Anda di halaman 1dari 20

Makalah Teknik Penelitian Biokimia

TEKNIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI PIGMEN DARI SENYAWA


BAHAN ALAM

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I

RIZKI JULIANTI (H031 18 1001)


NINING FIDIANTI (H031 18 1004)
NURWAHDAWIAH (H031 18 1022)
SULFI (H031 18 1025)
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil
menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “Teknik Isolasi dan Identifikasi
Pigmen dari Senyawa Bahan Alam”. Pada penyusunan makalah ini, tidak
sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan
dan kerja sama kita semua, sehingga kendala-kendala penulis dapat teratasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca khususnya para mahasiswa.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran penulis harapkan demi
perbaikan makalah ini. Semoha makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 25 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pigmen...............................................................................3
2.2 Fungsi Pigmen......................................................................................
2.3 Teknik Isolasi dan Identifikasi Pigmen................................................
2.4 Aplikasi Isolasi dan Identifikasi Pigmen..............................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................
3.2 Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pigmen


Pigmen adalah zat pemberi warna yang lazim digunakan dalam industri
farmasi, kosmetik dan makanan. Pigmen dapat diperoleh secara sintetis dan alami.
Saat ini pigmen alami menjadi salah satu zat pewarna alami pengganti pewarna
sintetis dalam berbagai aplikasi terutama dalam industri pangan. Pigmen alami
selain dapat diperoleh dari tumbuhan atau hewan dapat juga diperoleh dari
mikroorganisme seperti alga, jamur dan juga bakteri. Produksi pigmen bakteri
berpotensi untuk berbagai aplikasi terutama pada industri pangan (Venil, 2013).
Pigmen dapat memiliki berbagai macam peranan penting diantaranya dapat
berperan sebagai sumber antioksidan. Kualitas pigmen ditentukan oleh jenis
pigmen yang diproduksi, untuk itu identifikasi jenis pigmen sangat penting dalam
menentukan komposisi jenis pigmennya. Identifikasi jenis pigmen dapat
dilakukan dengan cara Kromatografi Lapis Tipis (KLT), spektrofotometer UV-
VIS.
Pigmen menghasilkan warna yang dapat kita amati sehari-hari dan
tanaman merupakan salah satu produsen utama dari pigmen tersebut. Pigmen
alami terdapat pada bagian tumbuhan seperti daun, buah, biji, dan bunga. Pigmen
adalah senyawa kimia yang dapat menyerap cahaya pada rentang panjang
gelombang sinar tampak. Warna pada pigmen terbentuk karena adanya struktur
molekul spesifik yang disebut kromofor. Berdasarkan sumbernya, pigmen dibagi
menjadi pigmen alami dan pigmen sintetis. Pigmen alami dihasilkan oleh
organisme hidup seperti tumbuhan, jamur ataupun hewan sedangkan pigmen
sintetis, disintesis dalam laboratorium. Pigmen alami maupun sintetis telah
digunakan secara luas dalam industri obat-obatan, makanan, pakaian, dan produk
lainnya (Paliwal et al. 2016).
Kepentingan industri pewarna alami menggantikan pewarna sintetis telah
meningkat secara signifikan selama beberapa tahun terakhir, terutama disebabkan
oleh masalah keamanan pangan. Zat pewarna alami dapat dikembangkan dari
pigmen flavonoid khususnya antosianin, yang diperoleh dari jaringan-jaringan
tanaman yang ada di sekitar kita. Ada yang terdapat dalam jaringan buah, bunga,
daun, batang maupun akar dari kelompok tanaman buah, sayuran maupun bunga
(Nollet, 1996). Negara kita mempunyai kekayaan hayati melimpah, oleh karena
itu amat diperlukan upaya penggalian potensinya (Taslam, 2005).

