Anda di halaman 1dari 117

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI

SEDIAAN MASKER YANG DIPERKAYA


EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera)

SKRIPSI

NIAH KUSUMA HAPSARI

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI
SEDIAAN MASKER YANG DIPERKAYA
EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains


Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

NIAH KUSUMA HAPSARI


NIM. 11140960000051

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
ABSTRAK

NIAH KUSUMA HAPSARI. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Sediaan


Masker Yang Diperkaya Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera). Dibimbing oleh
HENDRAWATI dan LA ODE SUMARLIN

Daun kelor (Moringa oleifera) memiliki kandungan antioksidan, mineral, vitamin


dan antibakteri yang bermanfaat untuk kesehatan kulit sebagai bahan tambahan
sediaan kosmetik, salah satunya ialah dalam sediaan masker. Penelitian ini
bertujuan untuk membuat formula optimum masker daun kelor yang ditambahkan
zat antioksidan dan antibakteri serta mengetahui karakteristiknya berdasarkan
syarat mutu masker menurut SNI 16-6070-1999 dan pelembab kulit menurut SNI
16-4399-1996. Formula masker yang dibuat dengan variasi konsentrasi daun kelor
sebesar 12,5%; 17,5%; 25%; dan 35%. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan
metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) dan uji aktivitas antibakteri
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dilakukan dengan menggunakan metode
difusi. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antioksidan daun kelor memiliki
nilai IC50 sebesar 56,3385 ppm. Masker dengan penambahan ekstrak daun kelor
sebesar 35% menunjukkan persen inhibisi sebesar 66,0405% lebih tinggi dari
pada tanpa penambahan daun kelor yaitu sebesar 6,5008% dan aktivitas
antibakteri menunjukkan bahwa formula masker ekstrak daun kelor memiliki
aktivitas antibakteri lebih rendah dibandingkan bentuk ekstraknya. Analisis
GCMS (Gas Chromatography-Mass Specctrometer) menunjukkan daun kelor
mengandung senyawa asam linoleat dan asam quinic yang memiliki aktivitas
antibakteri. Produk masker daun kelor yang paling optimum berdasarkan tingkat
kesukaan panelis ialah masker dengan penambahan daun kelor 17,5% dengan skor
3,29. Formula masker dengan penambahan ekstrak daun kelor 12,5; 17,5; 25; dan
35% memenuhi standar SNI 16-6070-1999 dan SNI 16-4380-1996 yaitu dengan
nilai pH 5,45-6,02; bobot jenis 1 g/mL; stabilitas emulsi 96,57-97,05%; dan
negatif cemaran mikroba.

Kata Kunci: antibakteri, antioksidan, masker, moringa oleifera


ABSTRACT

NIAH KUSUMA HAPSARI. Antioxidant and Antibacterial Activity of Facial


Mask Enriched by Moringa Leaf Extract. Supervised by HENDRAWATI dan
LA ODE SUMARLIN

Moringa leaves (Moringa oleifera) consist of antioxidants, minerals, vitamins


and antibacterias. These contents are useful for skin health as an additional
ingredient for cosmetic, for instance facial mask. This research aims to make
the optimum formula of Moringa leaves mask added with the antioxidant and
antibacterial substances and to determine its characteristics based on the quality
requirements of SNI 16-6070-1999 for facial mask and SNI 16-4399-1996 for
skin mosturizer. Facial mask formula was made by various concentrations of
Moringa leaves that is 12.5; 17.5; 25; and 35% concentrations. The
antioxidant activity test was carried out using the 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil
(DPPH) method, and the antibacterial activity test toward Staphylococcus
aureus bacteria was carried out using diffusion method. The results showed
that the antioxidant activity of Moringa leaves have an IC 50 value of 56.33385
ppm. Facial masks with the 35% additional extract of Moringa olefeira showed
an inhibition percentage of 66.0405% which was higher than without the
additional extract of Moringa leaves as much as 6.5008%. Meanwhile, the
antibacterial activity showed that the formula of Moringa leaf extract mask had
lower antibacterial activity than it extract form. GCMS (Gas Chromatography-
Mass Specctrometer) analysis showed that Moringa leaves contain linoleic acid
and quinic acid as antibacterial activity. The most optimum Moringa leaf mask
product based on panelists' preference level was a mask with 17.5% Moringa
leaf extract with a score of 3.29. Mask formula with 12,5; 17,5; 25, and 35%
additional ammount of Moringa leaf extract have met the requirements for SNI
16-6070-1999 and SNI 16-4380-1996 criterias, namely 5.45-6.02 pH value; 1
g/mL density; 96.57-97.05% emulsion stability; and negative microbial
contamination.

Keywords: antibacterials, antioxidants, masks, moringa oleifera


KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohim
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Alhamdulillahi Raobbil ‘Alamin penulis haturkan kehadirat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas
Antioksidan Serta Antibakteri Sediaan Masker yang Diperkaya Ekstrak
Daun Kelor (Moringa oleifera)”. Pelaksanaan penyusunan skripsi ini, penulis
mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.

1. Dr. Hendrawati, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan ilmu


pengetahuan, bimbingan serta waktunya dalam mengarahkan penulis selama
penelitian.
2. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Pembimbing II dan Ketua Program Studi
Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang telah memberikan berbagai saran,
masukan dan ilmu yang sangat bermanfaat.
3. Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si dan Dr. Sandra Hermanto, M.Si selaku Penguji I
dan Penguji II yang telah memberi kritik, saran dan ilmu yang sangat
bermanfaat dari awal penelitian sampai tahap akhir penyusunan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Subhan dan Ibu Erry selaku Orang Tua dan Adik penulis (Afifah dan
Aqib) serta Keluarga tercinta yang senantiasa membantu penulis dengan
selalu memberikan do’a dan dukungan baik secara material maupun moril.
6. Azizah, Maulidia, Siti Aidina, Farhan Riza Afandi, Muhammad Fajar, Jeni
Setyowati, Sariana Harahap dan Riska Isnaeny Zahroh teman seperjuangan
dalam riset pada laboratorium yang selalu membantu penulis selama proses
penelitian.

viii
7. Seluruh Staff laboratorium kimia dan biologi Pusat Laboratorium Terpadu
UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan dukungan dan bantuan
kepada penulis.
8. Teman-teman Kimia 2014, kakak-kakak dan adik-adik kelas yang telah
membantu dan memotivasi penulis dalam melakukan penelitian dan
menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca
dan menjadi salah satu jembatan ilmu dikemudian hari.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Jakarta, Agustus 2019

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................viii


DAFTAR ISI ......................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiii
DAFTAR TABEL..............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................5
1.4 Hipotesis ....................................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian .....................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................6


2.1 Kosmetik Kulit ..........................................................................................6
2.2 Tanaman Kelor ..........................................................................................7
2.3 Antioksidan dengan Metode DPPH ...........................................................10
2.4 Antibakteri .................................................................................................13
2.4.1 Bakteri Uji-Staphylococcus aureus ..................................................13
2.4.2 Metode Difusi Pengujian Aktivitas Antibakteri ...............................14
2.5 Kulit Manusia ............................................................................................14
2.6 Analisis Gas Chromatography-Mass Specctrometer (GCMS) .................16
2.7 Organoleptik ..............................................................................................17

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................19


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................19
3.2 Alat dan Bahan ..........................................................................................19
3.3 Diagram Alir Penelitian .............................................................................20
3.4 Prosedur Kerja ...........................................................................................21

x
3.4.1 Preparasi Sampel Daun Kelor ..........................................................21
3.4.2 Pembuatan Ekstrak ...........................................................................21
3.4.3 Uji Fitokimia ....................................................................................21
3.4.4 Formulasi Masker .............................................................................22
3.4.5 Uji Organoleptik Masker ..................................................................23
3.4.6 Karakterisasi Masker ........................................................................24
3.4.7 Uji Aktivitas Antioksidan.................................................................26
3.4.8 Uji Aktivitas Antibakteri ..................................................................27
3.4.9 Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometer ..........................28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................30


4.1 Ekstrak Daun Kelor ...................................................................................30
4.2 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Kelor ...................................................31
4.3 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kelor ...............................................34
4.4 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kelor ................................................36
4.5 Hasil Formulasi Sediaan Masker Bubuk ...................................................39
4.6 Hasil Uji Organoleptik Masker Bubuk ......................................................41
4.7 Karakteristik Masker ................................................................................47
4.8 Aktivitas Antioksidan Masker Daun Kelor ...............................................54
4.9 Aktivitas Antibakteri Masker Daun Kelor.................................................56
4.10 Hasil analisis Komponen Kimia Ekstrak Metanol Daun Kelor
dengan Gas Chromatography-Mass Spektrofometer (GC-MS) ................58

BAB V PENUTUP .............................................................................................61


5.1 Simpulan ....................................................................................................61
5.2 Saran ..........................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................63
LAMPIRAN .......................................................................................................72

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Daun kelor .......................................................................................9


Gambar 2. Reaksi DPPH dengan antioksidan ...................................................12
Gambar 3. Skema alat GCMS ...........................................................................17
Gambar 4. Diagram alir penelitian ....................................................................20
Gambar 5. Reaksi flavonoid dengan radikal bebas ...........................................36
Gambar 6. Hasil zona hambat ekstrak daun kelor .............................................37
Gambar 7. Produk masker bubuk ......................................................................41
Gambar 8. Hasil zona hambat masker daun kelor .............................................57
Gambar 9. Kromatogram hasil pemisahan ekstrak daun kelor ..........................59
Gambar 10. Struktur asam quinic ......................................................................59
Gambar 11. Struktur asam linoleat ....................................................................60
Gambar 12. Kurva daun kelor ulangan 1...........................................................75
Gambar 13. Kurva daun kelor ulangan 2...........................................................75
Gambar 14. Kurva asam askorbat ulangan 1 .....................................................76
Gambar 15. Kurva asam askorbat ulangan 2 .....................................................76
Gambar 16. Kurva persen inhibisi masker daun kelor ......................................84

xiii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan nilai gizi daun kelor ........................................................10


Tabel 2. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH ..........................13
Tabel 3. Formula masker ekstrak daun kelor .....................................................23
Tabel 4. Skala penilaian uji organoleptik ...........................................................24
Tabel 5. Hasil uji fitokimia ekstrak daun kelor ..................................................32
Tabel 6. Hasil uji aktivitas antioksidan daun kelor ............................................35
Tabel 7. Hasil pengukuran diameter hambat ekstrak metanol daun kelor .........38
Tabel 8. Hasil pengamatan terhadap masker daun kelor ....................................40
Tabel 9. Tingkat kesukaan tekstur masker ekstrak daun kelor ...........................42
Tabel 10. Tingkat kesukaan warna masker ekstrak daun kelor ..........................43
Tabel 11. Tingkat kesukaan tekstur aroma ekstrak daun kelor ..........................45
Tabel 12. Tingkat kesukaan homogenitas masker ekstrak daun kelor ...............46
Tabel 13. Tingkat kesukaan umum masker ekstrak daun kelor .........................47
Tabel 14. Nilai pH masker..................................................................................48
Tabel 15. Nilai bobot jenis masker .....................................................................50
Tabel 16. Nilai stabilitas emulsi masker.............................................................51
Tabel 17. Hasil uji kualitas masker secara keseluruhan .....................................53
Tabel 18. Hasil uji aktivitas antioksidan masker ................................................55
Tabel 19. Hasil uji aktivitas antibakteri masker .................................................56
Tabel 20. Pengukuran aktivitas antioksidan daun kelor .....................................75
Tabel 21. Pengukuran aktivitas antioksidan asam askorbat ...............................76
Tabel 22. Nilai diameter zona hambat ekstrak ...................................................77
Tabel 23. Nilai diameter zona hambat masker ...................................................77
Tabel 24. Hasil analisis ragam tekstur masker daun kelor .................................78
Tabel 25. Hasil analisis ragam warna masker daun kelor ..................................79
Tabel 26. Hasil analisis ragam aroma masker daun kelor ..................................80
Tabel 27. Hasil analisis ragam homogenitas masker daun kelor........................81
Tabel 28. Hasil analisis ragam kesukaan umum masker daun kelor ..................82
Tabel 29. Nilai pH ..............................................................................................83

xiv
Tabel 30. Nilai bobot jenis .................................................................................83
Tabel 31. Nilai stabilitas emulsi .........................................................................83
Tabel 32. Persen inhibisi masker daun kelor ......................................................84

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil determinasi tanaman ............................................................72


Lampiran 2. Hasil ekstraksi ...............................................................................73
Lampiran 3. Pembuatan reagen fitokimia .........................................................74
Lampiran 4. Uji aktivitas antioksidan daun kelor .............................................75
Lampiran 5. Uji aktivitas antioksidan asam askorbat........................................76
Lampiran 6. Uji aktivitas antibakteri daun kelor...............................................77
Lampiran 7. Hasil rekapitulasi uji organoleptik masker bubuk daun kelor ......78
Lampiran 8. Hasil uji analisis masker ...............................................................83
Lampiran 9. Hasil uji aktivitas antioksidan masker bubuk daun kelor .............84
Lampiran 10. Hasil statistika oneway anova uji organoleptik masker ..............85
Lampiran 11. Hasil statistika oneway anova uji antioksidan masker................90
Lampiran 12. Hasil statistika oneway anova uji analisis masker ......................91
Lampiran 13. Hasil kromatogram uji analisis komponen kimia GC-MS..........94
Lampiran 14. Hasil uji analisis GC-MS ekstrak metanol daun kelor................95
Lampiran 15. Gambar alat, bahan dan proses penelitian ..................................96
Lampiran 16. Lembar kesediaan panelis ...........................................................99
Lampiran 17. Lembar uji kuisioner organoleptik..............................................100

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri kosmetik yang terus meningkat menyebabkan

beragamnya produk masker yang beredar di pasar, baik dari segi merk, jenis,

harga maupun variasi bahan yang terkandung dalam produk tersebut. Penelitian

ini dibuat sediaan masker wajah yang diperkaya ekstrak tanaman sebagai zat

tambahan antioksidan dan antibakteri. Berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan

firman Allah SWT dalam Al-Quran surah Thaahaa ayat 53 bahwa Allah SWT

menumbuhkan tanaman yang memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia.

ْ ُ‫ان َّ ِذ يَج ع م َن كُ م‬
َ‫َاْل ْر ضَ م ْه د ًاَو س ه ك َن كُ ْم َ ف ِ يه اَ سُ ب ُ ًلَ و‬

‫ت َش ت َّى‬
ٍ ‫أ نْ ش لَ ِم نَ ان سَّ م ا ِء َم ا ًء َف أ ْخ ز ْج ن اَ ب ِ ه أ ْس و ا ًج اَ ِم ْن َن ب ا‬
Artinya: “Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit
air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis
dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa banyak tumbuhan yang mampu tumbuh di

bumi ini dengan berbagai jenis, bentuk dan fungsinya sehingga merupakan hal

yang sungguh menakjubkan dan membuktikan betapa agung pencipta-Nya.

Tumbuhan yang baik merupakan tumbuhan yang dapat bermanfaat bagi makhluk

hidup terutama manusia sehingga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Tanaman

kelor merupakan salah satunya yang dapat dimanfaatkan.

1
Kelor merupakan tanaman sumber gizi dan obat penyembuhan bagi umat

manusia (Krisnadi, 2010). Tanaman kelor dikatakan sebagai world’s most

valuable multipurpose trees dan miracle tree (Small, 2012), karena seluruh bagian

tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti makanan, obat,

kosmetik, bahkan biji juga dapat dimanfaatkan sebagai pemurni air (Hendrawati

et al., 2015). Menurut Offor et al, (2014) memperkirakan terdapat paling tidak

300 penyakit yang dapat disembuhkan dengan mengonsumsi atau menggunakan

suplemen dengan bahan dasar tanaman kelor, karena daun kelor kaya akan

protein, vitamin A, vitamin B, C, dan mineral.

Penelitian sebelumnya mengungkapkan daun dan batang kelor dapat

digunakan sebagai penurun tekanan darah tinggi dan obat diabetes (Ghiridhari et

al., 2011) serta antioksidan dan antibakteri (Bukar et al., 2011). Hasil uji

fitokimia, daun kelor menunjukkan adanya tanin, alkaloid, flavonoid, saponin,

antarquinon, steroid dan triterpenoid yang berperan sebagai antioksidan (Kasolo et

al., 2010). Rajanandh dan Kavitha (2015) juga membuktikan kandungan β-

sitosterol (90 mg/g), total fenolik (8 μg/ml) dan flavonoid (27 μg/ml) pada daun

kelor senyawa-senyawa tersebut berhubungan dengan aktivitas antioksidan.

Kemampuan antioksidan daun kelor berdasarkan nilai IC50 juga telah

dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu dengan nilai IC50 62,94 ppm yang

merupakan aktivitas antioksidan kuat terhadap radikal bebas DPPH (Vongsak et

al., 2013) dan nilai IC50 sebesar 92,5284 ppm dengan perlakuan pengeringan

tanpa freeze dry metode maserasi dengan pelarut metanol teknis (Hardiyanti,

2015).

2
Daun kelor juga memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Pendapat ini

telah diuji oleh beberapa peneliti antara lain: ekstrak etanol daun kelor terhadap

bakteri S. aureus dengan konsentrasi 20% terbentuk zona hambat 7,98 mm yang

merupakan daya hambat sedang dan pada konsentrasi 80% terbentuk zona hambat

14,02 mm yang merupakan daya hambat kuat (Savitri et al., 2018). Ekstrak etanol

daun kelor terhadap bakteri S. aureus memiliki konsentrasi 4% terbentuk zona

hambat 7,83 mm yang merupakan daya hambat sedang dan pada konsentrasi 10%

terbentuk zona hambat 11,12 mm yang merupakan daya hambat kuat (Maharani et

al., 2017). Menurut Melayanti dan Dwiyanti (2017) bahwa daun kelor dapat

digunakan untuk kosmetik sebagai masker wajah untuk merawat kondisi wajah

seseorang agar tetap sehat dan mengatasi masalah kulit wajah seperti jerawat.

Batubara et al, (2009) mengungkapkan bahwa komponen antijerawat dari bahan

alam harus berpotensi sebagai antibakteri, antiradang, dan antioksidan.

Penggunaan masker wajah berbahan dasar alami dapat menjadi alternatif

untuk mengganti masker berbahan kimia sintetik untuk pengobatan jerawat karena

tidak memiliki efek jangka panjang yang berbahaya. Penggunaan bahan-bahan

alami sebagai bahan baku masker wajah sudah banyak dilakukan seperti masker

wajah sediaan serbuk dari daun jambu biji (Natsir, 2012) dan masker ekstrak air

daun alpukat sebagai antibakteri S. aureus untuk pengobatan jerawat (Ismiyati et

al., 2014), namun pemanfaatan daun kelor sebagai bahan tambahan masker

dengan tepung beras belum dilakukan.

Eksplorasi dan pemanfaatan daun kelor untuk bahan tambahan masker

wajah sangat potensial dilakukan. Formulasi penambahan daun kelor dalam

bentuk ekstrak pada campuran bahan masker wajah masih jarang ditemukan

3
sehingga penelitian ini difokuskan untuk menganalisis formulasi daun kelor pada

campuran masker wajah. Masker wajah dibuat dengan menvariasikan konsentrasi

daun kelor 12,5; 17,5; 25; 35 % yang kemudian dilanjutkan dengan pengujian

aktivitas antioksidan dan antibakteri dengan bakteri Staphylococcus aureus

sebagai bakteri penghasil nanah yang kemudian dilanjutkan uji organoleptik oleh

45 panelis serta uji karakterisasi masker dengan parameter nilai pH, stabilitas

emulsi, bobot jenis dan total cemaran mikroba sesuai dengan syarat mutu masker

menurut SNI 16-6070-1999 dan pelembab kulit menurut SNI 16-4399-1996.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana aktivitas antioksidan dan antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus sebelum dan sesudah di formulasikan dalam masker

yang diperkaya dengan ekstrak daun kelor?

2. Berapakah hasil uji organoleptik yang paling optimum dalam sediaan

masker yang diperkaya ekstrak daun kelor?

3. Apakah karakteristik masker dengan parameter nilai pH, stabilitas emulsi,

bobot jenis dan total cemaran mikroba memenuhi syarat menurut SNI 16-

4399-1996 dan SNI 16-6070-1999?

