Anda di halaman 1dari 13

EKSPLORASI DAN KARAKTERISASI JAHE-JAHE LIAR DI HUTAN

KALIMANTAN UTARA SERTA POTENSINYA SEBAGAI OBAT

RINGKASAN

Adanya eksploitasi dan degradasi hutan di Kalimantan Utara yang semakin meningkat
setiap tahunnya, akibat semakin luasnya pembukaan lahan untuk pengembangan hutan
tanaman industri (HTI), perkebunan kelapa sawit, pembalakan liar, ladang berpindah, dan
pemukimam dikhawatirkan akan menyebabkan punahnya spesies-spesies tumbuhan asli.
Selain itu, kegiatan tersebut tentu saja akan mengancam kelestarian plasma nutfah yang ada
khususnya tumbuhan yang memiliki potensi sebagai tumbuhan obat. Pengetahuan lokal
masyarakat tentang tumbuhan obat semakin terancam punah dengan adanya proses
modernisasi yang menyebabkan maraknya penggunaan obat-obatan sintetik sehingga
masyarakat beralih pada pengobatan modern.
Melihat keadaan tersebut, maka perlu adanya suatu upaya pelestarian tumbuhan yang
berpotensi sebagai obat yang didasarkan pada jenis tumbuhan yang digunakan dan cara
pemanfaatan tumbuhan tersebut oleh masyarakat setempat. Salah satu tumbuhan hutan yang
memiliki potensi sebagai penghasil obat adalah jenis jahe hutan yang tumbuh di hutan. Jahe
hutan atau masyarakat setempat menyebutnya dengn istilah U’bud atau Klengku temping
dimanfaatkan oleh masyarakat di Pulau Tarakan di daerah Kalimantan Utara sebagai obat
sakit perut dan mengeringkan luka, tetapi sampai saat ini belum terinventarisasi dan
dibudidayakan dengan baik. Oleh karena itu perlu adanya upaya perlindungan dan
inventarisasi tumbuhan jahe hutan ini sebagai pengetahuan tradisional dalam rangka
pengembangan lebih lanjut. Kegiatan penelitian lapangan dilakukan di hutan di Pulau
Tarakan. Kegiatan penelitian meliputi: eksplorasi, karakterisasi, uji fitokimia, dan data
direkap dalam data paspor diikuti dengan dokumentasi data.

Kata kunci : eksplorasi, jahe hutan, tumbuhan obat

PENDAHULUAN

Hutan di Indonesia, khususnya hutan di Kalimantan Utara memiliki potensi


keanekaragaman hayati yang sangat tinggi , baik flora maupun fauna sehingga Indonesia juga
dikenal sebagai negara mega-biodiversity. Ragam tanaman yang dimiliki diantaranya
berfungsi sebagai tanaman pangan, tanaman industri, tanaman hutan, tanaman obat, dan
tanaman hias. Beberapa jenis tanaman memiliki fungsi ganda, yaitu selain sebagai tanaman
obat, juga sebagai tanaman hias (Muristo dan Heru 2002). Namun demikian masih banyak
jenis tumbuhan yang belum diketahui dan digali potensinya.
Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan untuk pengobatan biasanya merupakan warisan
secara turun temurun. Penggunaan tumbuhan sebagai bahan baku obat-obatan sudah
dilakukan oleh manusia sejak dikenalnya proses meramu dan masih berlangsung hingga kini.
Penggunaan tumbuhan obat ini kerap digunakan oleh orang banyak karena relatif memiliki
efek samping yang kecil dan lebih murah bila dibandingkan dengan obat-obatan sintetis
(Kumalasari, 2006).
Pengelolaan hutan selama ini cenderung mengakibatkan laju kemerosotan
keanekaragaman hayati dan juga mengikis budaya dan pengetahuan tradisional masyarakat di
dalam dan di sekitar hutan. Salah satu keanekaragaman hayati Indonesia yang terancam
kelestariannya yaitu tumbuhan obat. Tumbuhan obat yang terancam punah adalah kelompok
spesies epifit, parasit, dan spesies yang hidup di lantai hutan yang memerlukan kelembaban
tinggi (Mackinnon, 2000). Adanya kerusakan habitat dan bergesernya budaya masyarakat
karena alih generasi jarang menggunakan tumbuhan obat dikhawatirkan pengetahuan
tumbuhan obat akan hilang. Sedangkan perhatian pemerintah pun belum begitu banyak
berperan.
Disisi lain, menurut Setyowati (2010) dewasa ini di negara maju ada kecenderungan
menyukai obat tradisional dan obat-obatan dari tumbuhan obat daripada obat-obatan sintetik.
Adanya gambaran pemanfaatan tumbuhan obat tradisional dan kecenderungan perubahan
gaya hidup kembali ke alam akan mendukung perkembangan industri obat tradisional. Hal
ini bila tidak disikapi akan terjadi eksploitasi berlebihan terhadap tumbuhan obat yang
sebagian besar masih berada di hutan dan belum diketahui potensinya, akan kekurangan
suplai bahan baku dan kepunahan spesies tumbuhan obat tertentu.
Masyarakat di sekitar hutan di Pulau Tarakan Provinsi Kalimantan Utara secara turun
temurun telah menggunakan beberapa tumbuhan liar dari hutan sebagai obat. Kemajuan
teknologi bagi sebagian masyarakat lokal tidak berarti menghilangkan arti kemanfaatan
tumbuhan di sekitarnya sebagai bahan baku obat dan makanan. Walaupun seiring dengan
perkembangan teknologi, sebagian masyarakat lokal masih percaya dengan pengobatan
tradisional daripada menggunakan obat-obatan sintetis yang dijual di pasaran. Salah satu
jenis tumbuhan hutan yang sudah dimanfaatkan masyarakat sebagai obat adalah jenis jahe
hutan. Jahe hutan merupakan salah satu tumbuhan yang dominan di hutan Kalimantan Utara,
masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah U’bud atau Klengku temping. Menurut
masyarakat sekitar hutan, tumbuhan ini sudah dimanfaatkan sebagai obat sakit perut dan
mengeringkan luka (Amarullah, 2006).
Disisi lain degradasi hutan di Kalimantan Utara setiap tahunnya terus meningkat akibat
semakin luasnya pembukaan lahan untuk pengembangan hutan tanaman industri (HTI),
perkebunan kelapa sawit, pembalakan liar, tambang, dan pemukiman. Hal ini tentu saja akan
mengancam kelestarian plasma nutfah yang ada khususnya tumbuhan yang memiliki potensi
sebagai tumbuhan obat. Pengetahuan lokal masyarakat tentang tumbuhan obat semakin
terancam punah dengan adanya proses modernisasi yang menyebabkan maraknya
penggunaan obat-obatan sintetik sehingga masyarakat beralih pada pengobatan modern.
Melihat keadaan tersebut, maka perlu adanya suatu upaya pelestarian tumbuhan yang
berpotensi sebagai obat , khususnya tumbuhan jahe hutan yang didasarkan cara pemanfaatan
tumbuhan tersebut oleh masyarakat asli yang tinggal disekitar hutan di Pulau Tarakan
mengingat penelitian etnobotani tumbuhan jahe hutan yang berpotensi sebagai obat
tradisional di daerah ini belum pernah dikaji, oleh sebab itu maka penelitian ini perlu
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai deskripsi dan
karakterisasi tumbuhan jahe hutan dan potensinya sebagai tanaman obat yang telah
dimanfaatkan oleh masyarakat di Pulau Tarakan.

TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat,
berkisar dari yang terlihat oleh mata hingga yang nampak di bawah mikroskop. Selanjutnya
Zuhud (2009), menjelaskan bahwa tumbuhan yang dijadikan obat adalah seluruh jenis
tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat yang dikelompokkan
menjadi yang dikelompokan menjadi tumbuhan obat tradisional, tumbuhan obat modern, dan
tumbuhan obat potensial.
Tumbuhan obat menurut fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya, dan bahan bakunya terdiri atas simplisia atau sediaan gelenik yang
telah memenuhi syarat yang sudah berlaku (BPOM, 2004). Dalam fitofarmaka, sediaan obat
yang dari sediaan galenik yang sudah dibakukan, mulai dari bahan baku, ekstrak total, ekstrak
murni, sampai ekstrak fraksionasi dengan menggunakan prosedur pembuatan yang telah
dibakukan. Menurut Kartikawati (2004), mengelompokkan tumbuhan obat menjadi 4 yaitu
berdasarkan jenis simplisia yang digunakan, berdasarkan pola pembudidayaanya, berdasarkan
kegunaannya, dan berdasarkan bahan atau cara perbanyakannya.
Secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang 82% dari total jenis tumbuhan obat
hidup di ekosistem hutan tropika dataran rendah pada ketinggian di bawah 1000 meter dari
permukaan laut. Saat ini ekosistem hutan dataran rendah adalah kawasan hutan yang paling
banyak rusak dan punah karena berbagai kegiatan eksploitasi kayu oleh manusia (Zuhud,
2009).
Sifat dan Ciri Tumbuhan Obat
Utami dan Almaliyah (2010), menyampaikan bahwa ada 4 macam sifat dan 5 macam
ciri rasa tumbuhan obat yang merupakan suatu bagian cara pengobatan tradisional Timur.
Keempat macam sifat tersebut yaitu dingin, panas, hangat dan sejuk. Tumbuhan yang bersifat
panas dan hangat untuk pengobatan sindroma dingin misalnya takut, dingin, tangan dan kaki
dingin, lidah pucat, nadi lambat dan lain-lain. Sedangkan sifat sejuk dan dingin dari
tumbuhan obat dipakai untuk pengobatan pada sindroma panas misalnya demam, rasa haus,
air kemih berwarna kuning tua lidah merah, nadi cepat dan lain-lain.
Lima macam ciri rasa dari tumbuhan obat yaitu rasa pedas, manis, masam, pahit dan
asin. Penggunaannya mempunyai khasiat yang berbeda-beda, rasa pedas bersifat menguatkan
(tonic effect) dan menyejukkan, rasa masam bersifat pengelat dan mengawetkan, rasa pahit
melunakkan dan mencaharkan, serta tanpa rasa (bland tasting) bersifat diuretik (Kurdi, 2011).

Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat


Di Indonesia tumbuh sekitar 30.000-40.000 jenis tumbuhan yang tersebar di hutan
tropis (Zuhud, 2009) jenis tumbuhan dan tanaman yang termasuk dalam kelompok tumbuhan
obat tercatat kurang lebih 1260 jenis, dimana 74 % di antaranya merupakan tumbuhan liar
yang hidup di hutan. Sementara menurut Ditjen POM (2004) ada 283 spesies tumbuhan obat
yang sudah terdaftar digunakan oleh Industri Obat Tradisional Indonesia, diantaranya 180
spesies tumbuhan obat yang digunakan berasal dari hutan tropika (49,4 %) dari jumlah total
spesies terdapat di tipe hutan hujan dataran rendah dan 21,1% terdapat di tipe hutan musim.
Aspan dkk (2008), telah mengidentifikasi sebanyak 1040 spesies tumbuhan obat/jamu
di Indonesia, sebagian besar merupakan tumbuhan liar yang hidup di alam. Berbagai upaya
dilakukan untuk menjaga kelestarian hutan seperti keharusan HPH menyisakan areal untuk
plasma nutfah yang diharapkan mewakili ekosistem konsesi yang dimiliki perusahaan
tersebut. Menurut Balitro (2010) keanekaragaman jenis tumbuhan obat pada areal plasma
nutfah hanya ditemukan 30 jenis tumbuhan obat sehingga perlu dilestarikan karena kalau
tumbuhan tersebut punah maka akan hilang sumber genetik di areal plasma nutfah tersebut.

Analisa Vegetasi
Analisa vegetasi merupakan kegiatan risalah hutan yang dipergunakan untuk
menganalisa hutan bagaimana komposisi (susunan dan jumlah spesies jenis persatuan luas),
struktur (penyebaran jenis, penyebaran individu), potensi tegakan (luas bidang dasar dan
volume), ekologi, dan kegunaan (Makalalag, 2014).
Menurut Ramazas (2012) informasi kepadatan populasi belum cukup untuk
memberikan suatu gambaran yang lengkap mengenai keadaan suatu populasi yang ditemukan
dalam suatu habitat. Dua populasi mungkin dapat mempunyai kepadatan yang sama, tetapi
mempunyai perbedaan yang nyata dalam pola penyebaran spatialnya (tempat). Susunan
anggota-anggota populasi dalam suatu habitat disebut dispersion atau population distribution.
Pengetahuan mengenai penyebaran sangat penting untuk mengetahui tingkat pengelompokan
dari individu yang dapat memberikan dampak terhadap populasi pada rata-rata per unit area.
Terdapat tiga pola penyebaran dalam populasi yaitu seragam, acak dan mengelompok.
Penyebaran organisme di alam jarang ditemukan dalam pola seragam (teratur), tetapi
umumnya mempunyai pola penyebaran mengelompok.

Peta Jalan Penelitian


Pada tahun pertama penelitian ini dimulai dengan kegiatan eksplorasi, identifikasi dan
karakterisasi jahe hutan yang tumbuh di hutan-hutan yang ada di Pulau Tarakan. Eksplorasi
adalah kegiatan mencari, mengumpulkan dan meneliti jenis plasma nutfah jahe-jahe liar
untuk mengamankan dari kepunahan. Plasma nutfah yang ditemukan perlu diamati sifat dan
asalnya. Tumbuhan jahe yang diamati merupakan tumbuhan asli yang tumbuh di kawasan
hutan di Pulau Tarakan. Tumbuhan diamati ciri morfologi dan fisiologinya serta dicatat
dalam data paspor tumbuhan. Penelusuran data primer maupun data sekunder dari pemberi
informasi, baik secara langsung melalui wawancara maupun data pustaka. Wawancara
langsung menggunakan penduduk yang tinggal disekitar hutan. Selanjutnya dilakukan
identifikasi dan karakterisasi terhadap jahe-jahe hutab. Pengamatan dilakukan terhadap
karakteristik morfologi meliputi tinggi tumbuhan, diameter batang, warna daun, ukuran daun,
bentuk daun, bentuk umbi, ukuran umbi, dan ukuran panjang daun. Selanjutnya dilakukan
perhitungan kerapatan tanaman, sebaran populasi, serta pemanfaatan yang telah dilakukan
masyarakat sekitar hutan. Selain itu juga dilakukan uji fitokimia organ-organ tumbuhan jahe
hutan untuk mengetahui potensinya.
Pada tahun kedua dilakukan kegiatan pengambilan senyawa bioaktif pada organ-organ
tumbuhan jahe hutan dengan menggunakan metode ekstraksi yang tepat. Hal ini perlu
dilakukan untuk menjaga agar saat proses ekstraksi senyawa bioaktif yang terdapat pada
tanaman tetap terjaga dan tidak hilang, sehingga diperlukan metode ekstraksi serta jenis
pelarut yang tepat. Selanjutnya hasil ekstraksi terbaik dilihat kandungan serta komponen
senyawa bioaktif penyusunnya.
Pada tahun ketiga dan keempat melakukan penelitian mengenai pemanfaatan senyawa
bioaktif pada jahe hutan sebagai obat dan memanfaatkan untuk industri pangan, baik sebagai
bahan tambahan makanan ataupun sebagai pengawet alami. Dilanjutkan dengan pengurusan
HAKI pada masing-masing produk yang dihasilkan. Setelah itu pada tahun kelima dan
keenam dilakukan diversifikasi produk dan hilirisasi hasil riset jahe hutan dalam suatu home
industri dan pabrik pengolahan jahe hutan.
Roadmap Penelitian

METODE
PENGAMBILAN
EKSPLORASI/ SENYAWA
,IDENTIFIKASI DAN BIOAKTIF PADA
KARAKTERISTIK ORGAN TANAMAN
JAHE HUTAN JAHE HUTAN

PEMANFAATAN
Metode JAHE HUTAN DIVERSIFIKASI BUKU AJAR
Karakter ekstraksi PRODUK
Populasia
ekologis
Variasi Industri JURNAL
Pola pelarut Obat pangan
pemanfaatan ekstraksi
HAKI
2019 2020 2021-2022 2023-2024 TIAP
PRODUK

Fitokimia a Senyawa
bioaktif Komponen
& Senyawa PABRIK
bioaktif HOME
komponenya HAKI
INDUSTRI/
HILIRISASI
ANALISIS SENYAWA PRODUK
BIOAKTIF PADA
PENGUJIAN
MASING-MASING
ORGAN
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan di Pulau Tarakan. Penelitian akan
dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan yaitu meliputi kegiatan persiapan, kegiatan lapangan
menyangkut orientasi lapangan, wawancara, pembuatan plot, pengukuran dan pengumpulan
data, serta kegiatan analisis laboratorium. Objek dalam penelitian ini adalah jahe-jahe liar
yang terdapat di semua hutan di Pulau Tarakan yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat
yang tinggal disekitar hutan. Sebagai sumber informasi yaitu ahli pengobatan
tradisional/dukun, orang tua, tokoh masyarakat, dan masyarakat.
Penelitian ini dilakukan dengan metode survey (melalui teknik observasi langsung,
studi literatur, wawancara) dan laboratorium. Data diolah atau dianalisa secara kualitatif dan
kuantitatif. Kegiatan penelitian meliputi observasi lapangan, penentuan hutan sampel,
penentuan informan kunci dan sampel responden, dan penentuan plot pengamatan.
Kemudian dilakukan pengumpulan data untuk mengkaji potensi tumbuhan jahe-jahe hutan
dilihat dari aspek etnobotani, aspek ekologi, dan aspek fitokimia. Parameter ysng diamati
adalah: Frequensi (kekerapan), Densitas (kerapatan), Dominansi, Frequensi Relatif, Densitas
Relatif, Dominansi Relatif, Nilai Penting (Importance Value), Indeks Diversitas, Indeks
Similaritas, dan Pola Penyebaran Jenis dengan menggunakan metode kuadrat (Quadrat
Sampling Technique) secara random atau acak. Jenis kuadrat yang dipakai adalah Sistem Plot
Tunggal dengan List Quadrat. Selain itu juga dilakukan pengujian fitokimia, pengujian
senyawa bioaktif dan komponen bioaktif. Luaran penelitian ini adalah data karakteristik jahe
hutan yang ada di Pulau Tarakan, serta daftar senyawa fitokimia serta senyawa bioaktif pada
jahe-jahe hutan yang berpotensi sebagai tanaman obat.
Tugas dari para peneliti dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Dr. Amarullah,SP.,MP selaku ketua peneliti akan bertanggung jawab dalam kegiatan
penelitian ini dan sesuai bidang keilmuannya dibidang agronomi akan bertanggung
jawab di bidang ekologi dan etnobotani.
2. Dr. Elly Jumiati, SP., MP sebagai anggota peneliti akan bertanggung jawab dalam
kegiatan pengumpulan data di lapangan yang berhubungan dengan responden dan kajian
sosial ekonomi pemanfaatan jahe hutan sebagai obat.
3. Dwi Santoso, STP.,Msi sebagai anggota peneliti akan bertanggung jawab dalam
mengkaji kandungan senyawa kimia pada jahe hutan dan potensinya sebagai obat.
Kerangka pikir dan diagram alir penelitian ini adalah sebagai berikut.
Belum ada Jahe Hutan Berpotensi Sudah
penelitian sebagai obat dilakukan
pemanfaatan
tumbuhan ini di
Kalimantan
Utara

Mengandung Bermanfaat bagi


senyawa aktif kesehatan dan
bermanfaat industri pangan

Penelitian yang Mengkaji karater


Belum
menghasilkan ekologi, pola
dilakukan
bahan aktif tinggi pemanfaatan
sangat kandungan fitokimia
diperlukan

Mengkaji senyawa
bioaktif dan
komponennya serta
pemanfaatannya

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian


LUARAN DAN TARGET CAPAIAN

Luaran dan target capaian penelitian ini disajikan pada tabel rencana target capaian
tahunan berikut:
Tabel 1. Rencana Target Capaian Tahunan
No. Jenis Luaran Indikator Capaian
Kategori Sub Kategori Wajib Tambahan TS1) TS+1 TS+2
1 Artikel ilmiah Internasional submitted
dimuat di Nasional submitted
jurnal2) terakreditasi
2 Artikel ilmiah Internasional terdaftar
dimuat di Nasional terdaftar
prosiding3)
3 Invited Internasional Tidak ada
speaker dalam Nasional draft
temu ilmiah4)
4 Visiting Internasional Tidak ada
Lecturer5)
5 Hak Kekayaan Paten
Intelektual Paten sederhana granted
(HKI)6) Hak Cipta
Merek dagang
Rahasia dagang
Desain Produk
Industri
Indikasi Geografis
Perlindungan
Varietas Tanaman
Perlindungan
Topografi Sirkuit
Terpadu
6 Teknologi Tepat Guna7) penerapan
7 Model/Purwarupa/Desain/Karya produk
seni/ Rekayasa Sosial8)
8 Buku Ajar (ISBN)9) draft
9 Tingkat Kesiapan Teknologi Skala 6
(TKT)10)

RENCANA ANGGARAN BIAYA

Rekapitulsi biaya yang diusulkan

No Jenis Pengeluaran Biaya Yang Diusulkan


(Rp)

1 Bahan habis pakai peralatan penunjang (sewa alat), 51,250,000


serta uji laboratorium
2 Perjalanan 5,450,000
3 Lain-lain: publikasi, seminar, laporan, lainnya 38,300,000
JUMLAH BIAYA 95.000.000
JADWAL

No Jenis kegiatan Tahun 2


1 2 3 4 5 6 7 8
1 Penentuan lokasi untuk pengambilan x
bahan tanam dan penelitian
2 Pelaksanaan penelitian x x x x
3 Pengmatan x x
4 Analisis data x x
5 Pelaporan x x

DAFTAR PUSTAKA
Aspan, Ruslan, Sherley dan Napitupulu. 2008. Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun
Tanaman Obat. Bidang Biologi LIPI Citeureup. Hal 44 – 46

Balitro, D. 2010. Identifikasi tanaman obat-obatan yang dimanfaatkan oleh masyarakat


sekitar hutan tabo-tabo. Jurnal Hutan Dan Masyarakat. Tadulako. 3(2) 111-234 p.

BPOM. 2004. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI. Jakarta

Kurdi, A. 2011. Bagian Dari Tanaman Yang Digunakan Untuk Obat [Skripsi]. Fakultas
Pertanian. Universitas Muhammadiyah. Malang.

Makalalag, I. 2014. Inventarisasi Jenis Tumbuhan Obat Tradisional Di Kecamatan Pinolosian


Kabupaten Bolang Mongondow Selatan. Fakultas MIPA dan IPA. [Skripsi].
Universitas Gorontalo.Gorontalo

Nansfori Distrik Supiori Utara, Kabupaten Supiori–Papua. Jurnal Biologi


Sinambela, T. 2002. Keragaman Tumbuhan Obat Tradisional di Kampung Papua. Volume 2
Nomor 2.

Ramazas. 2012. Ekologi Umum Edisi Kedua. UGM. Yogyakarta


Yuliani, S. 2001. Prospek Pengembangan Obat Tradisional Menjadi Obat Fitofarmaka. Jurnal
Litbang Pertanian , hal 100-105.
Zuhud,. E.A.M. Dkk,. 2004. Penyusunan Rancangan dan Pengembangan Sumberdaya Alam
Hayati Berupa Tumbuhan di Kabupaten Sintang. Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB
dengan Bappeda Kabupaten Sintang. Bogor

Zuhud, E. A. M. 2009. Kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Indonesia yang


Bhinneka Tunggal Ika dengan Pengembangan Potensi Lokal Ethno-Forest-Pharmacy
(Ethno-Wanafarma) pada Setiap Wilayah Sosial-Biologi Satu-satuan Masyarakat
Kecil. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas
Kehutanan IPB. Seminar di Yogyakarta.

PETA JALAN PENELITIAN

Mackinnon, K, Hatta, G, Halim, H & Mangalik, A,


2000, Ekologi Kalimantan, Prehallindo, Jakarta

Setyowati, FM, 2010, ‘Etnofarmakologi dan Pemakaian


Tanaman Obat Suku Dayak Tunjung di
Kalimantan Timur, LIPI, Bogor’, Artikel Media
litbang kesehatan, vol. 20, no. 3, hal. 104-112

Anda mungkin juga menyukai