Anda di halaman 1dari 9

Inventarisasi Tumbuhan Obat di Hutan Lindung Kec. Ulu Pungkut, Kab.

Mandailing Natal
(Studi Kasus : Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak)

The inventory of medicinal plants in protected forest Ulu Pungkut Subdistrict, Mandailing
Natal Regency (Case Studies : Alahankae, Hutanagodang, and Simpang Banyak villages)
Ardiansyah Muda Lubisa*, Siti Latifahb, Yunus Afifuddinb
aProgram Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung No.1 Kampus USU
Medan 20155 (*Penulis korespondensi, E-mail: ardi.muda@gmail.com)
bStaff Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan 20155

Abstract
The purpose of this research is to analyze species diversity and the use of medicinal plants by the society aroud
the protected forest Subdistrict Ulu Pungkut through species, how to use and part of plants that use for medicine. The
research was held at Alahankae, Hutanagodang, and Simpang Banyak villages, Mandailing Natal Regency, Nort
Sumatera Province. The research used direct observation method by making sampling plot, literatur study, and
identification of plants species. Inventory results in the field found 26 species of plants used as medicine. Most of
medicinal plants that use by people was herb habitus. Leaves is the most part of medicinal plants that use by people for
medicine. Eating is the general way of using medicinal plants. Cooking and grinding is the general threatment way before
using the medicinal plants. Medicinal plants species diversity in protected forest area at Ulu Pungkut Subdistrict including
moderate, aboundance of medicinal plant species classified as not much to rare, while the evenness index included to
spread almost evenly.

Keywords : Inventory, Medicinal Plants, Reserve Forest, Bioiversity, Kecamatan Ulu Pungkut

PENDAHULUAN langsung oleh masyarakat adalah kemudahan untuk


Salah satu ciri budaya masyarakat di Negara memperolehnya dan bahan bakunya dapat ditanam di
berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur pekarangan sendiri, murah dan dapat diramu sendiri di
tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini rumah. Hampir setiap orang Indonesia pernah
didukung oleh keanekaragaman hayati yang terhimpun menggunakan tumbuhan obat untuk mengobati
dalam berbagai tipe ekosistem yang pemanfaatannya penyakit atau kelainan yang timbul pada tubuh selama
telah mengalami sejarah panjang sebagai bagian dari hidupnya, baik ketika bayi, anak-anak, maupun setelah
kebudayaan. Salah satu aktivitas tersebut adalah dewasa (Zein, 2005).
penggunaan tumbuhan sebagai bahan obat oleh Secara etnografis masyarakat Indonesia
berbagai suku bangsa atau sekelompok masyarakat terdiri dari beberapa ratus suku yang masing-masing
yang tinggal di pedalaman. Tradisi pengobatan suatu mempunyai kebudayaan sendiri±sendiri. Kebudayaan
masyarakat tidak terlepas dari kaitan budaya setempat. suku itu berbeda satu dengan yang lainnya seperti
Persepsi mengenai konsep sakit, sehat, dan dapat diamati dari bahasa dan adat istiadatnya. Setiap
keragaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai suku / etnis memiliki pengetahuan lokal serta tradisonal
obat tradisional terbentuk melalui proses suatu dalam memanfaatkan tumbuhan obat, yaitu mulai dari
sosialisasi yang secara turun temurun dipercaya dan jenis tumbuhannya, bagian yang digunakan, cara
diyakini kebenarannya. Pengobatan tradisional adalah pengobatan, sampai penyakit yang dapat
semua upaya pengobatan dengan cara lain di luar ilmu disembuhkan. Sebagian besar merupakan kekayaan
kedokteran berdasarkan pengetahuan yang berakar yang diwariskan secara turun±temurun. Pengetahuan
pada tradisi tertentu (Sosrokusumo, 1989 dalam lokal ini spesifik bagi setiap etnis, sesuai dengan
Rahayu, dkk 2006). kondisi lingkungan tempat tinggal masing±masing suku
Keanekaragaman hayati untuk tumbuhan / etnis (Muktiningsih dkk, 2001).
yang terdapat di Indonesia, menjadikan Indonesia Pemanfaatan tumbuhan obat sebagai bahan
termasuk dalam peringkat lima besar di dunia dengan mentah dalam pembuatan obat modern dan obat-
jumlah mencapai 38.000 jenis. World Conservation obatan tradisional menjadi salah satu alternatif.
Monitoring Center telah melaporkan bahwa wilayah Pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku obat,
Indonesia merupakan kawasan yang mudah dijumpai terutama obat tradisional mencapai lebih dari 1000
beragam jenis tanaman obat dengan jumlah tanaman jenis, dimana 74% diantaranya merupakan tumbuhan
yang telah dimanfaatkan mencapai 2.518 jenis ( EISAI, liar yang hidup di hutan (Amzu dan Haryanto, 1990
1995 dalam Galingging dan Bhermana, 2010). dalam Peoloengan dkk, 2006).
Indonesia kaya akan sumber bahan obat Penggunaan tumbuhan sebagai obat
alam dan obat tradisional yang telah digunakan oleh tradisional juga semakin banyak dinikmati oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia secara turun- masyarakat karena sudah terbukti bahwa obat yang
temurun. Keuntungan obat tradisional yang dirasakan berasal dari tumbuhan lebih menyehatkan dan tanpa
menimbulkan adanya efek samping jika dibandingkan