2.2 Fungsi Pigmen sebagai Zat Pewarna dan Antioksidan Alami pada
Produk Industri
Menurut Henry dan Houghton (1996), bahwa warna yang ditambahkan
pada makanan karena mempunyai tujuan antara lain: mempertegas warna yang
telah ada pada produk makanan, meyakinkan keseragaman warna makanan dari
tahap ke tahap, mempertahankan penampakan asli makanan dan untuk memberi
warna dengan sengaja pada makanan. Menurut Fardiaz, dkk (1987), bila
dibandingkan dengan pewarna-pewarna sintetis, penggunaan warna alami
mempunyai keterbatasan antara lain: (1) seringkali memberikan rasa dan flavor
khas yang diinginkan, (2) konsentrasi yang rendah, (3) stabilitas pigmen yang
rendah, (4) keseragaman warna yang kurang baik, dan (5) spektrum warna yang
tidak seluas seperti pewarna sintetis.
Menurut Henry dan Houghton (1996), ada beberapa faktor yang
berhubungan dengan aplikasi pewarna terhadap produk, harus dipertimbangkan
dalam proses pembuatannya, yaitu antara lain: (i) Kelarutan pigmen, yaitu
antosianin larut dalam air, sedangkan kurkumin, klorofil dan xantofil larut dalam
minyak atau lemak, (ii) Bentuk kimia, yaitu pewarna tersedia dalam bentuk antara
lain ekstrak, bubuk, pasta, dan konsentrat. Penentuan pemakaian bentuk pewarna
sangat penting untuk mengetahui bahwa warna akan berubah jika pigmen rusak
selama prossesing. Peningkatan suhu sering sekali menyebabkan rusaknya
struktur pigmen yang menyebabkan perubahan warna. (iii) Tingkat kesamaan
(pH), pewarna makanan yang dalam air (terutama yang berbentuk cairan) dibuat
dengan pH maksimum. Penambahan larutan buffer ke dalam produk akan berubah
pH larutan, dan (iv) Bahan tambahan lain.
Sebagai acuan syarat kesehatan digunakan syarat mutu air untuk industri
hasil pertanian pangan atau air minum, di antaranya kandungan Cl (cloride)
maksimum 250 mg/l, dengan kandungan phenol (phenolik) maksimal 0,002 mg/l,
kandungan maksimal untuk unsur berbahaya seperti Fe, Mn, Pb, dan Cu, masing-
masing sebesar 0,2; 0,1; 0,5 dan 3,0 mg/l (Susanto, 2002).
Radikal bebas yaitu suatu molekul beroksigen (mengandung O) dengan
atom yang pada orbit terluarnya memiliki elektron yang tidak berpasangan.
Karena tidak berpasangan tersebut maka molekul tersebut menjadi tidak stabil.
Senyawa bioaktif seperti pigmen flavonoid, atau antosianin merupakan suatu
molekul yang bersifat sebagai antioksidan, yaitu merupakan zat yang anti terhadap
zat lain yang bekerja sebagai oksidan. Antioksidan mempunyai peran yang
penting dalam membantu mencegah kerusakan sel-sel sehat akibat adanya radikal
bebas tersebut.
Pigmen flavonoid, tidak hanya berperan dalam menyumbangkan warna
alami pada makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik, bahkan menurut Soni
and Maria (2007), bahwa sejumlah penelitian menunjukkan dampak potensial
kelompok flavonoid antara lain mengurangi resiko penyakit jantung, kanker,
hyperlipidemias dan penyakit kronis lainnya melalui asupan makanan kaya
antosianin. Pada penelitian dan paten yang terdahulu, senyawa antioksidan yang
telah diketahui diperoleh dari ekstrak / juice nanas, dari Paten USPTO No.
6224926 ( 23 Agustus 1999) oleh Ronald E. Wrolslad and Ling Wen digunakan
sebagai anti-browning. Berbagai metode pengujian aktivitas antioksidan telah
digunakan untuk meneliti dan membandingkan aktivitas antioksidan dalam
makanan. Aktivitas antioksidan menggunakan metode penangkapan radikal bebas
dapat dilakukan dengan cepat, mudah dan sederhana. Metode DPPH (2,2-
Diphrnyl 2picrylhydrazyl) digunakan untuk mengetahui kemampuan zat
antioksidan untuk menangkap radikal bebas (Hatano et al, 1998). Radikal
2,2Diphrnyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) adalah radikal bebas stabil yang menerima
sebuah elektron atau hidrogen untuk diubah menjadi molekul diamagnetik. DPPH
banyak digunakan pada sistem penelitian aktivitas penangkapan radikal pada
senyawa alami tumbuhan. Aktivitas antiradikal ditandai dengan perubahan warna
larutan dari ungu menjadi kuning bening dengan penurunan absorbansi pada
panjang gelombang 517 nm (Soares et al, 1997).

2.3 Teknik Isolasi dan Identifikasi Pigmen dari Senyawa Bahan Alam
Ekstraksi merupakan suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat
menjadi komponen terpisah (Winarno et al., 1973). Waktu ekstraksi zat pewarna
alami harus diketahui secara optimal dan juga harus dipertimbangkan dari segi
efektifitasnya. Efektifitas ekstraksi tidak dapat dilepaskan dari kemampuan bahan
pengekstrak untuk melarutkan senyawa yang diekstrak. Peristiwa pembentukan
larutan dikatakan sebagai interaksi antara pelarut dengan zat yang dilarutkan
(Winarno et al., 1973). Bila dikaitkan dengan energi, maka defenisi pelarutan
adalah: (1) Peristiwa pemutusan ikatan solut-solut yang membutuhkan energi; (2)
Peristiwa pemutusan ikatan solven-solven yang membutuhkan energi; (3)
Peristiwa pembentukan ikatan solutsolven yang melepaskan energi. Jadi, apabila
energi yang dilepaskan pada tahap 3 dapat menutup energi yang dibutuhkan pada
tahap 1 dan 2 maka zat dapat terlarut (Petrucci, 1987).
Ekstraksi adalah proses pengeluaran sesuatu zat dari campuran bahan
dengan jalan menambahkan bahan ekstraksi tepat pada waktunya. Hanya zat yang
diekstrak yang dapat larut dalam bahan ekstraksi. Pemisahan yang diinginkan
dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam sifat yaitu dapat larutnya antara
bahan-bahan campuran dari suatu campuran zat dalam bahan pelarut. Untuk
mendapatkan senyawa pengekstrak yang baik, diperlukan bahan pengekstrak yang
memiliki kepolaran yang sama dengan zat yang diekstrak. Senyawa non polar
hanya dapat larut dengan baik dalam senyawa non polar seperti eter, kloroform,
benzen, etanol dan metanol. Hal serupa juga berlaku pada senyawa polar yang
hanya dapat larut dengan baik dalam senyawa polar seperti air. Senyawa bioaktif
yang diekstrak tersebut akan larut dalam pelarut karena kesesuaian/ kesamaan
polaritas yang disebut like disolves like (Chan et al., 2009). Berbagai senyawa
organik, pada umumnya termasuk dalam senyawa non polar. Senyawa-senyawa
organik menggabungkan atomnya dengan membagi secara bersama elektron-
elektron dari atomnya. Ikatan yang terjadi dikenal sebagai ikatan kovalen (Hart,
1990). Menurut Markakis (1982), metode ekstraksi yang baik untuk bahan hayati
(yang berasal dari tanaman) adalah dengan melarutkan bahan ke dalam 1% HCl
dalam metanol. Aamun untuk penerapan dalam pangan, metode ekstraksinya
menggunakan 1% HCl dalam etanol. Hal ini dikarenakan sifat toksik dari
metanol.

2.3.1 Metode Spektrofotometri


Sudah lama sekali ahli kimia menggunakan warna sebagai suatu pembantu
dalam mengidentifikasi zat kimia. Spektrofotometer adalah suatu alat atau
instrumen untuk mengukur trasmisi atau absorben suatu contoh sebagai fungsi
panjang gelombang. Spektrofotometri dapat dibayangkan sebagai suatu
perpanjangan dari penilikan visual dimana studi yang lebih terinci mengenai
pengabsorpsian energi cahaya oleh spesies kimia sebagai fungsi dari panjang
gelombang radiasi, demikian pula pengabsorpsian yang menyendiri pada suatu
panjang gelombang tertentu, memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam
pencirian dan pengukuran kuantitatif.
Kebanyakan penerapan spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak
pada senyawa organik yang didasarkan pada transisi n-Π* atau pun Π-Π* dan
karenanya memerlukan hadirnya gugus kromoforat dalam molekul itu. Transisi ini
terjadi pada daerah spektrum sekitar 200 hingga 700 nm yang praktis untuk
digunakan dalam eksperimen. Spektrofotometer UV -Vis yang komersial biasanya
beroperasi dari sekitar 175 atau 200 hingga 1000 nm. Identifikasi kualitatif
senyawa organik dalam daerah ini jauh lebih terbatas daripada daerah inframerah,
ini karena pita absorbsi terlalu lebar dan kurang terperinci. Spektrum khas
flavonoid terdiri atas dua maksimal pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-
550 (pita I).

2.3.2 Metode Kromatografi dan KLT (Kormatografi Lapis Tipis)


Kromatografi adalah proses pemisahan yang didasarkan pada perbedaan
distribusi komponen diantara fase gerak dan fase diam (Vogel, 1987). Pemisahan
komponen pigmen antosianin dari ekstrak kulit anggur dapat dilakukan dengan
cara kromatografi kertas atau KKt dengan menggunakan kertas Whatman no.1
atau no.3 (Anderson et al., 1970). Adapun pengembang yang digunakan Harborne
(1994) adalah campuran n-butanol : asam asetat : air (4:1:5 v/v), campuran n-
butanol: HCl 2 M (1:1 v/v) atau 1% HCl yang dipakai sebagai lapisan atas.
Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) adalah suatu teknik kromatografi yang
berguna untuk memisahkan senyawa organik. Oleh karena kesederhanaan dan
kecepatan KLT, sering digunakan untuk membantu kemajuan reaksi organik dan
untuk memeriksa kemurnian produk (Bryan, 2001). Lapisan penyerap dari KLT
dapat berupa aluminium oksida, kalsium hidroksida, magnesium fosfat,
poliamida, sephadex, selulosa, silika gel, dan campuran dua bahan tersebut atau
lebih. Antosianin dapat dipisahkan dengan KLT pada selulosa atau pada campuran
selulosa dan silika gel (Harborne, 1994).
Pemisahan dalam KLT melibatkan pembagian campuran dua atau lebih zat
antara fasa diam dan fasa gerak. Fasa diam adalah lapisan tipis dari penyerap
(biasanya silika atau alumina) yang dilapiskan di atas pelet. Fasa gerak adalah
cairan pengembang yang berjalan di atas fasa diam, membawa sampel guna
tahapan elusi. Komponen dari sampel akan dipisahkan di atas fasa diam
disesuaikan berapa banyak penyerap pada fasa diam yang larut dalam fasa gerak
(Madison, 1995). Pada tahap identifikasi atau penampakan noda, jika noda sudah
berwarna dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf-nya. Besaran Rf ini
menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fasa diam. Rf juga disebut
faktor retardasi atau faktor retensi. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh
oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen (fasa gerak)
(Soebagio, dkk, 2005).

2.3.3 Metode Fourier Transform Infrared (FTIR)


Fourier Transform Infrared (FTIR) adalah metode analisa persenyawaan
menggunakan deteksi frekuensi gelombang dari atom-atom yang dikandung
komponen penyusun dari suatu zat. Jumlah energi yang diperlukan untuk
meregangkan suatu ikatan tergantung pada tegangan ikatan dan massa atom yang
terikat. Bilangan gelombang suatu serapan dapat dihitung menggunakan
persamaan yang diturunkan dari Hukum Hooke, yaitu? Bilangan gelombang dari
vibrasi regangan (v) tersebut merupakan hubungan antara konstanta gaya ikatan
(f) dan massa atom (dalam gram) yang digabungkan oleh ikatan (m1 dan m2).
Konstanta gaya merupakan ukuran tegangan dari suatu ikatan. Persaman tersebut
menunjukkan bahwa ikatan yang lebih kuat dan atom yang lebih ringan
menghasilkan frekuensi yang lebih tinggi. Semakin kuat suatu ikatan, makin besar
energi yang dibutuhkan untuk meregangkan ikatan tersebut. Frekuensi vibrasi
berbanding terbalik dengan massa atom sehingga vibrasi atom yang lebih berat
terjadi pada frekuensi yang lebih rendah (Bruice, 2001).
Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum
elektromagnetik yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang
mikro. Penggunaan spektroskopi inframerah pada bidang kimia organik hampir
selalu menggunakan daerah di 650-4000 cm-1. Spektrofotometer FTIR
merupakan alat untuk mendeteksi gugus fungsional, mengidentifikasi senyawa
dan menganalisis campuran. Banyak pita absorpsi yang terdapat dalam daerah
yang disebut daerah "sidik jari" spektrum. Spektrum FTIR suatu sampel dapat
diketahui letak pita serapan yang dikaitkan dengan adanya suatu gugus fungsional
tertentu (Day dan Underwood, 1999).
Puspitasari (2003) telah mengidentifikasi flavonoid menggunakan
spektroskopi infra merah dan didapatkan pola-pola serapan -OH pada daerah
3500-3400 cm-1, serapan C=O pada 1700-1600 cm-1, rentangan CO pada 1100-
1000 cm-1, dan serapan asimetri dan simetri C=O aromatis pada 1600-1400 cm-1.

2.3.4 Metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC)


HPLC (High performance liquid chromatography) adalah merupakan
teknik analisa yang tepat untuk memisahkan ion atau molekul yang terlarut dalam
suatu larutan. Jika larutan sampel berinteraksi dengan fase stasioner, maka
molekul-molekul di dalamnya berinteraksi dengan fase stasioner; namun
interaksinya berbeda dikarenakan perbedaan daya serap (adsorption), pertukaran
ion (ion exchange), partisi (partitioning), atau ukuran. Perbedaan ini membuat
komponen terpisah satu dengan yang lain dan dapat dilihat perbedaannya dari
lamanya waktu transit komponen tersebut melewati kolom. HPLC mempunyai
prinsip yang mirip dengan reverse phase. Hanya saja dalam metode ini, digunakan
tekanan dan kecepatan yang tinggi. Kolom yang digunakan dalam HPLC lebih
pendek dan berdiameter kecil, namun dapat menghasilkan beberapa tingkatan
equilibrium dalam jumlah besar.
2.3.5 Metode Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LCMS)
LCMS (Liquid chromatography-mass spectrometry) adalah kromatografi
cair-spektrometri massa, dimana secara kimia analitik teknik yang
menggabungkan kemampuan pemisahan fisik kromatografi cair (atau HPLC)
dengan kemampuan analisis spektrometri massa. LCMS adalah teknik yang kuat
digunakan untuk banyak aplikasi yang memiliki sensitivitas yang sangat tinggi
dan selektivitas. Metode ini umumnya digunakan pada analisa deteksi dan
identifikasi bahan kimia yang berorientasi terhadap potensi bahan kimia lainnya
(dalam campuran kompleks). Perbedaan utama antara tradisional HPLC dan
kromatografi yang digunakan dalam LC-MS adalah bahwa dalam kasus terakhir
skala biasanya jauh lebih kecil, baik sehubungan dengan diameter dalam kolom
dan bahkan lebih lagi sehubungan dengan tingkat mengalir karena skala sebagai
kuadrat dari diameter.
2.3.6 Metode Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
NMR (Nuclear magnetic resonance) adalah metode analisa menggunakan
resonansi magnet inti yang memberikan keterangan jumlah setiap tipe hidrogen,
yang menunjukkan keterangan tentang sifat lingkungan dari setiap tipe
atom hidrogen tersebut. Dalam percobaan/penelitian ini akan dilengkapi
dengan analisa NMR menggunakan metode Hartati dan Hanafi (2001), agar
dapat diketahui dengan lebih pasti bagaimana molekul pigmen antosianin
(antosianidin dan glikon yang mengikatnya) mahkota bunga mawar, seperti
contoh gambar hasil uji NMR (Rein, 2005).

2.4 Aplikasi Teknik Isolasi dan Identifikasi Pigmen dari Senyawa Bahan
Alam
 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Pigmen Bixin Selaput Biji
Kesumba (Bixa orellana L.) (Penulis: Pipin dkk., 2007)
o Pendahuluan
Warna seperti halnya citarasa, juga merupakan suatu pelengkap daya tarik
pada makanan dan minuman. Penambahan zat warna dalam makanan dan
minuman mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap selera dan daya
tarik konsumen. Bixa orellana L. merupakan salah satu tanaman yang hasil
pigmennya dapat digunakan sebagai pewarna makanan, kosmetik, dan tekstil.
Pigmen karotenoid yang terdapat dalam B. orellana adalah bixin dan norbixin.
Menurut Tan dan Alves dkk bixin merupakan pigmen dominan pada B.
orellana yang sebagian besar terdapat pada selaput biji. Selain berfungsi
sebagai pewarna, biji B. orellana juga mempunyai fungsi yang lain yaitu
sebagai antioksidan yang dapat menetralisir radikal bebas berlebihan,
antibakteri, dan mengobati penyakit diabetes. Umumnya fungsi pigmen biji B.
orellana yang dilaporkan masih dalam bentuk ekstrak kasar. Berdasarkan latar
belakang di atas penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, mengidentifikasi
dan menentukan persen kadar pigmen bixin biji B. orellana serta menentukan
aktivitas antioksidan dan antibakteri pigmen tersebut.
o Prosedur Kerja
a) Ekstraksi Pigmen
Ekstraksi pigmen dilakukan dengan menggunakan metode Britton yang
telah dimodifikasi. Sebanyak 20 g sampel dilarutkan dengan aseton 100 mL
dan ditambah CaCO3 1 g, setelah itu diaduk dan disaring menggunakan kertas
Whatman. Filtrat yang diperoleh ditampung sedangkan residunya diekstraksi
kembali menggunakan aseton 100 mL sampai seluruh pigmen terangkat.
Ekstrak dipartisi menggunakan petroleum eter, lapisan eternya diambil dan
ditambah Na2SO4, kemudian disaring dan diuapkan. Ekstrak pekat yang
diperoleh disimpan dalam botol dan dikeringkan dengan gas N 2. Ekstrak kasar
yang diperoleh sebanyak 0,75 g.
b) Isolasi dan Identifikasi Pigmen Bixin
 Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak dianalisis menggunakan KLT silika gel 60 F254 (Merck)
dengan menotolkan sampel pada pelat KLT kemudian dielusikan dengan
larutan aseton : heksana (1:2 v/v). Pola pemisahan pigmen digambar dan
nilai Rf nya dihitung.
 Kromatografi Kolom
Pigmen bixin diisolasi dengan kromatografi kolom menggunakan
fase diam silika gel Si-60 dan menggunakan fase gerak aseton : heksana
(1:2 v/v). Masing-masing fraksi hasil pemisahan ditampung dalam botol
sampel dan dikeringkan dengan gas N2. Semua fraksi dianalisa dengan
melarutkannya dengan H2SO4, dan warna cornflower-blue (biru
keunguan) yang terbentuk menunjukkan bahwa fraksi tersebut merupakan
pigmen bixin.
 Spekstroskopi UV Tampak
Pengukuran spektra dilakukan untuk ekstrak kasar dan hasil isolasi
menggunakan spektrofotometer berkas rangkap CARY 50 pada panjang
gelombang 300-600 nm dengan pelarut aseton.
 Analisa Persen Kadar Pigmen Bixin
Penentuan kadar pigmen dilakukan menurut JECFA. Sebanyak
0,1 g sampel dilarutkan dengan 100 mL aseton, diambil 1 mL kemudian
dilarutkan dengan 100 mL aseton dan diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer berkas tunggal Shimadzu 1240 pada panjang gelombang
502 nm dengan ketelitian ± 0,005 Abs (pada 1,0 Abs). Persen kadar
pigmen yang diperoleh dihitung dengan rumus:
A 100.000
% total bixin= × × 100 %
2,870 berat sampel( mg)
Dalam penghitungan 0,1 g sampel dianggap setara dengan 1 g sampel,
dimana A adalah absorbansi yang didapatkan.

o Hasil dan Pembahasan


a) Isolasi dan Identifikasi Pigmen
Pigmen bixin diidentifikasi berdasarkan hasil KLT, uji kimia dan hasil
spektroskopi UV-Tampak.
b) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak dipisahkan dengan kromatografi kolom menggunakan fase gerak
aseton:heksana (1:2 v/v) dan fase diamnya silika gel. KLT untuk hasil kolom
disajikan pada Gambar dan Tabel berikut.
Tabel 1. Kisaran Rf dan warna hasil pemisahan pigmen
Gambar 1. Hasil scan pola pemisahan pigmen (a.) fraksi 1, (b.) fraksi 4,
(c.) fraksi 5, (d.) gabungan fraksi 1, 4, 5 dan (e.) ekstrak kasar.

Hasil kromatografi kolom yang berhasil dipisahkan adalah fraksi 1, 4,


dan 5, sedangkan fraksi 2 dan 3 tidak dapat diambil karena jumlahnya yang
sangat sedikit. Jika dilihat dari warna yang dihasilkan, fraksi 5 berwarna
orange kemerahan sesuai dengan warna bixin pada literatur. Semua fraksi
diidentifikasi dengan menambahkan H2SO4, dan jika diperoleh warna
cornflower-blue menunjukkan fraksi tersebut adalah bixin.

c) Spektroskopi
Pigmen hasil isolasi dan ekstrak kasar juga diidentifikasi dengan
menggunakan spektrofotometer CARY 50 pada panjang gelombang 300-600
nm. Hasil spektra disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 2.
Tabel 2. Serapan maksimum spektra bixin dalam aseton.