4. Apakah senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak daun kelor dengan

menggunakan analisis GCMS (Gas Chromatography-Mass Spectrometer)?

4
1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menentukan aktivitas antioksidan dan antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus sebelum dan sesudah diformulasikan dalam masker

yang diperkaya dengan ekstrak daun kelor.

2. Menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap masker wajah dengan uji

organoleptik.

3. Menentukan karakteristik dengan parameter nilai pH, stabilitas emulsi,

bobot jenis dan total cemaran mikroba memenuhi syarat menurut SNI 16-

4399-1996 dan SNI 16-6070-1999.

4. Menentukan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak daun kelor dengan

menggunakan analisis GCMS (Gas Chromatography-Mass Spectrometer).

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah ekstrak daun kelor diduga dapat

diformulasikan sebagai masker wajah dalam bentuk bubuk yang memiliki

aktivitas antioksidan dan antibakteri, serta memenuhi standar persyaratan mutu

(nilai pH, stabilitas emulsi, bobot jenis dan total cemaran mikroba) berdasarkan

SNI 16-6070-1999 dan SNI 16-4380-1996.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat

terkait pemanfaatan daun kelor dalam formulasi sediaan masker yang tepat dan

memberikan informasi tentang khasiat sebagai antioksidan dan antibakteri.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik Kulit

Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmetikos yang berarti keterampilan

menghias atau mengatur. Menteri Kesehatan RI No.445/Menkes/Permenkes/1998

menyatakan bahwa kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk

digunakan pada bagian luar badan, gigi, dan rongga mulut, untuk membersihkan,

menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam

keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati

atau menyembuhkan suatu penyakit.

Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh dari paparan polusi lingkungan,

terutama kuit wajah yang sering terpapar oleh sinar ultraviolet (UV) akibatnya

dapat menimbulkan masalah kulit seperti keriput, penuaan, jerawat dan pori kulit

yang membesar, sehingga merawat kulit merupakan suatu hal yang penting

dilakukan (Grace et al., 2015).

Kosmetik masker merupakan salah satu kosmetik perawatan (skincare) yang

mampu mencegah kekeringan kulit serta mampu melembabkan kulit. Kosmetik

masker adalah sediaan yang digunakan secara topikal, utamanya untuk daerah

wajah yang bertujuan untuk mencapai sensasi mengencangkan dan memberikan

efek pembersih pada area yang diberi produk (Balsam et al., 1972). Menurut

Novita (2009) menyatakan bahwa manfaat menggunakan masker yaitu dapat

menyegarkan, memperbaiki dan mengencangkan kulit wajah, melancarkan

6
peredaran darah, merangsang kembali kegiatan sel-sel kulit, mengangkat sel kulit

mati, melembutkan kulit dan memberi asupan nutrisi bagi kulit.

Kosmetik perawatan kulit wajah digunakan untuk merawat kebersihan dan

kesehatan kulit dengan mengaplikasikan langsung pada kulit wajah yaitu

kosmetik pelembap (moisturizer) dengan contoh moisturizing cream; night cream,

kosmetik pembersih (claeanser) misalnya sabun; masker; cleansing oil; cleansing

cream; cleansing milk; penyegar kulit, kosmetik pelindung misalnya sunscreen

cream; foundation, dan kosmetik pengampelas (peeling) seperti scrub cream

(Tranggono dan Latifah, 2007). Kosmetik pengobatan (cosmedics) yang dapat

mengatasi kelainan kulit sebagai berikut.

1. Kosmetik pengobatan untuk mengatasi penuaan kulit, terutama penuaan dini

(premature aging).

2. Kosmetik pengobatan untuk mengatasi kelainan kulit, terutama jerawat dan

noda-noda hitam (hiperpegmentasi).

Kosmetik pengobatan untuk mengatasi kelainan kulit kepala dan akar

rambut misalnya ketombe (dandruff), kulit kepala berminyak (seborrhea), dan

kerontokan yang abnormal (Tranggono dan Latifah, 2014).

2.2 Tanaman Kelor

Tanaman Kelor (Moringa oleifera L.) merupakan salah satu jenis tanaman

yang mudah tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Tanaman kelor dapat

tumbuh baik pada lingkungan berbeda, yaitu suhu 25-35 oC (Palada dan Chang,

2003). Tanaman kelor memiliki ketinggian 7-11 meter dan tumbuh subur mulai

dari dataran rendah sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Kelor

7
dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis pada semua jenis tanah dan tahan

terhadap musim kering dengan toleransi kekeringan sampai 6 bulan (Mardiana,

2013).

Kelor dikenal di beberapa negara dengan sebutan horse radish, drumstick,

benzolive (Inggris), mlonge (Tanzania), marango (Nikaragua), moonga (India),

mulangay (Filipina), nebeday (Senegal), sajna (Bangladesh). Tanaman kelor di

Indonesia juga dikenal dengan berbagai nama adalah kero, wori, kelo, atau keloro

(Sulawesi), maranggih (Madura), kelor (Sunda dan Melayu), murong (Aceh), kelo

(Ternate), kawona (Sulawesi) dan munggai (Minang) (Krisnadi, 2010).

Budidaya daun kelor di dunia internasional merupakan program yang

sedang dilaksanakan yang berguna untuk mengkaji potensi tanaman dalam hal

kandungan nutrisi, keragaman genetis dan kecernaan secara in vitro (Kleden,

2016). Pohon kelor memiliki beberapa julukan diantaranya The Miracle Tree,

Tree for Life dan Amazing Tree. Julukan tersebut muncul karena bagian pohon

kelor mulai dari daun, buah, biji, bunga, kulit batang hingga akar memiliki

manfaat yang luar biasa. Tanaman kelor mampu hidup di berbagai jenis tanah,

tidak memerlukan perawatan yang intensif, tahan terhadap musim kemarau dan

mudah dikembangbiakan (Simbolan et al., 2007).

Klasifikasi tumbuhan kelor sebagai berikut.

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Rhoeadales (Brassicales)
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera
(Plata et al., 2009)

8
Gambar 1.Daun kelor (Dokumentasi Pribadi, 2018)

Daun kelor merupakan jenis daun bertangkai karena hanya terdiri atas

tangkai dan helaian saja. Tangkai daun berbentuk silinder dengan sisi atas agak

pipih, menebal pada pangkalnya dan permukaannya halus. Bangun daunnya

berbentuk bulat atau bundar (orbicularis), pangkal daunnya tidak bertoreh dan

termasuk ke dalam bentuk bangun bulat telur. Ujung dan pangkal daunnya

membulat (rotundatus) dimana ujungnya tumpul dan tidak membentuk sudut

sama sekali, hingga ujung daun seperti suatu busur (Krisnadi, 2010).

Daun muda memiliki tekstur lembut dan lemas sedangkan daun tua agak

kaku dan keras. Daun yang telah dewasa berwarna hijau tua, bentuk helai daun

bulat telur, panjang 1-2 cm, lebar 1-2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul

(obtusus), tepi rata, susunan pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan

bawah halus (Krisnadi, 2010). Daun berwarna hijau tua biasanya digunakan untuk

membuat tepung atau powder daun kelor. Apabila jarang dikonsumsi maka daun

kelor memiliki rasa agak pahit tetapi tidak beracun (Hariana, 2008).

9
Daun kelor mengandung zat besi lebih tinggi dari pada sayuran lainnya

yaitu sebesar 17,2 mg/100 g (Savadogo, 2011). Kandungan nilai gizi daun kelor

segar dan kering disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nilai gizi daun kelor

Komponen Daun segar Daun kering


Kadar air (%) 94,01 4,09
Protein (%) 22,7 28,44
Lemak (%) 4,65 2,74
Kadar abu - 7,95
Karbohidrat (%) 51,66 57,01
Serat (%) 7,92 12,63
Kalsium (mg) 350-550 1600-2200
Energi (Kcal/100g) - 307,30
Sumber: Onyekwere (2014)

Seluruh bagian tanaman kelor memiliki berbagai manfaat dan khasiat

penyembuhan yang mengesankan dengan nilai nutrisi yang tinggi. Kelor

menyediakan kombinasi yang berlimpah mulai dari zeatin, kuersetin, β-sitosterol,

asam caffeoylquinic dan kaempferol (Krisnadi, 2010) dan kelor juga berpotensi

digunakan dalam pangan, kosmetik dan industri (Gao et al., 2009).

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Savadogo (2011) menunjukkan

adanya kandungan senyawa-senyawa berikut: 6,7 mg protein, 1,7 mg lemak, 13,4

mg karbohidrat, 0,9 mg serat dan 2,3 % bahan mineral, 440 mg kalsium, 70 mg

fosfor dan besi 7,0 mg/100 daun. Daun kelor juga mengandung senyawa metabolit

sekunder seperti flavonoid, alkaloid, steroid, tanin, sapponin, antrakuinon,

terpenoid, fenol dan minyak atsiri (essential oil) yang dapat menyebabkan rasa

dan aroma yang khas pada daun kelor (Pandey et al., 2014).

2.3 Antioksidan dengan Metode DPPH

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghilangkan, menetralkan dan

menahan pembentukan efek oksigen reaktif (Lautan, 1997). Dalam melindungi

10
tubuh dari seragan radikal bebas, antioksidan berfungsi untuk menstabilkan

radikal bebas dengan melengkapi kekurangan electron dari radikal bebas sehingga

menghambat terjadinya reaksi berantai (Windono et al., 2004)

Berdasarkan fungsi dan mekanisme kerjanya antioksidan dapat dibedakan

menjadi tiga macam yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan

primer adalah antioksidan yang sifatnya sebagai pemutus reaksi berantai (chain-

breaking antioxidant) yang bereaksi dengan radikal lipid dan mengubahnya

menjadi produk yang lebih stabil memberikan atom hidrogen secara cepat kepada

radikal lipid dan radikal yang berasal dari antioksidan ini lebih stabil daripada

radikal lipidnya atau diubah menjadi produk-produk lain yang stabil. Contoh

antioksidan primer adalah Superoksida Dismutase (SOD), Glutation Peroksidase

(GPx), katalase dan protein pengikat logam (Sayuti dan Yenrina, 2015).

Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengkelat logam yang bertindak

sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai.

Antioksidan sekunder berperan sebagai pengikat ion-ion logam, penangkap

oksigen, pengurai hidroperoksida menjadi senyawa non radikal, penyerap radiasi

UV atau deaktivasi singlet oksigen. Contoh antioksidan sekunder ialah vitamin E,

vitamin C, β-caroten, isoflavon, bilirubin dan albumin (Sayuti dan Yenrina, 2015).

Antioksidan tersier berfungsi untuk memperbaiki sel-sel jaringan yang rusak

karena serangan radikal bebas yang termasuk dalam kelompok ini adalah jenis

enzim, misalnya metionin sulfoksida reduktase yang dapat memperbaiki DNA

pada penderita kanker (Winarsi, 2007).

Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu

antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia)

11
dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh

antioksidan sintetik yang diizinkan penggunaannya adalah Butylated

Hidroxyanisol (BHA), Butylated Hidroxytoluene (BHT), Tert-Butylated

Hidroxyquinon (TBHQ) dan tokoferol (Buck, 1991).

Metode yang sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah

metode uji menggunakan radikal bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). DPPH

merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat

mendonorkan atom hidrogen dan berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan

komponen tertentu dikarenakan adanya elektron yang tidak berpasangan sehingga

DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm (Abbas et al., 2009).

DPPH mempunyai berat molekul 394,32 dengan rumus molekul

C18H12N5O8 larut dalam air. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik pada suhu -

20oC (Molyneux, 2004). Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH

akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi kuning. Perubahan tersebut

dapat diukur dengan spektrofotometer dan diplotkan terhadap konsentrasi.

Penurunan intensitas warna yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya ikatan

rangkap terkonjugasi pada DPPH. Hal ini dapat terjadi apabila adanya

penangkapan satu elektron oleh zat antioksidan, menyebabkan tidak adanya

kesempatan elektron tersebut untuk beresonansi (Windono et al., 2004).

Gambar 2. Reaksi DPPH dengan antioksidan (Molyneux, 2004)

12
Menurut Armala (2009), tingkat kekuatan antioksidan senyawa uji

menggunakan metode DPPH dapat digolongkan menurut nilai IC 50 (Tabel 2).

Tabel 2. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH

Intensitas Nilai IC50


Sangat kuat < 50 µg/mL
Kuat 50-100 µg/mL
Sedang 101-150 µg/mL
Lemah >150 µg/mL

2.4 Antibakteri

Antibakteri adalah suatu zat yang dapat mencegah terjadinya pertumbuhan

dan reproduksi bakteri (Supardi dan Sukamto, 1999). Zat yang dapat digunakan

sebagai antibakteri adalah zat atau bahan yang dapat mematikan mikroorganisme

pada konsentrasi rendah dan mempunyai aktivitas antibakteri dengan spektrum

yang luas, artinya dapat mematikan berbagai macam mikroba (Pelczar dan Chan,

2005).

2.4.1 Bakteri Uji-Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk dalam familia micrococcaceae, kecuali

beberapa jenis strain. Bakteri ini dapat memfermentasikan glukosa, membentuk

pigmen kuning keemasan, dan memproduksi koagulase. Bakteri ini bersifat

anerobik sangat lambat, gram positif, berbentuk bulat, diameter 0,5-1,5 µm, tidak

membentuk spora, dan katalase positif (Jawetz et al., 2001).

Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus sebagai berikut.


Kingdom : Eubacteria
Divisi : Firmicutes
Ordo : Eubacteruales
FamiliA : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
(Syahrurachman et al., 1994)

13
Suhu optimum untuk tumbuh adalah 35-37 oC dengan suhu minimum 6,7 oC

dan suhu maksimum 45,5 oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4-9,8 dengan pH

optimum 7-7,5. Bakteri ini hidup sebagai saprofit di dalam saluran pengeluaran

lendir dari tubuh manusia dan hewan, bakteri ini juga terdapat pada pori-pori

permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus (Supardi dan Sukamto, 1999).

2.4.2 Metode Difusi Pengujian Aktivitas Antibakteri

Metode disk diffusion (tes Kirby dan Baur) menggunakan piringan yang

berisi agen antibakteri kemudian diletakkan pada media agar yang sebelumnya

telah ditanami mikroorganisme sehingga agen antimikroba dapat berdifusi pada

media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan

mikroorganisme oleh agen antimikroba di permukaan media agar (Pratiwi, 2008).

Metode difusi dapat dilakukan 3 cara yaitu metode silinder, lubang dan

cakram. Difusi cakram yaitu menginokulasi pelat agar dengan biakan dan

membiarkan zat yang memiliki potensi antibakteri berdifusi ke media agar. Pada

jarak tertentu pada cakram, antibakteri berdifusi sampai pada titik zat antibakteri

tidak lagi menghambat pertumbuhan mikroba. Efektivitas zat antibakteri

ditunjukan oleh zona hambat. Zona hambat tampak sebagai area jernih yang

mengelilingi cakram (Harmita, 2008).

2.5 Kulit Manusia

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai gangguan dan ransangan luar. Luas

kulit pada manusia rata-rata ± 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika dengan

lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak. Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu:

1. Epidermis (Kulit Ari), sebagai lapisan yang paling luar.

14
2. Dermis (Korium, Kutis, Kulit Jangat). Dibagian bawah dermis terdapat

subkutis atau jaringan lemak bawah kulit (Tranggono dan Latifah, 2014).

Epidermis yaitu lapisan luar kulit yang membentuk perisai fisik dan

antimikroba untuk melindungi tubuh dari ancaman lingkungan. Epidermis

mengandung keratinosit yang berfungsi sebagai tempat sintesis keratin. Lapisan

kedua kulit, dermis berisi jaringan pembuluh darah, ujung saraf, kelenjar keringat,

kelenjar sebasea, folikel rambut, dan otot rambut. Dermis pada dasarnya terdiri

dari protein struktural urat saraf yang dikenal sebagai kolagen. Dermis paling

tebal berada di punggung, di mana sekitar 30-40 kali dari ketebalan epidermis

(James et al., 2006). Lapisan ketiga dari kulit adalah lapisan subkutis. Lapisan

subkutis merupakan lapisan jaringan ikat longgar dan lemak di bawah dermis.

Subkutis terdiri dari kumpulan sel–sel lemak dan di antara gerombolan ini

berjalan serabut jaringan ikat dermis (Wasitaatmadja, 1997). Menurut Tranggono

dan Latifah (2014), fungsi utama kulit sebagai berikut.

1. Pelindung (Proteksi)

Serat elastis dari dermis dan jaringan lemak subkutan berfungsi untuk

mencegah gangguan mekanis eksternal diteruskan secara langsung ke bagian

dalam tubuh. Kulit memiliki kapasitas penetralisir alkali dan permukaan kulit

dijaga tetap pada pH asam lemah untuk perlindungan dari racun kimia. Pigmen

melanin mengabsorpsi dan melindungi tubuh dari bahaya radiasi UV.

2. Penyerapan (Absorpsi)

Berbagai senyawa diabsopsi melalui kulit ke dalam tubuh. Ada dua jalur

absopsi, satu melalui epidermis, dan lainnya melalui kelenjar sebaseus pada

15
folikel rambut. Senyawa larut air tidak mudah diabsorpsi melalui kulit karena

adanya barrier terhadap senyawa larut air yang dibentuk oleh lapisan tanduk

3. Fungsi Ekskresi

Fungsi ekskresi terjadi karena adanya kelenjar keringat. Racun dan sisa-sisa

metabolisme di dalam tubuh bisa dibuang melalui banyak cara, seperti melalui

urine (air seni), feses (tinja), empedu, dan keringat.

4. Persepsi Pancaindra

Kulit merasakan perubahan pada lingkungan eksternal dan bertanggung

jawab untuk sensasi kulit. Kulit memiliki berbagai reseptor sehingga dapat

merasakan tekanan, sentuhan, suhu, dan nyeri.

2.6 Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GCMS)

Analisis GC-MS menggunakan gabungan dua instrumen yaitu kromatografi

gas dan spektrometer massa. Kromatografi gas berfungsi untuk memisahkan

berbagai senyawa dalam campuran didasarkan distribusi senyawa pada fase gerak

dan fase diam. Spektrometri massa berfungsi mendeteksi molekul senyawa yang

telah dipisahkan berdasarkan pada penguraian senyawa organik dan perekaman

pola fragmentasi menurut massanya (Sastrohamidjojo dan Pranowo, 1985).

Dasar kerjanya adalah partisi antara fase diam dan fase gerak (gas). Jadi

untuk pemisahan senyawa-senyawa organik berlaku aturan “like dissolve like”

(Sudjadi, 1991). Menurut Sastrohamidjojo (2005), instrumen GC-MS terdiri dari

gas pengangkut (Carrier Gas), pengatur aliran dan pengatur tekanan, tempat

injeksi, kolom serta detektor. Gas pengangkut berfungsi sebagai fase gerak.

Pengatur aliran dan tekanan berfungsi untuk mengalirkan uap sampel masuk ke

16
dalam kolom. Teknik menginjeksi tergantung pada jenis sampel, adapun jenis

teknik injeksi sampel dalam GC antara lain: split, split less, on column, dan wet

needle. Kolom merupakan jantung kromatografi. Detektor berfungsi sebagai

pendeteksi komponen-komponen cuplikan yang telah terpisah. Adapun skema alat

dalam instrumen spektrofotometer GCMS sebagai berikut.

Gambar 3. Skema alat GCMS (Sastrohamidjojo, 2005)

2.7 Organoleptik

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses

penginderaan. Bagian organ tubuh yang berperan dalam penginderaan adalah

mata, telinga, indera pencicip, indera pembau dan indera perabaan atau sentuhan.

Kemampuan alat indera memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau

dibedakan berdasarkan jenis kesan. Luas daerah kesan adalah gambaran dari

sebaran atau cakupan alat indera yang menerima rangsangan. Kemampuan

memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat indra

memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi

kemampuan mendeteksi (detection), mengenali (recognition), membedakan

(discrimination), membandingkan (scalling) dan kemampuan menyatakan suka

atau tidak suka (hedonik) (Saleh, 2004).

17
Menurut Rahayu (1998) mengungkapkan bahwa untuk melaksanakan Untuk

melaksanakan penelitian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian mutu

atau analisis sifat sensori suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrument atau

alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau

mutu berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut

panelis.

Pengujian organoleptik mesti dilakukan dengan cermat karena memiliki

kelebihan dan kekurangan. Organoleptik mempunyai relevansi yang tinggi dengan

mutu produk, karena berhubungan langsung pada selera konsumen. Kelemahan

dan keterbatasan organoleptik diakibatkan oleh adanya sifat indrawi. Panelis juga

dapat dipengaruhi oleh kondisi mental dan fisik sehingga kepekaan menurun

panelis menjadi jenuh (Meilgaard, 2000).

18
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tampat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2018 hingga Januari 2019.

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Laboratorium Penelitian Kimia, Pusat

Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta. Pengujian antibakteri dilakukan di Laboratorium Farmasi Qlab,

Universitas Pancasila.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan utama dalam penelitian ini adalah daun Kelor yang diperoleh dari

kebun di daerah Bekasi yang sudah dilakukan determinasi di Pusat Biologi

Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI Cibinong. Pelarut yang digunakan

adalah metanol. Isolat bakteri uji berupa S. aureus berasal dari Laboratorium

Farmasi Qlab Universitas Pancasila. Media yang digunakan untuk pengujian

antibakteri adalah Mueller Hinton Agar (MHA). Bahan uji penentuan aktivitas

antioksidan menggunakan DPPH dan metanol. Bahan penyusun dalam formulasi

masker wajah yang digunakan adalah zinci oxidum, tepung bengkoang, tepung

beras dan minyak mawar yang diperoleh dari pasaran.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain spektrofotometer

UV-Vis (Thermo Scientific), GCMS (Shimadzu), alat-alat gelas (pyrex), oven

(memmert), micro tube, rotary evaporator (Heidolph-Lborota 4000), timbangan

analitik (Ohaus), pH meter (Mettler Toledo), inkubator (memmert), wadah

masker, blender, kertas saring, ose, autoklaf, mortir dan stamper.

19
3.3 Diagram Alir Penelitian

Daun kelor (Moringa


oleifera)

Determinasi tumbuhan

Ektraksi daun kelor


pelarut metanol teknis

Ekstrak daun
kelor

Uji Identifikasi Pembuatan masker Uji aktivitas Uji aktivitas


fitokimia GCMS bubuk dengan variasi antioksidan antibakteri
konsentrasi
penambahan ekstrak
daun kelor sebesar 12,5;
17,5; 25; dan 35%

Masker bubuk
ekstrak daun kelor

Uji aktivitas Uji aktivitas Uji Uji karakteristik masker


antioksidan antibakteri organoleptik berdasarkan SNI
- Nilai pH
- Stabilitas emulsi
- Bobot jenis
- Total cemaran mikroba

Gambar 4. Diagram alir penelitian

20
3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Preparasi Sampel Daun Kelor

Daun kelor dari kebun daerah Bekasi dilakukan determinasi di Pusat Biologi

Bidang Botani LIPI Cibinong. Sampel sebanyak 250 gram yang telah terkumpul

dibersihkan dari kotoran yang melekat pada daun menggunakan air mengalir lalu

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Sampel diblender agar dihasilkan

serbuk daun kelor. Karakter sampel yaitu daun berwarna hijau segar tanpa bercak

kuning, tidak terdapat bintik putih, dan tidak berlubang.

3.4.2 Pembuatan Ekstrak (Lyrawati et al., 2013)

Proses ekstraksi dilakukan sebanyak 42 gram serbuk daun kelor direndam

dengan metanol hingga 900 mL, kemudian diaduk dengan pengaduk magnet

selama 30 menit lalu dibiarkan selama 24 jam pada suhu ruang. Sampel disaring

sehingga didapatkan ekstrak yang akan dipisahkan dari pelarut dengan rotary

evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.

3.4.3 Uji Fitokimia (Ikalinus et al., 2015)

Pengujian fitokimia ekstrak daun kelor terdiri dari pemeriksaan alkaloid,

flavonoid, fenolat, tanin, steroid atau triterpenoid dan saponin. Pemeriksaan

alkaloid dilakukan dengan menggunakan 1 mL ekstrak ditambahkan beberapa

tetes pereaksi wagner (Lampiran 3) yaitu pereaksi dengan campuran berupa iodin

dan kalium iodida, reaksi positif jika terbentuk endapan coklat dan negatif jika

tidak terjadi perubahan warna. Pemeriksaan flavonoid dilakukan dengan

menggunakan 1 mL ekstrak ditambah serbuk Mg dan beberapa tetes HCl pekat,

21
reaksi positif jika terjadi perubahan warna hijau kekuningan. Pemeriksaan fenolat

dilakukan dengan menambahkan FeCl3 1% pada ekstrak metanol daun kelor

hingga terjadi perubahan warna, lalu warnanya dibandingkan dengan ekstrak

murni, maka akan tampak warna lebih hitam jika positif.

Pemeriksaan tanin dilakukan dengan sampel didihkan dengan 20 mL air lalu

disaring. Sampel ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1% dan terbentuknya warna

coklat kehijauan atau biru kehitaman menunjukkan adanya tanin. Pemeriksaan

steroid/triterpenoid dilakukan dengan menambahkan sampel dengan reagen

Lieberman Burchard (Lampiran 3). Perubahan warna hijau-biru menunjukkan

steroid dan perubahan warna merah menunjukkan triterpenoid. Pemeriksaan

saponin dilakukan dengan sampel dididihkan dengan 20 mL air dalam penangas

air. Filtrat dikocok dan didiamkan selama 15 menit. Terbentuknya busa yang

stabil berarti positif terdapat saponin.

3.4.4 Formulasi Masker (Ismiyati et al., 2014)

Ekstrak daun kelor ditambahkan tepung beras sesuai variasi konsentrasi

yang sudah ditentukan (Tabel 3). Sebanyak 3 tetes minyak mawar ditambahkan

pada masing-masing variasi masker dan dihomogenkan sehingga warna produk

masker merata. F0; F1; F2; F3; F4 merupakan formula masker bubuk dengan

penambahan ekstrak daun kelor berturut-turut sebesar 0; 12,5; 17,5; 25; dan 35%

sedangkan kontrol positif dan kontrol negatif digunakan untuk pengujian aktivitas

antibakteri masker. Kontrol positif digunakan sebagai pembanding dari zona

hambat yang terbentuk dari ekstrak uji sedangkan kontrol negatif untuk

22
membuktikan bahwa pelarut yang digunakan tidak berpengaruh terhadap aktivitas

antibakteri.

Tabel 3. Formulasi masker ekstrak daun kelor


Bahan Kelompok
Kontrol Kontrol F0 F1 F2 F3 F4
Positif Negatif
ZnO 0,150 g - - - - - -
Tepung - 0,150 g - - - - -
bengkoang
Ekstrak - - - 0,625 g 0,875 g 1,250 g 1,750 g
daun kelor
Tepung 4,850 g 4,850 g 5g 4,375 g 4,125g 3,750 g 3,250 g
beras
Minyak 3 tetes 3 tetes 3 tetes 3 tetes 3 tetes 3 tetes 3 tetes
Mawar
Ket : F4 : Penambahan ekstrak daun kelor 35%
F3 : Penambahan ekstrak daun kelor 25%
F2 : Penambahan ekstrak daun kelor 17,5%
F1 : Penambahan ekstrak daun kelor 12,5%
F0 : Tanpa penambahan ekstrak daun kelor

3.4.5 Uji Organoleptik Masker (BSN, 2006)

Panelis tidak terlatih sebanyak 45 orang diminta persetujuan kesediaan

menjadi panelis (Lampiran 16). Panelis diminta memberikan tanggapan terhadap

masker daun kelor dengan mengisi formulir yang disediakan (Lampiran 17).

Panelis diminta memberikan penilaian dengan mengisi formulir yang sudah

disediakan meliputi warna, aroma, tekstur, homogenitas dan penerimaan produk

secara keseluruhan. Hasil uji organoleptik diolah dengan metode statistik

menggunakan aplikasi SPSS dengan metode uji one way ANOVA, apabila

hasilnya signifikan maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan.

23
Tabel 4. Skala penilaian uji organoleptik
Parameter Kriteria Skor
Tekstur Sangat tidak sesuai dengan tekstur khas masker 1
Tidak sesuai dengan tekstur khas masker 2
Agak sesuai dengan tekstur khas masker 3
Sesuai (pas) dengan tekstur khas masker 4
Sangat sesuai dengan tekstur khas masker 5

Warna Sangat tidak sesuai dengan warna khas masker 1


Tidak sesuai dengan warna khas masker 2
Agak sesuai dengan warna khas masker 3
Sesuai (pas) dengan warna khas masker 4
Sangat sesuai dengan warna khas masker 5

Aroma Sangat tidak sesuai dengan aroma khas masker 1


Tidak sesuai dengan aroma khas masker 2
Agak sesuai dengan aroma khas masker 3
Sesuai (pas) dengan aroma khas masker 4
Sangat sesuai dengan aroma khas masker 5

Homogenitas Sangat tidak homogen, (bentuk lain yang tidak 1


dikehendaki sangat nyata)
Tidak homogen, (ada sedikit bentuk lain yang tidak 2
dikehendaki)
Agak homogen, (agak (seperti) bentuk khas masker) 3
Homogen, (Sesuai bentuk khas masker) 4
Sangat homogen, (sangat sesuai bentuk khas 5
masker)

Kesukaan Sangat tidak suka 1


Umum Tidak suka 2
Agak suka 3
Suka 4
Sangat suka 5

3.4.6 Karakterisasi Masker

Analisis parameter kualitas masker yang dihasilkan meliputi analisis pH,

stabilitas emulsi, bobot jenis dan total cemaran mikroba. Hasil uji analisis masker

diolah dengan metode statistik menggunakan aplikasi SPSS dengan metode uji

24
one way ANOVA, apabila hasilnya signifikan maka analisis dilanjutkan dengan

uji Duncan.

Nilai pH

Mula-mula standarisasi alat pH meter dengan cara elektroda pH meter

dicelupkan ke dalam pH standar 6,86 dan dicuci dengan akuades. Satu gram

sampel masker wajah daun kelor diencerkan dengan akuades (1:10) lalu diaduk

hingga merata. Bagian elektroda pH meter dimasukkan ke dalam sampel yang

telah diencerkan dan angka yang terlihat adalah nilai pH-nya (AOAC, 1995).

Stabilitas Emulsi

Emulsi sebanyak 5 gram ditimbang di dalam cawan petri. Wadah dan bahan

tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 4 oC selama 1 jam lalu

dimasukkan ke pendingin bersuhu di bawah 0 oC selama 1 jam. Selanjutnya

cawan berisi sampel dimasukkan lagi ke dalam oven bersuhu 45 oC selama 1 jam.

Pengamatan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya pemisahan air dari

emulsi. Air yang terpisah diserap dengan kertas saring kestabilannya dihitung

berdasarkan persentase fase terpisah terhadap emulsi keseluruhan (AOAC, 1995).

Perhitungan :
Stabilitas emulsi = x 100%

Keterangan :
Berat fase tersisa = (berat bahan emulsi setelah pengoven kedua + cawan) – berat cawan
Berat total bahan emulsi = (berat bahan emulsi + cawan) – berat cawan

Bobot Jenis

Micro tube yang sudah bersih dan kering ditimbang (a). Air sebanyak 1 mL

sampel dimasukkan ke dalam micro tube dengan menggunakan pipet mikro.

Micro tube ditutup dan dimasukkan ke dalam pendingin hingga suhunya menjadi

25
25 oC. Micro tube selanjutnya didiamkan pada suhu ruang dan ditimbang berat air

(c). Lakukan hal yang sama pada sampel uji (b) (SNI 16-4399-1996).

Perhitungan :
Bobot jenis sampel (g/mL) =

Keterangan :
a = Bobot micro tube kosong
b = Bobot micro tube + sampel

Analisis Total Cemaran Mikroba

Sampel diencerkan dengan pengencer steril hingga 10 -3 kemudian

dihomogenkan. Satu mL dari masing-masing pengenceran sampel dipipet ke

dalam cawan petri steril secara duplo lalu dituangkan 12-15 mL media Plate

Count Agar (PCA) cair. Cawan petri digoyangkan secara perlahan hingga sampel

tercampur rata. Campuran tersebut dibiarkan memadat, kemudian dimasukkan ke

inkubator (35±1 oC) dengan posisi terbalik selama 48 jam. Jumlah koloni mikroba

dalam satu gram atau satu mL contoh dihitung dengan mengalikan jumlah rata-

rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran (SNI 16-6070-1999).

3.4.7 Uji Aktivitas Antioksidan (Cahyana et al., 2002)

Larutan blanko dibuat dengan cara menambahkan 2 mL metanol dengan 2

mL larutan DPPH ke dalam tabung reaksi, lalu divortex hingga homogen dan

diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit dalam ruang gelap. Serapan diukur

pada panjang gelombng 516 nm pada spektrofotometer UV-Vis.

Uji aktivitas antioksidan ekstrak daun kelor sebanyak 2 mL ekstrak

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan ke dalamnya 2 mL DPPH.

Campuran tersebut kemudian divortex hingga homogen dan diinkubasi pada suhu

26
ruang selama 30 menit dalam ruang gelap. Serapan diukur pada panjang

gelombng 516 nm pada spektrofotometer UV-Vis.

Sampel diencerkan dengan akuades (1:2). Uji aktivitas antioksidan masker

wajah sebanyak 2 mL sampel bahan uji yang sebelumnya sudah diencerkan lalu

dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan ke dalamnya 2 mL DPPH.

Campuran tersebut kemudian divortex hingga homogen. Selanjutnya diinkubasi

pada suhu ruang selama 30 menit dalam ruang gelap. Serapan diukur pada

panjang gelombng 516 nm pada spektrofotometer UV-Vis. Dihitung %

inhibisinya dengan rumus sebagai berikut:

…(1)

Penentuan IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier, rumus

persamaan sebagai berikut :

…(2)

Ket : = konsentrasi sampel


y = % inhibisi

3.4.8 Uji Aktivitas Antibakteri (Ningsih et al., 2017)

Pembuatan media dilakukan dengan dibuat dengan melarutkan 5,8 g MHA

dalam 100 mL akuades dalam labu erlenmeyer digoyang-goyang selama 15 menit

dan dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk sampai larut sempurna. Labu

ditutup dengan kapas yang dibungkus dengan kain kasa, kemudian disterilkan

dalam autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.

Pembuatan suspensi mikroba uji dilakukan dengan cara koloni bakteri yang

diambil menggunakan jarum ose disuspensikan dalam larutan Klindamisin dengan

27
konsentrasi 2 µg dalam tabung reaksi steril dan dihomogenkan kemudian diukur

kekeruhan dari suspensi dengan spektrofotometer UV-Vis hingga 25%.

Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun kelor dilakukan dengan cara

ditambahkan 2 mL suspensi bakteri dihomogenkan dibiarkan memadat. Disiapkan

cakram paperdisk dan dimasukkan larutan uji dan standard ke masing-masing

cakram. Setelah itu, diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18-24 jam. Pengujian

dilakukan terhadap ekstrak metanol daun kelor pada ekstrak pekat, ekstrak

konsentrasi 1g/mL; 0,5 g/mL; 0,25g/mL; 0,125g/mL. Diamati zona hambat yang

terbentuk dan diukur diameter zona hambat.

Uji aktivitas antibakteri masker wajah dilakukan sebanyak 25 mL media

MHA dimasukkan dalam cawan petri ditambah 2 mL suspensi bakteri

dihomogenkan dibiarkan memadat. Setelah media padat, selanjutnya disiapkan

cakram paperdisk dan dimasukkan larutan uji ke masing-masing cakram. Setelah

itu, diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18-24 jam. Diamati zona hambat yang

terbentuk dan diukur diameter zona hambat. Pengujian dilakukan terhadap sediaan

formula masker dengan konsentrasi 1 g dalam 1 mL dengan menggunakan

aquades steril.

3.4.9 Analisaa Gas Chromatography-Mass Spectrometer (Novitasari et al.,

2017)

Identifikasi jenis senyawa dilakukan dengan GC-MS. Senyawa yang

diidentifikasi dengan GC-MS adalah ekstrak daun kelor menggunakan pelarut

metanol. Jenis kolom yang digunakan kapiler tipe fase Rtx-5MS, panjang kolom

sebesar 25 m, dan diameter kolom sebesar 0.25 mm. Gas pembawanya helium.

28
Suhu ruang injeksi dan suhu pirolisis sebesar 250 °C. Suhu kolom 60 °C, laju alir

sebesar 1 ml/menit dan volume injeksi sebanyak 1 μL, tekanan 57,4 kPa dan suhu

sumber ion 230 °C. Jumlah senyawa yang terdapat dalam ekstrak ditunjukkan

oleh jumlah puncak pada kromatogram, sedangkan nama atau jenis senyawa yang

ada diinterpretasikan berdasarkan data spektro massa dari setiap puncak tersebut

dengan menggunakan metode similarity pustaka pada database GCMS.

29
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstrak Daun Kelor

Daun kelor sebelumnya dilakukan determinasi di Bidang Botani Pusat

Penelitian Biologi-LIPI Cibinong. Hasil determinasi menunjukkan bahwa

tanaman uji yang diperoleh dari Bekasi adalah benar tanaman kelor (Lampiran 1).

Tujuan dari pengeringan ialah untuk mengurangi kadar air yang terkandung

pada sampel daun kelor agar dapat disimpan lebih lama, tidak mudah

terkontaminasi jamur dan menghentikan proses enzimatis pada sampel yang

mampu menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif (Agoes, 2007). Sampel daun

kelor dihaluskan dengan blender guna mendapatkan serbuk daun kelor.

Penghalusan bertujuan untuk memperkecil ukurannya karena semakin kecil

ukurannya semakin besar luas permukaannya maka interaksi zat cairan ekstraksi

akan semakin besar, sehingga proses ekstraksi akan semakin efektif (Tomayahu,

2014). Serbuk daun kelor yang diperoleh pada proses preparasi ialah sebanyak 63

gram setelah kering dari 250 gram sampel daun segar.

Daun kelor diekstraksi menggunakan metode maserasi. Metode maserasi

cocok untuk mengekstrak zat aktif berupa antioksidan yang merupakan komponen

kimia yang tidak tahan panas. Tujuan maserasi adalah untuk menarik komponen

kimia yang terdapat dalam sampel, dimana pelarut akan menembus dinding sel

dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung senyawa aktif. Senyawa aktif

akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan senyawa aktif di

dalam dan di luar sel.

30
Pelarut yang digunakan adalah pelarut metanol. Pelarut ini mempunyai sifat

mudah menguap sehingga pelarut pada ekstrak mudah diuapkan tanpa merusak

kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak. Hal ini diperkuat dengan penelitian

oleh Nurindro et al, (2017); Sutrisno dan Lisawati (2011); dan Oktaviana et al,

(2012) menggunakan pelarut metanol untuk mengekstrak kandungan senyawa

antioksidan dalam daun kelor untuk pengujian in vivo pada mencit. Pelarut

metanol merupakan pelarut bersifat polar dibandingkan dengan etanol, air dan

dapat melarutkan beberapa kandungan metabolit sekunder (Tiwari et al., 2011).

Pemekatan hasil ekstrak dengan rotary evaporator. Proses ini bertujuan

untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat yang terlarut yang tak mudah

menguap dan pelarut yang mudah menguap. Menurut Tomayahu (2014), bantuan

pompa vakum akan menurunkan tekanan uap pelarut sehingga pelarut akan

menguap dibawah titik didih normalnya. Tujuannya adalah agar komponen

fitokimia yang terdapat dalam ekstrak tidak mengalami kerusakan akibat

pemanasan yang berlebihan. Hasil yang diperoleh berupa ekstrak kental berwarna

hijau pekat sebanyak 4,5024 g dari 42,003 g sampel daun kelor sehingga

didapatkan rendemen ekstrak yakni sebesar 10,7197% (Lampiran 2).

4.2 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Kelor

Senyawa metabolik sekunder dalam daun kelor dapat diketahui dengan

melakukan skrining fitokimia. Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan

dari suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam tumbuhan (Kristanti et al., 2008).

31
Senyawa-senyawa yang dianalisis meliputi senyawa alkaloid, flavonoid, saponin,

fenolat, tanin, triterpenoid dan steroid (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil uji fitokimia ekstrak daun kelor


Golongan Hasil
Pereaksi Perubahan Warna
Senyawa Uji
Alkaloid Wagner Terbentuk endapan coklat +
Flavonoid HCl pekat + Hijau kecoklatan menjadi hijau +
serbuk Mg kekuningan
Fenolat FeCl3 1% Hijau kecoklatan menjadi biru kehitaman +
Tanin Aquades panas + Terbentuk warna coklat kehijauan dan +
FeCl3 1% sedikit endapan
Triterpenoid Lieberman Hijau kecoklatan menjadi merah +
dan Steroid Burchard keunguan
Saponin dipanaskan, Tidak terbentuk busa yang stabil -
dikocok + HCl 2N

Hasil uji fitokimia menunjukan bahwa pada daun kelor terdapat kandungan

senyawa alkaloid, flavonoid, fenolat, tanin, triterpenoid dan steroid. Senyawa

alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak yang ditemukan di tanaman.

Senyawa ini biasanya ditemukan pada daun-daunan yang memiliki rasa pahit.

Fungsi senyawa alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai zat racun untuk melawan

serangga atau hewan pemakan tanaman (Dong et al., 2005; Porras-Reyes et al.,

1993). Endapan coklat yang terbentuk pada uji alkaloid menandakan bahwa dalam

ekstrak tersebut terdapat senyawa alkaloid.

Uji flavonoid ekstrak daun kelor menunjukkan hasil positif. Penambahan

serbuk Mg dan HCl pekat pada uji flavonoid dilakukan karena senyawa flavonoid

bereaksi dengan logam Mg dan asam kuat. Hasil yang diperoleh dari uji flavonoid

yaitu terjadi perubahan warna menjadi hijau kekuningan.

Uji fenolat dengan menggunakan pereaksi FeCl 3 menunjukkan hasil yang

positif yang ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna dari warna hijau

kecoklatan menjadi warna biru kehitaman dan terkandung senyawa polifenol

32
(Harborne, 1987). Fenolat sebagian besar adalah antioksidan yang menetralkan

reaksi oksidasi dari radikal bebas yang dapat merusak struktur sel dan

berkontribusi terhadap penyakit dan penuaan. Peranan beberapa golongan

senyawa fenol sudah diketahui, misalkan senyawa fenolik atau polifenolik

merupakan senyawa antioksidan alami tumbuhan (Estiasih dan Andiyas, 2006).

Tanin secara ilmiah didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang

mempunyai berat molekul tinggi dan mempunyai gugus hidroksil dan gugus

lainnya (seperti karboksil) sehingga membentuk kompleks dengan protein dan

makromolekul lainnya di bawah kondisi lingkungan tertentu (Jayalaksmi dan

Mathew, 1982). Hasil positif tanin ditunjukkan dengan warna hijau kehitaman

atau biru tua setelah ditambahkan dengan FeCl 3, sehingga dimungkinkan dalam

sampel terdapat senyawa fenol.

Ekstrak metanol daun kelor mengandung senyawa aktif steroid dan

triterpenoid. Uji positif adanya steroid ditandai dengan timbulnya perubahan

warna menjadi hijau biru kehitaman, sementara uji positif untuk adanya

triterpenoid adalah dengan adanya perubahan warna menjadi merah keunguan.

Pada uji yang telah dilakukan, penambahan asam asetat anhidrat bertujuan untuk

membentuk turunan asetil. Penambahan asam sulfat pekat adalah untuk

menghidrolisis air yang akan bereaksi dengan turunan asetil membentuk cincin

merah keunguan maupun hijau sampai biru (Sangi et al., 2008). Pada uji yang

dilakukan, pewarnaan yang timbul yaitu merah keunguan, sehingga sampel

dinyatakan positif mengandung triterpenoid namun tidak mengandung steroid.

Uji saponin menunjukkan hasil yang negatif dikarenakan tidak terbentuk

busa yang stabil pada saat dilakukan penambahan HCl 2N. Busa menunjukkan

33
adanya glikosida yang memiliki kemampuan membentuk buih dalam air yang

terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Pardede et al., 2013). Saponin

terdapat di seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian tertentu,

dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Saponin juga

digunakan sebagai antimikroba (Robinson, 1995).

4.3 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kelor

Aktivitas antioksidan diuji dengan metode pengukuran serapan radikal

DPPH (2,2-diphenyl-1-pycrilhidrazyl) tereduksi pada panjang gelombang 516 nm

yang menggambarkan besar aktivitas suatu antioksidan dalam merendam radikal

bebas. Metode ini dipilih karena secara teknis cara kerjanya mudah dan cepat

dengan pengukuran aktivitas yang baik untuk berbagai senyawa, selain itu metode

ini terbukti akurat, efektif dan praktis (Molyneux, 2004). Hasil reaksi antara

DPPH dengan senyawa antioksidan dapat diketahui melalui perubahan warna

DPPH dari ungu pekat menjadi kuning yang terjadi akibat donasi proton yang

dilakukan oleh antioksidan bahan alam kepada DPPH. Perubahan warna ini yang

dijadikan patokan pengukuran pada spektrofotometer cahaya tampak (Halliwell

dan Gutteridge, 2000; Molyneux, 2004).

Semakin meningkatnya konsentrasi sampel yang mengandung antioksidan,

maka semakin kecil nilai absorbansi yang didapat namun persen inhibisinya

semakin besar. Persen inhibisi menunjukkan kemampuan suatu sampel untuk

menghambat aktivitas radikal bebas yang berhubungan dengan konsentrasi suatu

sampel. Persen inhibisi didapat dari perbedaan serapan antara absorbansi DPPH

34
dengan absorbansi sampel yang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis

(Molyneux, 2004).

Pada seri konsentrasi dan persen inhibisi diplotkan sebagai fungsi x dan y ke

dalam persamaan regresi linier sehingga didapatkan nilai IC50. Semakin kecil nilai

IC50 maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya (Zuhra et al., 2008). Aktivitas

antioksidan ditandai dengan nilai IC50 yaitu konsentrasi larutan sampel yang

dibutuhkan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH. Semakin kecil nilai IC50

yang didapat, semakin besar aktivitas antioksidannya.

Tabel 6. Hasil uji aktivitas antioksidan daun kelor


Sampel Nilai IC50 (µg/ml) ± SD
Asam Askorbat 2,171 ± 0,002
Ekstrak metanol daun kelor 56,3385 ± 0,1308

Hasil penelitian menunjukkan nilai IC50 daun kelor sebesar 56,3385 µg/ml.

hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai IC 50 asam askorbat sebesar

2,171 µg/ml (Tabel 6). Semakin rendah nilai IC50 semakin besar daya antioksidan

yang terdapat di dalam sampel. Aktivitas antioksidan suatu senyawa uji dapat

dikategorikan tingkat kekuatan antioksidannya menjadi berbagai intensitas yang

digolongkan menurut nilai IC50. Sehingga dalam penelitian ini, ekstrak metanol

teknis daun kelor digolongkan aktif.

Nilai IC50 ekstrak metanol daun kelor lebih kecil dibandingkan dengan hasil

penelitian Hasanah et al, (2018) yang menyebutkan nilai IC50 ekstrak etanol daun

kelor sebesar 89,3050 ppm dan Hardiyanti (2015) melaporkan pada penelitiannya

nilai IC50 ekstrak metanol daun kelor sebesar 92,5284 ppm. Perbedaan tersebut

dapat dipengaruhi faktor geografis, genetik, sumber benih tanaman, dan kondisi

iklim karena perbedaan kesuburan tanah dan tempat tumbuh dapat memengaruhi

kandungan dari tanaman (Ghiridhari et al., 2011).

35
Pada penelitian dapat dikatakan bahwa daun kelor berpotensi sebagai

antioksidan. Senyawa antioksidan alami pada tumbuhan umumnya merupakan

senyawa fenolik atau polifenol juga dapat berupa golongan flavonoid (Syarif et

al., 2008). Beberapa flavonoid yang telah diketahui terkandung dalam daun kelor

adalah kaempferol, kuersetin, rhamnetin, quercetagetin dan proantosianidin

(Saleem, 1995). Efek antioksidan senyawa flavonoid disebabkan oleh adanya

penangkapan radikal bebas melalui donor proton hidrogen dari gugus hidroksil

flavonoid (Amic et al., 2003)

Flavonoid

Gambar 5. Reaksi flavonoid dengan radikal bebas (Amic et al., 2003)

Gambar 5 menjelaskan penangkapan radikal bebas DPPH oleh golongan

senyawa flavonoid akan menyebabkan terjadinya reduksi senyawa DPPH

sehingga menyebabkan non-radikal. Flavonoid akan mendonorkan hidrogen atau

elektronnya kepada radikal bebas untuk menstabilkan senyawa radikal, sehingga

semakin tinggi kandungan flavonoid dalam ekstrak maka aktivitas antioksidannya

akan semakin tinggi (Amic et al., 2003).

4.4 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kelor

Pada uji aktivitas antibakteri metode yang digunakan adalah metode difusi

cakram dengan menggunakan antibiotik klindamisin sebagai kontrol positif dan

36
akuades steril sebagai kontrol negatif. Efektivitas zat antibakteri ditunjukkan oleh

zona hambat sebagai area jernih yang mengelilingi cakram tempat zat antibakteri

berdifusi (Waluyo, 2008). Diameter zona hambat selanjutnya diukur dengan

menggunakan jangka sorong (Harmita, 2008). Hal tersebut dapat didapatkan

dengan melihat respon zat uji dengan kerjernihan area atau diameter zona hambat

disekitarnya pada masing-masing konsentrasi (Gambar 6).

(e)
(d)

(f)
(c)

(a) (b)

Gambar 6. Hasil zona hambat ekstrak daun kelor


(a) Kontrol positif (b) 0,125 g/mL (c) 0,25 g/mL (d) 0,5 g/mL (e) 1 g/mL (f)
kontrol negatif

Berdasarkan Gambar tersebut adanya aktivitas antibakteri terhadap

pertumbuhan bakteri S. aureus yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona

hambat dengan ditandai luas area yang lebih jernih daripada sekitarnya. Pengujian

antibakteri dilakukan terhadap ekstrak pekat tanpa pengenceran dan beberapa

variasi konsentrasi yaitu konsentrasi 1; 0,5; 0,25 dan 0,125 g/mL. Kontrol positif

berupa antibiotik menghasilkan zona hambat sebesar 30,90 mm dan kontrol

negatif berupa akuades steril zona hambat sebesar 6 mm (Tabel 7).

37
Tabel 7. Hasil pengukuran diameter hambat ekstrak metanol daun kelor

Konsentrasi (g/mL) Diameter hambat (mm) ± SD


0,125 11,45 ± 0,21
0,250 12,40 ± 0,28
0,500 14,55 ± 1,06
1,000 17,00 ± 2,12
Pekat 6,00 ± 0,00
Kontrol + 30,90 ± 0,42
Kontrol - 6,00 ± 0,00

Berdasarkan kategori zona hambat menurut Davis dan Stout (1971) maka

ekstrak metanol daun kelor pada tiap konsentrasi dikategorikan sangat kuat

sehingga dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak metanol daun

kelor maka semakin tinggi rata-rata diameter hambat yang terbentuk di sekeliling

kertas cakram. Ekstrak daun kelor memiliki aktivitas hambatan terhadap S. aureus

pada konsentrasi ≥ 0,125 g/mL.

Menurut Brooks et al, (2005) bahwa perbedaan diameter zona hambat pada

masing-masing konsentrasi disebabkan karena perbedaan besarnya zat aktif yang

terkandung pada konsentrasi tersebut. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian yang telah dilaporkan oleh Dima dan Widya (2016) yaitu semakin

tinggi konsentrasi yang diberikan maka semakin besar aktivitas antibakteri dalam

menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Begitu juga dengan hasil

penelitian, Pal et al, (1995) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol daun kelor

memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif yaitu bakteri Bacillus

cereus, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Sarcina lutea dan bakteri Gram

negatif yaitu bakteri E. coli.

Menurut Reygaert (2016) menyatakan bahwa sebagian besar sel bakteri

memiliki banyak komponen yang potensial sebagai target senyawa agen

antimikroba akan tetapi beberapa bakteri dapat memodifikasi semua sel target

38
untuk dapat bersifat resisten terhadap suatu senyawa atau antibiotik. Pelczar dan

Chan (2006), menyatakan bahwa sel bakteri dikelilingi oleh struktur kaku yang

disebut dinding sel yang melindungi membran sitoplasma dari trauma mekanik

maupun non-mekanik. Setiap zat yang mampu merusak dinding sel atau

mencegah sintesisnya menyebabkan terbentuknya sel-sel yang peka terhadap

tekanan osmotik dimana membran sitoplasma tidak membedakan pelarut yang

melintasi membran. Pada proses ini, senyawa aktif yang ada dalam ekstrak daun

kelor bergerak melintasi membran area berkonsentrasi tinggi menuju membran

yang lebih rendah konsentrasinya.

4.5 Hasil Formulasi Sediaan Masker Bubuk

Daun kelor dijadikan bahan baku dalam pembuatan masker bubuk. Produk

masker diformulasikan dalam bentuk bubuk (serbuk). Sediaan bubuk dipilih

karena memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak mudah untuk ditumbuhi oleh

mikroba dan juga tidak membutuhkan pengawet karena memiliki kadar air yang

rendah.

Formulasi masker dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu kelompok F0; F1;

F2; F3; F4 secara berturut-turut dengan penambahan ekstrak daun kelor sebesar

12,5; 17,5; 25; dan 35 %. Diaplikasikan dengan melarutkan menggunakan air

mawar sehingga nantinya akan dibiarkan menggering sehingga menguapnya air

akan menyebabkan masker mengeras dan memberikan efek kencang ke kulit

wajah dan mengecilkan pori-pori. Kotoran dan kelebihan minyak akan terabsorpsi

oleh masker dan efek pembersihan kulit diperoleh ketika masker dibersihkan

39
(Gaffney, 1974). Hal ini juga untuk menjaga kestabilan masker terhadap pengaruh

buruk mikroorganisme.

Formula masker juga ditambahkan bahan dasar tepung beras. Tepung beras

mempunyai kemampuan mengadsorpsi kotoran, mendinginkan kulit dan

kelebihan minyak pada wajah. Disamping itu tepung beras akan mengencangkan

sekaligus memperkecil pori-pori di wajah ketika diaplikasikan sebagai masker

(Ismiyati et al., 2014). Penggunaan minyak mawar akan memberikan aroma yang

menyegarkan pada kulit. Prastyanto et al, (2012) dalam penelitiannya telah

membuktikan bahwa minyak mawar memiliki efek antibakteri terhadap S. aureus.

Fungsi lain minyak mawar adalah anti-inflamasi, antioksidan, pelembab kulit,

menenangkan pikiran, mengencangkan pori-pori dan mengembalikan kekenyalan

kulit. Penambahan daun kelor ini akan mempengaruhi aspek organoleptik masker

bubuk yang dihasilkan seperti warna, aroma, tekstur, dan homogenitas (Tabel 8).

Tabel 8. Hasil pengamatan masker daun kelor


Sampel Warna Tekstur Aroma Homogenitas

F0 Putih Halus Khas tepung Cukup


F1 Kuning muda Halus Khas daun kelor Cukup
F2 Kuning muda Halus Khas daun kelor Cukup
F3 Kuning kecoklatan Halus Khas daun kelor Cukup
F4 Kuning kecoklatan Halus Khas daun kelor Cukup
Keterangan :
F0 = formula masker bubuk tanpa penambahan daun kelor, F1 = formula masker bubuk
dengan penambahan daun kelor 12,5%, F2 = masker bubuk dengan penambahan daun
kelor 17,5%, F3 masker bubuk dengan penambahan daun kelor 25%, F4 = masker bubuk
dengan penambahan daun kelor 35%.

Produk masker bubuk daun kelor yang dihasilkan pada penelitian ini

memiliki warna kuning muda hingga kuning kecoklatan (Tabel 7). Perbedaan

intensitas warna disebabkan oleh perbedaaan konsentrasi penambahan daun kelor

pada formula masker. Semakin banyak konsentrasi daun kelor yang ditambahkan

ke dalam formula maka kekentalan atau kepekatan akan semakin meningkat.

40
Gambar 7. Produk masker bubuk (Dokumentasi pribadi, 2018)

Produk masker yang dihasilkan berbentuk bubuk memiliki homogenitas

yang cukup dan tektur yang halus. Masker wajah yang memiliki tektur lembut

ketika dioleskan pada wajah berfungsi mengangkat sel-sel kulit mati sehingga

dapat digantikan dengan sel-sel kulit baru (Ianddcreative, 2010). Sediaan bubuk

memiliki kelebihan, salah satunya adalah tahan lama sehingga lebih stabil

terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Tepung beras adalah nutrisi yang ideal

bagi kebanyakan mikroorganisme (Farber, 1974). Produk masker yang dihasilkan

tercium aroma khas aromatik daun kelor ketika sudah dicampurkan beberapa tetes

minyak mayar sebagai pewangi ke dalam formula. Semakin banyak ekstrak daun

kelor yang ditambahkan ke dalam formula maka aroma khas aromatik daun kelor

yang ditimbulkan juga semakin kuat.

4.6 Hasil uji Organoleptik Masker Bubuk

Uji organoleptik produk masker bubuk dilakukan dengan metode uji

kesukaan (hedonic test). Uji kesukaan bertujuan untuk mengetahui daya

penerimaan mengenai disukai atau tidak sukainya suatu produk. Uji kesukaan

dilakukan menggunakan indera manusia seperti penglihatan, penciuman, dan

peraba sebagai alat utama untuk mengukur, menilai, atau menguji mutu suatu

produk (Setyaningsih et al., 2010).

41
Uji kesukaan melibatkan 45 panelis dalam memberikan penilaian mengenai

tingkat kesukaan dan ketidaksukanya terhadap produk masker bubuk tanpa

membandingkan antar produk dengan skala sangat tidak suka hingga sangat suka

(1-5). Uji ini bersifat subjektif dan panelis yang melakukan pengujian merupakan

panelis tidak terlatih. Parameter yang diujikan berupa warna (kenampakan),

aroma, tekstur, homogenitas dan kesukaan umum. Rekapitulasi data hasil uji

organoleptik masker bubuk terdapat pada Lampiran 7. Hasil uji organoleptik

diolah dengan metode statistik menggunakan aplikasi SPSS dengan metode uji

oneway ANOVA. Apabila hasilnya signifikan maka analisis dilanjutkan dengan

uji Duncan. Lembar kuisioner uji organoleptik terdapat pada Lampiran 17.

Tekstur

Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap

tekstur masker yang dihasilkan. Tekstur merupakan parameter penting yang

sangat dipertimbangkan oleh konsumen dalam pemilihan masker. Uji ini panelis

diminta untuk menilai tingkat kesukaan tekstur masker dengan mengoleskan

sejumlah produk pada tangan dan merasakan kesan tekstur saat pemakaian.

Tabel 9. Tingkat kesukaan tekstur masker ekstrak daun kelor


Sampel Tingkat kesukaan tekstur
F0 3,22
F1 3,47
F2 3,56
F3 3,42
F4 3,49

Berdasarkan uji organoleptik, masker F2 dengan skor 3,56 lebih disukai

dibandingkan dengan masker F0 dan F3 dengan skor 3,22 dan 3,42 (Tabel 9).

Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, tidak terdapat

perbedaan signifikan pada tingkat kesukaan tekstur masing-masing perlakuan

42
ditunjukkan dengan nilai probabilitas sebesar 0,594 (P>0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun kelor dalam formula masker tidak

mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Hal ini disebabkan panelis yang

melakukan penilaian adalah panelis yang tidak terlatih sehingga tidak peka

terhadap tekstur dari produk yang dihasilkan.

Warna

Warna merupakan salah satu faktor visual yang menentukan penerimaan

suatu produk (Winarno, 2008). Warna dapat menjadi salah satu faktor penilaian

dalam pemilihan suatu produk oleh konsumen. Uji kesukaan terhadap warna

produk dilakukan secara visual, yaitu dengan cara meminta panelis untuk melihat

warna dari produk masker yang dihasilkan.

Tabel 10. Tingkat kesukaan warna masker ekstrak daun kelor


Sampel Tingkat kesukaan warna
F0 3,91d
F1 3,60c,d
F2 3,47b,c
F3 3,20a,b
F4 3,07a
(a,b,c,d)
Keterangan : Angka yang dikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
lanjut Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05

Hasil uji organoleptik warna menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis

yang paling tinggi yaitu pada formula masker tanpa penambahan daun kelor (F0)

sebesar 3,91 (Tabel 10). Formula masker tanpa kelor memiliki warna putih khas

tepung beras seperti pada umumnya. Hal ini menandakan bahwa panelis lebih

menyukai masker yang berwarna putih. Formula masker dengan penambahan

daun kelor (F1; F2; F3; F4) secara berurutan mengalami penurunan tingkat

kesukaan dengan skor 3,91; 3,60; 3,47; 3,20; dan 3,07. Hal ini menunjukan bahwa

43
semakin pekat warna masker memiliki tingkat kesukaan panelis semakin

berkurang.

Menurut Diana dan Thaman (2006), warna yang terbentuk pada produk

dipengaruhi oleh warna bahan-bahan penyusunnya. Daun kelor yang ditambahkan

ke dalam formula sangat berperan dalam memberikan warna pada produk. Hasil

penelitian menunjukkan warna yang dihasilkan semakin pekat kecoklatan, hal ini

dikarenakan perlakuan penambahan ekstrak daun kelor yang semakin banyak dan

bahan penyusunnya berwarna putih sehingga tidak mempengaruhi warna masker

yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, terdapat

perbedaan signifikan pada tingkat kesukaan warna masing-masing perlakuan

ditunjukkan dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 (P<0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun kelor dalam formula masker

mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan

terhadap tingkat kesukaan warna diketahui bahwa F0; F1; dan F2 lebih disukai

oleh panelis.

Aroma

Aroma merupakan salah satu parameter sensori yang melekat pada suatu

produk yang diamati dengan indera penciuman (Luthfiyana et al., 2016).

Berdasarkan Winarno (2008) menyatakan bahwa aroma adalah bau yang

ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf olfaktori yang

berada dalam rongga hidung. Aroma yang bersifat menyenangkan, menenangkan

dan mudah dikenali umumnya akan lebih dipilih dibandingkan dengan aroma

yang tidak dikenali (Luthfiyana et al., 2016).

44
Aroma yang tercium dari produk masker dipengaruhi dari bahan-bahan

penyusunnya. Bahan yang paling berpengaruh memberikan aroma yaitu ekstrak

daun kelor sehingga ditambahkan pewangi pada formula untuk mengurangi aroma

dari bahan aktif. Aroma yang dihasilkan dari masker tergantung pada kosentrasi

penambahan ekstrak daun kelor. Semakin banyak ekstrak daun kelor yang

ditambahkan ke dalam formula maka aroma yang ditimbulkan semakin kuat.

Tabel 11. Tingkat kesukaan tekstur aroma ekstrak daun kelor


Sampel Tingkat kesukaan aroma
F0 3,71b
F1 2,89a
F2 3,09a
F3 2,84a
F4 2,84a
(a,b)
Keterangan : Angka yang dikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut
Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05

Uji kesukaan terhadap aroma masker dilakukan dengan cara meminta

panelis untuk mencium atau menghirup wangi dari produk masker yang

dihasilkan. Berdasarkan uji organoleptik, rerata skor tertinggi diperoleh pada

masker F0 dengan skor 3,71 yang diikuti dengan masker F2; F1; F3; dan F4

dengan skor berturut-turut 3,09; 2,89; 2,84; dan 2,84 (Tabel 11).

Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, tidak terdapat

perbedaan signifikan pada tingkat kesukaan aroma ditunjukkan dengan nilai

probabilitas sebesar 0,002 (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan

ekstrak daun kelor dalam formula masker mempengaruhi tingkat kesukaan

panelis. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan terhadap tingkat kesukaan aroma

diketahui bahwa F0; F2 dan F1 lebih disukai panelis.

45
Homogenitas

Homogenitas menunjukkan tingkat kehalusan dan keseragaman tekstur

masker yang dihasilkan (Erungan et al., 2009). Uji ini dilakukan untuk

mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap homogenitas masker yang

dihasilkan. Hasil uji homogenitas dari sediaan masker menunjukkan homogen.

Hal ini ditunjukkan pada pengamatan secara visual yaitu dengan tersebarnya

secara merata masker yang telah berbentuk pasta.

Tabel 12. Tingkat kesukaan homogenitas masker ekstrak daun kelor

Sampel Tingkat kesukaan homogenitas


F0 3,22a
F1 3,69b
F2 3,71b
F3 3,67b
F4 3,60a,b
(a,b)
Keterangan : Angka yang dikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut
Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05

Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, tidak terdapat

perbedaan signifikan pada tingkat kesukaaan umum masing-masing perlakuan

ditunjukkan dengan nilai probabilitas sebesar 0,083 (P>0,05) (Tabel 12). Hal ini

menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun kelor dalam formula masker tidak

mempengaruhi tingkat kesukaan panelis.

Kesukaan umum

Uji kesukaan umum (mutu hedonik) merupakan keberterimaan masker

secara keseluruhan berdasarkan parameter warna, aroma, kekentalan, dan tektur.

Berdasarkan hasil uji kesukaan umum panelis diperoleh bahwa secara keseluruhan

panelis paling menyukai masker tanpa penambahan daun kelor dengan skor 3,49.

Tidak jauh berbeda dengan tingkat kesukaan panelis terhadap masker daun kelor

F2 dengan skor 3,29. Secara keseluruhan masker kelor memiliki skor

46
keberterimaan yang baik. Nilai keberterimaan yang cukup tinggi mengindikasi

bahwa panelis menerima produk masker yang layak untuk digunakan.

Tabel 13. Tingkat kesukaan umum masker ekstrak daun kelor


Sampel Tingkat kesukaan umum
F0 3,49b
F1 3,27a,b
F2 3,29a,b
F3 3,13a,b
F4 2,98a
(a,b)
Keterangan : Angka yang dikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut
Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05

Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, tidak terdapat

perbedaan signifikan pada tingkat kesukaaan umum masing-masing perlakuan

ditunjukkan dengan nilai probabilitas sebesar 0,171 (P>0,05) (Tabel 13). Hal ini

menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun kelor dalam formula masker tidak

mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Dari hasil pengamatan yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada masker daun kelor

dipengaruhi oleh tekstur, aroma, warna dan homogenitas yang menyatakan bahwa

penambahan ekstrak daun kelor sebagai zat aktif pada masker terhadap tingkat

kesukaan panelis dapat diterima.

4.7 Karakteristik Masker

Pengujian analisis mengacu pada SNI (Standar Nasional Indonesia) 16-

4399-1996 mengenai mutu sediaan tabir surya dan 16-6070-1999 mengenai mutu

sediaan masker dilakukan pada produk masker dengan tanpa maupun penambahan

daun kelor dengan konsentrasi 12,5; 17,5; 25; dan 35 %. Parameter pengujian

meliputi pH, bobot jenis, stabilitas emulsi dan cemaran mikroba. Hasil uji analisis

masker dapat diihat pada Lampiran, selanjutnya data tersebut diolah dengan

47
metode statistic menggunakan aplikasi SPSS dengan metode uji one way

ANOVA. Apabila hasilnya signifikan maka analisis dilanjutkan dengan uji

Duncan (Lampiran 12).

Nilai pH

Kadar keasaman yang dapat diketahui dari nilai pH merupakan faktor yang

sangat penting pada produk kosmetika. Menurut SNI 16-4399-1996 nilai pH

produk kosmetika disyaratkan berkisar antara 4,5 - 8,0. Produk kosmetika yang

memiliki nilai pH yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan menyebabkan

kulit teriritasi (Tranggono dan Latifah, 2014).

Secara alamiah kulit dapat melindungi diri dari berbagai faktor yang

menyebabkan kulit menjadi kering yaitu dengan adanya Natural Moisturizing

Factor (NMF) yang merupakan tabir lemak pada lapisan stratum corneum atau

disebut dengan mantel asam (Tranggono dan Latifah, 2014). Menurut Levin dan

Maibach (2008) menyatakan bahwa kerusakan mantel asam akibat perubahan pH

menyebabkan kulit menjadi kering, pecah-pecah, sensitif, mudah terinfeksi

bakteri dan penyakit kulit.

Tabel 14. Nilai pH masker


Sampel Nilai pH
F0 6,02 ± 0,000
F1 5,86 ± 0,014
F2 5,72 ± 0,007
F3 5,50 ± 0,000
F4 5,45 ± 0,007

Hasil analisa pH memiliki range 5,45-6,02 (Tabel 14) sehingga masih

berada dalam kisaran syarat mutu menurut SNI 16-4399-1996. Berdassarkan hasil

uji statistik dengan anova satu jalur menunjukkan adanya perbedaan nyata pada

48
sampel masker tersebut. Nilai pH pada produk masker mengalami penurunan jika

dibandingan dengan produk masker tanpa penambahan ekstrak daun kelor.

Berdasarkan hasil uji Duncan menunjukkan pada produk tanpa

penambahan ekstrak daun kelor terdapat perbedaan nyata dengan produk masker

tanpa penambahan ekstrak daun kelor yang dihasilkan dengan nilai pH sebesar

6,02. Tingginya nilai pH pada produk masker dibandingkan dengan masker

penambahan ekstrak daun kelor 12,5; 17,5; 25; 35 % dimana kandungan daun

kelor memiliki vitamin C ini bersifat asam sehingga mampu menurunkan nilai pH

terhadap produk masker yang dihasilkan.

Menurut Septiani et al, (2011) menyatakan bahwa semakin lama waktu

penyimpanan maka semakin lama pula sediaan dapat terpengaruh oleh lingkungan

terhadap pH sediaan yang dihasilkan. Nilai pH pada suhu dipercepat mengalami

penurunan selama penyimpanan dapat disebabkan dari pengaruh CO 2, karena CO2

bereaksi dengan fasa air sehingga menjadi asam dan dapat dipengaruhi dari

tepung yang ditambahkan pada formula sehingga semakin lama penyimpanan

maka sediaan cenderung bersifat asam.

Bobot Jenis

Pengukuran bobot jenis dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan

suatu produk. Menurut Suryani et al, (2002) menjelaskan apabila rasio antara fasa

pendispersi dan fasa terdispersi tidak sesuai maka semakin rendah tingkat

kestabilan suatu sediaan emulsi. Penyusun berat membuktikan keefektifan bahan

yang dipakai pada formula produk. Menurut SNI 16-4399-1996 nilai bobot jenis

disyaratkan berkisar antara 0,95-1,05 g/mL.

49
Tabel 15. Nilai bobot jenis masker
Sampel Nilai bobot jenis
F0 1.03 ± 0,034
F1 1,01 ± 0,005
F2 1.05 ± 0,050
F3 1.03 ± 0,024
F4 1,02 ± 0,016

Hasil menunjukkan bahwa nilai bobot jenis masih berada pada kisaran

syarat mutu SNI 16-4399-1996 dengan nilai rata-rata bobot jenis 1 g/mL. Hal ini

berarti produk masker yang dihasilkan memiliki kestabilan yang baik. Hasil uji

statistik dengan anova satu jalur menunjukkan bahwa masker tidak

memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata, nilai probabilitas 0,781 (P>0,05).

Hal ini membuktikan bahwa adanya penambahan ekstrak daun kelor tidak

mempengaruhi bobot jenis dari suatu produk masker.

Stabilitas Emulsi

Stabilitas emulsi merupakan salah satu parameter penting dalam

menentukan daya terima konsumen terhadap suatu produk emulsi. Stabilitas

emulsi menunjukkan suatu kestabilan bahan, dimana emulsi yang terdapat dalam

bahan tidak memiliki kecenderungan untuk membentuk suatu lapisan terpisah.

Menurut Suryani et al, (2002), emulsi yang baik jika tidak terbentuk lapisan, tidak

terjadi perubahan warna dan konsistensi tetap. Stabilitas emulsi menunjukkan

daya tahan suatu emulsi dalam rentang waktu tertentu. Kestabilan emulsi pada

masker dipengaruhi oleh faktor mekanis, temperatur dan proses pembentukan

emulsi.

Produk emulsi yang tidak stabil memiliki kecenderungan cepat rusak

sehingga kehilangan fungsi dan manfaatnya sehingga tidak akan disukai oleh

konsumen. Emulsi yang tidak stabil terjadi karena masing-masing fase cenderung

50
bergabung dengan fase sesamanya sehingga membentuk lapisan yang terpisah

(Sjoblom, 2006). Menurut Iwata dan Shimada (2013), prinsip dasar tentang

kestabilan emulsi adalah keseimbangan antara gaya tarik menarik dan gaya tolak

menolak yang terjadi antar partikel dalam sistem emulsi. Apabila tidak terjadi

keseimbangan antara gaya-gaya tersebut maka akan terjadi ketidakstabilan emulsi

yang ditandai dengan terjadinya perubahan kimia dan perubahan fisik. Perubahan

kimia yang terjadi antara lain perubahan warna, perubahan bau, dan kristalisasi,

sedangkan perubahan fisik yang terjadi antara lain pemisahan fase, sedimentasi,

pembentukan agregat, pembentukan gel, penguapan, dan pengerasan. Perubahan

fisik tersebut dapat diuji dengan melakukan uji kestabilan temperatur (Tharwat,

2013), seperti yang dilakukan dalam penelitian ini.

Tabel 16. Nilai stabilitas emulsi masker


Sampel Nilai stabilitas emulsi
F0 96,57 ± 0,621
F1 96,87 ± 0,055
F2 97,04 ± 0,204
F3 97,05 ± 0,184
F4 96,72 ± 0,669

Hasil uji analisa masker menunjukkan bahwa nilai rata-rata stabilitas emulsi

mencapai 96,57 - 97,05 % (Tabel 16). Hasil ini menunjukkan bahwa sampel

hampir tidak menunjukkan pemisahan fase atau pemisahan fase yang terjadi

sangat kecil yang menandakan bahwa produk masker memiliki emulsi yang stabil.

Hasil uji statistika dengan anova satu jalur tidak menunjukkan perbedaan yang

nyata, nilai probabilitas 0,756 (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun

kelor tidak mempengaruhi stabilitas emulsi pada produk masker.

51
4.7.4 Cemaran Mikroba

Analisis total mikroba yang dilakukan didasarkan bahwa setiap sel hidup

akan berkembang menjadi satu koloni yang muncul pada cawan yang merupakan

indeks jumlah mikroba yang dapat hidup dan yang terkandung dalam sampel

(Mitsui, 1997). Total cemaran mikroba merupakan salah satu parameter jaminan

perlindungan keamanan pemakaian produk terhadap konsumen untuk

menghindari efek negatif mikroba yang dapat muncul saat menggunakan produk.

Kontaminasi mikroba dapat menyebabkan terjadinya deteriorasi pada kualitas

produk emulsi yang ditandai dengan penyusutan berat produk, terjadinya

pemisahan fase, dan bau yang tidak sedap seiring jangka waktu pemakaian

(Philip, 2006).

Menurut Buckle et al, (2010), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme, antara lain pH, aktivitas air, suhu, dan kandungan

oksigen. Jumlah maksimal cemaran mikroba pada produk masker menurut SNI

ialah 103 koloni/gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masker yang

dihasilkan masih aman digunakan karena total mikroba masih berada dibawah

batas total mikroba yang disyaratkan SNI 16-4399-1996 dan SNI 16-6070-1999.

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme yang ada

dalam suatu bahan. Salah satu motede yang sering digunakan pada analisa total

cemaran mikroba adalah TPC (Total Plate Count). Menurut Apriyantono et al,

(1989), prinsip metode ini adalah jika sel jasad renik yang masih hidup

ditumbuhkan pada medium agar maka jasad renik tersebut akan berkembang biak

dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa

menggunakan mikroskop.

52
Hasil Uji Kualitas Masker secara Keseluruhan

Kualitas masker dalam penelitian ini merujuk pada syarat mutu SNI 16-

4399-1996 dan SNI 16-6070-1999 serta uji organoleptik (tingkat kesukaan).

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan sediaan masker yang memanfaatkan

antioksidan dan antibakteri dari daun kelor sehingga dapat berperan menjaga

kesehatan kulit dengan penambahan ekstrak daun kelor. Berdasarkan hasil uji

organoleptik dapat diketahui faktor koreksi dari tampilan produk masker yang

dihasilkan, oleh karenanya perlu adanya modifikasi formula untuk mendapatkan

jenis masker yang sesuai dengan karakteristik tampilan yang diinginkan. Salah

satu cara mengatasinya ialah dengan penambahan senyawa lain yang dapat

memaksimalkan tampilan dari produk masker tersebut.

Tabel 17. Hasil uji kualitas masker secara keseluruhan


Perlakuan
No. Parameter SNI
F0 F1 F2 F3 F4
Hasil uji organoleptik
1 3,22 3,47 3,56 3,42 3,49
tekstur
2 Hasil uji organoleptik 3,91 3,60 3,47 3,20 3,07
warna
3 Hasil uji organoleptik 3,71 2,89 3,09 2,84 2,84
aroma
4 Hasil uji organoleptik 3,22 3,69 3,71 3,67 3,60
homogenitas
5 Hasil uji organoleptik 3,49 3,27 3,29 3,13 2,98
kesukaan umum
6 Nilai pH 6,02 5,86 5,725 5,50 5,455 4,5-8
7 Nilai bobot jenis 1,03 1,01 1.05 1.03 1,02 0,95-1,05
(g/mL)
8 Nilai stabilitas emulsi 96,57 96,87 97,04 97,05 96,72
(%)
9 cemaran mikroba Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Maks 103
(koloni/ gram) ada ada ada ada ada
Keterangan :
F0 = formula masker bubuk tanpa penambahan daun kelor, F1 = formula masker bubuk
dengan penambahan daun kelor 12,5%, F2 = masker bubuk dengan penambahan daun
kelor 17,5%, F3 masker bubuk dengan penambahan daun kelor 25%, F4 = masker bubuk
dengan penambahan daun kelor 35%.

53
Produk masker yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki nilai pH, bobot

jenis, dan cemaran mikroba yang berada pada kisaran nilai standar mutu SNI

(Tabel 17). Berdasarkan hasil uji organoleptik, produk masker kelor terbaik

diperoleh pada masker dengan penambahan ekstrak daun kelor 17,5% yang

memiliki rata–rata tingkat dibandingkan produk masker tanpa penambahan

ekstrak daun kelor yaitu sebesar 3,29 dan memiliki tekstur yang sangat disukai

panelis.

4.8 Aktivitas Antioksidan Masker Daun Kelor

Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode pengukuran serapan

radikal DPPH tereduksi pada panjang gelombang 516 nm. Metode DPPH yang

bersifat universal memungkinkan untuk bereaksi dengan semua jenis senyawa

antioksidan yang ada dalam sampel (Prakash et al., 2012).

Aktivitas antioksidan dapat diketahui dari nilai persen inhibisi, naiknya

persen inhibisi dipengaruhi oleh menurunnya nilai absorbansi yang dihasilkan

oleh sampel. Penurunan nilai absorbansi disebabkan oleh tingginya konsentrasi

sampel. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sampel maka

semakin kecil nilai absorbansi sehingga mengakibatkan persen inhibisi semakin

tinggi. Persen inhibisi menunjukkan kemampuan suatu sampel untuk menghambat

aktivitas radikal bebas yang berhubungan dengan konsentrasi suatu sampel.

Persen inhibisi didapat dari perbedaan serapan antara absorbansi DPPH dengan

absorbansi sampel yang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis (Molyneux,

2004).

54
Tabel 18. Hasil uji aktivitas antioksidan masker

Sampel Persen Inhibisi (%) ± SD


F0 6,500 ± 0,995
F1 28,905 ± 1,753
F2 51,442 ± 1,425
F3 60,835 ± 1,182
F4 66,040 ± 0,066
Asam askorbat 96,242 ± 0,015
Keterangan : F0 = formula masker tanpa penambahan daun kelor, F1 = formula masker
dengan penambahan daun kelor 12,5%, F2 = masker dengan penambahan daun kelor
17,5%, F3 masker dengan penambahan daun kelor 25%, F4 = dengan penambahan daun
kelor 35%.

Hasil pengamatan menunjukkan semakin besar konsentrasi sampel yang

dimasukkan ke dalam formula masker, maka semakin besar nilai persen

penghambatan yang didapat menunjukkan bahwa semakin besar nilai aktivitas

antioksidannya (Tabel 18). Hal ini dikarenakan semakin banyak sampel yang

ditambahkan maka semakin tinggi pula kandungan antioksidannya. Formulasi

terbaik dengan nilai inhibisi atau aktivitas antioksidan tertinggi adalah

penambahan ekstrak daun kelor 35% yang memiliki nilai persen inhibisi sebesar

66,040%. Sediaan masker bubuk tanpa penambahan ekstrak daun kelor memiliki

nilai persen inhibisi 6,500%. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan

formula masker yang ditambahkan ekstrak daun kelor. Hasil uji aktivitas

antioksidan ini menunjukkan bahwa masker dengan penambahan ekstrak daun

kelor memiliki aktivitas antioksidan dan berpotensi mencegah penyakit kulit yang

disebabkan radikal bebas. Hal tersebut didukung oleh penelitian Baydar dan

Hasan (2013) menyatakan bahwa senyawa antioksidan dapat mencegah kerusakan

molekul biologis dan oksidasi akibat radikal bebas sehingga diharapkan

penambahan ekstrak pada sediaan masker dapat menurunkan efek buruk tersebut.

55
4.9 Aktivitas Antibakteri Masker Daun Kelor

Uji aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus dilakukan untuk mengetahui

besarnya kemampuan sediaan masker dalam menghambat atau membunuh S.

aureus dan konsentrasi ekstrak dalam sediaan mana yang membentuk zona

hambat yang paling besar. Bakteri S. aureus merupakan bakteri patogen penyebab

munculnya jerawat (Khan et al., 2015). Metode yang digunakan dalam pengujian

aktivitas antibakteri ini adalah metode kertas cakram.

Pada uji digunakan kontrol positif untuk membandingkan zona hambat

sebagai gambaran terbunuhnya bakteri uji. Sedangkan kontrol negatif yang

digunakan berupa campuran antara tepung bengkoang, tepung beras dan minyak

mawar yang sudah terlebih dahulu dicampurkan membentuk bubuk yang

digunakan untuk mengetahui pertumbuhan bakteri dan tidak memiliki aktivitas

terhadap bakteri S. aureus.

Tabel 19. Hasil uji aktivitas antibakteri masker

Formulasi Diameter hambat (mm) ± SD


F0 10,05 ± 0,07
F1 9,40 ± 0,56
F2 10,00 ± 0,00
F3 11,00 ± 0,00
F4 12,10 ± 0,14
Kontrol positif (ZnO) 24,00 ± 0,00
Kontrol negatif (tepung bengkoang) 6,00 ± 0,00
Keterangan :
F0 = formula masker tanpa penambahan daun kelor, F1 = formula masker dengan
penambahan daun kelor 12,5%, F2 = masker dengan penambahan daun kelor 17,5%, F3
masker dengan penambahan daun kelor 25%, F4 = dengan penambahan daun kelor 35%.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi pada

penambahan ekstrak daun kelor maka aktivitas antibakterinya semakin besar

(Tabel 19). Menurut Davis and Stout (1971), hasil uji yang diperoleh pada uji

aktivitas antibakteri menggunakan konsentrasi formula masker yaitu F0 (tanpa

56
penambahan daun kelor) terbentuk zona hambat 10,05 mm sedangkan dengan

penambahan ekstrak daun kelor (F1; F2; F3; dan F4) secara berurutan terbentuk

zona hambat 9,4; 10; 11; dan 12,1 mm. Hasil uji antibakteri pada kontrol negatif

tidak menunjukkan adanya zona hambatan sedangkan kontrol positif pada masker

menunjukkan adanya zona hambatan.

Senyawa lain yang diduga bersifat sebagai antibakteri adalah saponin,

flavonoid dan acalyphin (Govindarajan et al., 2008). Setelah dilakukan uji

fitokimia pada penelitian ini tidak positif saponin sehingga ketika diuji antibakteri

terhadap sediaan masker antara kombinasi tepung beras dengan ekstrak daun kelor

mengalami penurunan jika dibandingkan dengan antibakteri tunggal. Kemampuan

dan efek antibakteri sangat tergantung pada konsentrasi yang diberikan (Nazzaro

et al., 2013).

(c)

(e)
(b)
(d)

(a)

Gambar 8. Hasil zona hambat masker daun kelor


(a) Kontrol negatif (b) F4 (c) F3 (d) kontrol positif (e) F0

57
Hasil aktivitas antibakteri didapatkan dengan melihat respon zat uji pada

media difusi sumuran yang ditandai dengan kejernihan area atau luas diameter

zona hambat disekitarnya pada sediaan (Gambar 8). Perbedaan konsentrasi

penambahan ekstrak pada masing-masing sediaan menyebabkan zona bening yang

dihasilkan berbeda pula. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kelor yang

ditambahkan semakin banyak pula jumlah zat-zat antibakteri yang terkandung di

dalamnya. Bila jumlah zat antibakteri dari ekstrak daun kelor semakin besar maka

semakin besar pula bakteri S. aureus yang dirusak baik itu struktur tubuh maupun

sistem metabolismenya, sehingga bakteri yang terkena oleh zat antibakteri

tersebut akan mati atau dihambat pertumbuhannya. Aktivitas antibakteri dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu kandungan senyawa

antibakteri, konsentrasi ekstrak, daya difusi ekstrak dan jenis bakteri yang

dihambat (Maliana et al., 2013)

4.10 Hasil Analisis Komponen Kimia Ekstrak Metanol Daun Kelor dengan

Gas Chromatography-Mass Spektrofometer (GC-MS)

Analisis komponen senyawa menggunakan Gas Chromatography Mass

Spectrophotometry (GCMS) bertujuan untuk mengetahui senyawa aktif yang

terkandung dalam ekstrak daun kelor. Menurut Shanta dan Napotilano (1992)

mengatakan bahwa salah satu syarat untuk senyawa supaya dapat dianalisis

menggunakan GC-MS adalah bersifat mudah menguap (volatil). Hasil

kromatogram ditunjukkan pada Gambar 9.

58
Gambar 9. Kromatogram hasil pemisahan ekstrak daun kelor

Dari spektra GC-MS terdapat dapat terlihat ada beberapa puncak dengan

waktu retensi, kelimpahan, dan luas puncak yang berbeda (Lampiran 14). Hasil

kromatogram (Gambar 9) menunjukkan pada peak 7 memiliki waktu retensi (tR)

21,165 menit dengan kadar 7,42% yang diindikasikan sebagai asam quinic yang

memiliki berat molekul (m/z) 192. Puncak-puncak yang muncul pada fragmentasi

senyawa tersebut adalah m/z 186, 156, 138, 112, 100, 84, 71, 60, 43.

Gambar 10. Struktur asam quinic

Salah satu asam yang terkandung di dalam kopi adalah asam quinic yang

dapat menjadi antioksidan pada kopi. Kopi mengandung beberapa spesies xanthin

seperti kafein, teobromin dan teofilin (Kiyohara, 1999). Senyawa fenolik, 200-550

mg per cangkir di minuman kopi. Asam chlorogenic seperti caffeic, asam ferulic,

dan p-coumaric, asam caffeoylquinic, dengan asam 5-O-caffeoyl-quinic, eruloyl

59
asam quinic dan di-caffeoyl-quinic yang terkonjugasi dengan tirosin, tryptophane

atau fenilalanin dan Proanthocyanidin (Clifford, 2004). Kopi juga sumber penting

dari polifenol seperti asam kafeat, asam klorogenat, asam koumarat, asam ferulat,

asam sinapat. Polifenol merupakan senyawa kimia yang bekerja sebagai

antioksidan kuat didalam kopi. Kopi hijau dan panggang (5-O-caffeoyl-quinic)

memiliki aktivitas antiradikal (Daglia, 2004).

Penelitian ini menghasilkan base peak atau puncak tertinggi yaitu pada

peak 12 pada waktu retensi (tR) 29,439 menit dengan kadar 41,81% yang

diindikasikan sebagai asam linoleat yang memiliki berat molekul (m/z) 278.

Puncak-puncak yang muncul pada fragmentasi senyawa tersebut adalah m/z 264,

249, 222, 209, 191, 164, 149, 135, 121, 108, 95, 79, 67, 55, 41

Gambar 11. Struktur asam linoleat

Asam linoleat merupakan PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) golongan

omega 6. Jenis asam lemak ini dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan EPA

(asam Eikosapentaenoat) (Djousse et al., 2001) dan dapat menurunkan kadar

serum kolesterol dalam tubuh, sehingga dampak negatif dari sterol nabati dapat

dinetralisasi (Andriani et al., 2014). Menurut penelitian Bhattacharya et al, (2014)

bahwa komponen fitokimia dalam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera)

menemukan senyawa asam linoleat berfungsi sebagai senyawa antibakteri, sabun

pelumas dan kosmetik dengan waktu retensi yang relatif sama.

60
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Aktivitas antioksidan ekstrak daun kelor dengan pelarut metanol teknis

dihasilkan nilai IC50 sebesar 56,3385 µg/ml dan aktivitas antibakteri ekstrak

metanol daun kelor dengan penghambatan terhadap S. aureus pada

konsentrasi ≥ 0,125 g/mL sedangkan formula masker dengan penambahan

ekstrak daun kelor 35% memiliki nilai inhibisi sebesar 66,040% dan tanpa

penambahan ekstrak daun kelor yaitu 6,500%.

2. Formula masker yang paling optimum adalah masker dengan penambahan

ekstrak daun kelor sebesar 17,5% memiliki tingkat kesukaan umum

tertinggi dengan nilai 3,29.

3. Karakterisasi sediaan masker dengan penambahan ekstrak daun kelor 12,5;

17,5; 25; dan 35 % memenuhi syarat mutu memenuhi syarat mutu SNI 16-

6070-1999 dan SNI 16-4380-1996 yaitu dengan nilai pH 5,45-6,02; bobot

jenis 1 g/mL; stabilitas emulsi 96,57-97,05%; dan negatif cemaran mikroba.

4. Senyawa aktif yang di identifikasi menggunakan Gas Chromatography-

Mass Spectrophotometry (GCMS) menunjukkan senyawa asam quinic dan

asam linoleat yang berfungsi dalam antioksidan dan antibakteri.

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini adalah agar dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

modifikasi formulasi dengan penambahan konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi

untuk meningkatkan aktivitas antioksidan dan antibakteri sedangkan pada

61
karakterisasi mutu fisik masker bubuk dapat dilakukan dengan interval waktu

tertentu untuk mengetahui kualitas dan ketahanan suatu produk masker serta dapat

dilakukan pengujian iritasi pada panelis untuk mengetahui keamanan penggunaan

produk sehingga dapat menghasilkan sediaan kosmetik yang lebih baik.

Isolasi asam quinic yang sangat berpengaruh dalam uji antioksidan dan

antibakteri.

62
DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analitycal Chemists. 1995. Official Methods of


Analisys Chemist. Volume 1A. Washington: AOAC, Inc.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 16-4399-1996 Sediaan Tabir


Surya. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. SNI 16-6070-1999. Sediaan Masker.


Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-2346-2006 Petunjuk Pengujian


Organoleptik dan atau Sensori. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Abbas Ali D, Ali EM, Seyed FN, Seyed MN. 2009. Antioxidant Activity of the
Methanol Extract of Ferula Assafoetida and Its Essential Oil Composition.
Grasas y Aceites. 60(4): 405–412.

Agoes G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung: Institut Teknologi Bandung


Press.

Amic D, Davidovic-Amic D, Beslo D, Trinajstic N. 2003. Structure-Radical


Scavenging Activity Relationships of Flavonoids. Croatica Chemica Acta.
76(1): 55–61.

Andriani M, Baskoro K, Edhi N. 2014. Studies on Physicochemical and Sensory


Characteristics of Overripe Tempeh Flour as Food Seasoning. Academic
Research International. 5(5): 36-45.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanti S. 1989.


Analisis Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Armala MM. 2009. Daya Antioksidan Fraksi Air Ekstrak Herba Kenikir (Cosmos
Caudatus HBK) Dan Profil KLT [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia.

Balsam MS. 1972. Cosmetics Science and Technology. United States of America:
John Wiley & Sons Canada.

Batubara, Irmanida, Tohru M, Hideo O. 2009. Screening Antiacne Potency of


Indonesian Medicinal Plants: Antibacterial, Lipase Inhibition, and
Antioxidant Activities. Journal of Wood Science. 55(3): 230–235.

Baydar dan Hasan B. 2013. Phenolic Compounds, Antiradical Activity and


Antioxidant Capacity of Oil-Bearing Rose (Rosa Damascena Mill.)
Extracts. Industrial Crops and Products. 41(1): 375–380.

63
Bhattacharya A, Agrawal D, Ghosh G, Kumar SP. 2014. GC-MS Profiling of
Ethanolic Extract of Moringa Oleifera Leaf. International Journal of
Pharma and Bio Sciences. 5(4): 263–275.

Brooks GR, Butel JS, Morse SA. 2005. Mikrobologi Kedokteran Edisi Pertama.
Jakarta: Salemba Medika.

Buck DF. 1991. Food Additive User’s Handbook. Galsgow-UK: Blakie Academic
dan Profesional.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wotton M. 2010. Ilmu Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.

Bukar A, Uba A, Oyeyi TI. 2011. Antimicrobial Profile of Moringa Oleifera Lam.
Extracts against Some Food – Borne Microorganisms. Bayero Journal of
Pure and Applied Sciences. 3(1): 43-48.

Cahyana M, Taufik EA, Herry. 2002. Isolasi Senyawa Antioksidan Ekstrak Kulit
Batang Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii Nees Ex Blume). Prosiding
Penelitian SPeSIA Unisba: 223–224.

Clifford MN dan Knight S. 2004. Food Chemistry The cinnamoyl – amino acid
conjugates of green robusta coffee beans. Food Chemistry. 87(3): 457-463.

Daglia M, Racchi M, Papetti A, Lanni C, Govoni SGG. 2004. In vitro and ex


Vivo Antihydroxyl Radical Activity of Green and Roasted Coffee. Journal
of Agricultural and Food Chemistry. 52(1): 1700–1704.

Davis WW dan Stout TR. 1971. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic
Assay. Applied microbiology 22(4): 666–670.

Diana ZD dan Thaman A. 2006. Cosmetic Formulation Skin Care Products. USA:
Taylor dan Francis Group.

Dima LLRH dan Widya AL. 2016. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kelor
(Moringa Oleifera L.) Terhadap Bakteri Escherichia Coli Dan
Staphylococcus Aureus. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi 5(2): 282–289.

Djousse L, Pankow JS, Eckfeldt JH. 2001. Relation Between Dietary Linolenic
Acid and Coronary Artery Disease in the National Heart, Lung, and Blood
Institute Family Heart Study. Am Journal Clin Nutr. 5(1): 612-619

Dong Y, He L, Chen F. 2005. Enhancement of Wound Healing by Taspine and Its


Effect on Fibroblast. Zhong Yao Cai. 28(7): 579–582.

Erungan AC, Purwaningsih S, Anita SB. 2009. Application Of Carrageenan In


Making of Skin Lotion. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.
12(2): 129–144.

64
Estiasih T dan Andiyas DK. 2006. Aktivitas Oksidan Ekstrak Umbi Akar Ginseng
Jawa (Talium Triangulare). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 18(3):
166–175.

Farber L. 1974. Face Powder, Cosmetics Science and Tecnology. New York:
Willey-Interscience.

Gaffney MD. 1974. Cosmetics Science and Tecnology. New York: Willey-
Interscience.

Ghiridhari A, Malhati D, Geetha K. 2011. Anti-Diabetic Properties of Drumstick


(Moringa Oleifera) Leaf Tablets. Journal Health Nutrition. 2(1): 1–5.

Govindarajan M, Jebanesan A, Reetha D, Amsath R. 2008. Antibacterial Activity


of Acalypha Indica L. European Review for Medical and Pharmacological
Sciences. 12: 299–302.

Grace XF, Darsika C, Sowmya KV, Shanmuganathan, S. 2015. Preparation and


Evaluation of Herbal Dentifrice. International Research Journal of
Pharmacy. 6(8): 509–511.

Halliwell B dan Gutteridge MC. 2000. Free Radical in Biology and Medicine.
New York: Oxford University Press.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB.

Hardiyanti F. 2015. Pemanfaatan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kelor


(Moringa oleifera) Dalam Sediaan Hand and Body Cream [Skripsi].
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Hariana DHA. 2008. Tumbuhan Obat Dan Khasiatnya Seri 2. Depok: Penebar
Swadaya.

Harmita dan Maksum R. 2008. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi 3. Jakarta: EGC
Penerbit Buku Kedokteran.

Hasanah U, Yusriadi, Akhmad K. 2018. Formulasi Gel Ekstrak Etanol Daun


Kelor (Moringa Oleifera Lam.) Sebagai Antioksidan. Journal of Natural
Science. 6(1): 46–57.

Hendrawati, Rohaeti E, Effendi H, Darusman LK. 2015. Characterization of


Physico-Chemical Properties of Nano-Sized Moringa oleifera Seed Powder
and Its Application as Natural Coagulant in Water Purification Process.
Journal of Environment and Earth Science. 5 (21): 19-26.

Ianddcreative. 2010. Tip Dan Trik 02: Shading Dan Countouring. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

65
Ikalinus R, Widyastuti KS, Eka SN. 2015. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol
Kulit Batang Kelor (Moringa Oleifera). Indonesia Medicus Veterinus 4(1):
71–79.

Ismiyati N dan Trilestari. 2014. Pengembangan Formulasi Masker Ekstrak Air


Daun Alpukat (Persea americana Mill) Sebagai Antibakteri Staphylococcus
aureus Untuk Pengobatan Jerawat. Pharmaciana. 4(1): 45-52.

Iwata H dan Shimada K. 2013. Formulas, Ingredients and Production of


Cosmetics. Jepang: Springer.

Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 2001. Mikrobiologi Kedokteran Edisi I.


Jakarta: Salemba Medika.

Jayalaksmi A dan Mathew AG. 1982. Chemical Composition and Processing The
Arecanut Palm (Areca Catechu). India: Kasaragod.

Kasolo JN, Bimeya GS, Ojok L, Ochieng J, Okwal-okeng JW. 2010.


Phytochemicals and Uses of Moringa Oleifera Leaves in Ugandan Rural
Communities Josephine. Journal of Medicinal Plants Research 6(2): 753-
757.

Khan HA, Ahmad A, Mehboob R. 2015. Nosocomial Infections and their Control
Strategies. Journal Trop Biomed 5(7): 505–509.

Kiyohara C, Kono S, Honjo S, Todoroki I, Sakurai Y, Nishiwaki M, Hamada H,


Nishikawa H, Koga H, Ogawa S dan Nakagawa K.1999. Inverse association
between coffee drinking and serum uric acid concentrations in middle-aged
Japanese males. The British journal of nutrition. 82(1): 125–130.

Kleden MM. 2016. Potensi Daun Kelor (Moringa oleifera, Lam) Dari Daerah
Nusa Tenggara Timur Untuk Meningkatkan Tampilan Reproduksi Ternak
dengan Menggunakan Kelinci sebagai Model. [Repository]. Malang:
Universitas Brawijaya.

Krisnadi AD. 2010. Kelor, Super Nutrisi. Blora: Pusat Informasi dan
Pengembangan Tanaman Kelor Indonesia.

Kristanti AN, Aminah N, Tanjung M, Kurniadi B. 2008. Buku Ajar Fitokimia.


Surabaya: Universitas Airlangga.

Lautan J.1997. Radikal Bebas Pada Eritrosit dan Leukosit. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran

Levin J dan Maibach H. 2008. Human Skin Buffering Capacity. Journal of Skin
Research and Technology. 14(2): 121–126.

Luthfiyana N, Nurjanah, Mala N, Anwar E, Taufik H. 2016. Rasio Bubur Rumput

66
Laut (Euchema cottonii) sebagai Formula Krim Tabir Surya. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 19(3): 183-195.

Maharani MD, Gama SI, Masruhim MA. 2017. Uji Aktivitas Antibakteri
Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) dan Daun
Salam (Syzygium Polyanthum Walp). Mulawarman Pharmaceuticals
Conferences. 3(1): 48–53.

Maliana Y, Khotimah S, Diba F. 2013. Aktifitas Antibakteri Kulit Garcinia


Mangostana Linn. Terhadap Pertumbuhan Flavobacterium Dan Enterobacter
Dari Captotermes Curvignathus Holmgren. Jurnal Protobiont. 2(1): 7–11.

Mardiana L. 2013. Dunia Ajaib Tumpas Penyakit. Yogyakarta: Penebar Swadaya.

Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 2000. Sensory Evaluation Techniques.


Florida: CRC Press.

Melayanti PC dan Dwiyanti S. 2017. Pengaruh persentase umpi rumput teki dan
tepung beras terhadap kulit wajah hiperpigmentasi. European Review for
Medical and Pharmacological Sciences journal. 6: 89–98.

Mitsui. 1997. New Cosmetic Science. New York (US): Elsevier.

Molyneux P. 2004. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicryl-Hydrazyl


(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal of
Science and Technology. 26: 211–219.

Natsir NH. 2012. Pengaruh Jenis Pengikat Terhadap Sifat Fisika Sediaan Serbuk
Masker Wajah Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L.) [Skripsi]. Makassar:
UIN Alauddin.

Nazzaro F, Fratianni F, Martino LD, Coppola R, Feo VD. 2013. Effect of


Essential Oils on Pathogenic Bacteria. Pharmaceuticals. 6(12): 1451–1474.

Ningsih W, Nofiandi D, Deviarny C, Roselin DR. 2017. Formulasi dan Efek


Antibakteri Masker Peel Off Ekstrak Daun Dewa (Gynura Pseudochina L.)
Terhadap Staphylococcus Epidermis. Scientia. 7(1): 61-66.

Novita W. 2009. Merawat Kecantikan Di Rumah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka


Utama.

Novitasari MR, Febrina L, Agustina R, Rahmadani A, Ruslli R. 2017. Analisis


GC-MS Senyawa Aktif Antioksidan Fraksi Etil Asetat Daun Libo (Ficus
Variegata Blume.). Jurnal Sains dan kesehatan. 1(5): 221–225.

Nurindro RF, Rasjad MI, Lyrawati D. 2017. Pengaruh Ekstrak Metanol Daun
Kelor Mempengaruhi Ekspresi P53 Mukosa Kolon Tikus Yang Diinduksi
DMBA (7,12 Dimethybenz(a)Anthracene). Jurnal Kedokteran Brawijaya.

67
27(4): 207–211.

Offor IF, Ehiri RC, Njoku CN. 2014. Roximate Nutritional Analysis and Heavy
Metal Composition of Dried Moringa Oleifera Leaves from Oshiri Onicha
L.G.A, Ebonyi State, Nigeria. IOSR Journal of Environmental Science,
Toxicology and Food Technology. 1(1): 57–62.

Oktaviana KT, Indra MR, Ratnawati R. 2012. Pengaruh Ekstrak Metanol Daun
Kelor (Moringa Oleifera) Terhadap Penghambatan Aktivasi NF-KB Pada
Hepar Tikus Wistar Model Hepatocellular Carcinoma (HCC) Yang
Diinduksi DMBA (7,12 Dimethybenz(α)Anthracene) [Skripsi]. Malang:
Universitas Brawijaya.

Onyekwere N. 2014. Phytochemical, Proximate and Mineral Composition of Leaf


Extracts of Moringa Oleifera Lam. from Nsukka, South-Eastern Nigeria.
IOSR Journal of Pharmacy and Biological Sciences. 9(1): 2319–7676.

Palada MC dan Chang LC. 2003. Suggested Cultural Practices for Moringa.
Taiwan: AVRDC Inc.

Pandey A, Pandey RD, Tripathi P, Gupta PP, Haider J, Bhatt S, Singh AV. 2014.
Medicinal and Aromatic Plants Moringa Oleifera Lam. (Sahijan - A Plant
with a Plethora of Diverse Therapeutic Benefits: An Updated Retrospection,
Journal of Medical Aromatic Plants. 1(1): 1–8.

Pardede A, Ratnawati D, Putranto A. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol


dari Kulit Batang Manggis (Garcinia cymosa). Media Sains. 6: 60–66.

Pelczar MJ dan Chan ECS. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Jakarta: UI Press.

Philip AG. 2006. Cosmetic Microbiology. New York: Taylor and Francis Group.

Plata K, Adriana ER, Grzegorz W. 2009. Staphylococcus Aureus as an Infectious


Agent: Overview of Biochemistry and Molecular Genetics of Its
Pathogenicity. Acta Biochimica Polonica. 56(4): 597-612.

Porras-Reyee BH, Lewis WH, Roman J, Simchowitz L, Mustoe TA. 1993.


Enhancement of Wound Healing by the Alkaloid Taspine Defining
Mechanism of Action. Experimental Biology and Medicine. 203(1): 18–25.

Prakash D, Upadhyay G, Gupta C, Pushpangadan P, Singh K. 2012. Antioxidant


and Free Radical Scavenging Activities of Some Promising Wild Edible
Fruits. International Food Research Journal. 19(3): 1109–1116.

Prastyanto W, Sukirno, Rinihapsari E. 2012. Aktivitas Antibakteri Derivat Metil


Minyak Atsiri Bunga Mawar (Rossa Hybrida Hort) Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Staphylococcus Aureus ATCC 25923 [Skripsi]. Jember: Universitas
Jember.

68
Pratiwi ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

Rahayu WP. 1998. Diktat Penilaian Organoleptik. Bogor: Institut Pertanian


Bogor.

Rajanandh MG dan Kavitha J. 2015. Quantitative Estimation of β -Sitosterol ,


Total Phenolic and Flavonoid Compounds in the Leaves of Moringa
Oleifera Quantitative Estimation of β -Sitosterol, Total Phenolic and
Flavonoid Compounds in the Leaves of Moringa Oleifera. Journal,
International Pharmtech 2(2): 1409–1414.

Reygaert WC. 2016. Insights on the Antimicrobial Resistance Mechanisms of


Bacteria. Advances in Clinical and Medical Microbiology. 2(1): 1–11.

Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Institut


Teknologi Bandung.

Saleem R. 1995. Studies in the Chemical Constituents of Moringa Oleifera Lam


and Preparation of the Potential Biologically Significant Derivatives of 8-
Hydroxyquinoline. [Repository]. Karachi: University of Karachi.

Sangi M, Runtuwene MRJ, Simbala HEI, Makang VMA. 2008. Analisis


Fitokimia Tumbuhan Obat Di Kabupaten Minahasa Utara. Chemistry
Progress. 1(1): 47–53.

Sastrohamidjojo H. 2005. Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Sastrohamidjojo H dan Pranowo HD. 1985. Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit


Liberty.

Saleh E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Sumatera Utara:
Universitas Sumatera Utara Press. 2-7

Savitri E, Fakhrurrazi, Harris A. 2018. Uji Antibakteri Ekstrak Daun Kelor


(Moringa Oleifera L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
Aureus. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner. 2(3): 373–379.

Sayuti K dan Yenrina R. 2015. Antioksidan Alami Dan Sintetik. Padang: Andalas
University Press.

Savadogo A. 2011. Determination of Chemical Composition and Nutritional


Values of Moringa Oleifera Leaves. Pakistan Journal of Nutrition. 10(3):
264–268

Septiani S, Wathoni N, Mita SR. 2011. Formulasi Sediaan Masker Gel


Antioksidan Dari Ekstrak Etanol Biji Belinjo [Skripsi]. Bandung:
Universitas Padjajaran.

69
Setyaningsih D, Anton A, Maya PS. 2010. Analisis Sensori Untuk Industri
Pangan Dan Agro. Bogor: IPB Press.

Shanta N dan Napotilano GE. 1992. Review: Gas Chromatography of Fatty Acid.
Journal of Chromatography. 625(1): 37-51

Simbolan JM, Simbolan M, Katharina N. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor.


Yogyakarta: Kanisius.

Sjoblom J. 2006. Emulsions and Emulsion Stability. New York: Taylor and
Francis Group.

Small E. 2012. Top 100 Exotic Food Plants. New York (US): CRC Press.

Sudjadi. 1991. Metode Pemisahan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Supardi I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan


Produk Pangan. Bandung: Alumni.

Suryani A, Sailah I, Hambali E. 2002. Teknologi Elmus. Bogor: IPB Press.

Sutrisno dan Lisawati. 2011. Efek Pemberian Ekstrak Metanol Daun Kelor
(Moringa Oleifera) Meningkatkan Apoptosis Pada Sel Epitel Kolon Tikus
(Ratus Norvegius) Wister Yang Diinduksi (7,12 Dimethybenz(α)Anthracene)
DMBA [Skripsi]. Malang: Universitas Brawijaya.

Syahrurachman A, Chatim A, Soebandrio A, Karuniawati A, Santoso A, Harun B.


1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara.

Syarif RA, Aktsar RA, Malik A. 2008. Identifikasi Golongan Senyawa


Antioksidan Dengan Menggunakan Metode Perendaman Radikal Bebas
DPPH Ekstrak Etanol Daun Cordia Myxa L. Fitofarmaka Indonesia. 2(1):
83–89.

Tharwat, T. 2013. Emulsion Formation and Stability. London: John Wiley and
Sons Inc.

Tiwari P, Kumar B, Kaur M, Kaur G, Kaur H. 2011. Phytochemical Screening


and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia. 1(1):
98–106.

Tomayahu R. 2014. Identifikasi Senyawa Aktif dan Uji Toksisitas Ekstrak Daun
Binahong (Andrederacordifolia Ten.Steenis) dengan Metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) [Tesis]. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.

Tranggono RI dan Latifah F. 2014. Buku Pegangan Dasar Kosmetologi. Jakarta:


Sagung Seto.

70
Vongsak B, Sithisarn P, Mangmool S, Thongpraditchote S, Wongkrajang Y,
Gritsanapan W. 2013. Maximizing Total Phenolics, Total Flavonoids
Contents and Antioxidant Activity of Moringa Oleifera Leaf Extract by the
Appropriate Extraction Method. Industrial Crops and Products. 44: 566–
571.

Waluyo L. 2008. Teknik Dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. Malang:


Universitas Muhammadiyah Malang.

Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit


Universitas indonesia.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan Dan Gizi. Bogor: MBRIO Press.

Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami Dan Radikal Bebas: Potensi Dari


Aplikasinya Dalam Kesehatan. Yogyakarta: Kansius.

Windono T, Budiono R, Ivone, Valentina S, Saputro Y. 2001. Uji Peredam


Radikal Bebas Terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH) Dari
Ekstrak Kulit Buah Dan Biji Anggur (Vitis Vinifera L.) Probolinggo Biru
dan Bali. Artocarpus Surabaya. 4(2): 47-51.

Zuhra CF, Tarigan JB, Sihotang H. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa


Flavonoid DAri Daun Katuk (Sauropus Androgunus (L) Merr.). Jurnal
Biologi Sumatra. 3(1): 10–13.

71
LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil determinas tanaman

72
Lampiran 2. Hasil ekstraksi

Sampel Berat Ekstrak


42,003 4,5024

Contoh perhitungan:

73
Lampiran 3. Pembuatan reagen fitokimia

1. Lieberman Burchard
Ditambahkan 5 ml asam asetat anhidrat ke dalam 5 ml asam sulfat pekat
secara perlahan, kemudian ditambahkan etanol absolut sampai volume 50
ml lalu didinginkan dengan air es. Pereaksi ini harus dibuat baru (Mulyono,
2009).
2. Wagner
Pereaksi wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian
ditambahkan 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodide lalu dilarutkan dan
diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini
berwarna coklat.
3. FeCl3 1 %
Ditimbang 1 gram FeCl3 ke dalam labu ukur 100 ml kemudian dikocok
hingga homogen.

74
Lampiran 4. Uji aktivitas antioksidan daun kelor
Tabel 20. Pengukuran aktivitas antioksidan daun kelor

Ulangan Konsentrasi Absorbansi Persen IC50 IC50 (µg/ml)


(µg/ml) Inhibisi (%) (µg/ml) (Mean ± SD)
Blanko 0,336 0
1,5625 0,331 1,488
3,125 0,318 5,357
1 6,25 0,307 8,631 56,431
12,5 0,293 12,798
25 0,255 24,107
50 0,188 44,048 56,3385 ±
0,1308
Blanko 0,335 0
1,5625 0,331 1,194
3,125 0,318 5,075
2 6,25 0,308 8,060 56,246
12,5 0,293 12,537
25 0,255 23,880
50 0,187 44,179

Gambar 12. Kurva daun kelor ulangan 1

Gambar 13. Kurva daun kelor ulangan 2

75
Lampiran 5. Uji aktivitas antioksidan asam askorbat
Tabel 21. Pengukuran aktivitas antioksidan asam askorbat

Ulangan Konsentrasi Absorbansi Persen IC50 IC50 (µg/ml)


(µg/ml) Inhibisi (%) (µg/ml) (Mean ± SD)
0,25 0,241 3,984
0,5 0,228 9,163
1 1 0,199 20,717 2,173
2 0,137 45,418
4 0,013 94,820 2,171 ± 0,002
0,25 0,242 3,585
0,5 0,228 9,163
2 1 0,201 19,92 2,170
2 0,136 45,816
4 0,012 95,219

Gambar 14. Kurva asam askorbat ulangan 1

Gambar 15. Kurva asam askorbat ulangan 2

76
Lampiran 6. Uji aktivitas antibakteri daun kelor

1. Parameter : Aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus


2. Metode : Difusi-Cakram
3. Kontrol (+) : Antibiotik
4. Kontrol (-) : Akuades steril (pelarut pengenceran)

Tabel 22. Nilai diameter zona hambat ekstrak

Diameter Daya Hambat (mm) Rata-Rata (mm) SD


Konsentrasi
Simplo Duplo
Kontrol + 30,6 31,2 30,9 0,424
Kontrol - 6 6 6 0
Pekat 6 6 6 0
12,5 ppm 11,6 11,3 11,45 0,212
25 ppm 12,2 12,6 12,4 0,282
50 ppm 13,8 15,3 14,55 1,06
100 ppm 18,5 15,5 17 2,12

Tabel 23. Nilai diameter zona hambat masker

Diameter Daya Hambat (mm) Rata-Rata (mm) SD


Konsentrasi
Simplo Duplo
Kontrol + 24 24 24 0
Kontrol - 6 6 6 0
F0 10 10,1 10,05 0,070
F1 9,8 9 9,4 0,565
F2 10 10 10 0
F3 11 11 11 0
F4 12 12,2 12,1 0,141

Keterangan :
F0 : Tanpa penambahan daun kelor
F1 : Penambahan daun kelor 12,5%
F2 : Penambahan daun kelor 17,5%
F3 : Penambahan daun kelor 25%
F4 : Penambahan daun kelor 35%

77
Lampiran 7. Hasil rekapitulasi uji organoleptik masker bubuk daun kelor

Tabel 24. Hasil analisis ragam tekstur masker daun kelor


Panelis F0 F1 F2 F3 F4
1 2 2 4 5 5
2 3 4 3 3 4
3 2 3 5 4 5
4 4 4 5 3 2
5 3 3 3 3 3
6 3 4 4 2 3
7 2 4 5 2 5
8 1 2 4 2 3
9 3 4 4 4 2
10 2 3 2 3 4
11 3 4 3 3 3
12 2 4 3 2 2
13 4 4 4 3 2
14 5 5 4 4 4
15 2 3 2 1 1
16 1 2 2 2 2
17 4 3 2 3 3
18 5 4 3 2 2
19 4 3 4 4 4
20 3 4 4 4 4
21 4 3 3 3 4
22 2 3 3 3 3
23 2 4 5 4 2
24 4 4 4 4 4
25 3 4 3 3 4
26 3 5 3 3 4
27 5 3 4 4 4
28 3 3 4 5 4
29 3 4 5 5 4
30 4 2 4 3 4
31 3 4 4 5 5
32 1 1 3 4 4
33 2 3 3 4 4
34 4 3 3 3 3
35 3 4 4 4 5
36 4 3 3 3 3
37 4 5 3 5 3
38 4 4 5 4 5
39 5 5 4 4 4
40 3 3 4 4 5
41 5 5 4 4 5
42 4 4 4 4 1
43 5 1 2 3 4
44 3 3 2 3 2
45 4 4 4 4 4
Jumlah 145 156 160 154 157
Rata-rata 3,222 3,467 3,556 3,422 3,49

78
Tabel 25. Hasil analisis ragam warna masker daun kelor
Panelis F0 F1 F2 F3 F4
1 3 3 3 5 5
2 4 4 3 3 3
3 3 4 5 4 5
4 5 5 5 4 2
5 3 3 3 3 2
6 4 4 4 2 2
7 4 4 5 4 5
8 3 3 4 3 1
9 3 4 4 3 2
10 5 4 4 3 3
11 5 3 3 3 3
12 2 4 3 3 3
13 4 3 2 1 1
14 5 5 4 4 3
15 3 2 3 4 3
16 4 4 4 4 4
17 5 4 4 2 2
18 5 3 2 3 3
19 5 3 3 3 3
20 4 3 2 2 2
21 5 4 4 4 3
22 4 3 3 3 2
23 4 4 4 3 2
24 4 3 3 2 2
25 4 4 3 3 3
26 5 4 4 4 4
27 4 3 4 4 3
28 3 3 3 3 2
29 4 4 5 3 3
30 4 3 3 2 3
31 4 3 3 3 3
32 2 3 3 4 4
33 4 4 4 4 4
34 4 3 3 3 2
35 4 4 4 4 5
36 5 4 4 4 4
37 3 4 3 5 3
38 5 4 3 3 3
39 4 4 4 4 4
40 2 3 4 4 5
41 4 4 5 4 5
42 5 5 4 2 2
43 3 4 1 2 5
44 3 3 2 2 3
45 4 3 3 2 2
Jumlah 176 162 156 144 138
Rata-rata 3,911 3,6 3,467 3,2 3,07

79
Tabel 26. Hasil analisis ragam aroma masker daun kelor
Panelis F0 F1 F2 F3 F4
1 5 3 5 2 2
2 4 3 3 2 3
3 2 3 4 4 5
4 5 4 5 4 2
5 4 3 4 3 3
6 2 3 3 3 4
7 3 4 4 4 4
8 3 2 4 2 1
9 4 1 2 2 2
10 4 2 3 4 1
11 3 2 1 1 1
12 2 4 4 3 3
13 5 1 1 1 1
14 5 4 4 4 4
15 2 2 2 3 4
16 2 4 4 3 3
17 5 3 3 2 2
18 3 4 2 1 1
19 1 1 1 2 1
20 4 2 2 2 2
21 5 3 4 3 3
22 3 1 1 2 2
23 4 3 3 3 2
24 4 3 2 2 3
25 4 3 3 2 3
26 5 5 4 4 5
27 3 2 3 2 2
28 4 3 4 2 2
29 1 5 5 4 4
30 4 3 3 3 3
31 5 4 5 5 5
32 2 1 2 3 4
33 4 3 3 2 2
34 5 4 3 4 4
35 5 4 4 4 5
36 5 4 4 3 3
37 5 2 2 2 1
38 4 1 2 4 3
39 5 4 3 4 4
40 2 4 4 4 5
41 4 4 4 5 5
42 4 3 2 2 2
43 5 1 4 2 3
44 4 1 1 1 1
45 3 4 3 4 3
Jumlah 167 130 139 128 128
Rata-rata 3,711 2,889 3,089 2,844 2,844

80
Tabel 27. Hasil analisis ragam homogenitas masker daun kelor
Panelis F0 F1 F2 F3 F4
1 2 3 3 5 4
2 4 3 3 3 3
3 4 3 5 4 5
4 4 5 5 4 2
5 3 3 3 3 3
6 4 4 4 2 3
7 1 4 5 5 5
8 1 2 3 3 2
9 2 4 4 4 3
10 3 3 3 3 3
11 4 4 4 4 3
12 2 4 2 2 2
13 2 4 3 2 2
14 5 4 4 4 4
15 3 4 3 3 3
16 1 3 3 3 3
17 4 4 3 3 3
18 4 3 3 2 2
19 4 2 4 2 4
20 3 4 3 3 3
21 5 5 5 5 5
22 3 3 4 4 5
23 2 4 4 4 2
24 4 3 3 3 3
25 4 4 4 4 4
26 4 5 5 4 5
27 5 2 3 4 4
28 4 4 4 4 4
29 2 3 4 4 4
30 4 3 4 5 5
31 3 4 4 4 4
32 1 4 4 4 5
33 2 4 4 4 4
34 3 4 4 4 4
35 4 4 4 5 5
36 4 4 4 3 3
37 3 4 4 4 3
38 3 3 3 4 5
39 4 4 4 5 5
40 2 3 3 4 5
41 4 5 5 4 5
42 4 5 5 5 3
43 4 5 2 3 1
44 3 3 3 3 3
45 4 4 4 4 4
Jumlah 145 166 167 165 162
Rata-rata 3,222 3,689 3,711 3,667 3,6

81
Tabel 28. Hasil analisis ragam kesukaan umum masker daun kelor
Panelis F0 F1 F2 F3 F4
1 3 3 3 4 3
2 4 3 3 3 3
3 2 2 5 4 5
4 5 5 5 4 2
5 3 3 3 3 3
6 3 3 4 2 3
7 2 2 4 2 5
8 2 2 3 2 2
9 4 3 3 3 2
10 2 2 3 4 4
11 4 4 3 3 3
12 2 4 3 3 3
13 5 4 3 2 1
14 5 5 4 4 4
15 3 3 2 3 2
16 2 3 1 2 2
17 5 3 2 2 2
18 4 2 2 1 1
19 3 2 2 2 2
20 4 3 3 2 2
21 4 3 4 3 4
22 3 2 2 3 2
23 2 3 4 4 2
24 4 3 4 3 3
25 4 3 3 3 3
26 4 5 3 4 4
27 5 4 3 3 2
28 4 2 3 3 3
29 1 5 5 3 4
30 5 2 2 4 4
31 3 4 4 4 4
32 2 3 4 4 5
33 3 4 4 3 3
34 4 3 3 3 3
35 5 2 2 3 4
36 5 4 4 3 3
37 4 4 3 4 3
38 4 3 3 4 5
39 4 4 5 5 3
40 2 3 3 4 4
41 4 4 4 5 5
42 4 5 4 4 2
43 3 4 5 2 1
44 4 3 2 2 2
45 3 4 4 3 2
Jumlah 157 147 148 141 134
Rata-rata 3,489 3,267 3,29 3,133 2,978

82
Lampiran 8. Hasil uji analisis masker
1. Nilai pH

Tabel 29. Nilai pH


Nilai pH
Perlakuan Rata-Rata
Ulangan 1 Ulangan 2
F0 6,02 6,02 6,02
F1 5,85 5,87 5,86
F2 5,72 5,73 5,72
F3 5,50 5,50 5,50
F4 5,45 5,46 5,45

2. Bobot Jenis

Tabel 30. Nilai bobot jenis


Bobot Jenis (g/mL)
Perlakuan Rata-Rata
Ulangan 1 Ulangan 2
F0 1,0150 1,0633 1,0391
F1 1,0173 1,0105 1,0139
F2 1,0173 1,0887 1,0530
F3 1,0179 1,0532 1,0355
F4 1,0187 1,0424 1,0305

3. Stabilitas Emulsi

Tabel 31. Nilai stabilitas emulsi


Stabilitas Emulsi
Perlakuan Rata-Rata
Ulangan 1 Ulangan 2
F0 96,1324 97,0105 96,5714
F1 96,9043 96,8260 96,8651
F2 96,8952 97,1845 97,0398
F3 97,1828 96,9214 97,0521
F4 97,1892 96,2424 96,7158

83
Lampiran 9. Hasil uji aktivitas antioksidan masker bubuk daun kelor

Tabel 32. Persen inhibisi masker daun kelor

Sampel Persen Inhibisi (%) ± SD


F0 6,500 ± 0,995
F1 28,905 ± 1,753
F2 51,442 ± 1,425
F3 60,835 ± 1,182
F4 66,040 ± 0,066
Asam Askorbat 96,242 ± 0,015

Gambar 16. Kurva persen inhibisi masker daun kelor

84
Lampiran 10. Hasil statistika oneway anova uji organoleptik masker
1. Tekstur

Descriptives
Tekstur
N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval for Min Max
Deviation Error Mean
Lower Bound Upper Bound
F0 45 3.42 .941 .140 3.14 3.70 1 5
F1 45 3.47 .968 .144 3.18 3.76 1 5
F2 45 3.56 .893 .133 3.29 3.82 2 5
F3 45 3.22 1.126 .168 2.88 3.56 1 5
F4 45 3.49 1.121 .167 3.15 3.83 1 5
Total 225 3.43 1.012 .067 3.30 3.56 1 5

ANOVA
Tekstur

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


Between Groups 2.871 4 .718 .698 .594
Within Groups 226.311 220 1.029
Total 229.182 224

Keterangan :
F0 : Tanpa penambahan daun kelor
F1 : Penambahan daun kelor 12,5%
F2 : Penambahan daun kelor 17,5%
F3 : Penambahan daun kelor 25%
F4 : Penambahan daun kelor 35%

85
2. Warna
Descriptives
Warna
N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval for Min Max
Deviation Error Mean
Lower Bound Upper Bound
F0 45 3.20 .894 .133 2.93 3.47 1 5
F1 45 3.60 .654 .097 3.40 3.80 2 5
F2 45 3.47 .894 .133 3.20 3.74 1 5
F3 45 3.91 .874 .130 3.65 4.17 2 5
F4 45 3.07 1.116 .166 2.73 3.40 1 5
Total 225 3.45 .939 .063 3.33 3.57 1 5

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


Between Groups 20.018 4 5.004 6.198 .000
Within Groups 177.644 220 .807
Total 197.662 224

Uji Lanjut Duncan


Warna
Duncan
Konsentrasi N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
F4 45 3.07
F3 45 3.20 3.20
F2 45 3.47 3.47
F1 45 3.60 3.60
F0 45 3.91
Sig. .482 .161 .482 .102
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 45.000.

86
3. Aroma

Descriptives
Aroma
N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval for Min Max
Deviation Error Mean
Lower Bound Upper Bound
F0 45 2.84 1.086 .162 2.52 3.17 1 5
F1 45 2.89 1.172 .175 2.54 3.24 1 5
F2 45 3.09 1.164 .174 2.74 3.44 1 5
F3 45 3.71 1.199 .179 3.35 4.07 1 5
F4 45 2.84 1.296 .193 2.46 3.23 1 5
Total 225 3.08 1.221 .081 2.92 3.24 1 5

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


Between Groups 24.560 4 6.140 4.369 .002
Within Groups 309.156 220 1.405
Total 333.716 224

Uji Lanjut Duncan


Aroma
Duncan
Konsentrasi N Subset for alpha = 0.05
1 2
F3 45 2.84
F4 45 2.84
F2 45 2.89
F1 45 3.09
F0 45 3.71
Sig. .380 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 45.000.

87
4. Homogenitas

Descriptives
Homogenitas
N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval for Min Max
Deviation Error Mean
Lower Bound Upper Bound
F3 45 3.67 .879 .131 3.40 3.93 2 5
F1 45 3.69 .793 .118 3.45 3.93 2 5
F2 45 3.71 .787 .117 3.47 3.95 2 5
F0 45 3.22 1.106 .165 2.89 3.55 1 5
F4 45 3.60 1.095 .163 3.27 3.93 1 5
Total 225 3.58 .952 .063 3.45 3.70 1 5

ANOVA
Homogenitas
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 7.422 4 1.856 2.088 .083
Within Groups 195.467 220 .888
Total 202.889 224

Uji Lanjut Duncan


Homogenitas
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Aroma N
1 2
F0 45 3.22
F4 45 3.60 3.60
F3 45 3.67
F2 45 3.69
F1 45 3.71
Sig. .059 .617
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 45.000.

88
5. Kesukaan Umum
Descriptives
Kesukaan Umum
N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval for Min Max
Deviation Error Mean
Lower Bound Upper Bound
F3 45 3.13 .894 .133 2.86 3.40 1 5
F1 45 3.27 .939 .140 2.98 3.55 2 5
F2 45 3.29 .968 .144 3.00 3.58 1 5
F0 45 3.49 1.079 .161 3.16 3.81 1 5
F4 45 2.98 1.118 .167 2.64 3.31 1 5
Total 225 3.23 1.009 .067 3.10 3.36 1 5

ANOVA
Kesukaan Umum
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6.516 4 1.629 1.618 .171
Within Groups 221.467 220 1.007
Total 227.982 224

Uji Lanjut Duncan


Kesukaan umum
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Konsentrasi N
1 2
F4 45 2.98
F3 45 3.13 3.13
F1 45 3.27 3.27
F2 45 3.29 3.29
F0 45 3.49
Sig. .184 .128
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 45.000.

89
Lampiran 11. Hasil statistika oneway anova uji antioksidan masker

Descriptives
Persen_inhibisi
N Mean Std. Std. Error 95% Confidence Interval for Min Max
Deviation Mean
Lower Bound Upper Bound
F0 2 6.500 .995 .704 -2.441 15.443 5.797 7.205
F1 2 28.905 1.753 1.240 13.155 44.656 27.666 30.145
F2 2 51.442 1.425 1.008 38.642 64.242 50.435 52.450
F3 2 60.836 1.182 .838 50.217 71.455 60.000 61.672
F4 2 66.040 .066 .046 65.451 66.630 65.994 66.087
FVitC 2 96.243 .015 .011 96.105 96.381 96.232 96.254
Total 12 51.661 29.663 8.563 32.814 70.509 5.797 96.254

ANOVA
Persen_inhibisi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 9671.581 5 1934.316 1548.495 .000
Within Groups 7.495 6 1.249
Total 9679.075 11

Uji Lanjut Duncan


Persen_inhibisi
Duncan
Subset for alpha = 0.05
N 1 2 3 4 5 6
F0 2 6.501
F2 2 28.905
F3 2 51.442
F4 2 60.836
F5 2 66.041
FVitC 2 96.243
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

90
Lampiran 12. Hasil statistika oneway anova uji analisis masker
1. Nilai pH
Descriptives
Nilai_pH
N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval for Min Max
Deviation Error Mean
Lower Bound Upper Bound
F3 2 5.500 .000 .000 5.500 5.500 5.50 5.50
F1 2 5.860 .014 .010 5.733 5.987 5.85 5.87
F2 2 5.725 .007 .005 5.662 5.788 5.72 5.73
F0 2 6.020 .000 .000 6.020 6.020 6.02 6.02
F4 2 5.455 .007 .005 5.392 5.518 5.45 5.46
Total 10 5.712 .225 .072 5.551 5.873 5.45 6.02

ANOVA
Nilai_pH
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .456 4 .114 1899.417 .000
Within Groups .000 5 .000
Total .456 9

Uji Lanjut Duncan


Nilai_pH
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Sampel N
1 2 3 4 5
F4 2 5.455
F3 2 5.500
F2 2 5.725
F1 2 5.860
F0 2 6.020
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

91
2. Bobot Jenis
Descriptives
Bobot_Jenis
N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval for Min Max
Deviation Error Mean
Lower Bound Upper Bound
F3 2 1.035 .025 .018 .811 1.260 1.017 1.053
F1 2 1.014 .005 .0038 .971 1.057 1.011 1.017
F2 2 1.053 .050 .036 .599 1.507 1.017 1.089
F0 2 1.039 .034 .024 .732 1.346 1.015 1.063
F4 2 1.031 .017 .012 .879 1.181 1.019 1.042
Total 10 1.034 .026 .008 1.015 1.053 1.011 1.089

ANOVA
Bobot_Jenis
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .002 4 .000 .433 .781
Within Groups .005 5 .001
Total .006 9

92
3. Stabilitas Emulsi
Descriptives
Stabilitas_Emulsi
N Mean Std. Std. 95% Confidence Min Max
Deviation Error Interval for Mean
Lower Upper
Bound Bound
F3 2 97.052 .185 .131 95.391 98.713 96.921 97.183
F1 2 96.865 .055 .039 96.368 97.362 96.826 96.904
F2 2 97.039 .204 .145 95.202 98.878 96.895 97.184
F0 2 96.571 .621 .439 90.993 102.150 96.132 97.011
F4 2 96.715 .670 .473 90.701 102.731 96.242 97.189
Total 10 96.848 .374 .118 96.581 97.116 96.132 97.189

ANOVA
Stabilitas_emulsi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .345 4 .086 .473 .756
Within Groups .913 5 .183
Total 1.258 9

93
Lampiran 13. Hasil kromatogram uji analisis komponen kimia GC-MS

94
Lampiran 14. Hasil uji analisis GC-MS ekstrak metanol daun kelor
Peak R.Time Area % Similarity Nama Senyawa
Index (SI)
1 7.227 4.33 94 1,2,3-Propanetriol (CAS) Glycerol
2 9.837 1.02 69 4H-Pyran-4-one, 3-hydroxy-2-methyl-
(CAS) Maltol
3 11.607 4.26 93 4H-Pyran-4-one, 2,3-dihydro-3,5-
dihydroxy-6-methyl- (CAS) 3,5-
dihydroxy-2-methyl-5,6-dihydropyran
4 13.792 2.17 81 1,2,3-Propanetriol monoacetate
5 14.488 2.79 78 1,3-Dioxolane, 2-ethenyl-2,4-dimethyl-,
trans-2,4-Dimethyl-2-vinyl-1,3-dioxolane
6 17.836 6.52 82 2-amino-9-(3,4-dihydroxy-5-
hydroxymethyl-tetrahydrofuran)-3,9-
dihydropuri
7 21.165 7.42 84 Asam Quinic
8 26.383 1.90 83 Pentadecanoic acid, 14-methyl-, methyl
ester (CAS) methyl-14-methyll-
pentadecanoat
10 28.931 4.32 87 9,12,15-Octadecatrienoic acid, methyl
ester (CAS) Methyl 9,12,15-
octadecatrienoate
11 29.075 2.95 89 2-Hexadecen-1-ol, 3,7,11,15-tetramethyl-,
[R-[R*,R*-(E)]]- (CAS) Phytol
12 29.439 41.81 91 9,12,15-Octadecatrienoic acid, (Z,Z,Z)-
Linolenic acid
13 29.739 2.81 79 Octadecanoic acid, 2-(2-hydroxyethoxy)
ethyl ester

95
Lampiran 15. Gambar alat, bahan dan proses penelitian

Proses pengeringan sampel Proses maserasi sampel

Pengujian antioksidan ekstrak Pengujian antibakteri ekstrak

Pengujian antioksidan masker Pengujian antibakteri masker

96
Hasil ekstraksi daun kelor Pengujian alkaloid

Pengujian flavonoid Pengujian saponin

Pengujian fenolat Pengujian triterpenoid dan steroid

97
Pengujian tanin Pembuatan masker bubuk

Analisis stabilitas emulsi masker Analisis pH masker

Analisis cemaran mikroba masker Analisis bobot jenis masker

98
Lampiran 16. Lembar kesediaan panelis

99
Lampiran 17. Lembar uji kuisioner organoleptik

DISKRIPSI PRODUK MASKER BUBUK

DEFINISI:
Menurut SNI 16-6070-1999, sediaan masker adalah sediaan kosmetika
dimana campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya, digunakan untuk
memberikan rasa kencang pada kulit dan efek membersihkan. Masker bubuk merupakan
salah satu sediaan masker dalam bentuk serbuk dan biasanya masker ini terbuat dari bahan-
bahan yang dihaluskan dan diambil airnya.

KARAKTERISTIK:
Berbentuk serbuk dengan diameter tertentu (berbeda-beda). Tekstur masker yang ideal
adalah lembut, halus, kurang padat (serbuk). Masker memiliki warna berbeda-beda
tergantung bahan dasar yang digunakan namun pada masker ini memiliki warna
kekuningan alami yang mendekati warna campuran dari tepung beras (jika tanpa
pewarna), sedangkan aroma masker adalah aroma yang khas masker tanpa ada bau negatif.
Homogenitas masker adalah biasanya bercampurnya bahan-bahan yang digunakan secara
sempurna.

CARA PENGGUNAAN
Masker biasa digunakan sebagai pembersih dan menghaluskan wajah. Masker dapat
digunakan secara langsung kapanpun dan dimanapun. Masker bubuk ini digunakan dengan
cara melarutkannya masker dengan air mawar sehingga dapat berbentuk pasta selanjutnya
dioleskan ke punggung tangan.

ACUAN PENILAIAN OLEH PANELIS


SCORE KRITERIA KARAKTER MASKER
5 Sangat suka Jika sampel sangat sesuai dengan karakteristik masker
(seperti penjelasan diatas), tanpa ada kekurangan.
4 Suka Jika sampel memiliki karakteristik masker tetapi ada
sedikit kekurangan
3 Agak suka Jika sampel memiliki karakteristik masker tetapi
kekurangan lebih banyak
2 Tidak suka Jika sampel tidak sesuai dengan karakteristik masker
dan panelis
1 Sangat tidak suka Jika sampel sangat tidak sesuai dengan karakteristik masker

100
UJI MUTU ORGANOLEPTIK
Karakterisasi Produk Masker Bubuk

Nama Panelis :………………………………… Tanggal Pengujian :……………….


Jenis Sampel : Masker Bubuk
Instruksi : Dihadapan saudara terdapat lima sampel berkode.
Untuk Tekstur peganglah sambil diamati, lalu berilah penilaian dengan tanda ( ), langsung tanpa
membandingkan dengan sampel yang lain.
Untuk warna, amati dengan indra penglihatan mata dan berilah penilaian.
Untuk aroma, hiruplah dengan hidung, lalu dipegang sambil diamati dan langsung berikan penilaian
anda (tand ), tanpa membandingkan dengan sampel yang lain.
Kode Sampel
Spesifikasi Nilai 361 195 251 106 549
TEKSTUR
Sangat tidak sesuai dengan tekstur khas masker 1
Tidak sesuai dengan tekstur khas masker 2
Agak sesuai dengan tekstur khas masker 3
Sesuai (pas) dengan tekstur khas masker 4
Sangat sesuai dengan tekstur khas masker 5

WARNA
Sangat tidak sesuai dengan warna khas masker 1
Tidak sesuai dengan warna khas masker 2
Agak sesuai dengan warna khas masker 3
Sesuai (pas) dengan warna khas masker 4
Sangat sesuai dengan warna khas masker 5
AROMA
Sangat tidak sesuai dengan aroma khas masker 1
Tidak sesuai dengan aroma khas masker 2
Agak sesuai dengan aroma khas masker 3
Sesuai (pas) dengan aroma khas masker 4
Sangat sesuai dengan aroma khas masker 5

101
UJI MUTU ORGANOLEPTIK
Karakterisasi Produk Masker Bubuk

Nama Panelis :………………………………… Tanggal Pengujian :………………..


Jenis Sampel : Masker Bubuk
Instruksi : Dihadapan saudara terdapat lima sampel berkode. Peganglah dan
dioleskan ke punggung tangan sambil diamati homogenitas masker tersebut dan berikan
pernyataan anda dengan tanda checklist ( pada kolom skor nilai. Tanpa
membandingkan antar sampel.
Untuk Kesukaan Umum nyatakanlah tingkat kesukaan dari kesan keseluruhan
tiap sampel tersebut. Lalu nyatakan skor nilainya dengan tanda )

Kode Sampel
Spesifikasi Nilai 361 195 251 106 549

HOMOGENITAS
Sangat tidak homogen, (bentuk lain yang tidak
dikehendaki sangat nyata) 1
Tidak homogen, (ada sedikit bentuk lain yang tidak
dikehendaki) 2
Agak homogen, (agak (seperti) bentuk khas masker) 3
Homogen, (Sesuai bentuk khas masker) 4
Sangat homogen, (sangat sesuai bentuk khas masker) 5
KESUKAAN UMUM
Sangat tidak suka 1
Tidak suka 2
Agak suka 3
Suka 4
Sangat suka 5

Komentar: ............................................... Jakarta,………………

................................................................... Tanda Tangan Panelis

……………

102

Anda mungkin juga menyukai