1
dengan obat-obatan yang berasal dari bahan kimia. tumbuhan obat yang dilakukan masyarakat sekitar
Namun, yang menjadi permasalahan bagi peminat obat hutan dan data sekunder seperti data tentang keadaan
tradisional adalah kurangnya pengertian dan informasi umum daerah penelitian, peta administrasi daerah
memadai mengenai berbagai jenis tumbuhan- penelitian serta data yang diperoleh dari sumber yang
tumbuhan yang biasa digunakan sebagai ramuan obat- dapat dipercaya seperti instansi terkait, baik lembaga
obatan tradisional dan bagaimana pemanfaatannya pemerintahan maupun swasta dan penelitian-penelitian
(Arif, 2001 dalam Sembiring, 2012). yang mendukung.
Hutan lindung di kawasan Kecamatan Ulu
Inventarisasi Tumbuhan Obat
Pungkut merupakan daerah hulu sungai. Kondisi hutan
yang berada pada daerah hulu sungai berfungsi Metode inventarisasi tumbuhan obat
sebagai penyedia dan melindungi persediaan air, juga dilakukan dengan menggunakan metode sampling plot.
menyimpan banyak potensi yang bisa dikembangkan. Penentuan titik awal inventarisasi dalam jalur dilakukan
Masyarakat desa Kecamatan Ulu Pungkut masih ada dengan metode purpossive sampling, dimana
yang memanfaatkan tumbuhan dari hutan sebagai obat penetapan titik awal dilakukan berdasarkan tempat
tradisional. Tumbuhan obat yang dimanfaatkan yang dianggap banyak terdapat tumbuhan obatnya,
merupakan salah satu potensi hutan yang bisa selanjutnya dilakukan secara systematic sampling,
dikembangkan. Penelitian tumbuhan obat ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana keadaan sebaran dari
untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan tumbuhan obat didaerah penelitian.
obat yang dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan Inventarisasi dilakukan dengan intensitas
serta kegunaannya yang terdapat di hutan lindung sampling 0,1% dari total luas daerah penelitian.
Kecamatan Ulu Pungkut. Intensitas sampling ditentukan dengan menggunakan
L
Ps_q Tjmr Gmlrmf
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi rumus : srr¨
Ps_q Epc_j Wrsbg
tumbuhan obat serta menganalisis keanekaragaman (Simon, 2007). Setiap desa dilakukan pengamatan
jenis dan cara pemanfaatan tumbuhan obat yang sebanyak 10 jalur, dengan panjang setiap jalur 1100
terdapat di kawasan hutan lindung, Kecamatan Ulu meter. Setiap jalur dibuat plot dengan ukuran 20 x 20
Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal. meter sebanyak 10 plot. Jarak antar plot pengamatan
yang dilakukan adalah 100 m. Total plot pengamatan
METODE PENELITIAN disetiap desanya adalah 100 plot.
Waktu danTempat Penelitian 20
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei
sampai Juli 2014. Penelitian ini dilakukan di zona 100 m 1100m
penyangga kawasan Taman Nasional Batang Gadis, 20 m
dalam kawasan hutan lindung Desa Alangkae,
Hutanagodang, dan Simpang Banyak, Kecamatan Ulu Gambar Desain Plot Tumbuhan Obat
Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi
Sumatera Utara. Inventarisasi juga dilakukan dengan
mengambil titik koordinat tumbuhan obat yang dijumpai
Alat dan Bahan Penelitian didalam plot pengamatan yang diteliti sebagai bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dalam pembuatan peta sebaran tumbuhan obat.
adalah software Arc View, komputer, GPS, kamera Pengamatan tumbuhan obat dilakukan secara
digital, pita ukur, parang, tali rafia, pisau, tally sheet, eksploratif di dalam plot sepanjang jalur pengamatan,
buku pengenalan tumbuhan obat, peta lokasi dimana seluruh tumbuhan obat yang ada di dalam plot
penelitian, kompas, alat tulis, gunting, kertas label. akan diidentifikasi jenis serta manfaatnya.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
alkohol untuk pengawet spesies tumbuhan obat. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan
Metode Pengambilan Data menggunakan menggunakan formulasi metode dengan
Metode yang dilakukan dalam pengumpulan petak. Keanekaragaman dan Indeks nilai penting (INP)
data vegetasi tumbuhan obat di hutan lindung ini tumbuhan obat dari masing±masing jenis ditentukan
adalah dengan teknik observasi yaitu survei langsung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
ke lapangan dengan melihat langsung ketersediaan A. Tingkat Semai dan Pancang
tumbuhan obat dikawasan hutan lindung Desa INP = KR + FR
Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak B. Tingkat Tiang dan Pohon
dengan bantuan masyarakat yang ahli tumbuhan obat INP = KR + FR + DR
dan studi pustaka dengan menggunakan buku dimana :
identifikasi tumbuhan obat. a. Kerapatan suatu jenis (K)
à ‹•†‹˜‹†— •—ƒ–— Œ‡•‹•
Data yang dikumpulkan di lapangan yaitu L
data primer seperti titik koordinat tumbuhan obat, —ƒ• ’‡–ƒ• …‘•–‘Š
jumlah dan jenis tumbuhan obat, bagian yang b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
•—ƒ–— Œ‡•‹•
dimanfaatkan, khasiat dan cara pemanfaatan L š srr¨
à •‡Ž—”—Š Œ‡•‹•

2
c. Frekwensi suatu jenis (F) Pembuatan Peta Sebaran Tumbuhan Obat
à —„ F ’‡–ƒ• †‹–‡•—•ƒ• •—ƒ–— Œ‡•‹• Pembuatan peta sebaran tumbuhan obat ini
L
à ‡Ž—”—Š •—„ F ’‡–ƒ• dilakukan dengan melakukan penumpang tindihan
d. Frekwensi relatif suatu jenis (FR) (overlay) antara peta administrasi Kabupaten
•—ƒ–— Œ‡•‹•
L š srr¨ Mandailing Natal dengan data titik sebaran tumbuhan
à ‡Ž—”—Š Œ‡•‹• obat yang diambil dengan menggunakan GPS. Proses
e. Dominansi (D) pengolahan data titik koordinat yang diambil dari
à Ž—ƒ• „‹†ƒ•‰ †ƒ•ƒ” •—ƒ–— Œ‡•‹•
L lapangan sebagai berikut :
—ƒ• ’‡–ƒ• …‘•–‘Š
1. Pengambilan data dilapangan berupa data titik
f. Dominansi Relatif (DR) koordinat yang diambil menggunakan GPS. Data
•—ƒ–— Œ‡•‹•
L š srr¨ titik koordinat yang diambil dilakukan pada jalur
à ‡Ž—”—Š Œ‡•‹•
plot pengamatan.
C. Keanekaragaman Jenis 2. Setelah diperoleh data titik koordinat maka untuk
1. Indeks keanekaragaman Shannon ± Wiener peruses pengolahan data tahap awal dilakukan
q
•‹ •‹ dengan memasukkan data GPS ke perangkat

L F Í>l p Ž• l p? hardware (laptop) dengan menggunakan software

g@5
DNR Garmin bila memang menggunakan GPS
Keteranagan:
Garmin atau dengan mengubahnya dari tabel
+¶ = Indeks keanekaragaman Shannon±
biasa ke format dbf.
Wienner
3. Dengan menggunakan software DNR Garmin
S = Jumlah jenis dalam petak utama
diubah file tersebut menjadi file berbentuk shp
ni = Jumlah individu jenis ke-i
yang bisa dimasukkan (diolah) ke dalam software
N = Total seluruh individu
ArcView 3.3.
.ULWHULD QLODL +¶ \DQJ GLJXQDNDQ DGDODK 4. Pada softwere ArcView 3.3 diperoleh peta yang
+¶ = rendah. berupa titik koordinat untuk sebaran tumbuhan
+¶ ± 3 = sedang dan obat.
+¶ ! = tinggi. 5. Setelah diperoleh peta titik koordinat sebaran
tumbuhan obat lalu ditumpangtindihkan (overlay)
2. Kelimpahan Jenis
dengan peta administrasi Kabupaten Mandailing
L ‡L
Natal yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten
Keterangan :
Mandailing Natal. Hasil dari proses penumpang
N = Kelimpahan jenis
tindihan maka diperoleh peta sebaran tumbuhan
e = Bilangan natural (2,71828)
obat.
H = Indeks keanekaragaman
dengan kriteria tingkat kelimpahan sebagai
HASIL DAN PEMBAHASAN
berikut :
0 = tidak ada atau sangat jarang
Potensi Tumbuhan Obat
1-10 = jarang atau kadang-kadang
Berdasarkan hasil inventarisasi yang
11-20 = sering atau tidak banyak
dilakukan langsung di kawasan hutan lindung
>20 = sangat banyak
Kecamatan Ulu Pungkut pada Desa Alahankae,
3. Indeks Kemerataan Hutanagodang, dan Simpang Banyak, ditemukan total
Ž•: ; keseluruhan tumbuhan yang digunakan masyarakat
L lokal untuk pengobatan tradisional berjumlah 26 jenis.
Ž•: ;
Keterangan : Inventarisasi tumbuhan obat ini dilakukan dengan
E = indeks kemerataan narasumber masyarakat yang dipercaya mempunyai
N = kelimpahan jenis pengetahuan tentang pengobatan tradisional. Dari 26
S = jumlah jenis jenis tumbuhan obat yang dijumpai di lapangan, terdiri
Nilai indeks E akan berkisar antara 0 ± 1. Nilai E dari 2 famili euphorbiaceae, 2 famili amaryllidaceae, 2
akan mendekati 1 bila jumlah individu setiap jenis famili apocynaceae, dan sisanya hanya terdiri dari 1
dalam satu komunitas hampir merata. famili.
(Wenger, 1918). Jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan
masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Desa
D. Kandungan Kimia Tumbuhan Obat Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak juga
Studi kandungan kimia dalam tumbuhan obat sudah dimanfaatkan masyarakat yang berada di
dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa kimia daerah lain. Semua jenis tumbuhan obat yang
yang terdapat dalam tumbuhan obat yang berpotensi ditemukan, merupakan jenis tumbuhan obat yang
sebagai obat. Kandungan kimia yang terdapat dalam sudah teridentifikasi, hanya berbeda pada
tumbuhan obat diketahui dengan cara studi literatur pemanfaatan dan penamaan nama lokalnya.
maupun dari penelitian-penelitian yang mendukung. Pengetahuan mengenai tumbuhan yang
berkhasiat sebagai obat merupakan pengetahuan yang
sangat penting dan diwariskan secara turun-temurun.

3
Perkembangan pengetahuan membuat budaya jarang dijumpai tersebut hanya dijumpai dalam 3
mengenai pengetahuan tentang tumbuhan obat mulai sampai 5 jalur dengan jumlah yang sangat sedikit
berkurang, sehingga tidak semua masyarakat desa disetiap jalurnya.
yang mengetahui jenis-jenis dan cara pemanfaatan Pemanfaatan tumbuhan obat oleh
tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Masyarakat masyarakat lebih banyak digunakan untuk penyakit
Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak yang masih tergolong ringan, masyarakat lebih memilih
juga mengalami hal yang sama. Pemahaman tentang pengobatan dengan menggunakan tumbuhan obat dari
tumbuhan obat hanya diketahui oleh sebagian pada menggunakan obat kimia. Tumbuhan obat yang
masyarakat yang sudah tua. Hal ini sesuai dengan digunakan tinggal diambil di kawasan hutan dan
pernyataan Setyowati dan Wardah (2007), bahwa masyarakat juga tidak perlu mengeluarkan biaya
sejalan dengan berubahnya tempat tinggal, perubahan pengobatan. Selain itu, masyarakat juga lebih percaya
komunikasi dan informasi dari luar bisa menyebabkan pengobatan dengan menggunakan tumbuhan obat
pengetahuan pemanfaatan dan cara meramu lebih efektif dan cepat sembuh dibandingkan dengan
tumbuhan obat mengalami erosi akibat masuknya obat kimia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hidayat
obat-obatan modern dari luar. dan Hardiansyah (2012), yang mengatakan kelebihan
Hasil inventarisasi tumbuhan obat disetiap tanaman obat adalah harga yang relatif murah. Menjadi
kawasan hutan lindung, diperoleh jumlah dan jenis sangat murah jika bisa menanam atau mencari sendiri
tumbuhan obat yang ditemukan berbeda-beda. Pada di kebun-kebun atau di hutan alam. Selanjutnya sifat
kawasan hutan lindung Desa Alahankae ditemukan 16 tanaman obat yang aman menyebabkan dalam
jenis, kawasan hutan lindung Desa Hutanagodang penggunaannya tidak dibutuhkan pengawasan yang
ditemukan 17 jenis dan pada kawasan hutan lindung ketat sehingga sering tidak dibutuhkan bantuan tenaga
Desa Simpang Banyak ditemukan 14 jenis. Jenis medis atau para medis.
tumbuhan obat yang dijumpai disetiap kawasan hutan Tumbuhan obat secara tidak langsung
lindung ada yang sama dan ada juga yang berbeda. berpotensi memberikan pekerjaan bagi masyarakat,
Jenis tumbuhan obat yang paling banyak ditemukan terutama bagi masyarakat yang ahli dalam meramu
berada di kawasan hutan lindung Desa Hutanagodang tumbuhan obat. Namun, pengobatan yang dilakukan
dan paling sedikit dijumpai di kawasan hutan lindung dengan menjumpai masyarakat yang ahli tumbuhan
Desa Simpang Banyak. obat di lokasi penelitian tidak menetapkan harga untuk
Perbedaan jumlah dan jenis tumbuhan obat melakukan pengobatan dengan menggunakan
yang ditemukan dikarenakan adanya perbedaan tinggi tumbuhan obat. Pengaruh adat istiadat dan rasa
rendahnya lokasi penelitian dari permukaan laut. kekeluargaan masih lebih diutamakan dan ditonjolkan
Berdasarkan pengambilan data di lapangan dengan dalam pengobatan tradisional menggunakan tumbuhan
menggunakan GPS, Desa Alahankae berada pada obat pada lokasi penelitiaan.
ketinggian 793 mdpl, Desa Hutanagodang berada pada Penelitian yang dilakukan di kawasan hutan
ketinggian 837 mdpl, sedangkan Desa Simpang lindung Kecamatan Ulu Pungkut ini mempunyai
Banyak berada pada ketinggian 1030 mdpl. Tinggi persamaan dan perbedaan hasil dengan penelitian
rendahnya lokasi penelitian dari permukaan laut yang dilakukan Sembiring di Hutan Pendidikan
menyebabkan adanya perbedaan suhu dan kondisi Universitas Sumatera Utara, walaupun sama-sama
tanah. Semakin tinggi lokasi penelitian dari permukaan termasuk dalam pegunungan Bukit Barisan dan
laut maka semakin dingin suhu di lokasi tersebut dan memiliki ketinggian yang hampir sama. Jenis-jenis
kondisi tanah semakin lembab. Perbedaan suhu dan tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat ada yang
kondisi tanah bisa menjadi salah satu faktor perbedaan sama dan ada yang berbeda. Hal ini sesuai dengan
jenis tumbuhan obat yang hidup disetiap lokasi pernyataan Muktiningsih dkk (2001) yang menyatakan
penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zuhud bahwa setiap suku / etnis memiliki pengetahuan lokal
(2009) yang menyatakan bahwa secara umum dapat serta tradisonal dalam memanfaatkan tumbuhan obat,
diketahui bahwa tidak kurang dari 82% dari total yaitu mulai dari jenis tumbuhannya, bagian yang
spesies tumbuhan obat hidup di ekosistem hutan digunakan, cara pengobatan, sampai penyakit yang
tropika dataran rendah pada ketinggian dibawah 1000 dapat disembuhkan. Sebagian besar merupakan
meter dari permukaan laut. kekayaan yang diwariskan secara turun±temurun.
Hasil identifikasi dari 26 jenis tumbuhan obat Pengetahuan lokal ini spesifik bagi setiap etnis, sesuai
yang ditemukan, 3 jenis diantaranya termasuk dengan kondisi lingkungan tempat tinggal masing±
tumbuhan obat yang jarang dijumpai hidup secara liar. masing suku / etnis. Jenis tumbuhan obat yang
Menurut pernyataan Setyowati dan Wardah (2007) ditemukan di kawasan hutan lindung Kecamatan Ulu
jenis tumbuhan obat seperti Arcangelesia flava, Pungkut terdiri dari beberapa habitus, diantaranya jenis
Alstonia scholaris dan Alyxia reinwardtii termasuk tumbuhan herba, perdu, sampai pohon. Dari data
tumbuhan obat dalam kategori langka. Tumbuhan obat dilapangan masyarakat lebih banyak memanfaatkan
yang jarang dijumpai tersebut ditemukan di kawasan tumbuhan obat dengan habitus herba. Hal ini
hutan lindung Kecamatan Ulu Pungkut. Walaupun disebabkan jenis tumbuhan obat yang habitusnya
tumbuhan obat tersebut dijumpai di lapangan namun herba lebih mudah ditemukan di hutan dan jumlahnya
jumlahnya sangat sedikit. Dalam 10 jalur pengamatan lebih banyak dibandingkan dengan jenis habitus
disetiap kawasan hutan lindung, tumbuhan obat yang tumbuhan obat lainnya.

4
Tabel 1. Penyebaran jenis tumbuhan obat bagian tumbuhan dimanfaatkan sebagai obat. Bagian
berdasarkan habitusnya di hutan lindung yang paling banyak digunakan sebagai obat adalah
Kecamatan Ulu Pungkut bagian daun. Sebagian besar pengobatan untuk
Habitus Nama Lokal / Ilmiah penyakit yang tergolong ringan dengan menggunakan
Herba Alang-alang (Imperata cylindrical), Asoli balik tumbuhan obat hanya menggunakan satu bagian dari
(Bidens pilosa), Meniran (Phyllanthus niruri), tumbuhan obat tersebut, sedangkan untuk penyakit
Pahu sayur (Diplazium esculentum), yang tergolong sedang dan berat biasanya
Pakis Gajah (Angiopteris evectra), Pultak- menggunakan lebih dari satu bagian dan merupakan
pultak (Physalis angulata), Sampilpil
(Gleichenia linearis), Simarompu-ompu
gabungan dari beberapa tumbuhan obat.
(Crinum sp.), Singkut (Curculigo sp.),
Sirungkas sipabolkas (Justicia gendarussa),
Suat begu (Homalomena sp.), dan Tandiang
(Cyathea sp.).
Liana Akar sari (Alyxia reinwardtii), Akar Siang
(Arcangelesia flava), dan Burangir (Piper
betle Linn.).
Perdu Bonban (Donax caniformis), Bunga jarum
(Saraca asoca), Galinggang (Cassia alata L.),
Haramonting (Melastoma spp.), Mali-mali
(Leaa indica), Sibaguri (Sida rhombifolia L.), Gambar 1. Persentase proporsi bagian tumbuhan yang
dan Tabar-tabar (Costus speciosus Smith). dijadikan sebagai obat
Pohon Bulung kenari (Cordia dichotoma Forst.),
Dap-dap (Erythrinae folium), Pulai (Alstonia Secara umum pengobatan dengan
scholaris), dan Singkam (Bischofia javanica menggunakan tumbuhan obat terbagi menjadi dua,
Blume). yaitu digunakan sebagai obat luar dan obat dalam.
Pemanfaatan tumbuhan obat sebagai obat luar
Hasil diskusi dengan masyarakat yang ahli digunakan dengan cara menghaluskan bagian
tumbuhan obat, menyatakan masih ada jenis-jenis tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat kemudian
tumbuhan obat yang belum dijumpai pada saat mengoleskan atau menempelkannya pada bagian yang
melaksanakan observasi langsung ke lapangan. Hal ini sakit seperti bisul, luka, gatal-gatal, dan penyakit kulit
terjadi karena rusaknya habitat tumbuhan obat lainnya. Sementara itu penggunaan tumbuhan obat
tersebut. Rusaknya wilayah hutan menjadi salah satu sebagai obat dalam sebagian besar digunakan dengan
penyebab sulitnya ditemukan tumbuhan obat pada cara merebus bagian tumbuhan obat yang berkhasiat
jenis tertentu, dimana masih ada masyarakat yang sebagai obat kemudian meminum air rebusannya.
mengalihfungsikan wilayah hutan lindung menjadi Pemanfaatan tumbuhan obat selain dengan
perkebunan. cara menghaluskan dan merebus bagian tumbuhan
Pemanfaatan Tumbuhan Obat yang berkhasiat sebagai obat, juga bisa dilakukan
Cara pemanfaatan tumbuhan obat yang dengan cara mengkonsumsi langsung tumbuhan obat
dilakukan masyarakat sekitar kawasah hutan lindung tanpa diolah terlebih dahulu. Tumbuhan obat yang bisa
Kecamatan Ulu Pungkut masih tergolong sederhana. dikonsumsi langsung biasanya merupakan tumbuhan
Pengobatan menggunakan tumbuhan obat cukup obat yang bagian yang dimanfaatkan adalah daun
dengan mengambil sari atau pati dari tumbuhan obat muda, buah, dan biji seperti Melastoma spp. dan daun
baik dengan cara merebus bagian tumbuhan yang Piper betle Linn.
berkhasiat sebagai obat kemudian meminum air Menurut masyarakat yang ahli tumbuhan
rebusannya, memakan langsung (tumbuhan obat yang obat pada kawasan hutan lindung Kecamatan Ulu
bisa dimakan seperti daun muda, buah, dan biji) bagian Pungkut, pemanfaatan untuk tumbuhan obat yang bisa
tumbuhan yang digunakan sebagai obat maupun dikonsumsi secara langsung (dimakan) sebaiknya
menghaluskan bagian tumbuhan kemudian dimaanfaatkan tanpa diolah terlebih dahulu. Tumbuhan
menempelkannya pada bagian yang sakit. Sebagian obat yang bisa dikonsumsi langsung hanya perlu
besar jenis penyakit yang umum disembuhkan oleh dibersihkan dengan cara dicuci menggunakan air.
para ahli tumbuhan obat adalah penyakit ringan seperti Tumbuhan obat yang yang dikonsumsi langsung
demam, batuk, sakit kepala, luka, bisul, cacingan, dan khasiatnya lebih baik dari pada diolah terlebih dahulu
pilek. Sebagian kecil penggunaan tumbuhan obat ini seperti direbus. Hal ini disebabkan kandungan obat
juga digunakan untuk jenis penyakit yang tergolong yang dikonsumsi secara langsung bisa diperoleh
sedang dan sering terjadi pada orang-orang yang dengan baik dibandingkan dengan pemanfaatan
sudah dewasa dan lanjut usia seperti kencing manis, dengan cara pengolahan seperti meminum rebusan air
malaria, dan asam urat. tumbuhan obat. Pemanfaatan tumbuhan obat dengan
Bagian-bagian tumbuhan yang digunakan cara merebus bagian tumbuhan obat dapat
sebagai obat adalah akar, kulit batang, biji, buah, daun, mengurangi bahkan menghilangkan kandungan kimia
rimpang / umbi, dan ada juga jenis herba yang semua

5
yang berfungsi sebagai obat seperti kandungan minyak antara lahan milik masyarakat berupa persawahan
atsiri dan kandungan kimia lainnya. dengan kawasan hutan lindung Kecamatan Ulu
Pungkut.
Kelimpahan dan Keragaman Tumbuhan Obat
Pada kawasan hutan lindung Desa Simpang
Hasil inventarisasi tumbuhan obat dalam 10 Banyak dijumpai tiga jenis tumbuhan obat yang hanya
jalur, dengan jumlah 100 plot sampling dan luas 4 ha ditemukan di kawasan tersebut, yaitu Diplazium
disetiap desa, ditemukan jenis tumbuhan obat yang esculentum, Erythrinae folium, dan Homalomena sp.
sama dan ada juga yang berbeda. Selain itu, juga ada Tumbuhan obat ini hanya di temukan di kawasan hutan
jenis tumbuhan obat yang hanya dijumpai pada salah lindung Desa Simpang Banyak karena kondisi hutan
satu kawasan hutan lindung. lindung Desa Simpang Banyak yang sangat lembab
Tumbuhan obat dari ketiga desa dengan dan banyak air. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh
habitus herba yang paling dominan adalah Curculigo ketinggian tempat Desa Simpang Banyak yang berada
sp. Daun Singkut (Curculigo sp.) dijumpai diseluruh di atas 1000 mdpl sehingga suhunya lebih dingin dan
kawasan hutan lindung tiap desa. Indeks nilai penting daerahnya lembab.
(INP) Daun Singkut dari Desa Alahankae, Analisis keanekaragaman jenis tumbuhan obat
Hutanagodang, dan Simpang Banyak adalah 32,90%, yang terdapat di hutan lindung Kecamatan Ulu Pungkut
42,41%, dan 32,50%. Banyaknya dijumpai Curculigo dilihat dari hasil perhitungan nilai indeks
sp. karena jenis dari tumbuhan ini sangat menyukai keanekaragaman, indeks kelimpahan, dan indeks
tempat yang teduh atau kondisi tanpa sinar matahari kemerataan tumbuhan obat yang dijumpai pada
dan banyak air, sesuai dengan keadaan fisik hutan masing-masing kawasan desa.
lindung di Kecamatan Ulu Pungkut sehingga Daun
Singkut banyak tersebar dan tumbuh baik dikawasan Tabel 2. Nilai indeks keanekaragaman, indeks
hutan lindung tersebut. kelimpahan, dan indeks kemerataan pada
Tumbuhan obat yang habitusnya pohon setiap desa.
mempunyai nilai INP yang tergolong rendah. Hal ini
disebabkan susahnya dijumpai tumbuhan obat yang
habitus pohon di kawasan hutan lindung Kecamatan
Ulu Pungkut dan sedikitnya pohon yang dimanfaatkan
masyarakat sekitar kawasan hutan sebagai obat.
Tumbuhan obat yang habitus pohon biasanya
digunakan sebagai obat untuk penyakit yang tergolong Nilai indeks keanekaragaman tumbuhan obat
sedang sampai berat seperti malaria dan sakit dari ketiga desa tersebut menunjukkan bahwa hutan
pinggang. lindung Kecamatan Ulu Pungkut memiliki
Tumbuhan obat yang sudah jarang dijumpai keanekaragaman jenis yang sedang. Nilai indeks
hidup liar di hutan (Setyowati dan Wardah, 2007) juga keanekaragaman berkisar antara 2-3 dimana nilai < 2
memiliki nilai INP yang sangat kecil dan tidak menunjukkan indeks keanekaragaman yang rendah,
ditemukan disemua kawasan hutan. Alyxia reinwardtii nilai yang berkisar antara 2-3 menunjukkan nilai
ditemukan dikawasan hutan lindung Desa sedang, dan nilai > 3 menunjukkan keanekaragaman
Hutanagodang dan Simpang Banyak dengan nilai INP yang tinggi. Keanekaragaman jenis suatu komunitas
5,53 dan 10,77. Arcangelesia flava hanya ditemukan tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis.
pada kawasan hutan lindung Desa Alahankae dengan Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki
nilai 9,19. Alstonia scholaris ditemukan dikawasan keanekaragaman jenis yang rendah jika komunitas itu
hutan lindung Desa Hutanagodang dan Simpang disusun oleh sedikit jenis dan hanya sedikit jenis yang
Banyak dengan nilai INP 58,39 dan 18,58. Rendahnya dominan.
nilai INP dari tumbuhan obat ini menunjukkan bahwa Kelimpahan jenis tumbuhan obat di kawasan
jumlah tumbuhan obat ini sangat sedikit ditemukan di hutan lindung Kecamatan Ulu Pungkut termasuk jarang
kawasan hutan dibandingkan dengan jumlah tumbuhan sampai sering. Kawasan hutan lindung Desa
obat lainnya. Alahankae memiliki indeks kelimpahan jenis 10,29
Tumbuhan obat yang paling kecil nilai INP yang berarti bahwa kelimpahan jenis tumbuhan obat
nya selain yang tergolong sudah jarang dijumpai hidup pada kawasan tersebut tergolong sering / tidak banyak,
liar di hutan adalah Cassia alata, dan Justicia sedangkan pada kawasan hutan lindung Desa
gendarussa. Galinggang (Cassia alata) hanya Hutanagodang dan Simpang Banyak, indeks
ditemukan di kawasan hutan lindung Desa Alahankae, kelimpahan jenisnya 8,53 dan 7,76 yang berarti bahwa
sementara Sirungkas sipabolkas (Justicia gendarussa) kelimpahan jenis tumbuhan obat pada kawasan
ditemukan di kawasan hutan lindung Desa tersebut tergolong jarang atau kadang-kadang.
Hutanagodang dan Simpang Banyak. Kecilnya nilai Kemerataan tumbuhan obat di kawasan
INP dari kedua tumbuhan obat ini disebabkan oleh hutan lindung Kecamatan Ulu Pungkut tergolong
jumlahnya yang hanya sedikit dijumpai di lapangan. tersebar hampir merata. Kawasan hutan lindung Desa
Kedua tumbuhan ini dijumpai pada kawasan hutan Alahankae memiliki indeks nilai kemerataan paling
lindung yang tutupan tajuknya masih sangat terbuka. tinggi dibandingkan dengan kawasan hutan lindung
Kedua tumbuhan obat ini dijumpai pada perbatasan

6
desa lainnya. Hal ini bisa dipengaruhi oleh perbedaan kategori sedang dengan cara pemanfaatan yang
ketinggian tempat masing-masing daerah kawasan tergolong sederhana.
sehingga jenis tertentu tidak bisa tumbuh dan tersebar
Saran
merata disemua tempat.
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan
Peta Sebaran Tumbuhan Obat mengenai nilai ekonomi tumbuhan obat yang terdapat
Setelah dilakukan inventarisasi dan di kawasan hutan lindung Kec. Ulu Pungkut untuk
pengambilan titik koordinat tumbuhan obat di lapangan, mengetahui besar nilai ekonomi tumbuhan obat bagi
maka dibuat peta sebaran tumbuhan obat yang berada masyarakat.
pada masing-masing kawasan hutan lindung.
Peta sebaran tumbuhan obat dibuat dengan DAFTAR PUSTAKA
cara menumpangtindihkan (overlay) titik-titik koordinat
tumbuhan obat yang diambil disepanjang jalur dan Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia Buku 2.
berada dalam plot pengamatan dengan peta Salemba Medika. Jakarta.
administrasi Kabupaten Mandailing Natal yang
diperoleh dari kantor BAPPEDA (Badan Perencanaan Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia Buku 3.
Pembangunan Daerah) Madina. Titik tumbuhan obat Salemba Medika. Jakarta.
yang diambil merupakan titik koordinat jenis tumbuhan
obat yang dijumpai dan juga titik tumbuhan obat yang Amzu, E. dan Haryanto. 1990. Pelestarian
paling dominan yang berada disepanjang jalur dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Indonesia.
berada dalam plot pengamatan. Seminar nasional Pemanfaatan Tumbuhan
Peta yang dibuat seperti mewakili seberan Obat. Bogor.
tumbuhan obat pada masing-masing kawasan hutan
lindung tiap desa namun pada dasarnya belum bisa Arief, A. 2001. Keanekaragaman Vegetasi Tanaman
mewakili sebaran seluruh tumbuhan obat yang berada Obat di Kawasan Taman Hutan Raya Bukit
pada masing-masing kawasan desa tersebut, Barisan Desa Tongkoh Kabupaten Karo.
mengingat luasnya kawasan hutan lindung pada tiap- Departemen Kehutanan USU. [Belum
tiap desa. Dipublikasikan]. Medan.

Asmaliyah, Herdina, N., Hadi, E.E.W., Muslim, I., dan


Kusdi. 2010. Pengembangan Biofarmaka di
Sumatera Selatan. Laporan Penelitian. Balai
Penelitian Kehutanan Palembang.
Palembang.

Balai Taman Nasional Batang Gadis. 2010. Sebagian


Tumbuhan Obat di Taman Nasional Batang
Gadis. Panyabungan.

Dalimarta, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia


Jilid 3. Puspa Swara. Jakarta.
Gambar 2 . Peta Sebaran Tumbuhan Obat Di Kawasan
HutanLindung Kec. Ulu Pungkut
Dalimarta, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia
Peta sebaran tumbuhan obat juga bisa Jilid 5. Puspa Swara. Jakarta.
menunjukkan bahwa luasan kawasan hutan lindung
yang paling luas belum tentu memiliki sebaran Dalimarta, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia
tumbuhan obat yang paling banyak. Dapat dilihat pada Jilid 6. Puspa Swara. Jakarta.
peta, yang berwarna kuning merupakan batas-batas
wilayah kawasan hutan lindung pada masing-masing EISAI. 1995. Medical Herbs Index in Indonesia.
desa. Jakarta. 453 hal.

Galingging, R.Y. 2009. Tanaman Obat Langka dan


KESIMPULAN DAN SARAN Potensial dari Kalimantan Tengah. Plasma
Nuftah Indonesia. Nomor 21 Tahun 2009.
Kesimpulan
Jumlah tumbuhan obat yang ditemukan di
Galingging, R.Y., dan Bhermana, A. 2010.
hutan lindung Kec. Ulu Pungkut berjumlah 26 jenis dan
Pewilayahan Plasma Nuftah Tanaman Obat
yang paling banyak merupakan habitus herba.
Berbasis Sistem Informasi Geografi di
Keanekaragaman jenis tumbuhan obat di kawasan
Kalimantan Tengah. Balai Pengkajian
hutan lindung kecamatan Ulu Pungkut tergolong dalam
Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah.
Palangkaraya.

7
Selatan. Media Litbang Kesehatan Volume XI
Nomor 4 Tahun 2001.
Hidayat, D dan Hardiansyah, G. 2012. Studi Mursito, B. 2001. Ramuan Tradisional Untuk
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Kesehatan Anak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kawasan IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma
Camp Tontang Kabupaten Sintang. Vokasi Naemah, D. 2012. Inventarisasi Tumbuhan Berkhasiat
Volume 8, Nomor 2, Juni 2012 hal 61-68. Obat Bagi Masyarakat Dayak di Kecamatan
HantakanKabupaten Hulu Sungai Tengah.
Hamzari. 2008. Identifikasi Tanaman Obat-Obatan Laporan Penelitian. Universitas Lambung
yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Sekitar Mengkurat. Banjarbaru.
Hutan Tabo-Tabo. Hutan dan Masyarakat
vol. III No. 2 Agustus 2008, 111-234. Nursiyah. 2013. Studi Deskriptif Tanaman Obat
Tradisional yang Digunakan Orangtua Untuk
Ischandaruddin. 2009. Buku Saku Tanaman Obat Kesehatan Anak Usia Dini di Gugus Melati
Taman Nasional Gunung Leuser. Balai Besar Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo.
Taman Nasional Gunung Leuser. Medan. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Semarang.
Jumiati, E. 2008. Kajian Potensi Tumbuhan
Karamunting Sebagai Tumbuhan Obat Kota Peoloengan, M., Chairul, Komala, I., Salmah, S., dan
Tarakan Kalimantan Timur. Skripsi. Susan M.N. 2006. Aktivitas Antimikroba dan
Universitas Borneo. Borneo. Fitokimia dari Beberapa Tanaman Obat.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Kinho, J., Arini, D.I.D., Tabba, S., Kama, H., Kafiar, Y., Veteriner 2006.
Shabri, S., Karundeng, M.C. 2011.
Tumbuhan Obat Tradisional Di Sulawesi Rahayu, M., Sunarti, S., Sulistiarini, D.,
Utara Jilid I. Balai Penelitian Kehutanan Prawiroatmodjo, S. 2006. Pemanfaatan
Manado, Badan Penelitian dan Tumbuhan Obat Secara Tradisional oleh
Pengembangan Kehutanan dan Kementerian Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii,
Kehutanan. Manado. Sulawesi Tenggara. Biodiversitas Volume 7,
Nomor 3, Juli 2006 hal 245-250.
Kinho, J., Arini, D.I.D., Tabba, S., Kama, H., Kafiar, Y.,
Shabri, S., Karundeng, M.C. 2011. Sembiring, R. 2012. Keanekaragaman Vegetasi
Tumbuhan Obat Tradisional Di Sulawesi Tanaman Obat di Hutan Pendidikan
Utara Jilid II. Balai Penelitian Kehutanan Universitas Sumatera Utara Kawasan Taman
Manado, Badan Penelitian dan Hutan Raya Tongkoh Kabupaten Karo
Pengembangan Kehutanan dan Kementerian Sumatera Utara. Skripsi. Universitas
Kehutanan. Manado. Sumatera Utara. Medan.

Kusumawati I., Djatmiko, W., Rahman, A., Studiawan, Setyowati, F. M, dan Wardah. 2007. Keanekaragaman
H., dan Ekasari, W. 2003. Eksplorasi Tumbuhan Obat Masyarakat Talang Mamak
Keanekaragaman dan Kandungan Kimia di Sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh,
Obat di Hutan Tropis Gunung Arjuno. Bahan Riau. Biodiversitas Vol. 8, No. 3. hal : 228-
Alam Indonesia Vol. 2, No. 3, Januari 2003. 232.

Manuputty, A.H., Soumena, F., Widodo, H., dan Simbala, H. 2009. Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa
Widiyanto, H. 1990. Pengobatan Tradisional jenis Tumbuhan Obat Sebagai Bahan Aktif
Daerah Maluku. Depertemen Pendidikan dan Fitofarmaka. Pacific Journal Juli 2009, Vol.
Kebudayaan. 1(4) : 489-494.

Marini, Y., Sutarno, Setyawan, A.D. 2005. Analisis Simon, H. 2007. Metode Inventore Hutan. Pustaka
Minyak Atsiri pada Tumbuhan Paku Pelajar. Yogyakarta.
(Pterydophyta) di Kawasan Air Terjun
Pangajaran Kecamatan Wonosalam, Sosrokusumo, P. 1989. Pelayanan Pengobatan
Kabupaten Jombang. Biofarmasi 3 (1) : 22- Tradisional Dibidang Kesehatan Jiwa. Dalam
25, Februari 2005, ISSN : 1693-2242. : Salan, R., Boedihartono, P., Pakan, Z.S.,
Kuntjoro, dan I.B.I Gotama (ed.). Lokakarya
Muktidiningsih, S.R., Muhammad, S.H., Harsana, I.W., Tentang Penelitian Praktek Pengobatan
Budhi, M., dan Panjaitan, P. 2001. Review Tradisional. Badan Penelitian dan
Tanaman Obat yang Digunakan Oleh Pengembangan Kesehatan, Departemen
Pengobat Tradisional di Sumatera Utara, Kesehatan Republik Indonesia. Ciawi 14-17
Sumatera Selatan, Bali, dan Sulawesi Desember 1988.

8
Wenger, K. F. 1918. Forestry Hand Book Second
Edition. Wiley-Interscience. America.

Wijayakusuma, H. 2000. Potensi Tumbuhan Obat Asli


Indonesia Sebagai Produk Kesehatan.
Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Isotop dan
Radiasi, 2000.

Yudilastoro, C. 2003. Partisipasi Masyarakat Terhadap


Pengelolaan Hutan Lindung di DAS Palu
(hulu), Sulawesi Tengah.

Zein, U. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Dalam


Upaya Pemeliharaan Kesehatan. e-USU
Repository. Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Zuhud, E.A.M. 2009. Potensi Hutan Tropika Indonesia


Sebagai Penyangga Bahan Obat Alam Untuk
Kesehatan Bangsa. Fakultas Kehutanan IPB.
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai