Anda di halaman 1dari 14

PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN KIRINYUH ((Chromolaena odorata)

SEBAGAI BIOPESTIDA

ABSTRAK

Kirinyuh (Chromolaena odorata) merupakan gulma berbentuk semak berkayu


yang dapat berkembang cepat sehingga sulit dikendalikan. Tumbuhan ini
merupakan gulma padang rumput yang dapat menimbulkan kerugian baik dari
segi kualitas mapun kuantitas produksi. Selain sebagai pesaing agresif, kirinyu
diduga memiliki efek allelopati serta menyebabkan keracunan bahkan kematian
pada ternak. Beberapa hasil penelitian menunjukkan gulma ini dapat menjadi
insektisida nabati karena mengandung metabilit sekunder berupa alkaloid,
flavonoid, tannin, saponin, dan fenolik yang bersifat racun terhadap OPT
(organisme penggangu tanaman). OPT (ulat grayak, keong mas, ulat tritip, gulma,
belalang, jangkrik, rayap) adalah hama yang sulit dikendalikan karena
perkembangbiakannya cepat serta mempunyai kisaran inang yang luas, yaitu
hampir semua jenis tanaman pangan. Hama ini biasanya dikendalikan dengan
insektisida sintetis dengan dosis melebihi dari yang ditentukan sehingga
menyebabkan resistensi. Oleh karena itu, perlu dicari pengganti insektisida sintetis
agar penggunaannya dapat dikurangi dengan menggunakan insektisida nabati.
Ekstrak daun kirinyu menurut beberapa penelitian efektif mengendalikan
beberapa jenis OPT dengan mortalitas 80-100%, oleh karena itu gulma ini perlu
dikembangkan pemanfaatannya sebagai bahan insektisida nabati agar bernilai
ekonomis.

Kata kunci: Kirinyuh, Insektisida nabati, Hama.

Pendahuluan

Serangan hama terhadap tanaman membuat banyak petani terancam gagal

panen. Penggunaan pestisida kimiawi yang digunakan sebagai solusi untuk

mengatasi hama mematok harga yang mahal dan penggunaannya yang berlebihan

memberi dampak yang cukup berbahaya bagi pengguna maupun lingkungan. Oleh

karena itu, diperlukan suatu solusi penanganan yang lebih baik. Tanaman yang

dapat digunakan sebagai bahan insektisida alam adalah semua tanaman yang

mengandung bahan kimia saponin, sianida, flavonoid, tanin, steroid, dan minyak

atsiri. Pemanfaatan bahan alam menjadi alternatif yang sangat bagus untuk

dilakukan dalam pengendalian hama karena harganya relatif murah, bahan mudah
didapat karena ketersediannya banyak, dan tidak berbahaya bagi lingkungan dan

pengguna.

Kirinyuh berasal dari Amerika Selatan dan Tengah, kemudian menyebar ke

daerah tropis Asia, Afrika, dan Pasifik, dan digolongkan sebagai gulma invasif.

Gulma ini berupa semak berkayu yang dapat berkembang dengan cepat dan

membentuk kelompok yang dapat mencegah perkembangan tumbuhan lainnya

sehingga sangat merugikan karena dapat mengurangi daya tamping padang

penggembalaan. Gulma ini merupakan pesaing agresif dan diduga memiliki efek

alelopati, menyebabkan keracunan bahkan kematian pada ternak, serta dapat

menimbulkan bahaya kebakaran (Prawiradiputra 2007).

Klasifikasi tanaman kirinyuhh menurut Prawiradiputra, (2007) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Asterales

Famili : Eupatorium

Genus : Eupatorium odoratum

Spesies : Chromolaena odorata L.

Kirinyuh (Chromolaena odorata) merupakan tanaman liar yang berpotensi

sebagai sumber bahan organik (pupuk hijau) yang ketersediaannya cukup

melimpah dibeberapa sentra produksi tanaman sayuran. Kirinyuh mengandung

unsur hara Nitrogen yang tinggi (2,65%) sehingga cukup potensial untuk
dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik karena produksi biomassanya tinggi.

Pada umur 6 bulan Kirinyuh dapat menghasilkan biomassa sebanyak 11,2 ton/ha

dan setelah berumur 3 tahun mampu menghasilkan biomassa sebanyak 27,7 to/ha,

sehingga biomassa Kirinyuh merupakan sumber bahan organik yang sangat

potensial (Damanik, 2009).

Tumbuhan kirinyuh memiliki bentuk daun oval dan bagian bawahnya lebih

lebar, makin ke ujung makin runcing. Panjang daun 6–10 cm dan lebarnya 3–6

cm. Tepi daun bergerigi, menghadap ke pangkal, letaknya berhadapan. Karangan

bunga terletak di ujung cabang (terminal), dan setiap karangan terdiri atas 20–35

bunga. Warna bunga pada saat muda kebiruan, semakin tua menjadi cokelat.

Waktu berbunga serentak pada musim kemarau selama 3–4 minggu. Pada saat biji

masak, tumbuhan akan mengering kemudian bijinya pecah dan terbang terbawa

angin. Kurang lebih satu bulan setelah awal musim hujan, potongan batang,

cabang, dan pangkal batang akan bertunas kembali. Biji-biji yang jatuh ke tanah

juga mulai berkecambah sehingga dalam waktu dua bulan berikutnya, kecambah

dan tunas-tunas telah terlihat mendominasi suatu area (Prawiradiputra, 2007).

Tumbuhan ini sangat cepat tumbuh dan berkembang biak. Karena cepatnya

perkembangbiakan dan pertumuhannya, gulma ini cepat juga membentuk

komunitas yang rapat sehingga dapat menghalangi tumbuhnya tumbuhan lain

melalui persaingan. Kirinyuhh dapat tumbuh pada ketinggian 1000-2800 mdpl,

tetapi di Indonesia banyak ditemukan di dataran rendah (0-500 mdpl) seperti di

perkebunan-perkebunan karet dan kelapa serta di padang-padangan

penggembalaan. Tinggi tumbuhan dewasa bisa mencapai 5 m, bahkan lebih.


Batang muda berwarna hijau dan agak lunak yang kelak akan berubah menjadi

coklat dan keras (berkayu) apabila sudah tua.

Letak cabang biasanya berhadap-hadapan (oposit) dan jumlahnya sangat

banyak. Percabangan yang rapat menyebabkan berkurangnya cahaya matahari ke

bagian bawah, sehingga menghambat pertumbuhan spesies lain, termasuk rumput

mendominasi area dengan cepat pula. Kemampuannya mendominasi area dengan

cepat ini juga disebabkan oleh produksi bijinya yang sangat banyak.

1. Pemanfaatan Tanaman Kirinyuhh secara Umum di Berbagai Bidang

a. Bidang pertanian

Penelitian yang dilakukan oleh Murdaningsih dan Mbu’u (2014), tentang

pemanfaatan kirinyuhh sebagai bahan organik terhadap pertumbuhan dan

hasil tanaman wortel, melaporkan bahwa tanaman kirinyuh sebagai

sumber bahan orgganik dapat meningkatkan tinggi tanaman wortel pada

usia 6-12 MST (26,69%) dan jumlah daun 6-8 MST (14,74%) untuk

komponen produksi perlakuan dengan dosis 20 ton/ha menunjukkan

peningkatan terhadap panjang umbi (28,69%), berat berangkasan (60,6%),

berat umbi segar per tanaman (70,59%), berat umbi segar per petak

(42,31%) dan berat umbi segar per/ha (42,3%). Hasil dari penambahan

dosis optimum Kirinyuh, yaitu 20 ton/ha adalah tinggi tanaman 37,19 cm,

jumalah daun (6,75 cm) dan hasil tanaman wortel; panjang umbi 10,71

cm, berat berangkasan per tanaman 298,75 gr, berat ymbi segar per

tanaman 48,19 gr, berat umbi segar per petak 11,81 kg dan berat umbi

segar 21,09 ton/ha.


2. Potensi Penggunaan Daun Tanaman Kirinyuh sebagai Pestisida Alami

atau Biopestisida

Tumbuhan Kirinyuh ini berupa semak berkayu yang dapat berkembang

dengan cepat dan membentuk kelompok tumbuhan yang dapat mencegah

perkembangan dan merugikan pertumbuhan tanaman lainnya. Demikian juga

tumbuhan ini merupakan merupakan pesaing agresif dan memiliki efek allelopati

yang dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian ternak serta dapat

menimbulkan bahaya kebakaran (Prawiradiputra, 2007). Dengaan adanya

keberadaan kandungan dalam tumbuhan kirinyuh tersebut, maka sangat efektif

untuk dibuat ekstraksi sebagai bahan baku pestisida nabati untuk penanggulangan

OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) seperti hama ulat Grayak. Bagian

tanaman Kirinyuh yang diambil sebagai ekstrak adalah daunnya. Daun kirinyuh

yang dipilih sebagai bahan ekstraksi adalah daun yang sehat, dari segi fisik tidak

rusak atau bebas dari serangan hama, memiliki warna daun hijau tua pekat. Daun

kirinyuh yang digunakan adalah daun yang tidak muda atau tidak terlalu tua.

Pemilihan daun kirinyuh untuk eksraksi yaitu dengan cara memilih daun kirinyuh

pada lembar ke 4-6 dari pucuk. Daun kirinyuh sebanyak 1000 gram dicuci bersih

kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan hingga kadar air mencapai

10% atau dapat hancur ketika diremas. Potongan daun kirinyuh kemudian

dihaluskan dengan menggunakan blender kemudian disimpan diwadah yang

tertutup rapat. Menurut Syah dan Kristanti (2016), daun kirinyuh yang telah halus

diekstrak dengan menggunakan pelarut etanol 70% dengan perbandingan 1:5 (10

gram serbuk dengan 50 ml etanol) sampai semua metabolit terekstraksi. Cara

ekstraksi dilakukan dengan cara merendam daun kirinyuh yang telah halus selama
1,3,5,7 dan 9 hari dan dilakukan pengadukan sebanyak 2 kali dalam selang waktu

12 jam (Dewi dkk., 2016). Setelah dilakukan perendaman, kemudian disaring

menggunakan corong Buchner dan diuapkan dengan rotary vacuum evaporator.

Penggunaan rotary evaporatory ini bertujuan untuk mengentalkan ekstrak pada

tekanan rendah dan temperature 40 oC sehingga diperoleh ekstrak kental etanol.

Ekstrak murni yang telah dihasilkan dapat disimpan di lemari pendingin sampai

digunakan untuk proses pengujian.

Pembuatan Biopestisida dari Daun Kirinyuh

1. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah, daun uji yaitu daun C.

odorata dengan berat kering 1 kg, daun kubis, aquades, air, etanol 96%, madu dan

larva C. pavonana.

Adapun alat yang digunakan adalah, kurungan serangga, pinset, toples kaca,

timbangan analitik, kain mori, gelas ukur, gelas plastik, tissue, penggaris, kertas

millimeter, labu evaporator, rotary vacum evaporator,corong Buchner, kuas kecil,

gunting, selotip bening dan alat-alat pendukung lainnya.

2. Metode

Penelitian laboratorium ini menggunakan metode percobaan yang disusun

dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan menggunakan 4 jenis perlakuan

konsentrasi ekstraksi daun uji dan 1 jenis tanpa perlakuan (kontrol), masing-

masing diulang 10 kali yaitu :

C0 = Tanpa perlakuan (control)

C10 = konsentrasi ekstrak daun C. odorata 10%

C20 = konsentrasi ekstrak daun C. odorata 20%


C30 = konsentrasi ekstrak daun C. odorota 30%

C40 = konsentrasi ekstrak daun C. odorata 40%

3. Tahap Persiapan

Beberapa persiapan dilakukan sebelum melaksanakan penelitian seperti

persiapan daun kubis, telur atau larva C.pavonanayang.

4. Prosedur

a. Tahapan Pembuatan Ekstrak

Pertama daun C. Odoratadikering-anginkan selama 7 hari sampai kering

dan ditimbang sebanyak 1 kg berat kering. Kedua, daun yang sudah kering

digunting kecil kemudian diblender (digiling) sampai menjadi serbuk.

Setelah itu, masing-masing daun tersebut dimasukkan ke dalam toples

kaca besar untuk dimaserasi menggunakan etanol 96% sebanyak 3 kali,

masing-masing selama 24 jam atau sampai warna etanol yang digunakan

maserasi berwarna bening. Perbandingan antara serbuk daun dengan etanol

yaitu sampai seluruh serbuk daun ekstrak terendam etanol. Ketiga, hasil

maserasi disaring dengan corong Buchner kemudian filtrat diuapkan

dengan menggunakan rotary vacum evaporator pada suhu 40 oC. Hasil

dari penguapan yaitu berupa ekstrak kental berwarna hitam pekat.

b.Persiapan Serangga Uji

Serangga uji yang digunakan yaitu larva C. pavonana yang didapatkan

dari pengambilan telur di lapangan, pengambilan telur dilakukan di Desa

Pancasari. Selanjutnya, di bawa ke laboratorium untuk dipelihara. Setalah

telur menetas menjadi larva, larva berkembang sampai menjadi imago.

Imago hasil biakan ini dipelihara sampai menghasilkan telur kembali.


Telur hasil pembiakan tersebut dipelihara sampai menghasilkan larva

instar-1 sebagai serangga uji.

c. Uji Efektifitas Ekstrak Daun Kirinyuh (C. odorata)

Daun kubis yang akan digunakan untuk bahan pakan dipotong berukuran 3

x 3 cm, kemudian dicelupkan ke dalam ektrak daun kirinyuh selama 1 jam.

Daun kubis yang telah di celupkan selama 1 jam kemudian dikering

anginkan selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas plastik yang telah diisi

larva C.pavonana instar 1, masing-masing gelas plastik tersebut diisi

sebanyak 1 ekor larva C. Pavonanadan tiap perlakuan diulang sebanyak

10 kali. Pemberian pakan diganti setiap 1 hari sekali selama 10 hari

dengan cara yang sama sampai larva mati atau menjadi pupa.

d.Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap mortalitas larva sampai larva

menjadi imago. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F dan

apabila terdapat beda nyata maka selanjutnya akan diuji dengan uji

Duncan’s pada taraf 5%.

Pengamatan mortalitas larva dihitung dengan rumus:


a
M = x 100%
b
Keterangan:
M = Mortalitas
a = jumlah larva yang mati dalam setiap kelompok perlakuan
b = jumalah seluruh larva tiap perlakuan

Komposisi Kimia Ekstrak Tanaman Kirinyuh

Kandungan bahan kimia yang terdapat pada C. odorataseperti tanin,

polifenol, kuinon, flavonoid, steroid, triterpenoid, monoterpen, dan seskuiterpen


flavonoid. Kandungan kimia tersebut menyebabkan terganggunya pertumbuhan

larva. Alkaloid jenis Pyrolizidine alkaloids merupakan senyawa kimia aktif yang

terkandung dalam tumbuhan kirinyuh dan memiliki sifat toksik, sebagai

penghambat makan dan insektisida bagi serangga (Febrianti dan Rahayu, 2012).

Senyawa kimia seperti alkaloid dan flavonoid yang terdapat dalam tumbuhan C.

Odorata mampu bertindak sebagai racun perut bagi serangga, apabila senyawa

alkaloid dan flavonoid tersebut masuk ke dalam tubuh larva melalui makanan

yang dimakan oleh serangga maka alat pencernaannya akan terganggu sehingga

menyebabkan serangga mati (Cahyadi, 2009).

Tabel 1. Hasil Analisis Fitokimia C. odorata (Wijaya dkk., 2018)

Pengaruh Ekstrak Daun Kirinyu terhadap Mortalitas Larva C. pavonanas

(Wijaya dkk., 2018)

Mortalitas merupakan ukuran jumlah kematian pada suatu populasi.

Mortalitas larva terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan oleh bahan

kimia. Mortalitas yang dialami masing-masing larva berbeda antara perlakuan.

Pada perlakuan ekstrak kirinyuh10%, 20%, 30% dan 40% pada aplikasi pertama

larva belum menunjukkan tanda-tanda perubahan dilihat dari pengamatan hari

pertama belum terjadi kematian, kematian larva baru terjadi pada aplikasi hari ke

5 larva mati sebanyak 10% pada perlakuan konsentrasi 10%, kematian kembali
terjadi pada pengamatan hari ke 7 sebanyak 20% larva mati, dari 10 kali aplikasi

ekstrak daun C.odorata dengan 12 kali pengamatan yang dilakukan keseluruhan

larva mengalami kematian sebesar 80%. Pada perlakuan ekstrak konsentrasi 20%

larva baru mengalami kematian pada aplikasi hari ke 5 larva mati sebanyak 20%,

dari 10 kali aplikasi dengan 12 kali pengamatan yang dilakukan keseluruhan larva

mengalami kematian sebesar 80%. Lain halnya pada perlakuan konsentrasi 30%

dan 40% yang diuji, pada konsentrasi 30% dan 40% ekstrak tanaman yang

mampu menyebabkan mortalitas larva paling tinggi yaitu dengan mortalitas

mencapai 100%.

Toksisitas terhadap Organisme Nontarget

Menurut Yunita dkk., (2009) alkaloid dan flavonoid merupakan senyawa

yang dapat bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut, sehingga

apabila senyawa alkaloid dan flavonoid masuk kedalam tubuh serangga maka

akan menghambat proses pencernaan dan juga bersifat toksik bagi serangga.

Senyawa tersebut juga mampu menghambat reseptor perasa pada daerah mulut

serangga, sehingga menyebabkan serangga tidak mampu mengenali makanannya.

Senyawa-senyawa kimia tersebut dapat menyebabkan pengaruh yang merugikan

pada serangga apabila terjadi kontak secara langsung antara serangga dengan

senyawa-senyawa kimia tersebut.

Kematian yang disebabkan oleh ekstrak daun C.odorata dipengaruhi oleh

kandungan bahan kimia yang ada pada pada ekstrak daun tersebut. Ekstrak daun

C.odorata menurut Thamrin dkk., (2013) efektif menekan menekan

perkembangan ulat grayak dengan mortalitas 80-100%, senyawa pryrrolizidine

alkaloids yang terkandung di dalam tumbuhan kirinyuh bersifat sebagai racun.


Kandungan senyawa tersebut dapat menyebabkan tanaman berbau menusuk dan

berasa pahit, sehingga bersifat repellent bagi serangga. Menurut Harborne (1987)

senyawa bioaktif yang terdapat dalam ekstrak daun kirinyuh seperti terpenoid,

tanin, saponin dan sesquiterpene merupakan bahan aktif yang bersifat toksik bagi

serangga. Senyawa-senyawa fenol, triterpenoid, alkaloid dan steroid yang terdapat

pada tumbuhan merupakan bahan aktif yang dapat digunakan sebagai

pengendalian hama. Senyawa flavonoid yang terkandung dalam tumbuhan dapat

bersifat menghambat makan serangga, flavonoid juga berperan sebagai inhibitor

pernapasan serangga sehingga menghambat sistem pernapasan serangga dan

mengakibatkan serangga mati.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurhasbah dkk., (2017), melaporkan bahwa

pemberian ekstrak daun kirinyu selama 24 jam berpengaruh nyata terhadap

mortalitas keong ms, semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan maka

semakin tinggi pula tingkat mortalitas keong mas. Lebih jauh Sukhthankar dkk.,

(2014) melaporkan bahwa ekstrak daun kirinyuh juga bersifat toksik terhadap

larva nyamuk Anopheles stephensi, Culex quinquefasciatus, dan Aedes aegypti.

Degradasi Komponen Utama dalam Lingkungan

Kesimpulan

Biopestisida merupakan salah satu jenis pestisida yang bahan utamanya berasal

dari ekstrak tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang bisa digunakan ekstraknya

untuk membuat biopestisida adalah tumbuhan kirinyuh. Daun kirinyuh

mengandung flavonoid yang dapat mengganggu sistem syaraf serangga dan daun

kirinyuh mengandung terpenoid yang dapat mengganggu permeabilitas membrane

sel sehingga dapat menggagu metabolisme larva. Selain fungsi utamanya yaitu
membasmi hama, biopestisida dari ekstrak kirinyuh juga sangat aman bagi

lingkungan walaupun notabenenya merupakan tumbuhan gulma, juga dapat

mengurangi pertumbuhan gulma yang biasanya sangat mengganggu.


DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, R., 2009, Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica
charantia L.) terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine
Shrimp Lethality Test (BST), Skripsi, Semarang, Universitas Diponegoro.

Damanik J., 2009, Pengaruh Pupuk Hijau Kirinyu (Chromolaena odorata)


Terhadap pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays), Skripsi, Medan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara.

Dewi, P.J.N., Hartati, A., dan Mulyani, S., 2016, Pengaruh Umur Panen dan
Tingkat Maserasi terhadap Kandungan Kurkumin dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Kunyit (Curcuma Domestica Val.), Rekayasa dan
Manajemen Agroindustri, 4(2): 101-111.

Febrianti, N. dan Rahayu, D., 2012, Aktivitas Insektisidal Ekstrak Etanol Daun
Kirinyuh (Eupatorium odoratum L.)Terhadap Wereng Coklat
(Nilaparvata lugens Stal.), Biologi, Sains, Lingkungan dan
Pembelajarannya dalam upaya Peningkatan Daya Saing Bangsa.

Murdaningsih dan Mbu’u, Y.S., 2014, Pemanfaatan Kirinyu (Chromolaena


odorata) sebagai Sumber Bahan Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Wortel (Daucus carota), Buana Sains, 14(2): 141-147.

Nurhasbah, Safrida dan Asiah, 2017, Uji Toksisitas Ekstrak Daun Kirinyuh
(Eupatorium odoratum L.) terhadap Mortalitas Keoang Mas (Pomacea
canaliculata), Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Unsyiah, 2(1): 31-39.

Prawiradiputra, B.R., 2007, Kirinyu (Chromolaena odorata (L.) R.M. King dan
H. Robinson: Gulma padang rumput yang merugikan, Bulletin Ilmu
Peternakan Indonesia (WARTAZOA), 17(1): 46-52.

Sukhthankar, J. H., Kumar, H., Godinho, M. H. S., Kumar, A. 2014. Larvicidal


Activity of Methanolic Leaf Extracts of Plant, Chromolaena odorata L.
(Asteraceae) Against Vector Mosquitoes. International Journal of
Mosquito Research, 1(3):33-38

Syah, B.W. dan Kristanti, I.P., 2016, Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi) terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva
Spodoptera Litwura, Sains dan Seni ITS, 5(2): 23-29.

Thamrin, M., Asikin, S., dan Willis, M., 2013, Tumbuhan Kirinyu Chromolaena
odorata (L) (Asteraceae: Asterales) sebagai Insektisida Nabati untuk
Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura, J. Litbang Pertanian,
32(3): 112-121.

Wijaya, I.N., Wirawan, I.G.P., dan Adiartayasa, W., 2018, Uji Efektivitas
beberapa Konsentrasi Ekstrak Daun Kirinyuh (Chromolaena odorata L.)
terhadap Perkembangan Ulat Krop Kubis (Crocidolomia pavonana F.),
Agrotrop, 8(1): 11-19.

Yunita, E.A., Nanik, H.S., dan Jafron W.H., 2009, Pengaruh Ekstrak Daun Teklah
(Eupatorium riparium) terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva
Aedes aegypti, BIOMA, 11(1):

Anda mungkin juga menyukai