Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENELITIAN

PEMBUATAN SERBUK PEWARNA DARI BUAH ALPUKAT

DENGAN METODE SPRAY DRYING

DI SUSUN OLEH :
SINTA OKTAVINA DWI
10016122064

PRODI S1 FARMASI FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA (BTH)
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Laporan Penelitian ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam Laporan ini saya membahas mengenai
“pembuatan serbuk pewarna dari buah alpukat dengan metode spray drying”
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan Laporan ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, kami sebagai penyusun berharap semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
Demikianlah pengantar singkat tentang Laporan Penelitian kami, tidak ada
kesempurnaan dalam diri manusia kecuali Allah SWT semata. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Laporan kami
selanjutnya.

Tasikmalaya, 16 Desember 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah.................................................................................................. 2
D. Manfaat Penelitian.............................................................................................. 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA 3
A. Zat Warna Tekstil............................................................................................... 3
B. Tanaman Alpukat............................................................................................... 3
C. Metode Ekstrak.................................................................................................. 4
BAB III METODE PENELITIAN 7
A. Jenis Penelitian................................................................................................... 7
B. Waktu & Tempat................................................................................................ 7
C. Data dan Sumber Data........................................................................................ 7
D. Pengumpulan Data.............................................................................................. 7
E. Analisis Data...................................................................................................... 8
BAB IV HASIL & PEMBAHASAN............................................................................... 9
A. Hasil. .................................................................................................................. 9
B. Pembahasan............................................................................................... 9
BAB V PENUTUP.......................................................................................................... 11
A. Kesimpulan.................................................................................................. 11
B. Saran............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkembangnya industri tekstil yang menggunakan zat warna untuk pewarna
kain, menyebabkan kebutuhan akan zat warna pun meningkat.Zat pewarna sintesis
merupakan zat warna yang berasal dari zat kimia.Pewarna tekstil yang biasa
digunakan adalah pewarna sintetis dan alami. Bahan pewarna sintetis banyak
digunakan karena lebih mudah diperoleh dan praktis penggunaannya. Zat warna
sintesis dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan juga akan berdampak buruk
bagi kesehatan manusia karena dapat menyebabkan kanker kulit, kanker mulut,
kerusakan otak dan lain-lain. Penggunaan zat pewarna sintesis yang memang terbukti
lebih murah berdampak negatif yaitu bersifat karsinogenik, akibat kandungan logam
berat pada warna sintetik (Atmaja, 2011).
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh zat warna sintesis dapat menyadarkan
kembali menggunakan zat warna alami. Zat warna alami adalah zat warna (pigmen)
yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral.Zat warna
alam direkomendasikan sebagai pewarna yang ramah lingkungan maupun kesehatan
karena kandungan komponen alaminya mempunyai nilai beban pencemaran yang
relatif rendah, mudah terdegradasi secar biologis dan tidak beracun. Zat warna alam
telah direkomendasikan sebagai pewarna yang ramah lingkungan maupun kesehatan
karena kandungan komponen alaminya mempunyai nilai beban pencemaran yang
relatif rendah, mudah terdegradasi secara biologis dan tidak beracun. Tumbuhan yang
digunakan sebagai zat warna dapat diperoleh disekitar lingkungan kita sehingga
hemat biaya (Atmaja, 2011). Setiap tanaman dapat merupakan sumber zat pewarna
alami karena mengandung pigmen alam (Setiawan, 2003). Beberapa pigmen alami
yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil, karotenoid, tanin dan
antosianin. Potensi sumber zat warna alami ditentukan oleh intensitas warna yangada
dalam tanaman tersebut (Setiawan, 2003). Dari beberapa penelitian telahmembuktikan
bahwa pigmen zat warna alami klorofil, antosianin, tanin, karotenoid dan flavinoid
dapat memiliki kemampuan sebagai zat warna alami tekstil. Klorofil, menghasilkan
warna hijau. Antosianin, menghasilkan warna merah, oranye, ungu, biru, kuning.
Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah (Hidayat dan Saat, 2006).
Flavonoid, menghasilkan warna merah atau jingga. Dan tanin, sebagai zat pewarna
akan menimbulkan warna cokelat atau kecokelatan (Prayitno dan Endro dkk, 2003).
Zat warna sampai saat ini penggunaanya secara umum dianggap lebih aman daripada
zat warna sintesis. Penelitian toksikologi zat warna alami masih agak sulit karena zat
warna ini umumnya terdiri dari campuran dengan senyawa-senyawa alami lainnya.
Misalnya, untuk zat warna alami asal tumbuhan, iklim, tanah, umur, dan faktor-faktor
lainnya (K. A dam Novitasari 2010). Kelemahan warna alamai dalam bentukcair
disimpan terlalu lama, maka zat warna akan mudah terurai. Untuk itu, zat warna alami
perlu disimpan dalam bentuk serbuk (Indriyani dan Asrianing 2013).
1.
B. Rumusan Masalah
1. Berapa kadar zat alami yang tepat dari kulit buah alpukat dengan cara ekstraksi?
2. Berapa kadar padatan yang dapat diambil dari kulit nuah alpukat dengan cara
spray dryey dan pengovenan?
3. Bagaimana hasil uji zat warna yang dihasilkan dari setiap proses terhadap kain?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kadar zat alami yang terdapat dari kulit buah alpukat dengan cara
ekstraksi untuk membuat zat pewarna alami
2. Mengetahui berapa kadar padatan yang dapat dibuat dengan metie spray srying
3. Mengetahui berapa kadar zat warna yang diperlukan dari kulit buah alpukat dari
setiap proses terhadap kain.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini, antara lain :
- Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat berkontribusi memberikan
informasi metode pembuatan pewarna alam dari kulit buah alpukat dan
mengetahui variabel yang berpengaruh dalam pembuatan pewarna alam dengan
metode spray drying
- Bagi bangsa dan negara,dengan mengolah kulit buah alpukat menjadi pewarna
alami, diharapkan dapat memanfaatkn limbah alpukat sehingga dapat
memperbaiki kesejahteraan masyarakat sekitar khususnya pada bidang pertanian.