Gambar 2.
Pola spektra ekstrak kasar ( _____), fraksi 1 (------), fraksi 4 (……..) dan
fraksi 5 (_._._._) dalam aseton.
Dari pola spektra (Gambar 2) tampak bahwa fraksi 5 memiliki serapan
maksimum pada panjang gelombang 454 nm mendekati serapan maksimum
bixin dari literatur. Hasil serapan maksimum masing-masing spektra disajikan
pada Tabel 2.
d) Persen Kadar Pigmen Bixin
Persen kadar pigmen selaput biji B. orellana dianalisis dengan
spektrofotometer berkas tunggal Shimadzu 1240 pada panjang gelombang 502
nm (Tabel 3).
Tabel 3. Persen Kadar Pigmen Bixin

Berdasarkan hasil
penelitian total purata bixin yang diperoleh adalah 75±3%. Hasil penelitian
yang diperoleh sesuai dengan hasil literatur, dimana besar persen kadar pigmen
bixin pada literatur yaitu ± 80%.
o Kesimpulan
Fraksi 5 hasil isolasi ekstrak pigmen selaput biji B. orellana teridentifikasi
sebagai pigmen bixin dengan persen kadar sebesar 75±3%.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:
1. Pigmen adalah zat pemberi warna yang lazim digunakan dalam industri
farmasi, kosmetik dan makanan. Pigmen dapat diperoleh secara sintetis dan
alami. Pigmen menghasilkan warna yang dapat kita amati sehari-hari dan
tanaman merupakan salah satu produsen utama dari pigmen tersebut.
2. Pigmen flavonoid, tidak hanya berperan dalam menyumbangkan warna alami
pada makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik, bahkan dalam sejumlah
penelitian menunjukkan dampak potensial kelompok flavonoid antara lain
mengurangi resiko penyakit jantung, kanker, hyperlipidemias dan penyakit
kronis lainnya.
3. Adapun metode-metode isolasi dan identifikasi pigmen dari senyawa bahan
alam di antaranya adalah metode Spektrofotometri, KLT, FTIR, HPLC,
LCMS, dan NMR.
3.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah di atas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Chan, S.W., Lee, C.Y., Yap, C.F., Wan Aida, W.M., and Ho, C.W., 2009,
Optimation of Extraction Condition for Phenolic Compounds from
Limau Purut (Citrus hystrix) Peels, International Food Research
Journal, 16; 203-213.

Harborne, J.B., 1994, The Flavonoids: Advances in Research Since 1986.


London: Chapman and Hall.

Henry, G.A.F., and Houghton, J.D., 1996, Natural Food Colorants. Two Edition,
Blackie Academic and Profesional, London.

Markakis, P., 1982, Anthocyanin as Food Colors, Academis Press, New York.

Nollet, L.M.L., 1996, Hand Book of Food Analysis. Two Edition, Marcel Dekker,
Inc. New York.

Paliwal, H., Goyal, S., Singla, S., and Daksh, S., 2016, Pigments from Natural
Sources: An overview, International Journal of Research in Pharmacy
and Pharmaceutical Sciences, 1, (3); 1-12.
Pipin, T.L., Soetjipto, H., dan Leenawati, L., 2007, Aktivitas Antioksidan dan
Antibakteri Pigmen Bixin Selaput Biji Kesumba (Bixa orellana L.) ,
Indo J. Chem, 7, (1); 88 - 92 .

Rein, M., 2005, Copigmentation Reactions and Color Stability of Berry


Anthocyanins, Food Chemistry Division. Department of Applied
Chemistry and Microbiology, University of Helsinki.

Taslam, H., 2005, Mengenal Keanekaragaman Hayati, Proseding Seminar


Nasional dan Konggres PATPI di FTP Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Venil, C.K., 2013, An Insightful Overview on Microbial Pigmen: Prodigiosin.
Journal Biological Pigments, 5, (3); 49–61.

Winarno, F.G., 2004, Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai