RINGKASAN
Adanya eksploitasi dan degradasi hutan di Kalimantan Utara yang semakin meningkat
setiap tahunnya, akibat semakin luasnya pembukaan lahan untuk pengembangan hutan
tanaman industri (HTI), perkebunan kelapa sawit, pembalakan liar, ladang berpindah, dan
pemukimam dikhawatirkan akan menyebabkan punahnya spesies-spesies tumbuhan asli.
Selain itu, kegiatan tersebut tentu saja akan mengancam kelestarian plasma nutfah yang ada
khususnya tumbuhan yang memiliki potensi sebagai tumbuhan obat. Pengetahuan lokal
masyarakat tentang tumbuhan obat semakin terancam punah dengan adanya proses
modernisasi yang menyebabkan maraknya penggunaan obat-obatan sintetik sehingga
masyarakat beralih pada pengobatan modern.
Melihat keadaan tersebut, maka perlu adanya suatu upaya pelestarian tumbuhan yang
berpotensi sebagai obat yang didasarkan pada jenis tumbuhan yang digunakan dan cara
pemanfaatan tumbuhan tersebut oleh masyarakat setempat. Salah satu tumbuhan hutan yang
memiliki potensi sebagai penghasil obat adalah jenis jahe hutan yang tumbuh di hutan. Jahe
hutan atau masyarakat setempat menyebutnya dengn istilah U’bud atau Klengku temping
dimanfaatkan oleh masyarakat di Pulau Tarakan di daerah Kalimantan Utara sebagai obat
sakit perut dan mengeringkan luka, tetapi sampai saat ini belum terinventarisasi dan
dibudidayakan dengan baik. Oleh karena itu perlu adanya upaya perlindungan dan
inventarisasi tumbuhan jahe hutan ini sebagai pengetahuan tradisional dalam rangka
pengembangan lebih lanjut. Kegiatan penelitian lapangan dilakukan di hutan di Pulau
Tarakan. Kegiatan penelitian meliputi: eksplorasi, karakterisasi, uji fitokimia, dan data
direkap dalam data paspor diikuti dengan dokumentasi data.
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat,
berkisar dari yang terlihat oleh mata hingga yang nampak di bawah mikroskop. Selanjutnya
Zuhud (2009), menjelaskan bahwa tumbuhan yang dijadikan obat adalah seluruh jenis
tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat yang dikelompokkan
menjadi yang dikelompokan menjadi tumbuhan obat tradisional, tumbuhan obat modern, dan
tumbuhan obat potensial.
Tumbuhan obat menurut fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya, dan bahan bakunya terdiri atas simplisia atau sediaan gelenik yang
telah memenuhi syarat yang sudah berlaku (BPOM, 2004). Dalam fitofarmaka, sediaan obat
yang dari sediaan galenik yang sudah dibakukan, mulai dari bahan baku, ekstrak total, ekstrak
murni, sampai ekstrak fraksionasi dengan menggunakan prosedur pembuatan yang telah
dibakukan. Menurut Kartikawati (2004), mengelompokkan tumbuhan obat menjadi 4 yaitu
berdasarkan jenis simplisia yang digunakan, berdasarkan pola pembudidayaanya, berdasarkan
kegunaannya, dan berdasarkan bahan atau cara perbanyakannya.
Secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang 82% dari total jenis tumbuhan obat
hidup di ekosistem hutan tropika dataran rendah pada ketinggian di bawah 1000 meter dari
permukaan laut. Saat ini ekosistem hutan dataran rendah adalah kawasan hutan yang paling
banyak rusak dan punah karena berbagai kegiatan eksploitasi kayu oleh manusia (Zuhud,
2009).
Sifat dan Ciri Tumbuhan Obat
Utami dan Almaliyah (2010), menyampaikan bahwa ada 4 macam sifat dan 5 macam
ciri rasa tumbuhan obat yang merupakan suatu bagian cara pengobatan tradisional Timur.
Keempat macam sifat tersebut yaitu dingin, panas, hangat dan sejuk. Tumbuhan yang bersifat
panas dan hangat untuk pengobatan sindroma dingin misalnya takut, dingin, tangan dan kaki
dingin, lidah pucat, nadi lambat dan lain-lain. Sedangkan sifat sejuk dan dingin dari
tumbuhan obat dipakai untuk pengobatan pada sindroma panas misalnya demam, rasa haus,
air kemih berwarna kuning tua lidah merah, nadi cepat dan lain-lain.
Lima macam ciri rasa dari tumbuhan obat yaitu rasa pedas, manis, masam, pahit dan
asin. Penggunaannya mempunyai khasiat yang berbeda-beda, rasa pedas bersifat menguatkan
(tonic effect) dan menyejukkan, rasa masam bersifat pengelat dan mengawetkan, rasa pahit
melunakkan dan mencaharkan, serta tanpa rasa (bland tasting) bersifat diuretik (Kurdi, 2011).
Analisa Vegetasi
Analisa vegetasi merupakan kegiatan risalah hutan yang dipergunakan untuk
menganalisa hutan bagaimana komposisi (susunan dan jumlah spesies jenis persatuan luas),
struktur (penyebaran jenis, penyebaran individu), potensi tegakan (luas bidang dasar dan
volume), ekologi, dan kegunaan (Makalalag, 2014).
Menurut Ramazas (2012) informasi kepadatan populasi belum cukup untuk
memberikan suatu gambaran yang lengkap mengenai keadaan suatu populasi yang ditemukan
dalam suatu habitat. Dua populasi mungkin dapat mempunyai kepadatan yang sama, tetapi
mempunyai perbedaan yang nyata dalam pola penyebaran spatialnya (tempat). Susunan
anggota-anggota populasi dalam suatu habitat disebut dispersion atau population distribution.
Pengetahuan mengenai penyebaran sangat penting untuk mengetahui tingkat pengelompokan
dari individu yang dapat memberikan dampak terhadap populasi pada rata-rata per unit area.
Terdapat tiga pola penyebaran dalam populasi yaitu seragam, acak dan mengelompok.
Penyebaran organisme di alam jarang ditemukan dalam pola seragam (teratur), tetapi
umumnya mempunyai pola penyebaran mengelompok.
METODE
PENGAMBILAN
EKSPLORASI/ SENYAWA
,IDENTIFIKASI DAN BIOAKTIF PADA
KARAKTERISTIK ORGAN TANAMAN
JAHE HUTAN JAHE HUTAN
PEMANFAATAN
Metode JAHE HUTAN DIVERSIFIKASI BUKU AJAR
Karakter ekstraksi PRODUK
Populasia
ekologis
Variasi Industri JURNAL
Pola pelarut Obat pangan
pemanfaatan ekstraksi
HAKI
2019 2020 2021-2022 2023-2024 TIAP
PRODUK
Fitokimia a Senyawa
bioaktif Komponen
& Senyawa PABRIK
bioaktif HOME
komponenya HAKI
INDUSTRI/
HILIRISASI
ANALISIS SENYAWA PRODUK
BIOAKTIF PADA
PENGUJIAN
MASING-MASING
ORGAN
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan di Pulau Tarakan. Penelitian akan
dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan yaitu meliputi kegiatan persiapan, kegiatan lapangan
menyangkut orientasi lapangan, wawancara, pembuatan plot, pengukuran dan pengumpulan
data, serta kegiatan analisis laboratorium. Objek dalam penelitian ini adalah jahe-jahe liar
yang terdapat di semua hutan di Pulau Tarakan yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat
yang tinggal disekitar hutan. Sebagai sumber informasi yaitu ahli pengobatan
tradisional/dukun, orang tua, tokoh masyarakat, dan masyarakat.
Penelitian ini dilakukan dengan metode survey (melalui teknik observasi langsung,
studi literatur, wawancara) dan laboratorium. Data diolah atau dianalisa secara kualitatif dan
kuantitatif. Kegiatan penelitian meliputi observasi lapangan, penentuan hutan sampel,
penentuan informan kunci dan sampel responden, dan penentuan plot pengamatan.
Kemudian dilakukan pengumpulan data untuk mengkaji potensi tumbuhan jahe-jahe hutan
dilihat dari aspek etnobotani, aspek ekologi, dan aspek fitokimia. Parameter ysng diamati
adalah: Frequensi (kekerapan), Densitas (kerapatan), Dominansi, Frequensi Relatif, Densitas
Relatif, Dominansi Relatif, Nilai Penting (Importance Value), Indeks Diversitas, Indeks
Similaritas, dan Pola Penyebaran Jenis dengan menggunakan metode kuadrat (Quadrat
Sampling Technique) secara random atau acak. Jenis kuadrat yang dipakai adalah Sistem Plot
Tunggal dengan List Quadrat. Selain itu juga dilakukan pengujian fitokimia, pengujian
senyawa bioaktif dan komponen bioaktif. Luaran penelitian ini adalah data karakteristik jahe
hutan yang ada di Pulau Tarakan, serta daftar senyawa fitokimia serta senyawa bioaktif pada
jahe-jahe hutan yang berpotensi sebagai tanaman obat.
Tugas dari para peneliti dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Dr. Amarullah,SP.,MP selaku ketua peneliti akan bertanggung jawab dalam kegiatan
penelitian ini dan sesuai bidang keilmuannya dibidang agronomi akan bertanggung
jawab di bidang ekologi dan etnobotani.
2. Dr. Elly Jumiati, SP., MP sebagai anggota peneliti akan bertanggung jawab dalam
kegiatan pengumpulan data di lapangan yang berhubungan dengan responden dan kajian
sosial ekonomi pemanfaatan jahe hutan sebagai obat.
3. Dwi Santoso, STP.,Msi sebagai anggota peneliti akan bertanggung jawab dalam
mengkaji kandungan senyawa kimia pada jahe hutan dan potensinya sebagai obat.
Kerangka pikir dan diagram alir penelitian ini adalah sebagai berikut.
Belum ada Jahe Hutan Berpotensi Sudah
penelitian sebagai obat dilakukan
pemanfaatan
tumbuhan ini di
Kalimantan
Utara
Mengkaji senyawa
bioaktif dan
komponennya serta
pemanfaatannya
Luaran dan target capaian penelitian ini disajikan pada tabel rencana target capaian
tahunan berikut:
Tabel 1. Rencana Target Capaian Tahunan
No. Jenis Luaran Indikator Capaian
Kategori Sub Kategori Wajib Tambahan TS1) TS+1 TS+2
1 Artikel ilmiah Internasional submitted
dimuat di Nasional submitted
jurnal2) terakreditasi
2 Artikel ilmiah Internasional terdaftar
dimuat di Nasional terdaftar
prosiding3)
3 Invited Internasional Tidak ada
speaker dalam Nasional draft
temu ilmiah4)
4 Visiting Internasional Tidak ada
Lecturer5)
5 Hak Kekayaan Paten
Intelektual Paten sederhana granted
(HKI)6) Hak Cipta
Merek dagang
Rahasia dagang
Desain Produk
Industri
Indikasi Geografis
Perlindungan
Varietas Tanaman
Perlindungan
Topografi Sirkuit
Terpadu
6 Teknologi Tepat Guna7) penerapan
7 Model/Purwarupa/Desain/Karya produk
seni/ Rekayasa Sosial8)
8 Buku Ajar (ISBN)9) draft
9 Tingkat Kesiapan Teknologi Skala 6
(TKT)10)
DAFTAR PUSTAKA
Aspan, Ruslan, Sherley dan Napitupulu. 2008. Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun
Tanaman Obat. Bidang Biologi LIPI Citeureup. Hal 44 – 46
BPOM. 2004. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI. Jakarta
Kurdi, A. 2011. Bagian Dari Tanaman Yang Digunakan Untuk Obat [Skripsi]. Fakultas
Pertanian. Universitas Muhammadiyah. Malang.