2.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Zat Warna Tekstil


Zat warna tekstil tekstil itu digolongkan menjadi dua yaitu: yang pertama
adalah zat pewarna alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan – bahan alam
pada umumnya dari hewan ataupun tumbuhan dapat berasal (akar, batang, daun, kulit,
dan bunga ). Sedangkan yang kedua adalah zat pewarna sintesis (ZPS) yaitu zat warna
buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia. Sebagian besar warna dapat diperoleh
dari produk tumbuhan. Di dalam tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul
warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya yaitu: klorofil, karotenoid,
tanin, dan antosianin. Sifat dari pigmen – pigmen ini umumnya tidak stabil terhadap
panas, cahaya, dan pH tertentu(Fitihana 2007).
Khlorofil (chlorophil) adalah kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat
dalam tumbuhan, menyerap cahaya merah, biru dan ungu, serta merefleksikan cahaya
hijau yang menyebabkan tumbuhan memperoleh ciri warnanya. Terdapat dalam
kloroplas dan memanfaatkan cahaya yang diserap sebagai energi untuk reaksi-reaksi
cahaya dalam proses fotosintesis. Klorofil A merupakan salah satu bentuk klorofil
yang terdapat pada semua tumbuhan autotrof. Klorofil B terdapat pada ganggang
hijau chlorophyta dan tumbuhan darat. Klorofil C terdapat pada ganggang coklat
Phaeophyta serta diatome Bacillariophyta. Klorofil D terdapat pada ganggang merah
Rhadophyta. Akibat adanya klorofil, tumbuhan dapat menyusun makanannya sendiri
dengan bantuan cahaya matahari (Arthazone 2007).
Karotenoid adalah pigmen yang larut dalam lemak tetapi tidak larut dalam air
yaitu pigmen zat warna kuning orange sampai merah. Karotenoid dikenal dalam 2
bentuk :
1. Alfa karotenoid
2. Beta karotenoid

Antosianin yaitu pigmen yang larut dalam air , yang dapat memberikan warna
merah, biru, atau keunguan. Antosianin bagi kesehatan berfungsi sebagai antioksidan
(Indisari 2006).Tanin ialah pigmen pembentuk warna gelap. Tanin merupakan
senyawa kompleks biasanya campuran polifenol tidak mengkristal (tannin extracts) .
Tanin disebut juga sebagai asam tanat dan asam galatanat(Sepadan, 2014).

2. Tanaman Alpukat
2.1 Klasifikasi Tanaman Alpukat
Tanaman alpukat berasal dari Amerika dan menyebar hingga ke negara tropis
dan sub-tropis seperti Indonesia. Tanaman ini tumbuh baik di dataran rendah
maupun dataran tinggi dan biasanya lebih suka hidup di daerah dengan iklim yang
basah dengan curah hujan sekitar 1.500-3.000 mm per tahun (Sepadan, 2014).
Hampir semua lap masyarakat di Indonesia mengenal dan menyukai buah alpukat
karena mempunyai kandungan gizi yang baik.
3.
Terkhusus di Indonesia, permintaan buah alpukat semakin meningkat sehingga
produksi buah alpukat telah mencapai 290.810 ton pada tahun 2012 dan produksi
buah 10 tahun terakhir mencapai rata-rata 243.930 ton (Fauziah dkk, 2016).
Menurut Badan POM RI (2008), Klasifikasi tanaman alpukat sebagai berikut
- Kingdom : Plantae
- Divisi : Spermatophyta
- Subdivisi : Angiospermae
- Class : Dicotyledoneae
- Ordo : Ranales
- Family : Lauraceae
- Genus : Persea
- Spesies : Persea americana Mill
2.2 Kandungan Tanaman Alpukat
Bagian tanaman alpukat (Perseaamericana Mill) memiliki banyak manfaat.
Pada daun alpukat mengandung senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin
dan steroid/triterpenoid (Astarani, 2012). Sedangkan pada biji alpukat memiliki
beberapa kandungan kimia yaitu tanin (Arifah, 2016), alkaloid, antosianin,
flavonoid, triterpenoid, karbohidrat, saponin, asam palmitat, asam palmitoleat,
asam stearat, asam oleat serta β-sisterol (Sepadan, 2014). Kulit alpukat
mengandung senyawa flavonoid, tanin dan antosianin (Fauziah dkk, 2016).

3. Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu metode isolasi senyawa organik menggunakan pelarut
tertentu (Atun, 2014). Prinsipnya yaitu pemisahan didasarkan pada perpindahan dari
zat yang terlarut masuk ke dalam pelarut. Bahan yang akan diesktraksi umumnya
dilakukan pengeringan dan penyerbukan sebelum proses ekstraksi. Proses ekstraksi
komponen kimia dalam sel sampel yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam
pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses
ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentras cairan zat aktif
di dalam dan di luar sel (Departemaen Kesehatan RI, 1995). Ekstraksi pemisahan
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara dingin dan panas. Cara panas memilki
beberapa jenis ekstraksi yaitu refluks dengan menggunakan pelarut dengan tempratur
titik didih dan waktu tertentu, sokletasi yaitu dengan menggunakan pelarut yang baru
dan menggunakan alat tertentu, digesti yaitu dilakukan dengan suhu kamar berkisar
40-500C, infus yaitu menggunakan pelarut air yang didihkan yang berkisar pada suhu
15-20 menit, dekok yaitu suhu lebih tinggi dari infuse yaitu sampai 1000C (Istiqomah,
2013). Dan pada ekstraksi buah alpukat yang telah halus diekstraksi secara sokletasi
dengan menggunakan pelarut etano 96%. Ekstraksidilakukan hingga tidak ada zat
pewarna yang larut dalam etanol kemudian dilanjutkan dengan prosespendinginan.
Setelah disaring dan dipisahkan dariendapan, pelarut diuapkan dengan rotary
evaporatorsehingga didapat ekstrak kasar kulit buah alpukat(Astarani, 2012).
4.
Spray drying merupakan suatu proses pengeringan untuk mengurangi kadar air
suatu bahan sehingga dihasilkan produk berupa bubuk melalui penguapan cairan.
Bahan yang digunakan dalam pengeringan spry drying dapat berupa suspensi, dispersi
maupun emulsi. Sementara produk akhir yang dihasilkan dapat berupa bubuk, granula
maupun aglomerat tergantung sifat fisik-kimia bahan yang akan dikeringkan, dan
desain alat pengering(Arifah, 2016)
Dalam alat pengering terdapat sebuah menara berbentuk silinder, bahan yang
dapat mengalir (suspensi, pasta disemprotkan secara kontinyu ke dalam aliran udara
yang panas. Pada saat penghamburan, yang dilakukan dengan perlengkapan hambur
khusus, cairan yang akan dipisahkan segera menguap. Udara dan bahan yang
dikeringkan harus dipisahkan satu dari yang lain dalam alat pemisah. Pada
pengeringan hambur ini digunakan untuk mendapatkan kabut-kabut cairan, suspensi
atau pasta yang sehomogen mungkin. Hal tersebut dapat dicapai dengan
menggunakan perlengkapan hambur yang dibuat khusus dan disesuaikan dengan
produk yang diinginkan. Jenis alat hambur tersebut adalah alat hambur cakram (disc
atomizer) dan alat hambur nozzle.Pada alat hambur cakram, produk yang akan
dikeringkan dimasukkan ke dalam cakram berdiameter 50-350 mm yang berputar
dengan kecepatan yang tinggi Frekuensi putaran disesuaikan dengan produk yang
akan dihamburkan. Alat hambur cakram sangat sesuai untuk suspensi dan pasta, yang
akan mengikis atau menyumbat nozzel. Alat hambur nozzle umumnya hanya
digunakan untuk emulsi dan suspensi-suspensi halus. Keuntungan yang khusus
adalah terjadinya pengeringan yang sangat baik karena waktu tinggal yang
singkat(Fauziah dkk, 2016).
Berdasarkan arah alirannya spray dryer dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Aliran searah
Dalam spray dryer cairan atau pasta akan terdistribusi halus,maka bidang
kontak dengan udara panas sangat besar, sehingga waktumaksimum pengeringan
hanya beberapa detik. Dengan demikian waktutinggal di dalam menara pengering
juga beberapa detik lamanya karenapartikel yang akan dikeringkan mempunyai
kecepatan jatuh yang relatifbesar maka diperlukan menara yang tinggi. Kecepatan
jatuh dapat dikurangi dan waktu tinggal dapat diperpanjang dengan membiarkan
udara panas mengalir masuk secara tangensial di bagian atas menara(aliran
searah), dengan cara ini dapat digunakan menara yang rendah(10-20
m).Pemisahan halus dilakukan dalam alat pemisah debu yang dihubungkan
dengan alat pengering (misalnya siklon filter debu dan bila diperlukan :
pencuci).Tahappertama (penghilangan kelembaban permukaan) berlangsung di
dalammenara, sedangkan tahap kedua ( penghilangan kelembaban
kapiler)dilakukan dalam alat pengering, pneumatik yang berada di luar menaradan
dihubungkan dengan menara tersebut(Bernasconi, dkk,1995)

