Anda di halaman 1dari 97

PENGUJIAN KOMBINASI DAYA RACUN BAHAN AKTIF

RODENTISIDA DAN DEDAK PADI (rice bran) TERHADAP


HAMA TIKUS DI LABORATORIUM

LAPORAN AKHIR/SKRIPSI

NURUL HIKMAH ABUSTANG


19.402010.03

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2023

i
PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Akhir Skripsi dengan Judul
“Pengujiam Kombinasi Daya Racun Bahan Aktif Rodentisida dan Dedak Padi (rice
bran) Terhadap Hama Tikus di Laboratorium” adalah karya saya dengan arahan
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftra Pustaka di bagian akhir Laporan Akhir Skripsi ini. Penulisan ini ditulis
dengan mengikuti kaidah penulisan ilmiah.

Tarakan, 20 Agustus 2023

Nurul Hikmah Abustang


19.402010.03

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengujian Kombinasi Daya Racun Bahan Aktif Rodentisida dan
Dedak Padi (rice bran) Terhadap Hama Tikus di Laboratorium

Nama : Nurul Hikmah Abustang

NPM : 1940201003

Jurusan : Agroteknologi

Disetujui oleh :

Pembimbing
Abdul Rahim, S.P, M.Si, Ph.D
197812162012121000

Dekan Fakultas Pertanian

Abdul Rahim, S.P, M.Si, Ph.D


197812162012121000/1116127801

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengujiam Kombinasi Daya Racun Bahan Aktif Rodentisida dan
Dedak Padi (rice bran) Terhadap Hama Tikus di Laboratorium

Nama : Nurul Hikmah Abustang


NPM : 1940201003
Jurusan : Agroteknologi

Penguji 1

Dr. Titik Ismandari, S.P, M.Sc


197907032012122001/1103077901

Penguji II

Nurul Chairiyah, S.Si, M.Si


198812122018072001/0012128805

Penguji III

Muh. Adiwena, S.P, M.Si


008039102

iv
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengujiam Kombinasi Daya Racun Bahan
Aktif Rodentisida dan Dedak Padi (rice bran) Terhadap Hama Tikus di
Laboratorium”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana
(SI) Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Borneo Tarakan. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak Abdul Rahim, S.P, M.Si, Ph.D selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan, arahan serta saran yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan.
2. Bapak/Ibu Penguji Dr. Titik Ismandari. S.P, M.Sc, Nurul Chairiyah, S.P, M.Sc,
Muh.Adiwena, S.P, M.Si. yang telah memberikan saran dan masukan dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Pertanian Universitas Borneo Tarakan yang
telah memberikan ilmu pengetahuan yang tak ternilai selama penulis
menempuh pendidikan di Universitas Borneo Tarakan.
4. Teristimewa kepada orang tua yang saya cintai yaitu Ayahanda Abustang,
Ibunda Jumriah yang telah mendoakan dan memberikan dukungan penuh
sehingga penulis dapat menyeselesaikan skripsi ini.
5. Kakak tercinta saya yaitu Nurul Hijrah, Akbar, Ilham dan Nurul Fitrah yang
telah mendoakan, memotivasi dan memberikan dukungan kepada penulis.
6. Keponakan tercinta saya Faiz, Azima, Hasan dan Risqia yang telah menambah
semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya pembuatan dan
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Tarakan, 20 Agustus 2023

Nurul Hikmah Abustang

v
PENGUJIAN KOMBINASI DAYA RACUN BAHAN AKTIF
RODENTISIDA DAN DEDAK PADI (rice bran) TERHADAP HAMA
TIKUS DI LABORATORIUM

Abstrak

Tikus merupakan salah satu hama yang relatif sulit untuk diberantas dan sering
menimbulkan kerusakan pada tanaman pertanian. Kerusakan dan serangan hama
tikus dapat diminimalisir dengan teknik pengendalian hama secara kimiawi.
Penelitian ini bertujuan Untuk mengujii efektivitas kombinasi daya racun bahan
aktif rodentisida dan dedak padi terhadap hama tikus dan membandingkan
kombinasi bahan aktif rodentisida dan dedak padi manakah yang paling efektif
untuk mengendalikan hama tikus. Proses pembuatan rodentisida ini menggunakan
formulasi brodifakum 0,005%, bahan aktif zinc phospide dan barium klorida.
Sedangkan, untuk bahan umpan adalah dedak padi, kelapa bakar dan ikan teri.
Pengolahan data dilakukan dengan software SPSS dan Analisis data menggunakan
analisis analysis of dengan menggunakan Analisis Kruskall Wallis) kemudian Uji
lanjut untuk membandingkan dua perlakuan yaitu Uji Man Whitney. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Penggunaan bahan aktif rodentisida zinc phospide
efektif untuk mengendalikan hama tikus dengan skor daya racun paling tinggi yaitu
5 yang ditunjukkan pada perlakuan P2 dan P3, Umpan beracun dengan bahan
tambah dedak padi yang dicampurkan ikan teri efektif dan sangat disukai hama
tikus yang ditunjukkan pada perlakuan P3 dan P5 berbeda dengan perlakuan P2 dan
P5 yang dicampurkan bahan tambah kelapa bakar dan Kombinasi bahan aktif
rodentisida zinc phospide dengan dedak padi dan ikan teri paling efektif untuk
mengendalikan hama tikus yaitu perlakuan P3 yang menyebabkan kematian lebih
cepat pada tikus daripada perlakuan lainnya dengan presentase konsumsi pakan
23,3%.

Kata Kunci : Rodentisida, Dedak Padi, Tikus

vi
Combination Testing of The Toxic Power Of Rodentisida Active Materials
and Rice Bran Against Mice Pests in The Laboratory

Abstract

Rats are one of the pests that are relatively difficult to eradicate and often cause
damage to agricultural crops. Damage and rat pest attacks can be minimized by
chemical pest control techniques. This study aims to test the effectiveness of the
combination of toxicity of rodenticide active ingredients and rice bran against rat
pests and compare which combination of rodenticide active ingredients and rice
bran is the most effective for controlling rat pests. This rodenticide manufacturing
process uses 0.005% brodifakum formulation, active ingredients zinc phospide and
barium chloride. Meanwhile, the bait materials are rice bran, roasted coconut and
anchovies. Data processing was carried out with SPSS software and data analysis
using analysis of analysis using Kruskall Wallis Analysis) then further tests to
compare the two treatments, namely the Man Whitney Test. The results showed
that the use of zinc phospide rodenticide active ingredient was effective for
controlling rat pests with the highest toxicity score of 5 shown in the P2 and P3
treatments, toxic bait with rice bran added ingredients mixed with anchovies was
effective and highly favored by rat pests shown in the P3 and P5 treatments in
contrast to the P2 and P5 treatments mixed with the added ingredients of burn
coconut and the combination of rodenticide active ingredients.

Keywords: Rodenticide, Rice Bran, Rats

vii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................ i
Pernyataan Orisinalitas............................................................................... ii
Lembar Pengesahan ................................................................................... iii
Kata Pengantar ........................................................................................... v
Abstrak ...................................................................................................... vii
Daftar Isi .................................................................................................... viii
Daftar Tabel ............................................................................................... x
Daftar Gambar............................................................................................ xi
Daftar Lampiran ......................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4
2.1 Hama Tikus...................................................................................... 4
2.2 Rodentisida ...................................................................................... 7
2.3 Umpan ............................................................................................. 9
2.4 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 11
2.5 Hipotesis .......................................................................................... 12
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 13
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................... 13
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................. 13
3.3 Rancangan Penelitian ....................................................................... 13
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................... 13
3.5 Parameter penelitian………………………………………………. 16
3.6 Data dan Analisis Data .................................................................... 17
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 18
4.1 Hasil .................................................................................................. 18
4.2 Pembahasan ...................................................................................... 20
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 26
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 26
4.2 Saran ................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 27
LAMPIRAN ............................................................................................... 29

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kriteria Daya Racun Umpan Berdasarkan Gejala Pada Tikus
Uji ................................................................................................. 16

Tabel 4.1 Rerata Berat Tikus dan Selisih Berat Awal dan Akhir ................. 18

Tabel 4.2 Nilai Assym. Sig perbandingan antara dua perlakuan terhadap
selisih berat awal dan berat akhir (g) berdasarkan perlakuan
(Uji Mann Whitney) ..................................................................... 19

Tabel 4.3 Presentase Komsumsi Pakan berdasarkan perlakuan.................... 19

Tabel 4.4 Nilai Assym. Sig perbandingan antara dua perlakuan terhadap
selisih berat awal dan berat akhir (g) berdasarkan perlakuan
(Uji Mann-Whitney) ..................................................................... 19

Tabel 4.5 Gejala Racun Rodentisida ............................................................ 20

Tabel 4.6 Nilai Assym. Sig perbandingan antara dua perlakuan terhadap
daya racun(%) berdasarkan perlakuan (Uji Mann-Whitney) ..... 21

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Morfologi Tikus ....................................................................... 4

Gambar 2.2 Perbedaan tikus berdasarkan ukuran tengkorak tikus .............. 5

Gambar 2.3 Perbedaan bentuk formulasi rodentisida antikoagulan ........... 7

Gambar 2.4 Formulasi Rodentisida Brodifakum ......................................... 8

Gambar 2.5 Senyawa barium klorida ........................................................... 9

Gambar 2.6 Contoh kerusakan organ dalam tikus ....................................... 7

Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran ................................................................ 11

Gambar 3.1 Contoh Model Arena Pengujian ............................................... 13

x
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tikus merupakan salah satu hama yang relatif sulit untuk diberantas dan
sering menimbulkan kerusakan pada tanaman pertanian. Pengendalian hama tikus
sulit karena tikus menempati habitat yang sesuai dan keperidiannya tinggi
(Pusparini, Dwi Made I, Ketut Suratha, 2018, h. 56). Hasil penelitian Siregar,
Priyambodo, Handayana (2020, h. 20) 94% kerusakan tanaman padi akibat
serangan hama tikus ditentukan oleh tingkat populasi tikus. Sedangkan, Fadilla,
Lizmah, Afrillah, Ritonga (2022, h. 85) rata-rata intensitas serangan hama tikus
pada tanaman kelapa sawit secara keseluruhan yaitu 33% atau 38 tanaman dan
sudah melebihi ambang batas ekonomi yaitu <3%.
Kerusakan dan serangan hama tikus dapat diminimalisir dengan teknik
pengendalian hama secara kimiawi. Pengendalian kimiawi dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu umpan beracun (rodentisida), fumigant dan repellent (Mahmudah,
Pramudi, Marsuni. 2022, h. 456). Fumigant merupakan gas kimia beracun
sedangkan reppelent merupakan bahan kimia pengusir tikus (Supriyo, dkk. 2020,
h. 130).
Pengendalian hama tikus dapat juga dilakukan dengan penggunaan
rodentisida antikoagulan. Cara kerja racun antikoagulan adalah dengan mencegah
proses pembentukan prothombin yang dibutuhkan dalam proses pembentukan sel
darah merah. Untuk pembentukan prothombin tersebut diperlukan adanya vitamin
A, sedangkan rodentisida antikoagulan bersifat sebagai anti vitamin A
(Rochman,1992). Berdasarkan penelitian Tarmadja, Ngidha (2018, h. 18)
rodentisida antikoagulan dengan bahan aktif brodifacoum dan bromodiolon efektif
daripada coumatetrahyl karena tikus tidak menyukai umpan dengan kadar
rodentisida yang lebih tinggi.
Bahan aktif lain yang dapat digunakan dalam pengendalian hama tikus
adalah bahan aktif zinc phospide dan Barium Klorida. Zinc phospide adalah bahan
yang cara kerjanya dapat mempengaruhi tubuh tikus dengan menyebabkan
pelepasan gas di perut yang apabila tertelan oleh tikus akan memiliki bau bawang
atau ikan busuk. Sedangkan, Barium Klorida adalah garam beracun yang tidak

1
memiliki warna dan banyak digunakan sebagai racun tikus yang mempengaruhi
sekresi usus pada tikus.
Umumnya dalam penggunaan rodentisida, petani mencampurkan bahan
rodentisida pada umpan. Pencampuran rodentisida dengan bahan tambah dilakukan
karena dalam aplikasinya rodentisida sulit diterapkan secara tunggal karena tikus
memiliki indera pemciuman yang tajam dalam membedakan mana racun dan
makanan. Keefektifan dalam pengendalian hama tikus dengan menggunakan
rodentisida dapat dilihat pada daya tarik umpan yang digunakan.
Hasil penelitian Saputra dkk (2017) penggunaan ikan teri sebagai umpan
dalam pengendalian tikus paling disukai daripada umpan nasi dan jagung karena
aroma yang dikeluarkan oleh ikan asin dan kandungan protein yang dibutuhkan
oleh tubuh tikus. Sedangkan, hasil penelitian Gumay dkk (2020, h. 27-28)
penggunaan umpan kelapa bakar pada pemerangkapan memiliki keberhasilan
paling tinggi yaitu 87, 5% dibandingkan dengan umpan tulang ayam dan ubi jalar
karena bau menyengat kelapa bakar dan mengandung sumber lemak yang
dibutuhkan tikus.
Keefektifan dalam pengendalian hama tikus dengan menggunakan
rodentisida dapat dilihat pada daya tarik umpan yang digunakan. Menurut Muhlis
(2007) tikus cenderung memilih makanan yang kaya karbohidrat. Dedak padi yang
mengandung karbohidrat tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku umpan untuk
mengendalikan tikus. Dedak padi memiliki kandungan karbohidrat yaitu 22,04%
(Hadipernata, Suparton, Falah, 2012, h.103-107). Berdasarkan penelitian tersebut,
maka dedak dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada bahan aktif
rodentisida. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan kombinasi bahan
aktif rodentisida dengan bahan tambahan utama dedak padi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah kombinasi daya racun bahan aktif rodentisida dan dedak padi mampu
meningkatkan efektivitas pengendalian hama tikus?
2. Kombinasi manakah yang paling mampu meningkatkan efektivitas
pengendalian hama tikus?

2
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengujii efektivitas kombinasi daya racun bahan aktif rodentisida dan
dedak padi terhadap hama tikus?
2. Untuk membandingkan kombinasi bahan aktif rodentisida dan dedak padi
manakah yang paling efektif untuk mengendalikan hama tikus?
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai berikut;
1. Bahan informasi tentang keefektifan kombinasi bahan aktif rodentisida dan
dedak padi dalam mengendalikan hama tikus.
2. Bahan informasi tentang tingkat daya racun dari kombinasi bahan aktif
rodentisida dan dedak padi terhadap hama tikus.

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hama Tikus


Tikus merupakan famili hewan pengerat dan termasuk dalam ordo rodenti.
Tikus memili bagian utama yakni kepala, badan berambut, dan ekor bersisik. Selain
itu, terdapat telinga, hidung, mata serta kaki (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Morfologi Tikus (Sumber: Priyambodo, 2003)

Tikus sebagai salah satu spesies mamalia sangat merugikan dan


mengganggu kehidupan dan kesejahteraan manusia, namun mereka relatif dapat
hidup berdampingan dengan manusia. Tikus memiliki kesamaan dengan manusia
dalam sistem reproduksinya, Sistem saraf, penyakit (kanker dan diabetes) dan
kecemasan. masalah ini Ini terjadi karena kesamaan dalam organisasi DNA dan
ekspresi gen 98% gen manusia memiliki gen yang setara dengan gen tikus (Rejeki,
Putri, Prasetya, 2018, h. 1). Indra perasa,peraba, penciuman dan pendengaran
yang dimiliki tikus sangat tajam sehingga dapat membantu tikus ketika ada tanda
bahaya (Astuti, 2013). Tikus memiliki kepekaan pendengaran, sentuhan dan
penciuman yang baik. Kelenjar hardarian berada dibelakang mata dan menempati
sebagian dari orbita. Kelenjar ini mensekresi lipid dan pigmen porfirin yang
berfluoresensi dibawah sinar UV. Sekresi meningkat dengan adanya stress dan
penyakit.
Tikus merupakan kelas Mamalia Famili Muridae dan Ordo Rodentia.
Beberapa spesies tikus yang berperan sebagai hama yakni Klasifikasi Ilmiah Tiku

4
Rattus norvegicus (tikus roil/got/selokan/kota), Rattus-rattus diardii (tikus rumah /
atap), Mus musculus (mencit rumah), Rattus exulans (tikus ladang), Bandicota
indica (tikus wirok), Rattus tiomanicus (tikus pohon), Rattus argentiventer (tikus
sawah), dan Mus caroli (mencit ladang).

Gambar 2.2 Perbedaan tikus berdasarkan ukuran tengkorak tikus (Sumber


Yuliadi B, Muhidin, Siska Indriyani. 2016)

Tikus sawah merupakan salah satu hama utama tanaman padi yang hampir
di setiap musim tanam selalu menyebabkan kerusakan dan kehilangan hasil
panen. Pusdatin Pertanian (2018) mencatat bahwa tikus sawah adalah hama
utama tanaman padi dengan tingkat serangan puso tertinggi. Luas serangan tikus
sawah di Indonesia mencapai 66,087 ha/th dengan 1,852 ha diantaranya mengalami
puso. Kondisi tersebut tentu sangat merugikan bagi petani karena besarnya
kerusakan dan kehilangan hasil yang ditimbulkan.
Hama tikus merusak mulai akar, batang, daun, hingga bulir tanaman padi,
sehingga tanaman padi tidak dapat berkembang dan bisa memungkinkan kalau
pada akhirnya tanaman itu mati (Desnataliansyah, 2020). Beberapa tindakan dan
strategi pengendalian telah banyak dilakukan diantaranya dengan cara
pengendalian dengan system bubu perangkap (TBS) dan bambu, menggunakan alat
pengusir hama tikus berbasis arduino uno dan gelombang ultrasonik dan
pemasangan rumah rubuha dan lainnya.
Mencit termasuk kedalam hewan yang sering digunakan sebagai hewan
laboratorium dengan kisaran 40-80%. Mencit mempunyai banyak kelebihan
sebagai hewan percobaan, seperti siklus hidup yang relatif pendek, jumlah

5
peranakan untuk tiap kelahiran banyak, memiliki sifat yang bervariasi dan
penanganannya yang mudah (Suckow dkk., 2001).
Mencit termasuk kedalam omnivora alami, kuat, sehat, memiliki
kemampuan beranak yang banyak, berukuran kecil dan jinak. Mencit tidak
memiliki sifat agresif meskipun kadang menggigit dan sering menunjukkan
perilaku menggali dan bersarang. Tingkah seperti inilah yang membantu mencit
untuk mempertahankan suhu dalam tubuhnya.
Guneberg (1943) mengklasifikasikan sistem orde mencit sebagai berikut :
Kingdom : animalia
Filum : chordata
Kelas : mamalia
Ordo : rodentia
Famili : murinane
Genus : mus
Spesies : mus musculus
Mencit memiliki tubuh yang terdiri dari kepala, badan, leher dan ekor.
Rambut mencit bewarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih
pucat. Mencit termasuk kedalam hewan yang sangat aktif pada malam hari dan
tergolong kedalam hewan nokturnal.
Mencit dan tikus memiliki persamaan yaitu termasuk kedalam hewan
nokturnal. Mencit memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan tikus.Tikus
memiliki tubuh yang lebih besar yaitu 40 cm lebih panjang atau lebih besar dari
mencit. Organ pencernaan mencit sama seperti mamalia lain yang terdiri dari
esofagus, duodenum, lambung, jejunum, sekum, ileum, kolon dan rektum. Mencit
juga memiliki paru-paru dengan satu lobus pada paru kiri dan empat lobus pada
paru kanan. Esofagus tertutup oleh otot bergaris. Untuk meningkatkan produksi
panas, mencit memiliki brown fat yang dapat dimetabolisme dan dapat ditemukan
pada kelenjar timus, aksila, sepanjang vena jugularis, dekat hilus ginjal dan uretra.
Cara membedakan mencit jantan dan betina dengan adanya kantung
skrotum yang berisi testis pada mencit jantan dan jarak antara anus dan genitalia
eksterna yang lebih jauh dari mencit betina (sukcow, 2001). Pakan mencit yang
lembut bisa menyebabkan maloklusi dan pakan yang terlalu keras membuat tikus

6
tidak dapat mengunyahnya. Pakan harus sesegar mungkin dan tidak lebih dari 6
bulan masa penyimpanan.
2.2 Rodentisida
Rodentisida merupakan pestisida digunakan untuk membunuh dan
mengendalikan hama tikus. Berdasarkan kecepatan kerja dari rodentisida terdiri
dari racun akut dan racun antikoagulan. Secara umum, racun akut membunuh tikus
secara cepat, misalnya rodentisida berbahan aktif zeng phosfat, sedangkan racun
antikoagulan membunuh tikus secara perlahan-lahan (slow act), misalnya
rodentisida berbahan aktif brodifakum, bromodiolon, kumatetralil, dan lain lain
(Tarmadja & Nghida, 2018, h.10-19). Bila secara tidak sengaja termakan oleh
makhluk lain termasuk manusia, rodentisida bisa mengakibatkan keracunan yang
serius terutama karena dosisnya yang sangat tinggi dan akan menimbulkan gejala
yang parah.

Gambar 2.3 Perbedaan bentuk formulasi rodentisida antikoagulan

Contoh senyawa kimia lain yang biasanya digunakan sebagai bahan aktif
rodentisida antara lain :
2.2.1 Brodifakum
Brodifakum adalah salah satu rodentisida antikoagulan yang banyak
digunakan. Brodifakum merupakan senyawa yang memiliki nama kimiawi 4-
hydoxycoumarin dan memiliki potensi yang sangat tinggi dan durasi efek yang
lama. Brodifakum bekerja dengan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
kecil yang dapat mengakibatkan syok, kehilangan kesadaran dan pada akhirnya
kematian(Adiyasa, 2016).

7
Gambar 2.4 Formulasi rodentisida

Brodifakum merupakan antikoagulan yang sangat baik untuk tikus dan mencit.
Bahan aktif ini sangat beracun untuk mamalia dan burung baik yang terkontaminasi
secara langsung dengan mengkomsumsi umpan maupun secara tidak langsung
melalui peracunan sekunder. Periode laten brodifakum mulai dari waktu pemberian
hingga ditemukannya tanda-tanda klinis yang bermacam-macam. Setelah
pemberian umumnya tikus dapat mengalami kematian dalam waktu 1 minggu.
Akan tetapi, kematian pada tikus juga dapat terjadi secara tiba-tiba atau lebih cepat
tergantung dimana pendarahan terjadi.
2.2.2 Zinc Phospide
Zinc phospide adalah rodentisida yang digunakan sejak 1940 dilingkungan
pertanian. Apabila terkena air atau asam zinc phospide akan melepas gas fosfin.
Dalam toksikologi paparan rodentisida ini adalah jalur gastrointestinal yang jika
bersentuhan dengan asam klorida dapat melepaskan fosfin melalui hdrolisis. Jalur
pernafasan juga termasuk kedalam sarana penyerapan fosfin. Efek toksik fosfin
dapat menyebabkan syok yang sulit disembuhkan. Zinc phospide tidak berwarna,
tidak berbau dan sangat beracun dan hanya 21 menit waktu yang diperlukan untuk
menghasilkan sejumlah zat mematikan fosfin yang diserap melalui selaput lendir
melalui difusi sederhana, komsumsi terutama melalui ginjal dan paru-paru. Gejala
toksitas pada umumnya muncul dalam 15 menit pertama dan menyebabkan mual,
muntah, nyeri perut dan syok kardiotoksik (MDPI, 2023).

8
2.2.3 Barium Klorida
Barium Klorida merupakan senyawa yang berbentuk kristal, berwarna putih,
tidak berbau dan memiliki rasa asin dan pahit. Senyawa ini bersifat toksik dan dapat
menyebabkan kerusakan fertilitas atau janin (SIB3POP, 2023). Gejala keracunan
lainnya adalah dapat mempengaruhi ginjal, sistem kardiovaskular dan sistem saraf
pusat.

Gambar 2.5 Senyawa Barium Klorida


Senyawa barium dalam dosis rendah sebagai stimulasi otot dan dalam dosis
tinggi akan mempengaruhi sistem saraf , menyebabkan penyimpangan jantung,
kegelisahan, sesak nafas dan kelumpuhan. Toksitas ini disebabkan oleh
pemblokiran saluran kalium yang sangat penting dan agar sistem saraf dapat
berfungsi dengan baik.2.5 9

Gambar 2.6 Contoh kerusakan organ dalam tubuh tikus

2.3 Umpan
Umpan beracun adalah umpan dengan kandungan racun/bahan aktif untuk
membunuh hama yang dapat berupa racun akut atau racun kronis. Salah satu hama
yang penanggulangan nya dapat menggunakan umpan beracun adalah hama tikus.
Tikus memiliki karakter yang mudah curiga, maka dari itu dalam pengendaliannya

9
diperlukan umpan yang disenangi tikus. Semakin banyak umpan yang dikomsumsi
tikus maka dapat meningkatkan tinggi umpan beracun yang dikomsumsi (Putri,
Gazali, Sofyan, 2021, h.136). Berikut ini beberapa umpan yang dapat digunakan
sebagai umpan beracun untuk hama tikus :
2.3.1 Dedak Padi
Dedak padi atau bekatul merupakan hasil sampingan dari penggilingan padi
yang berasal dari lapisan luar beras pecah selama proses penggilingan (Ningsih,
2016, h. 13). National Research Council (2001) menjelaskan bahwa dedak padi
mengandung energi metabolis sebesar 2.980kkal/kg, protein kasar 12,9%, lemak
13%, serat kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,22%, Mg 0,95% serta kadar air 9).
Dedak padi termasuk salah satu bahan yang sering digunakan pada umpan
tikus. Menurut Agus dkk (2021, h.33) penambahan dedak/katul juga bisa
memperbaiki tekstur UGA Rodentisida Organik. Hasil penelitian Nugroho dkk
(2022, h. 291) dedak padi yang berkualitas baik memiliki kadar sekam <15% dan
tidak beraroma tengik. Sedangkan, dalam Standar Nasional Indonesia (2013) dedak
padi yang bermutu baik adalah yang memiliki bahan kering maksimal 13% dan
protein kadar minimal 12%. Dedak padi memiliki struktur yang cukup kasar,
mempunyai khas wangi dedak, berwarna coklat dan tidak menggumpal dan
kandungan lemak yang tinggi pada dedak padi menyebabkan dedak cepat berbau
tengik. Dedak padi yang berkualitas baik memiliki tekstur halus, tidak berbau
tengik dan kadar sekam nya rendah. Penyimpanan dedak padi yang terlalu lama
dengan cara yang salah akan menyebabkan tumbuhnya jamur, kapang dan
mikroorganisme lainnya.
2.3.2 Ikan Teri
Ikan teri(Stolephorus sp.) merupakan ikan dengan bentuk tubuh kecil yang
banyak digemari dan memiliki banyak kandungan gizi dan mudah dikomsumsi.
Bagian tubuh ikan teri mulai kepala, daging hingga tulangnya dapat dikomsumsi
(Koral AUP/STP Papua, 2008). Protein yang terkandung dalam ikan teri terdapat
banyak protein yang mengandung asam amino lisin dan arginin
(Fadillah&Rahardyan. 2013).Hal- 25). Hasil penelitian Putri, Gazali, Sofyan
(2021) ikan teri termasuk kedalam jenis umpan yang disukai oleh tikus. Selain itu,

10
hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dedi (2012) membuktikan bahwa
umpan ikan teri efektif dibandingkan kelapa bakar.
2.3.3. Kelapa Bakar
Kelapa bakar termasuk jenis umpan yang biasa digunakan dalam trapping
penangkapan tikus. Kelapa bakar memiliki aroma yang menyengat dan ketika
pakan tercium maka tikus akan mencari tau dimana pakan tersebut berada. Kelapa
bakar memiliki kandungan protein 0,22 g, karbohidrat 4,24 g dan kalsium 7 g. Hasil
Penelitian Junianto&Arum (2016) menunjukan bahwa umpan kelapa bakar lebih
banyak menarik tikus dibandingkan ikan teri. Kelapa bakar memiliki daya tarik
yang kuat, bau yang harum sehingga mampu memikat tikus masuk dalam
perangkap.

2.4. Kerangka Pemikiran

Hama Tikus

Pengendalian Hama Tikus

Fisik & Mekanis Hayati Kimia Elektrik

Rodentisida

Umpan Beracun
(Dedak Padi)

Meningkatkan Efektivtas
Pengendalian Hama Tikus

Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran

11
2.5 Hipotesis
Diduga bahan aktif yang digunakan memiliki sifat toksik terhadap mencit
dalam waktu 24 jam dan terdapat perbedaan efektivitas toksik pada rodentisida
yang digunakan.

12
BAB 4. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari 2023 sampai dengan
April 2023 di Laboratorium Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas
Borneo Tarakan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian yaitu, kotak (box) untuk pengujian,
kawat kasa untuk penutup kotak, tempat minum, tempat makan, timbangan,
blender, penggaris dan alat tulis. Sedangkan, bahan yang akan digunakan yakni
bahan aktif zin phospide, bahan aktif barium klorida, formulasi brodifakum, pelet
552, dedak padi, kelapa, ikan teri, alkohol dan aquades.
3.3. Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan penelitian percobaan. Penelitian ini disusun dalam
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor..
P0= Pelet/Ransum Pakan Ternak 552
P1= Formulasi Brodifakum 0,005%

P2= Zinc phospide + Dedak Padi + Kelapa Bakar

P3= Zinc Phospide + Dedak Padi + Ikan Teri

P4= Barium Klorida + Dedak Padi + Kelapa Bakar

P5= Barium Klorida + Dedak Padi + Ikan Teri


Perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 24 unit percobaan.

3.4. Pelaksanaan Penelitian


3.4.1 Pembuatan Arena Pengujian
Arena pengujian tikus berupa kotak berbahan PVC (Polivil Klorida) dengan
ukuran panjang 40 cm x lebar 30 cm x tinggi 11 cm. Kotak ditutup dengan
menggunakan kawat kasa. Selain itu, kotak di isi dengan serbuk gergaji dan
terdapat tempat makan dan minum pada arena pengujian. Penempatan arena tikus
diletakkan di ruangan yang higienis, terlindung dari angin, hujan dan cahaya
matahari langsung serta dengan sirkulasi udara yang cukup.

13
Gambar 3.1. Contoh Model Arena Pengujian
3.1.2 Penyediaan Tikus Percobaan
Tikus percobaan akan diperoleh dari hasil perkawinan tikus dewasa yang
berusia 8-9 minggu. Proses perkawinan dengan menggabungkan 1 ekor tikus jantan
dan 3 ekor tikus betina dalam 1 kotak. Apabila proses perkawinan dan pembibitan
berhasil maka 21-23 hari setelah kebuntingan tikus akan melahirkan dengan jumlah
anakan 6-10 ekor. Setelah umur 20 hari maka dapat di pisahkan dari induknya.
Tikus percobaan yang digunakan adalah tikus yang memiliki kondisi fisik baik
(tidak lemas) dan motorik yang normal. Sebelum, digunakan tikus akan ditimbang
berat badannya dan akan menggunakan tikus percobaan yang memiliki
keseragaman bobot tubuh,

3.1.3 Pembuatan Umpan


a) Umpan Pelet/Ransum Pakan Ternak 552 (P0)
Pada perlakuan P0 digunakan pellet/ransum pakan ternak dengan konsentrat
552 yang sudah ada dipasaran. Pelet yang digunakan sebanyak 20 gram untuk setiap
ulangannya.
b) Formulasi Brodifakum 0,005% (P1)
Penyediaan rodentisida dengan bahan aktif brodifakum digunakan
rodentisida yang sudah ada dipasaran dengan konsentrasi bahan aktif 0,005%.
Sebelum diberikan kepada tikus percobaan, rodentisida diparut terlebih dahulu dan
ditimbang sebanyak 20 gram.

14
c) Umpan Zinc Phospide +Dedak Padi + Kelapa Bakar
Pembuatan umpan beracun pada P2 diawali dengan membakar kelapa
selama 30-40 menit sampai kelapa berubah warna dan mengeluarkan aroma lalu
diparut. Setelah itu, menimbang semua bahan yang terdiri dari zinc phospide 80
gram, dedak padi 16 gram dan kelapa bakar 4 gram. Bahan-bahan yang telah
ditimbang kemudian disatukan dalam wadah dan diaduk hingga merata.
d) Umpan Zinc Phospide + Dedak Padi + Ikan Teri
Pembuatan P3 diawali dengan menghaluskan ikan teri menggunakan
blender. Setelah itu, menimbang ikan teri sebanyak 4 gram, dedak padi 16 gram dan
zinc phospide 80 gram. Bahan-bahan yang telah ditimbang kemudian disatukan
dalam wadah dan diaduk hingga merata.
e) Umpan Barium Klorida + Dedak Padi + Kelapa Bakar
Pembuatan P4 diawali dengan membakar kelapa selama 30-40 menit hingga
mengeluarkan aroma lalu diparut. Setelah itu, menimbang semua bahan yang terdiri
dari barium klorida sebanyak 2 gram, dedak padi 14, 4 gram dan kelapa bakar 3,6
gram. Bahan-bahan yang telah ditimbang kemudian disatukan dalam wadah dan
diaduk hingga merata.
f) Umpan Barium Klorida + Dedak Padi + Ikan Teri
Pembuatan P5 diawali dengan menghaluskan ikan teri terlebih dahulu
menggunakan blender. Setelah itu menimbang ikan teri sebanyak 3,6 gram, dedak
padi 14, 4 gram dan barium klorida sebanyak 2 gram. Setelah itu, bahan yang telah
ditimbang disatukan dalam wadah dan diaduk hingga merata.
3.4.4 Aplikasi Perlakuan
Pada penelitian ini perlakuan diaplikasikan dengan cara memasang umpan
sebanyak 20 gr untuk perlakuan selain zinc phospide 100 gr. Sebelum pemberian
umpan dilakukan, tikus percobaan dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam,
sehingga pada saat pemberian rodentisida tikus dalam keadaan lapar dan dapat
mengkomsumsi rodentisida dalam jumlah yang cukup banyak. Pemberian umpan
dilakukan selama 2x24 Jam, dan setelah itu akan diulang kembali selama 4 kali
dengan menggunakan tikus yang berbeda.

15
3.5 Parameter Penelitian
3.5.1. Rerata Berat Tikus dan Selisih Berat Tikus Awal dan Akhir
Pengambilan rerata berat badan tikus dilakukan pada saat awal pengujian
hingga akhir pengujian (48 Jam) pada setiap ulangannya, perhitungan rerata bobot
tikus sawah dilakukan dengan rumus:

Rarata Bobot tikus (g): (Berat akhir + Berat awal) / 2


(Syahruni & Priyambodo, 2019)

Sedangkan, rumus selisih yakni;

Selisih Bobot tikus (g): Berat akhir - Berat awal

3.5.2. Tingkat konsumsi pakan umpan


Konsumi umpan yang dimakan, dihitung pada saat awal pengujian hingga
akhir pengujian (48 jam) pada setiap ulangannya, perhitungan tingkat komsumsi
pakan dilakukan dengan rumus;

Tingkat Konsumsi Pakan (gr) = Bobot umpan awal – Bobot umpan akhir

3.5.3. Daya Racun Umpan


Daya racun tikus dilihat berdasarkan gejala yang terjadi pada tikus percobaan
setelah 24 Jam. Pada penelitian ini menggunakan skala dalam menghitung daya
racun tersebut. Setiap tikus uji diberi skor 0-5, untuk tikus sehat sampai dengan
mati, seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Kriteria Daya Racun Umpan Berdasarkan Gejala Pada Tikus Uji
Daya Racun Kriteria
0 Tikus setelah 24 jam masih aktif bergerak tidak ada gejala keracunan
Tikus setelah 24 jam mengalami penurunan aktivitas (lebih banyak berdiam
1 diri)
Tikus setelah 24 jam mengalami gejala penurunan aktivitas dan gejala buang-
2 buang kotoran (feces)
3 Tikus setelah 24 jam kejang-kejang atau gejala kematian, sesak nafas, dll
4 Tikus setelah 24 jam (jika dibedah terdapat kerusakan pada organ jaringan)
Tikus sebelum 24 jam (selama pengujian) mengalami kematian (jika dibedah
5 terdapat kerusakan pada organ jaringan)

16
3.6 Analisis Data
Analisis data menggunakan analisis analysis of dengan menggunakan
Analisis Kruskall Wallis), dengan rumus sebagai berikut;

12 𝑅𝑖2
𝐻= ∑𝑘𝑖=1 − 3(𝑁 + 1); dimana
𝑁 ( 𝑁+1) 𝑛1

N = total pengamatan
n1 = jumlah pengamatan pada contoh ke-i
Ri = jumlah peringkat untuk contoh ke-i,

Uji lanjut untuk membandingkan dua perlakuan yaitu Uji Man Whitney, yakni;

𝑛1 (𝑛1 +1)
𝑇=𝑆− 2
; dimana

S = jumlah peringkat
n1 = jumlah pengamatan pada contoh ke-i

17
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Pengaruh Rodentisida Terhadap Berat Tikus
Tikus yang digunakan pada penelitian memiliki berat awal tertinggi pada
perlakuan P1 yakni sebesar 25.66. Namun demikian, berdasarkan hasil uji
perbandingan lebih dari dua perlakuan (Kruskall-Wallis Test) menunjukkan nilai
yang tidak berbeda dengan perlakukan lainnya. Selanjutnya, hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa rerata berat tikus tidak berbeda. Tikus yang memiliki rata-rata
berat tertinggi pada perlakuan P2 sebesar 26.03 g, selanjutnya diikuti oleh perlakuan
P0, P1, P3, dan P4 dengan rerata berat masing-masing sebesar, 24.58, 24.70, 22,94,
dan 21.88. (Tabel 1).
Tanpa perlakuan atau tanpa pemberian rodentisida (P0) menunjukkan terjadi
peningkatan bobot tikus sebesar 5.65. Sedangkan, pada perlakuan menggunakan
rodentisida menunjukkan selisih tertinggi pada P4 yakni sebesar -5.43 g, dan diikuti
oleh P4, P2, P1, dan P3 dengan nilai selisih - 4.55 g, -3.80 g, - 1.95 g, dan - 1,28 g
(Tabel 4.1). Hasil analisis Kruskall-Wallis menunjukkan terdapat perbedaan antara
perlakuan terhadap selisih berat awal dan akhir tikus percobaan.
Tabel 4.1 Rerata berat tikus dan selisish berat awal dan berat akhir (g) berdasarkan
perlakuan
Selisih
Rata-Rata Rata-Rata
Rata-rata Berat
Perlakuan Berat Awal Berat Akhir
Berat Tikus Awal dan
Tikus Tikus
Akhir
Po 21.76 27.4 24.58 5.65
P1 25.66 23.73 24.70 -1.95
P2 27.93 24.13 26.03 -3.80
P3 23.56 22.3 22.94 -1.28
P4 23.73 18.3 21.02 -5.43
P5 24.15 19.6 21.88 -4.55
Assym. Sig 0.682 0.115 0.630 0.019

Hasil uji perbandingan antar dua perlakuan menggunakan analisi non


parametrik uji Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara
perlakuan P0 dengan P1, P2, P4, dan P5. Selanjutnya, tidak terdapat perbedaan
antar P1, P2, P3, P4, dan P5, kecuali antar perlakuan P3 dan P5 (Tabel 4.2)

18
Tabel 4.2 Nilai Assym. Sig perbandingan antara dua perlakuan terhadap selisih
berat awal dan berat akhir (g) berdasarkan perlakuan (Uji Mann-
Whitney)
Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 P5
Po - 0.043 0.021 0.043 0.021 0.021
P1 0.043 - 0.564 0.773 0.083 0.083
P2 0.021 0.564 - 0.663 0.386 0.386
P3 0.043 0.773 0.663 - 0.083 0.043
P4 0.021 0.083 0.386 0.083 - 0.885
P5 0.021 0.083 0.386 0.043 0.885 -

4.1.1. Pengaruh Rodentisida Terhadap Konsumsi Pakan (Racun Tikus)


Persentase konsumi pakan menunjukkan bahwa perlakuan P0 memiliki
persentase tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni sebesar 72.63%.
Namun demikian, berdasarkan hasil uji perbandingan lebih dari dua perlakuan
(Kruskall-Wallis Test) menunjukkan nilai yang tidak berbeda dengan perlakukan
lainnya (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Persentase Konsumsi Pakan berdasarkan perlakuan
Rata-Rata Berat Rata-Rata Berat Persentase
Perlakuan
Pakan Awal Pakan Akhir Konsumsi Pakan
Po 20 5.475 72.625
P1 20 16.225 18.875
P2 100 87.625 12.375
P3 100 76.7 23.3
P4 20 13.6 32
P5 20 11.7525 41.2375
Assym. Sig 0.021

Hasil uji perbandingan antar dua perlakuan menggunakan analisi non


parametrik uji Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara
perlakuan P0 dengan P1, P2, P4, dan P5. Selanjutnya, tidak terdapat perbedaan
antar P1, P2, P3, P4, dan P5, kecuali antar perlakuan P3 dan P5 (Tabel 4.4).
Tabel 4.4 Nilai Assym. Sig perbandingan antara dua perlakuan terhadap konsumi
pakan (%) berdasarkan perlakuan (Uji Mann-Whitney)
Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 P5
P0 - 0.029 0.029 0.029 0.029 0.029
P1 0.029 - 0.343 0.686 0.200 0.200
P2 0.029 0.343 - 0.486 0.200 0.114
P3 0.029 0.686 0.486 - 0.686 0.486
P4 0.029 0.200 0.200 0.686 - 0.686
P5 0.029 0.200 0.114 0.486 0.686 -

19
4.1.1. Gejala dan Daya Racun Rodentisida Terhadap Tikus
Gejala keracunan tikus pada perlakuan P1 menunjukkan terjadinya kerusakan
pada bagian usus, serta mengalami aktivitas sering buang air besar dan mengalami
kematian. Sedangkan, pada perlakuan P2 dan P3, seluruh sampel tikus mengalami
kerusakan pada usus, serta gejala lemas, sering berdiam diri, kejang, lumpuh, dan
berakhir kepada kematian. Gejala lainya ditemukan pada perlakuan P3 dan P5 yakni
selain mengalami kerusakan usus, berdiam diri, dan berakhir kematian. Tikus pada
perlaukan kontrol (tanpa rodentisida) menunjukkan gejala aktif dan tetap hidup pada
lebih dari 48 jam (Tabel 4.5).
Tabel 4.5 Gejala Racun Rodentisida
Gejala Keracunan
Tikus
Perlakuan 24 Jam 24 Jam
No. Mn Mc Pn Kr Kematian
Pertama Kedua
P0 1 - - - + A A H
2 - - - + A A H
3 - - - + A A H
4 - - - + A A H
P1 1 - + - + BASB BASB > 48 Jam
2 - + - + BASB M 12 Jam
3 - + - + BASB A H
4 - - - + M M 3 Jam
P2 1 - - - + KBDK M 2 Jam
2 - - - + KBDK M 2 Jam
3 - - - + KBDK M 45 Menit
4 - - - + KBDK M 42 Menit
P3 1 - - - + KBDK M 2 Jam
2 - - - + KBDK M 2 Jam
3 - - - + KBDK M 35 Menit
4 - - - + KBDK M 38 Menit
P4 1 - - - + L L > 48 Jam
2 - - - + L BDR > 48 Jam
3 - - - + BDR A H
4 - - - + A BDR > 48 Jam
P5 1 - - - + A BDR > 48 Jam
2 - - - + L BDR, L > 48 Jam
3 - - - + BDR A 48 Jam
4 - + - + A BDR H
Keterangan: Prlk (Perlakuan); 1 (Muntah); 2 (Mencret); 3 (Pendarahan); 4 (Kerusakan Usus); A
(Aktif); H (Hidup); BAB (Buang Air Besar dan Seni); KBDK (Kaku Berdiam Diri
dan Kejang); M (Mati); L (Lumpuh); BDR (Berdiam Diri/Tidak Aktif)

20
Daya racun rodentisida menunjukkan bahwa pada perlakuan tertinggi pada
P2 dan P3, dengan nilai skor 5. diikuti dengan P5 sebesar 0.75, serta P1 dan P2
dengan nilai skor sebesar 0.25. Hasil analisis lebih dari dua perlakuan
menggunakan Kruskall Wallis menujukkan terdapat perbedaan daya racun antar
perlakuan tersebut (Assym Sig = 0.008). Selanjutnya pada hasil analisis Mann
Whitnye menunjukkan daya racun perlakuan P0, P1, P2, dan P5 berbeda dengan P2
dan P3 (Tabel 4.4)

Tabel 4.6 Nilai Assym. Sig perbandingan antara dua perlakuan terhadap daya
racun(%) berdasarkan perlakuan (Uji Mann-Whitney)
Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 P5
P0 - 0.114 0.029 0.029 0.114 0.114
P1 0.114 - 0.114 0.114 0.886 0.886
P2 0.029 0.114 - 1.000 1.000 1.000
P3 0.029 0.114 1.000 - 0.114 0.114
P4 0.114 0.886 1.000 0.114 - 0.686
P5 0.114 0.886 1.000 0.114 0.686 -

4.2. Pembahasan
Proses metabolisme dalam tubuh tikus diawali dari masuknya makanan dan
minuman yang dikomsumsi dan diakhiri dengan keluarnya fases dan urine.
Parameter pengamatan pengujian kombinasi daya racun bahan aktif rodentisida dan
dedak padi (rice bran) terhadap hama tikus dilaboratorium meliputi : pengamatan
pengaruh rodentisida terhadap berat hama tikus, pengaruh rodentisida terhadap
konsumsi pakan (racun tikus), gejala dan daya racun rodentisida tehadap tikus.
Berikut paparan setiap parameter yang diamati dalam penelitian ini :
4.2.1. Pengaruh Rodentisida Terhadap Berat Tikus
Penimbangan berat awal tikus putih dilakukan sebelum dilakukan
perlakuan, sedangkan penimbangan berat akhir tikus putih dilakukan saat tikus mati
atau sampai 48 jam pengamatan. Tanpa perlakuan atau tanpa pemberian rodentisida
(P0) menunjukkan terjadi peningkatan bobot tikus sebesar 5.65. Sedangkan, pada
perlakuan menggunakan rodentisida menunjukkan selisih tertinggi pada P4 yakni
sebesar -5.43 g, dan diikuti oleh P4, P2, P1, dan P3 dengan nilai selisih - 4.55 g, -
3.80 g, - 1.95 g, dan - 1,28 g (Tabel 4.1).

21
Hal ini menunjukkan tikus mengalami penurunan berat badan yang
disebabkan rodentisida yang digunakan pada perlakuan bersifat toksik. Senyawa
toksik pada rodentisida akan mempengaruhi metabolisme tubuh tikus hingga
menyebabkan kematian (Zailani & Habibie, 2015, h. 42). Tikus yang telah
mengalami proses keracunan rodentisida dalam tubuhnya akan mengalami
penurunan bobot tikus (Natawigena, Ichsan, Chindera, 2021, h. 268).

4.2.2. Pengaruh Rodentisida Terhadap Konsumsi Pakan (Racun Tikus)


Hasil konsumsi pakan tikus selama 48 jam pengamatan disajikan pada tabel
4.3 dan tabel 4.4. Berdasarkan tabel 4.3 perlakuan P0 memiliki presentase tertinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya yakni 72,63%. Namun, Hasil uji
perbandingan antar dua perlakuan menggunakan analisis non parametrik uji Mann
Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara perlakuan P0 dengan P1,
P2, P4, dan P5. Selanjutnya, tidak terdapat perbedaan antar P1, P2, P3, P4, dan P5,
kecuali antar perlakuan P3 dan P5.
Hal ini menunjukkan bahwa tikus lebih menyukai umpan beracun yang
terdapat campuran ikan teri. Menurut Priyambodo (1995) tikus merupakan hewan
yang memiliki indra penciuman yang tajam.Selain aroma karbohidrat yang
terkandung dalam dedak padi pada perlakuan P3 dan P5, aroma menyengat yang
yang terdapat pada bahan tambah lainnya pada perlakuan P3 dan P5 yakni ikan teri
mampu meningkatkan daya tarik tikus untuk memakan umpan beracun dibanding
dengan rodentisida P1 dan umpan beracun P2 dan P4 yang bahan tambah nya
menggunakan kelapa bakar. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas tikus menggerak-
gerakkan kepala serta mendengus pada saat mencium bau pakan (Priyambodo,
2003).
Selain itu, perpaduan bahan aktif rodentisida dengan umpan yang memiliki
kandungan karbohidrat pada dedak padi dan protein pada ikan teri menjadi penentu
komsumsi pakan tikus dan mempengaruhi pertumbuhan normal tikus. Selanjutnya,
jumlah konsumsi rerata rodentisida brodifakum pada perlakuan P1 yang dimakan
oleh tikus menunjukkan jumlah konsumsi yaitu 18,88%. Pada perlakuan P1 tikus
tetap aktif mengkomsumsi rodentisida karena tikus belum mengalami efek atau
reaksi yang berbeda dalam tubuhnya. Sesuai dengan pendapat Syamsuddin (2007),

22
Rodentisida antikoagulan tidak menyebabkan tikus jera seperti halnya racun
akut. Jumlah umpan beracun yang dikomsumsi tikus dipengaruhi oleh jenis umpan,
aroma umpan dan bahan aktif yang digunakan. Pengaruh lainnya adalah jika tikus
telah memiliki pengalaman memakan suatu jenis makanan tertentu akan
menyebabkan sakit perut yang parah, maka mereka tidak akan memakan makanan
sampai kedua kalinya, akan tetapi setelah beberapa lama hal tersebut dilupakan,
sehingga mungkin dia mencoba memakan lagi (Syamsuddin, 2007, h.197) Hal ini
dapat disebabkan oleh perilaku tikus yang mengalami penurunan jumlah konsumsi
akibat jera umpan (Priyambodo,2013, h. 150-151).

4.2.3. Gejala dan Daya Racun Rodentisida Terhadap Tikus


Hasil pengujian daya racun rodentisida disajikan pada tabel 4.5.
Berdasarkan tabel, Daya racun rodentisida menunjukkan bahwa pada perlakuan
tertinggi pada P2 dan P3, dengan nilai skor 5. diikuti dengan P5 sebesar 0.75, serta
P1 dan P2 dengan nilai skor sebesar 0.25. Hasil analisis lebih dari dua perlakuan
menggunakan Kruskall Wallis menujukkan terdapat perbedaan daya racun antar
perlakuan tersebut (Assym Sig = 0.008). Selanjutnya pada hasil analisis Mann
Whitnye menunjukkan daya racun perlakuan P0, P1, P2, dan P5 berbeda dengan P2
dan P3. Perlakuan P2 dan P3 merupakan perlakuan yang menyebabkan kematian
tercepat pada tikus. Kandungan bahan aktif dari kedua perlakuan ini yakni bahan
aktif zinc phospide.
Rodentisida yang diberikan pada tikus memiliki bahan aktif yang berbeda
yaitu Bromodiolone (P1), Zinc Phospide (P2&P3), Barium Klorida (P4&P5). Efek
dari bahan aktif Bromodiolone, Zinc Phospide dan Barium klorida memiliki gejala
keracunan yang hampir sama. Perbedaan pengaruh tersebut terletak pada waktu
timbulnya gejala keracunan dan perilaku tikus.
Waktu timbulnya gejala keracunan dapat dilihat pada tabel 4.5. Tikus yang
telah mengkomsumsi rodentisida dengan bahan aktif bromodiolone di 24 jam
pertama tikus percobaan P1 pengamatan ke-1 memiliki gejala buang air seni dan
besar yang berlebih dan terus terjadi hingga 24 jam kedua (48 jam pengamatan),
tikus percobaan pengamatan ke-2 mengalami gejala yang sama yaitu buang air
besar dan seni berlebih pada 24 jam pertama akan tetapi mengalami kematian pada
24 jam kedua, tikus percobaan pengamatan ke-3 mengalami gejala awal yang sama

23
dengan tikus ke-1 dan ke-2 yaitu buang air seni dan besar dan pada saat 24 jam
kedua masih terlihat aktif dan tidak mengalami kematian. Perbedaan waktu timbul
gejala dan kematian pada tikus dapat disebabkan karena tikus percobaan
pengamatan ke-1 hingga ke-3 memiliki sistem ketahanan dalam tubuhnya dan
resisten terhadap rodentisida yang kuat dibandingkan dengan tikus ke-4, sehingga
mampu bertahan hidup lebih lama. Brodifakum termasuk kedalam racun
antikoagulan. Cara kerja racun antikoagulan adalah dengan mencegah proses
pembentukan prothombin yang dibutuhkan dalam proses pembentukan sel darah
merah. Untuk pembentukan prothombin tersebut diperlukan adanya vitamin A,
sedangkan rodentisida antikoagulan bersifat sebagai anti vitamin A dengan
demikian, apabila keaadan antikoagulan meningkat maka prothombin akan
menurun sehingga cairan darah tidak akan membentuk sel darah merah. Cairan
darah tersebut keluar dari saluran urat darah dan mengisi jaringan dan rongga tubuh,
jaringan kulit, terutam sekitar mata, hidung,anus,telinga, dan bagian lainya
(Rochman,1992).
Untuk tikus yang telah mengkomsumsi rodentisida dengan bahan aktif Zinc
phospide yaitu pada perlakuan P2 (tikus ke-1 hingga ke-4) dan P3 (tikus ke-1
hingga ke-4) di 24 jam pertama semuanya diawali dengan gejala kaku, berdiam diri,
beberapa saat sebelum kematian akan mengalami kejang-kejang. Zinc Phospide
berbeda dengan rodentisida antikoagulan yang membunuh hewan pengerat secara
perlahan. Mekanisme kerja Zinc phospide akan berinteraksi dengan asam diperut
dengan menciptakan gas fosfin yang akan membunuh hewan pengerat dengan
cepat. Terbentuknya gas fosfin yang sangat beracun diperut yang menyebabkan
berbagai efek toksik metabolik dan non metabolik dan gejala lainnya seperti gagal
hati, hipoglikemia, kejang tonik-klonik, terjadi kolaps peredaran darah dan
kerusakan paru-paru (NCBI, 2014).
Selanjutnya, tikus yang telah mengkomsumsi rodentisida dengan bahan
aktif barium klorida di 24 jam pertama P4 (tikus ke-1 & ke-2) dan P5 (tikus ke-2)
mengalami kelumpuhan dan penurunan fungsi pada kaki, P4 (tikus ke-3) dan P5
(tikus ke-3) terlihat banyak berdiam diri, P5 (tikus ke-4) masih terlihat aktif akan
tetapi telah mengalami gejala seperti mencret yang menandakan tikus telah
mengalami keracunan. Sesuai dengan pernyataan SIB3POP bahwa efek awal akibat

24
senyawa barium klorida ialah muntah dan kerusakan fungsi otot syaraf mulai dari
kelemahan hingga kelumpuhan.

Tikus percobaan yang mengalami kematian <48 jam akan dilakukan


pembedahan pada bagian perut untuk melihat kondisi atau kerusakan pada organ
dalam tubuh tikus. Setelah dilakukan pembedahan pada perut tikus yang dapat
dilihat pada lampiran 5.4 terlihat perbedaan kerusakan pada organ dalam tikus.
Tikus yang mengkomsumsi rodentisida bahan aktif brodifakum memiliki kondisi
usus yang bewarna biru kehijauan yang menyerupai warna formulasi brodifakum
dan pada saat dibedah mengeluarkan bau yang juga menyerupai bau formulasi
brodifakum. Sedangkan, tikus yang mengkomsumsi rodentisida bahan aktif zinc
phospide dan barium klorida memiliki kondisi kerusakan pada usus yang hampir
sama yaitu usus yang membusuk dan bewarna kehitaman. Akan tetapi, memiliki
perbedaan pada bau yang dikeluarkan pada saat pembedahan dilakukan yaitu tikus
yang mengkomsumsi zinc phospide memiliki bau yang sangat menyengat dan
mengganggu indera penciuman yaitu seperti bau bawang putih atau ikan busuk .
Hal ini menandakan bahwa zinc phospide telah mengiritasi langsung saluran
pencernaan dan pernafasan tikus. Sesuai dengan hasil penelitian Bilic dkk (2020)
keracunan zinc phospide menyebabkan pendarahan saluran cerna dan
mengeluarkan bau bawang putih dari saluran pencernaan.
Pada perlakuan P1, P4 dan P5 berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa
pada ketiga perlakuan ini memiliki beberapa sampel penelitian yang masih hidup
setelah 48 jam pengamatan meskipun telah mengalami beberapa gejala keracunan.
Hal ini karena tikus mengalami kondisi sub-lethal yaitu dosis racun yang sampai
pada tikus tidak membunuh dan reaksi rodentisida terlihat pada aktifitas tikus yang
menurun seperti keadaan diam dan malas bergerak (Posmaningsih, I, Nyoman dan
I, Wayan, 2014, h. l-83).

25
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Penggunaan bahan aktif rodentisida zinc phospide efektif untuk mengendalikan
hama tikus dengan skor daya racun paling tinggi yaitu 5 yang ditunjukkan pada
perlakuan P2 dan P3.
2. Umpan beracun dengan bahan tambah dedak padi yang dicampurkan ikan teri
efektif dan sangat disukai hama tikus yang ditunjukkan pada perlakuan P3 dan
P5 berbeda dengan perlakuan P2 dan P4 yang dicampurkan bahan tambah
kelapa bakar.
3. Kombinasi bahan aktif rodentisida zinc phospide dengan dedak padi dan ikan
teri paling efektif untuk mengendalikan hama tikus yaitu perlakuan P3 yang
memiliki laju mortalitas yang baik daripada perlakuan lainnya.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah diperlukan pengujian aplikasi hasil
penelitian terhadap tikus langsung dilapangan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Astuti DR. (2013). Keefektifan Rodentisida Racun Kronis Generasi II Terhadap


Keberhasilan Penangkapan Tikus. Kesehatan Masyarakat 8(2), 283-189.
Dedi, Sarbino, Indri H. (2012). Uji Preferensi Beberapa Jenis Bahan Untuk
Dijadikan Umpan Tikus Sawah (Rattus argentiventer). Skripsi, Universitas
Tanjungpelet 552a.
Desnataliansyah. (2020). Pengendalian Hama Tikus pada Tanaman (Teknologi
Pengusir Hama Tikus di Lahan Pertanian
Fadhilah, R.N., Suhartini., Rahardyan, (2013). Perbandingan Pemberian Ikan Teri
(Stolephorus Sp) Dan Susu Kedelai Terhadap Densitas Mandibula Tikus
Wistar Jantan. IDJ, 2(1), h. 20-26.
Fadillah, Lizmah, Afrillah, Ritonga. (2022). Potensi Pemanfaatan Burung Hantu
Tyto Alba Sebagai Predator Alami Dalam Pengendalian Hama Tikus Pada
Tanaman Kelapa Sawit (elaeis guineensis jaqc) Di Divisi H PT. Socfindo
Seunangan. Ilmiah Pertanian 18(02): 85
Gumay DP., Mohammad, K., Endah, S., Hendri, B. (2020). Keberhasilan
Pemerangkapan Tikus (Rattus exulans) Dengan Jenis Umpan Berbeda Di
Kebun Raya Liwa Lampung Barat. Medika Malahayati, 4(1), h. 30-31
Hadipernata, M.W, Supartono, M.A.F, Falah. (2012).Proses Stabilitas Dedak Padi
(Oryza sativa. L) menggunakan radiasi far infra red (FIR) sebagai bahan
baku minyak pangan. Aplikasi Teknologi Pangan 1(4): 103-107
Junianto, S.D, Arum, S. (2016). Perbandingan Jumlah Tikus Yang Tertangkap
Antara Perangkap Dengan Umpan Kelapa Bakar, Ikan Teri Dengan
Perangkap Tanpa Umpan (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas
Pandanaran) Tahun 2015. Journal of Publik Health. 5(1).
Koral AUP/STP Papua. Ikan teri cegah osteoporis.
www.suarapembaruan.com (Diakses 23 Agustus 2023)
Mahmudah, Pramudi, Marsuni. (2022). Tingkat Kesukaan Tikus Terhadap
Berbagai umpan Pada Semi Otomatis. Proteksi Tanaman Tropika 5(01): 456
MDPI, (2023). Keracunan Seng Fosfida.
www.mdpi.com (diakses pada 23 Agustus 2023)

27
Natawigena, W.D.,Ichsan, N.B., Chadera, R.S. (2021). Pengaruh Beberapa Bahan
Aktif Dalam Formulasi Rodentisida Terhadap Metabolisme dan Perilaku
Tikus Putih(Rottus norvegicus Wistar) Di Laboratorium. SEMABIO.
Volume 6, h.258-275.
NCBI, (2014). Pengaruh Barium Klorida Pada Sekresi Usus Pada Tikus.
www.ncbi.nih.gov.com (diakses pada 22 Agustus 2023)
Posmaningsih, D.A, Pelet 552na, I NM, Sali, I.W. (2014). Efektivitas Pemanfaatan
Umbi Gadung Dioscorea Hispida Dennust Pada Umpan Sebagai
Rodentisida Nabati Dalam Pengendalian Tikus. Skala Husada. 11(1), 79-85
Priyambodo, S. (1995). Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Priyambodo, S. (2003). Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Penebar Swadaya.
Jakarta, h.13
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin Pertanian). (2018). Statistik
iklim, organisme pengganggu tanaman dan dampak perubahan iklim 2015-
2018. Sekertariat Jenderal, Kementerian Pertanian.
Pusparini. M.D, Ketut, I.S. (2018). Efektivitas Pengendalian Hama Tikus Pada
Tanaman Pertanian Dengan Pemanfaatan Burung Hantu Di Desa
Wringinrejo Kecamatan Gambiran Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa
Timur. Pendidikan Geografi Undiksha. 6(2), 54-63
Putri, Y.M., Akhmad, G., Antar, S. (2021). Pengaruh Beberapa Umpan
Pendahuluan Terhadap Jumlah Umpan Beracun Yang Di Makan Tikus
Swah (Rattus rattus argentiventer Rob&Kloss). Jurnal Tugas Akhir
Mahasiswa. 4(1).
Rejeki, Putri Prasetya, (2018). Ovariektomi Pada Tikus dan Mencit. Surabaya:
Airlangga University Press, h. 1
Rochman, (1992. Biologi dan Ekologi Tikus. Seminar Pengendalian Hama Tikus
Terpadu. Bogor.
Saputra, Pratama, Idun, S.S, E. Nanik. (2017). Pemberian Berbagai Jenis Umpan
Untuk Mengendalikan Hama Tikus Di Perkebunan Kelapa Sawit.
Agromast. 2(2)

28
SIB3POP, 2023. Barium Klorida. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan
Berbahaya.
Siregar, H.M., Priyambodo, S., Dadan, H. (2020). Preferensi Serangan Tikus Sawah
(Rattus argentiventer) Terhadap Tanaman Padi. Agrovigor, 13(1), h.16-21.
Standar Nasional Indonesia. (2013). Dedak Padi Bahan Pakan Ternak.
DOI: pakan.ditjenpkh.pertanian.go.id/wp-content/uploads/...· PDF file
Standar Nasional Indonesia. (2001). Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas
Maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan. Direktorat Kesehatan
Masyarakat Veteriner. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan
Departemen Pertanian.
Suckow, M.A., Danneman, P., Brayton. C. 2001. The Laboratory Mouse Florida :
CRC Press.
Supriyo E., Isti, P., RTD, Wisnu, B., Fahmi, A. (2020). Uji Efikasi Formulasi
Rodentisida Cair Dengan Bahan Aktif Permentrin Dan Malathion Pada
Tikus Sawah, Tikus Rumah Dan Tikus Pohon Dalam Mencegah Penyakit
Leptospirosis. Gema Teknologi, 20(4), h.131
Syamsuddin. 2007. Tingkah Laku Tikus dan Pengendaliannya. Balai Penelitian
Tanaman Serealia. Maros
Tarmadja S, Ngidha SA. 2018. Efikasi tiga jenis rodentisida antikoagulan terhadap
hama tikus perkebunan kelapa sawit. Agroista 02(1): 10-19.
Tarmadja, S, Servasius, A.N. (2018). Efikasi Tiga Jenis Rodentisida Antikoagulan
Terhadap Hama Tikus Pada Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal
Agroteknologi. 2(1), 10-19.
Zailani, Habib Fachrur. (2015). Uji Efektivitas Rodentisida Nabati Ekstrak Buah
Bintaro (cerbera manghas Boiteau, Pierre L.) Terhadap Hama
Tikus[skripsi]. Jember: Fakultas Pertanian, Universitas Jember, h. 16

29
RIWAYAT HIDUP

Nurul Hikmah Abustang lahir pada tanggal 29 Oktober 2000 di


Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan. Merupakan anak kelima
dari lima bersaudara. Puteri dari pasangan Bapak Abustang dan
Ibu Jumriah. Pendidikan formal dimulai pada tahun 2007 di
SDN 115 Patampanua, Pinrang dan lulus pada tahun 2013.
Melanjutkan Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama SMPN
1 Seimenggaris, Nunukan pada tahun 2013 dan lulus pada tahun 2016. Melanjutkan
Pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Pinrang, Jurusan MIPA pada tahun 2016
lalu pindah ke SMKN 1 Seimenggaris Agribisnis Produksi Tanaman pada tahun
2016 dan lulus pada tahun 2019. Kemudian penulis melanjutkan Pendidikan
Tinggi dimulai pada tahun 2019 di Universitas Borneo Tarakan Fakultas Pertanian
Jurusan Agroteknologi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN).
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di laksanakan pada bulan Juli sampai Agustus
2021 di Balai Karantina Pertanian Kelas II Tarakan, Tarakan Timur, Kota Tarakan.
Tahun 2022 melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada bulan Juni sampai Juli
2022 di Desa Sekatak Buji, Sekatak, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan
Utara. Pada tahun 2023 bulan Januari sampai dengan April 2023 melaksanakan
penelitian sebagai tugas akhir dengan judul “Pengujian Kombinasi Daya Racun
Bahan Aktif Rodentisida dan Dedak Padi (rice bran) Terhadap Hama Tikus di
Laboratorium”

30
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perlakuan dan Ulangan (Kelompok)

Pengujian Kelompok Pertama (U1)


P0U1 P1U1 P3U1
P5U1 P4U1 P2U1

Pengujian Kelompok (U2)


P2U2 P3U2 P5U2
P4U2 P1U2 P0U2

Pengujian Kelompok (U3)


P5U3 P1U3 P0U3
P4U3 P5U3 P2U3

Pengujian Kelompok (U4)


P4U4 P2U4 P1U4
P0U4 P5U4 P3U4

Keterangan:
P0= Pakan Babi
P1= Formulasi Brodifakum 0,005%
P2= Zinc phospide + Dedak Padi + Kelapa Bakar
P3= Zinc Phospide + Dedak Padi + Ikan Teri
P4= Barium Klorida + Dedak Padi + Kelapa Bakar
P5= Barium Klorida + Dedak Padi + Ikan Teri

31
Lampiran 2. Uji Normalitas Data

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
BrtAwal .082 24 .200 .965 24 .552
BrtAkhir .123 24 .200* .966 24 .571
Selisih .144 24 .200* .929 24 .092
Rata2Berat .070 24 .200* .985 24 .966
KonsBrt .125 24 .200* .935 24 .129
TransRata2Brt .089 24 .200* .977 24 .829
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

32
Lampiran 3. Hasil Analisis Kruskall-Wallis (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan Pada Paramater Berat Awal Tikus, Berat Akhir Tikus, Selisih Berat
Awal dan Akhir, Serta Rata-Rata Berat

Ranks
Perlakuan N Mean Rank
BrtAwal P0 4 8.63
P1 4 14.25
P2 4 16.75
P3 4 11.00
P4 4 11.75
P5 4 12.63
Total 24
BrtAkhir P0 4 18.88
P1 4 15.63
P2 4 14.50
P3 4 11.00
P4 4 6.13
P5 4 8.88
Total 24
Selisih P0 4 22.00
P1 4 14.00
P2 4 11.13
P3 4 14.63
P4 4 6.88
P5 4 6.38
Total 24
Rata2Berat P0 4 14.38
P1 4 15.13
P2 4 15.75
P3 4 10.75
P4 4 8.75
P5 4 10.25
Total 24

Test Statisticsa,b
BrtAwal BrtAkhir Selisih Rata2Berat
Chi-Square 3.119 8.850 13.457 3.454
df 5 5 5 5
Asymp. Sig. .682 .115 .019 .630
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Perlakuan

33
Lampiran 4. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P1 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,
Serta Rata-Rata Berat

Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Selisih P0 4 6.25 25.00
P1 4 2.75 11.00
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U 1.000
Wilcoxon W 11.000
Z -2.021
Asymp. Sig. (2-tailed) .043
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .057b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

34
Lampiran 5. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P2 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,
Serta Rata-Rata Berat

Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Selisih P0 4 6.50 26.00
P2 4 2.50 10.00
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-tailed
.029b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

35
Lampiran 6. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P3 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,
Serta Rata-Rata Berat

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
Selisih P0 4 6.25 25.00
P3 4 2.75 11.00
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U 1.000
Wilcoxon W 11.000
Z -2.021
Asymp. Sig. (2-tailed) .043
Exact Sig. [2*(1-tailed
.057b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

36
Lampiran 7. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P4 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,
Serta Rata-Rata Berat

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
Selisih P0 4 6.50 26.00
P4 4 2.50 10.00
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-
.021
tailed)
Exact Sig. [2*(1-
.029b
tailed Sig.)]
a. Grouping Variable:
Perlakuan
b. Not corrected for ties.

37
Lampiran 8. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P1 dan P2 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,
Serta Rata-Rata Berat

Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Selisih P1 4 5.00 20.00
P2 4 4.00 16.00
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 16.000
Z -.577
Asymp. Sig. (2-
.564
tailed)
Exact Sig. [2*(1-
.686b
tailed Sig.)]
a. Grouping Variable:
Perlakuan
b. Not corrected for ties.

38
Lampiran 9. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P1 dan P3 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,
Serta Rata-Rata Berat

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
Selisih P1 4 4.25 17.00
P3 4 4.75 19.00
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U 7.000
Wilcoxon W 17.000
Z -.289
Asymp. Sig. (2-tailed) .773
Exact Sig. [2*(1-tailed
.886b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

39
Lampiran 10. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P1 dan P4 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,
Serta Rata-Rata Berat

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
Selisih P1 4 6.00 24.00
P4 4 3.00 12.00
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.732
Asymp. Sig. (2-tailed) .083
Exact Sig. [2*(1-tailed
.114b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

40
Lampiran 11. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P1 dan P5 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,
Serta Rata-Rata Berat

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
Selisih P1 4 6.00 24.00
P5 4 3.00 12.00
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.732
Asymp. Sig. (2-tailed) .083
Exact Sig. [2*(1-tailed
.114b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

41
Lampiran 12. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P2 dan P3 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,
Serta Rata-Rata Berat

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
Selisih P2 4 4.13 16.50
P3 4 4.88 19.50
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U 6.500
Wilcoxon W 16.500
Z -.436
Asymp. Sig. (2-tailed) .663
Exact Sig. [2*(1-tailed
.686b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

42
Lampiran 13. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P2 dan P4 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,
Serta Rata-Rata Berat

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
Selisih P2 4 5.25 21.00
P4 4 3.75 15.00
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 15.000
Z -.866
Asymp. Sig. (2-tailed) .386
Exact Sig. [2*(1-tailed
.486b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

43
Lampiran 14. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P2 dan P5 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,
Serta Rata-Rata Berat

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
Selisih P2 4 5.25 21.00
P5 4 3.75 15.00
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 15.000
Z -.866
Asymp. Sig. (2-tailed) .386
Exact Sig. [2*(1-tailed
.486b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

44
Lampiran 15. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P2 dan P5 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
Selisih P3 4 6.00 24.00
P4 4 3.00 12.00
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.732
Asymp. Sig. (2-tailed) .083
Exact Sig. [2*(1-tailed
.114b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

45
Lampiran 16. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P3 dan P5 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
Selisih P3 4 6.25 25.00
P5 4 2.75 11.00
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U 1.000
Wilcoxon W 11.000
Z -2.021
Asymp. Sig. (2-tailed) .043
Exact Sig. [2*(1-tailed
.057b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

46
Lampiran 17. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P4 dan P5 Pada Paramater Selisih Berat Awal dan Akhir,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
Selisih P4 4 4.63 18.50
P5 4 4.38 17.50
Total 8

Test Statisticsa
Selisih
Mann-Whitney U 7.500
Wilcoxon W 17.500
Z -.145
Asymp. Sig. (2-tailed) .885
Exact Sig. [2*(1-tailed
.886b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

47
Lampiran 18. Uji Normalitas Data Pakan

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
KonsPakan .142 24 .200 .918 24 .052
TransKonsPakan .104 24 .200* .955 24 .346
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

48
Lampiran 19. Hasil Analisis Kruskall-Wallis (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan Pada Paramater Persentase Konsumsi Pakan).

Ranks
Perlakuan N Mean Rank
KonsPakan P0 4 22.50
P1 4 8.63
P2 4 6.00
P3 4 10.50
P4 4 12.88
P5 4 14.50
Total 24

Test Statisticsa,b
KonsPaka
n
Chi-Square 13.244
df 5
Asymp. Sig. .021
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Perlakuan

49
Lampiran 20. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P1 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P0 4 6.50 26.00
P1 4 2.50 10.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.323
Asymp. Sig. (2-tailed) .020
Exact Sig. [2*(1-tailed
.029b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

50
Lampiran 21. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P2 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P0 4 6.50 26.00
P2 4 2.50 10.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-tailed
.029b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

51
Lampiran 22. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P3 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P0 4 6.50 26.00
P3 4 2.50 10.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-tailed
.029b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

52
Lampiran 23. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P4 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P0 4 6.50 26.00
P4 4 2.50 10.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-tailed
.029b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

53
Lampiran 24. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P5 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P0 4 6.50 26.00
P5 4 2.50 10.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-tailed
.029b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

54
Lampiran 25. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P1 dan P2 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P1 4 5.50 22.00
P2 4 3.50 14.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 14.000
Z -1.162
Asymp. Sig. (2-tailed) .245
Exact Sig. [2*(1-tailed
.343b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

55
Lampiran 26. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P1 dan P3 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P1 4 4.00 16.00
P3 4 5.00 20.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 16.000
Z -.581
Asymp. Sig. (2-tailed) .561
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .686b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

56
Lampiran 27. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P1 dan P4 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P1 4 3.38 13.50
P4 4 5.63 22.50
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U 3.500
Wilcoxon W 13.500
Z -1.315
Asymp. Sig. (2-tailed) .189
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

57
Lampiran 28. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P1 dan P5 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P1 4 3.25 13.00
P5 4 5.75 23.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 13.000
Z -1.452
Asymp. Sig. (2-tailed) .146
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

58
Lampiran 29. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P2 dan P3 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P2 4 3.75 15.00
P3 4 5.25 21.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 15.000
Z -.866
Asymp. Sig. (2-tailed) .386
Exact Sig. [2*(1-tailed
.486b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

59
Lampiran 30. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P2 dan P4 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P2 4 3.25 13.00
P4 4 5.75 23.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 13.000
Z -1.443
Asymp. Sig. (2-tailed) .149
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

60
Lampiran 31. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P2 dan P5 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P2 4 3.00 12.00
P5 4 6.00 24.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.732
Asymp. Sig. (2-tailed) .083
Exact Sig. [2*(1-tailed
.114b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

61
Lampiran 32. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P3 dan P4 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P3 4 4.00 16.00
P4 4 5.00 20.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 16.000
Z -.577
Asymp. Sig. (2-tailed) .564
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .686b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

62
Lampiran 33. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P3 dan P5 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P3 4 3.75 15.00
P5 4 5.25 21.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 15.000
Z -.866
Asymp. Sig. (2-tailed) .386
Exact Sig. [2*(1-tailed
.486b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

63
Lampiran 34. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P4 dan P5 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
KonsPakan P4 4 4.00 16.00
P5 4 5.00 20.00
Total 8

Test Statisticsa
KonsPakan
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 16.000
Z -.577
Asymp. Sig. (2-tailed) .564
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .686b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

64
Lampiran 35. Uji Normalitas Data

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DayaRacun .290 24 .000 .778 24 .000
a. Lilliefors Significance Correction

65
Lampiran 36. Hasil Analisis Kruskall-Wallis (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan Pada Paramater Daya Racun).

Ranks
Perlakuan N Mean Rank
DayaRacun P0 4 3.50
P1 4 11.00
P2 4 19.00
P3 4 19.00
P4 4 10.50
P5 4 12.00
Total 24

Test Statisticsa,b
DayaRacu
n
Chi-Square 15.521
df 5
Asymp. Sig. .008
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Perlakuan

66
Lampiran 37. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P4 dan P5 Pada Paramater Konversi Pakan,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P0 4 3.00 12.00
P1 4 6.00 24.00
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.984
Asymp. Sig. (2-tailed) .047
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .114b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

67
Lampiran 38. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P2 Pada Paramater Daya Racun,

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P0 4 2.50 10.00
P2 4 6.50 26.00
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.646
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed
.029b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

68
Lampiran 39. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P3 Pada Paramater Daya Racun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P0 4 2.50 10.00
P3 4 6.50 26.00
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.646
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed
.029b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

69
Lampiran 40. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P4 Pada Paramater Daya Racun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P0 4 3.00 12.00
P4 4 6.00 24.00
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.984
Asymp. Sig. (2-tailed) .047
Exact Sig. [2*(1-tailed
.114b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

70
Lampiran 41. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P0 dan P5 Pada Paramater Daya Raccun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P0 4 2.50 10.00
P5 4 6.50 26.00
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

71
Lampiran 41. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P1 dan P2 Pada Paramater Daya Raccun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P1 4 3.00 12.00
P2 4 6.00 24.00
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.984
Asymp. Sig. (2-tailed) .047
Exact Sig. [2*(1-tailed
.114b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

72
Lampiran 42. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P1 dan P3 Pada Paramater Daya Raccun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P1 4 3.00 12.00
P3 4 6.00 24.00
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.984
Asymp. Sig. (2-tailed) .047
Exact Sig. [2*(1-tailed
.114b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

73
Lampiran 43. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P1 dan P4 Pada Paramater Daya Raccun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P1 4 4.63 18.50
P4 4 4.38 17.50
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U 7.500
Wilcoxon W 17.500
Z -.147
Asymp. Sig. (2-tailed) .883
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .886b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

74
Lampiran 44. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P1 dan P5 Pada Paramater Daya Raccun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P1 4 4.38 17.50
P5 4 4.63 18.50
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U 7.500
Wilcoxon W 17.500
Z -.147
Asymp. Sig. (2-tailed) .883
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .886b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

75
Lampiran 45. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P2 dan P3 Pada Paramater Daya Raccun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P2 4 4.50 18.00
P3 4 4.50 18.00
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 18.000
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

76
Lampiran 46. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P2 dan P4 Pada Paramater Daya Raccun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P2 4 6.00 24.00
P4 4 3.00 12.00
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.984
Asymp. Sig. (2-tailed) .047
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .114b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

77
Lampiran 47. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P2 dan P5 Pada Paramater Daya Raccun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P2 4 6.00 24.00
P5 4 3.00 12.00
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 18.000
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

78
Lampiran 48. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P3 dan P4 Pada Paramater Daya Raccun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P3 4 6.00 24.00
P4 4 3.00 12.00
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.984
Asymp. Sig. (2-tailed) .047
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .114b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

79
Lampiran 49. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P3 dan P5 Pada Paramater Daya Raccun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P3 4 6.00 24.00
P5 4 3.00 12.00
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.984
Asymp. Sig. (2-tailed) .047
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .114b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

80
Lampiran 50. Hasil Analisis Mann-Whitney (Analisis Perbandingan Antar
Perlakuan P4 dan P5 Pada Paramater Daya Raccun

Ranks
Sum of
Perlakuan N Mean Rank Ranks
DayaRacun P4 4 4.13 16.50
P5 4 4.88 19.50
Total 8

Test Statisticsa
DayaRacu
n
Mann-Whitney U 6.500
Wilcoxon W 16.500
Z -.441
Asymp. Sig. (2-tailed) .659
Exact Sig. [2*(1-tailed
.686b
Sig.)]
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.

81
Lampiran 51. Data Penelitian

Berat Berat Rata2 Konsumsi Daya


Perlakuan Ulangan Selisih
Awal Akhir Berat Pakan Racun
P0 1 21.12 32 10.88 26.6 62.5 0
P1 1 28.8 25.4 -3.4 27.1 36 2
P2 1 34 30 -4 32 1.6 5
P3 1 25.7 21.4 -4.3 23.6 28.6 5
P4 1 30.13 20 -10.13 25.1 19.5 1
P5 1 31 28.4 -2.6 29.7 19 1
P0 2 26.6 31.7 5.1 29.2 79 0
P1 2 28.4 24.8 -3.6 26.6 10 3
P2 2 30 19.7 -10.3 24.9 4.7 5
P3 2 29.5 28.7 -0.8 29.1 3.8 5
P4 2 24.3 20.1 -4.2 22.2 23 5
P5 2 27.3 21.4 -5.9 24.4 60 3
P0 3 17.1 23.6 6.5 20.4 72.5 0
P1 3 19 20 1 19.5 19.5 0
P2 3 24.1 23.6 -0.5 23.9 38.9 5
P3 3 20.2 19.7 -0.5 20 39.8 5
P4 3 16.8 14 -2.8 15.4 32 0
P5 3 21.2 16.6 -4.6 18.9 24.45 5
P0 4 22.2 22.3 0.1 22.3 76.5 0
P1 4 26.5 24.7 -1.8 25.6 10 5
P2 4 23.6 23.2 -0.4 23.4 4.3 5
P3 4 18.9 19.4 0.5 19.2 21 5
P4 4 23.7 19.1 -4.6 21.4 53.5 3
P5 4 17.1 12 -5.1 14.6 61.5 2

82
Lampiran 52. Bahan Penelitian

Rodentisida Brodifakum 0,005% Bahan Aktif Barium Klorida

Rodentisida Zinc Phospide Kelapa Bakar

Ikan Teri Dedak Padi

Pelet 552 Tikus Pengamatan

83
Lampiran 5.3 Dokumentasi Kegiatan

Pembakaran Pemarutan Formulasi Penimbangan Pelet


Kelapa brodifakum 552(P0)

Penyediaan Peletakan umpan Penimbangan


perlakuan beracun bobot tikus

Peletakan tikus Pembedahan Tikus yang Pemarutan


percobaan mengalami kematian Kelapa Bakar

84
Lampiran 5.4 Gejala

Buang Air Seni dan Besar Lumpuh


(BASB)

Kaku Berdiam Diri Mati akibat


Brodifakum

85
Mati akibat zinc Mati akibat barium
phospide klorida

Organ dalam tikus Organ dalam tikus


akibat brodifakum akibat zinc phospide

Organ dalam tikus


akibat BaCl

86
87

Anda mungkin juga menyukai