Anda di halaman 1dari 2

B.

Jenis dan Bahan Pewarna Tekstil

Berdasarkan sumbernya, zat pewarna tekstil dibedakan menjadi dua macam, yaitu zat pewarna
alami dan zat pewarna sintetis.

1. Zat Pewarna Alami


Zat pewarna alami (ZPA) adalah zat warna yang diperoleh dari ekstrak tumbuhan, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Bahan pewarna alam yang bisa digunakan untuk tekstil
dapat diambil pada tumbuhan bagian daun, buah, kulit, kayu, akar, dan bunga. Beberapa jenis
tanaman penghasil warna yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami di antaranya
berupa tarum, jambu biji, kunyit, secang, indigofera, kelapa kesumba, manggis, serta tanaman
tinggi jambal dan tegeran.
Untuk mendapatkan hasil yang maksumal, setidaknya terdapat tiga tahap proses
pewarnaan alam yang harus dikerjakan, yakni proses mondating (proses awal), proses
pewarnaan (pencelupan), dan proses fiksasi (penguatan warna).
Proses eksplorasi pengambilan pigmen zat warna alam disebut proses ekstraksi. Proses
ekstraksi ini dilakukan dengan merebus bahan pewarna alam dengan pelarut air. Bagian
tumbuhan yang diekstrak adalah bagian yang diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen
warna, misalnya bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji, ataupun buahnya.
Zat pewarna alami umumnya mudah diserap oleh bahan tekstil yang sama-sama terbuat
dari bahan alami, contohnya sutra, wol, dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat sintetis
seperti poliester, nilon, dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarik terhadap zat warna
alam sehingga bahan-bahan ini sulit diwarnai dengan zat warna alam. Bahan dari sutra pada
umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan
dari kapas.

2. Zat Pewarna Sintetis


Zat pewarna sintetis (ZPS) merupakan zat pewarna buatan yang diciptakan menurut
reaksi-reaksi kimia tertentu sehingga sifatnya lebih stabil. Zat pewarna sintetis yang biasa
dipakai dalam industri tekstil biasanya merupakan turunan hidrokarbon aromatik seperti
benzena, toluena, naftalena, dan antrasena yang diperoleh dari arang batubara.
Adapun beberapa macam warna sintetis, sebagai berikut:
a. Naptol
Pewarna naptol kebanyakan digunakan untuk pewarna kain batik karena memiliki daya
serap yang baik pada kain katun. Jenis pewarna naptol baik untuk pencelupan dalam kondisi
dingin. Komponen zat pewarna naptol terdiri atas dua jenis, yaitu naptol dan garam atau
diazonium. Sebagai pembangkit zat warna adalah soda kaustik atau TRO (Turkish Red Oil)
yang memudahkan naptol larut dalam air.
b. Rapid
Rapid dalam proses pembatikan jarang digunakan, khususnya untuk celupan karena sulit
untuk merata. Rapid kebanyakan digunakan untuk coletan pada gambar atau bidang yang
tidak terlalu luas. Ketahanan rapid kurang baik sehingga mudah luntur, dan jenis pewarna ini
jarang digunakan.
c. Procion
Pewarna procion tergolong pewarna reaktif. Untuk melarutkannya, procion ditambah
dengan air dingin, soda abu, garam dapur, malesil, dan lisapol.
d. Indigosol
Pewarna indigosol adalah pewarna tekstil yang jenis warnanya sangat bervariasi, larut
dalam air, dan memiliki ketahanan warna yang baik. Pemakaian indigosol untuk pewarna
tekstil bisa dilakukan dengan coletan atau celupan.

Zat warna alami dan zat warna sintetis memiliki karakteristik tersendiri. Beberapa hal yang
membedakan kedua jenis bahan pewarna tekstil tersebut, sebagai berikut :

Pewarna Alami Pewarna Sintetis


Warna mudah berubah oleh pengaruh tingkat Kestabilan warna lebih tinggi dan tahan lama.
keasaman tertentu.
Untuk mendapatkan warna yang bagus Jumlah pewarna yang digunakan sedikit lebih
diperlukan bahan pewarna dalam jumlah banyak. hemat, praktis, dan ekonomis.
Keanekaragaman warnanya terbatas. Warna yang dihasilkan lebih beraneka ragam.
Tingkat keseragaman warnanya kurang baik. Keseragaman warna lebih baik.
Pewarna alami mudah mengalami degradasi atau Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan
pemudaran pada saat diolah dan disimpan. tetap cerah walaupun sudah mengalami proses
pengolahan dan pemanasan.
Pengolahannya jauh lebih rumit. Pengolahannya jauh lebih mudah dan
ketersediaannya melimpah.
Harganya relatif mahal. Harganya relatif lebih murah.
Sekalipun ketersediaan zat warna sintetis lebih terjamin, bahannya lebih mudah diperoleh dan
penggunaannya lebih praktis, namun penggunaan zat alam yang merupakan kekayaan budaya warisan
nenek moyang sampai sekarang masih tetap dijaga. Bahkan, belakangan ini pemanfaatannya justru kian
meningkat.

Anda mungkin juga menyukai