5.
2. Aliran berlawanan arah
Bahan yang sesuai digunakan untuk spray dryer adalah larutan atau pasta yang
dipompa atau slurry. Bahan diatomisasi di dalam sebuahnozzle kemudian
dikontakkan dengan udara panas atau gas hasilpembakaran dan dibawa keluar dari
alat dengan sebuah konveyor tipepneumatik atau mekanik.
Waktu tinggal dari gas pada spray dryer adalah perbandinganantara volume
tangki dengan kecepatan aliran volumetrik gas. Operasi pengeringan umumnya
diselesaikan dalamwaktu 5-30 detik. Partikel yang kasarmembutuhkan waktu
pengeringan yang lama. Pada aliran berlawananarah juga dibutuhkan udara
dengan temperatur lebih tinggi daripada aliransearah.(Walas, M. Stenley, 1988)

6.
BAB III

METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data-
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang- orang dan perilaku yang
dapat diamati. Sehingga data yang dikumpulkan adalah data yang berupa kata atau
kalimat (bukan angka-angka). Data- data ini bisa berupa naskah wawancara, catatan
lapangan, foto, video, dokumen pribadi, memo ataupun dokumen resmi lainnya
(Moleong, 2014).
Jenis penelitian dalam penelitian ini menggunakan jenis kualitatif. Jenis
kualitatif ini dipilih oleh peneliti dikarenakan judul yang peneliti angkat lebih
mengarah pada pendeskripsian sesuatu jadi jenis kualitatif ini yang sesuai dengan
judul peneliti dimana dalam penelitian ini mencoba mendeskripsikan, menguraikan,
dan menggambarkan tentang serbuk pewarna dari buah alpukat dengan metode
drying.

B. Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Desember 2022 di
Laboratorium Kimia Farmasi, Universitas Bhakti Tunas Husada.

C. Data dan Sumber Data


a. Data Primer, adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan
secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat
dipercaya, yakni subjek penelitan atauinforman yang berkenaan dengan
variabel yang diteliti atau datayang diperoleh dari responden secara langsung
(Arikunto, 2010:22).
b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yang
menunjang data primer. Dalam penelitian ini diperolehdari hasil observasi
yang dilakukan oleh penulis serta dari studipustaka. Dapat dikatakan data
sekunder ini bisa berasal daridokumen-dokumen grafis seperti tabel,
catatan,SMS, foto dan lainlain (Arikunto, 2010:22).

D. Pengumpulan Data
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekstraksi adalah:
1. Ukuran partikel Ukuran partikel mempengaruhi laju ekstraksi dalam beberapa hal.
Semakin kecil ukurannya, semakin besar luas permukaan antara padat dan cair;
sehingga laju perpindahannya menjadi semakin besar. Dengan kata lain, jarak
untuk berdifusi dalam padatan adalah kecil.

7.
2. Zat pelarut Larutan yang akan dipakai sebagai zat pelarut seharusnya merupakan
pelarut pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar dapat
bersikulasi dengan mudah. Biasanya, zat pelarut murni akan dipakai pada
awalnya, tetapi setelah proses ekstraksi berakhir, konsentrasi zat terlarut akan naik
dan laju ekstraksinya turun, pertama karena gradien konsentrasi akan berkurang
dan kedua zat terlarutnya menjadi lebih kental.
3. Waktu Ekstraksi antosianin dari penelitian yang pernah dilakukan dengan variabel
waktu, waktu yang tepat dengan rentang 0,5- 3 jam. Berdasarkan penelitian dapat
dilihat bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka semakin banyak ekstrak zat
warna antosianin yang didapat.

E. Teknik Analisis Data


Analisis data kualitatif menurut Bognan & Biklen (1982) sebagaimana
dikutip Moleong (2007:248), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilahmilahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceriterakan kepada
orang lain. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa langkah awal dari
analisis data adalah mengumpulkan data yang ada, menyusun secara sistematis,
kemudian mempresentasikan hasil penelitiannya kepada orang lain. Sepertiyang
dikutip Moleong (2007:248) tahapan analisis data kualitatif adalah
sebagai berikut:
a. Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang
ada dalam data,
b. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang
berasal dari data.

8.
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN
A. Hasil

Hasil zat warna alami tekstil dari biji Buah Alpukat dapat diperoleh dengan
menggunakan dua cara, yaitu ekstraksi secara batch dan ekstraksi menggunakan soxhlet
dengan pelarut aquadest. Hasil zat warna alami diperoleh dengan memekatkan hasil ekstraksi.
Hasil uji zat warna dapat dilihat pada tabel dan tabel IV.2. Sedangkan hasil pencelupan
dapat dilihat pada gambar IV. 1 untuk gambar metode Ekstraksi secara batch dan gambar
IV.2 untuk gambar metode Ekstraksi menggunakan soxhlet.

Yield yang diperoleh :

 Ekstraksi Batch : 4,28 %


 Ekstraksi menggunakan soxhlet : 3,625 %

Hasil Uji terhadap kain


Tabel IV.1. Hasil Percobaan Untuk Zat Warna Ekstraksi secara batch
Gray Scale Stainning
Scale
Pencucian dengan 2,4 (cukup 11,3 (kurang)
baik)
Laundr meter
Gosokan dengan 3,96 (kurang) 4,32 (baik)
Crockmeter

Tabel IV.2. Hasil Percobaan Untuk Zat Warna Ekstraksi menggunakan Soxhlet
Gray Scale Stainning
Scale
Pencucian dengan 2,7 (cukup 10,64
baik) (kurang)
Laundrymeter
Penodaan dengan 3,24 (cukup) 4,32 (baik)
Crockmeter

B. Pembahasan

Zat warna dari buah alpukat dapat diperoleh dengan 2 cara, yaitu ekstraksi secara
batch dan ekstraksi menggunakan soxhlet. Ekstraksi secara batch dilakukan dengan
merebus buah alpukat dengan pelarutnya lalu dipanaskan sampai mendidih sampai 1/3
volume awal kemudian mengambil ekstraknya dan yang kedua yaitu ekstraksi
menggunakan soxhlet.

9.
Pada ekstraksi menggunakan soxhlet, proses ekstraksi dihentikan apabila sudah tidak
ada perpindahan massa dari buah alpukat ke pelarut, hal ini biasa ditandai dilihat warna
pada kolom ekstraksi bening. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa ketika aquadest telah
bening maka semua zat warna telah terekstrak. Pada percobaan pembuatan zat warna
alami ini diperlukan 13-15 kali sirkulasi untuk mencapai warna aquadest bening.

