etanol 70%, dan dikocok, se
lanjutnya dipanaskan dalam penangas air, dan dikocok lagi kemudian disar
ing. Filtrat hasil penyaringan ditambah pita Mg sebanyak 0,1 g dan 2 tetes
HCl pekat. Uji positif mengandung senyawa flavonoid ditandai dengan ad
anya warna merah (Harborne, 1987).
5. Fenol
Ekstrak etanol sebanyak 1 mL ditambah 10 tetes FeCl3 1%. Uji positif ada
nya senyawa fenolik adalah terbentuknya warna merah, biru, ungu, hitam
atau hijau (Harborne, 1987).

8
BAB III
PEMBAHASAN

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen untuk mengetahui ke


mampuan ekstrak biji gandaria (Bouea Macrophylla Griff) sebagai pewarna alami.
Pengukuran dilakukan satu kali dalam waktu yang bersamaan. Bahan uji yang dig
unakan dalam penelitian ini adalah buah gandaria.

Pembuatan ekstrak etanol biji gandaria (Bouea Macrophylla Griff) dilakuk


an dengan metode maserasi, yang merupakan suatu metode penyarian dengan mel
akukan perendaman menggunakan pelarut organik dan dilakukan pada suhu ruang
(Koirewoa, et al., 2011). Ekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% karena etanol
adalah pelarut universal yang dapat menyari senyawa polar,nonpolar dan semi pol
ar (Poelengan,et al., 2007). Pada ekstraksi ini dilakukan remaserasai sebanyak sat
u kali hal ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah senyawa yang tersari didalam
pelarut. Dari hasil ekstraksi biji gandaria 600 gram diperoleh ekstrak kental berwa
rna ungu pekat, sebesar 34,6398 gram (rendemen 5,77%).

Sebanyak 600 gram serbuk biji gandaria (Bouea Macrophylla Griff) kering
dimaserasi dengan menggunakan etanol 96% selama 1x24 jam kemudian disaring.
Ekstrak etanol yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan vaccum rotary evap
orator. Ekstrak etanol selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan vaccum rotar
y evaporator dan selanjutnya diuji kandungan kimianya.

Dilakukan pengujian kandungan zat kimia ekstrak etanol biji gandaria (Bo
uea Macrophylla Griff) menggunakan Uji Zat Fenolik, Uji Zat Flavonoid, Uji Zat
Alkaloid, dan Uji Zat Steroid.

9
Tabel 1. Hasil Uji Kandungan Kimia Ekstrak Biji Gandaria (Bouea Macroph
ylla Griff)

Zat Hasil
Alkaloid +
Steroida +
Saponin -
Flavonoida +
Fenol +
Keterangan : (+) : psitif ; (-) : negatif

Dari Tabel 1. terlihat bahwa biji gandaria mengandung zat kimia alkaloid,
steroida, flavonoida, dan fenol. Diantara 5 macam zat kimia ekstrak biji gandaria
yang didapatkan tersebut, kemungkinan yang dapat menjadi bahan pewarna alami
tekstil adalah zat flavonoida dan tannin. Senyawa flavonoid pada umumnya terdap
at pada tumbuhan tinggi yang merupakan hasil metabolisme yang terdistribusi ke
seluruh jaringan tumbuhan, seperti terkandung dalam biji, buah, kulit batang, akar
dan getah dari tumbuhan, disamping itu juga terdapat pada beberapa jenis serangg
a. Senyawa flavonoid ini pada umumnya memberikan warna yang cantik dan men
arik, warna yang cantik ini berfungsi sebagai penarik serangga dan hewan dalam p
enyerbukan dan penyebaran biji tumbuhan. Disamping itu senyawa flavonoid yan
g terkandung dalam bunga, buah, daun, dan akar tumbuhan juga bersifat racun, ya
ng berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari serangga dan binatang hama, serta t
umbuhan gulma (Harborne, 1987).

Gambar 2. Buah dan Tanaman Gandaria (Bouea Macrophylla Griff)

Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili flavonoid, dalam jumlah


besar ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-sayuran. Antosianin adalah suatu

10
kelas dari senyawa flavonoid, yang secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan.
Antosianin adalah glikosida dari antosianidin,dan merupakan kelas fenolik yang
memberikan warna biru-merah-oranye-ungu. (Rymbai et al., 2011)

Menurut Seman (2007) ditinjau dari proses pewarnaannya, pewarna kain p


ada zaman dahulu dibuat dari bahan-bahan yang bersifat alami. Ada 6 warna utam
a kain yang dibuat dari zat pewarna alami antara lain : Kuning, bahan pembuatann
ya adalah kunyit atau temulawak; Merah, bahan pembuatannya adalah gambir, bu
ah mengkudu, cabai merah, atau kesumba; Hijau, bahan pembuatannya adalah dau
n pudak atau jahe; Hitam, bahan pembuatannya adalah kebuau atau uar; Ungu, ba
han-bahan pembuatannya adalah biji buah gandaria; Coklat, bahan pembuatannya
adalah uar atau disebut juga kulit buah rambutan. Supaya warna-warnanya menjad
i lebih tua, lebih muda, dan supaya tahan lebih lama bahan pewarna tersebut dica
mpur dengan rempah-rempah lain seperti garam, jintan, lada, pala, cengkeh, jeruk
nipis, kapur, tawas, cuka, atau terasi.

11
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


1. Metode yang digunakan yaitu ekstraksi dengan cara maserasi
2. Dari hasil uji kandungan kimia ekstrak biji gandaria mengandung alkaloid,
steroid, flavonoid, dan fenol.
3. Dari hasil uji kandungan kimia ekstrak biji gandaria yang dapat
menghasilkan warna ungu adalah senyawa flavonoid.
4. Warna yang dihasilkan biji gandaria dari pewarnaan adalah warna ungu.
3.2 Saran
Demikianlah pokok bahasan contoh makalah ini yang dapat kami papa
rkan, Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan ban
yak. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, Penulis menyadari ma
kalah ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang m
embangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih
baik lagi dimasa yang akan datang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Fitrihana., Noor, 2007, ” Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam dari Tanaman Di S
ekitar Kita Untuk Pencelupan Bahan Tekstil ”

Harborne J.B. 1987, Phytochemistry Methods, John Wiley and Sons: New York.

Koirewoa, Y.A., Fatimawali, and W.I. Wiyono. 2011. Isolasi dan Identifikasi Sen
yawa Flavonoid dalam Daun Beluntas (Pluchea indicaL.). Universitas Sa
m Ratulangi: Manado.

Novitasari, A.E. dan D.Z. Putri. 2016. Isolasi dan identifikasi saponin pada ekstra
k daun mahkota dewa dengan ekstraksi maserasi. Jurnal Sains. 6(12):10-
14.

Pratiwi, E. 2010. Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi Dan Rep


erkolasi Dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide Dari Tanaman
Sambiloto (Andrographis paniculata Nee). Skripsi. Tidak dipublikasikan.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rehatta,H. 2005. Potensi dan pengembangan tanaman gandaria (Bouea macro phy
lla Griffith) di desa Soya Kecamatan Sirimau, Kota Ambon. Laporan Has
il Penelitian. Lemlit. Universitas Pattimura. Ambon.

Rifai, M.A., 1992. Bouea Macrophylla Griffith. In Coronel, R.E. & Verheij, E.W.
M. (Eds.): Plant Resources of South-East Asia. No. 2: Edible fruits and n
uts. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. pp. 104-105.

Robert, H.D. 1997. Aloe Vera: A Scientific Approach. Vantage Press, Inc. New Y
ork.

Seman, S. 2007. Sasirangan Kain Khas Banjar. Kalimantan Selatan: Lembaga Pen
gkajian dan Pelestarian Budaya Banjar.

13
Suharto, M.A.P., H.J. Edy dan J.M. Dumanauw. 2016. Isolasi dan identifikasi sen
yawa saponin dari ekstrak metanol batang pisang ambon (Musa paradisia
ca var. sapientum L.). Jurnal Sains. 3(1):86-92.

Tiwari, Prashant., Kumar, Bimlesh., Kaur Mandeep., Kaur, Gurpreet., Kaur, Harle
en. 2011. Phytochemical screening and Extraction: A Review. Internatio
nal Pharmaceutica Sciencia. 1(1), 96-106.

Winarsih, T. 2015. Kain Sasirangan dan Asal-usul Batik di Indonesia: CV.Sabdo


Pinilih.

Yernisa, Gumbira-Sa’id, E. dan Syamsu, K.2013. Aplikasi Pewarna Bubuk Alami


dari Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L.) pada Pewarnaan Sabun Trans
paran. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 23 (3): 190-198.

14

Anda mungkin juga menyukai