Yield zat warna alami yang dihasilkan dari proses pengambilan zat warna ekstraksi
secara batch adalah 4,28 % berat, sedangkan dengan cara ekstraksi menggunakan soxhlet
diperoleh rata-rata yield 3,625 % berat. Jadi yield zat warna alami yang dihasilkan dari
pengambilan dengan metode ekstraksi menggunakan soxhlet lebih kecil daripada
ekstraksi secara batch.

Untuk mengetahui kualitas zat warna yang diperoleh maka perlu dilakukan pengujian.
Pengujian yang dimaksud adalah pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian
yang dilakukan menggunakan Laundrymeter dan pengujian tahan luntur warna terhadap
gosokan dilakukan menggunakan Crockmeter.

Setelah pengujian ketahanan zat warna terhadap pencucian dan gosokan selesai,
selanjutnya dilakukan analisa terhadap kelunturannya dengan menggunakan Gray Scale
( GS )dan Stainning Scale ( SS ) sebagai standarnya.

Nilai evaluasi tahan luntur warna Gray Scale dan Stainning Scale menunjukkan nilai
yang kurang maksimal, sehingga memerlukan adanya penelitian terhadap proses
penguncian warna ( fiksasi ) dengan penambahan zat – zat lain yang bisa lebih kuat
mengunci zat warna.

10.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Buah Alpukat dapat dimanfaatkan sebagai zat warna alami tekstil.
2. Zat warna dari buah alpukat dapat diolah dengan menggunakan proses ekstraksi
menggunakan soxhlet maupun ekstraksi secara batch, dan akan diperoleh hasil zat
warna berwarna coklat.
3. Yield zat warna tanin dari buah alpukat yang diperoleh adalah :
a. Ekstraksi secara batch : 4,28 %
b. Ekstraksi menggunakan soxhlet : 3,625 %
4. Hasil uji tahan luntur warna terhadap kain :
a. Pencucian dengan Loundrymeter

Stainning Scale Gray


Scale
Ekstraksi secara batch Kurang Cukup
baik
Ekstraksi menggunakan Soxhlet Kurang Cukup
baik

b. Gosokan dengan Crockmeter

Stainning Scale Gray


Scale
Ekstraksi secara batch Baik Kurang

Ekstraksi menggunakan Soxhlet Baik Cukup

B. Saran
Nilai evaluasi tahan luntur warna yang masih menunjukkan nilai kurang
maksimal, sehingga memerlukan adanya penelitian terhadap proses penguncian warna
( fiksasi ) dengan penambahan zat –zat lain yang bisa lebih kuat mengunci zat warna.

11.
DAFTAR PUSTAKA

Fakriyah, U., Pulungan, M.H. & DDewi, I.A., 2015. Pengaruh Jenis dan
Konsentrasi Fiksator Terhadap Intensitas Warna Kain Mori Batik
Menggunakan Pewarna Alami Kunyit ( Curcuma Domestica Val ). Prosiding
Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI, (September),
pp.2–3.

Jansen, P.C.M et al. 2005. Prota 3: Dyes and tannins. Netherland:


Wageningen.

Marlinda, M, Sangi, M.S., Wuntu, A.D, 2012. Analasis Senyawa Metabolit


Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Percea Americana
Mill). Jurnal Fakultas Mipa Universitas Sam Ratulangi Online., 1 (1), pp.24-
28.

Marnoto, T., Haryono, G., & Gustinah, D., 2012. Ekstraksi Tannin sebagai
Bahan
Pewarna Alami dari Tanaman Putri Malu (Mimosa Pudica) Menggunakan
Pelarut Organik., 14(1), pp.39–45.

Prabhu, K. H., & Teli, M. D. (2014). Eco-dyeing using Tamarindus indica L


. seed coat tannin as a natural mordant for textiles with antibacterial activity.
Journal of Saudi Chemi cal Society, 18(6), 864–
872.http://doi.org/10.1016/j.jscs.2011.10.014.

Razak, Nursyamirah Abd., Siti M. T., & Ruziyati, T., 2011. Effect of
Temperature on the Color of Natural Dyes Extracted Using Pressurized Hot Water
Extraction Method. American Journal of Applied Sciences, 8(1), pp 45-49.
Singh, H. B., & Bharati, K. A. (2014). Handbook of Natural Dyes and Pigments.

New Delhi: Woodhead Publishing India Pvt. Ltd.


Sunarjono, H.H., 2000. Prospek Berkebun Buah. Penebar Swadaya. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai