Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PRODUKSI BUBUK BUAH

KARAMUNTING (Rhodomyrtus tumentosa W.Ait) SEBAGAI SUMBER


ANTIOKSIDAN
1,2*
Titik Ismandari, 2Wignyanto, 2Susinggih Wijana, 2 Siti Asma'ul Mustaniroh
1
Fakultas Pertanian, Universitas Borneo Tarakan, Jalan Amal Lama No.1 Tarakan, Kalimantan Utara, Indonesia
2
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jalan Veteran Malang,
Jawa Timur, Indonesia 65145

ABSTRAK
Karamunting (Rhodomyrtus tumentosa W.Ait) adalah salah satu tumbuhan
liar yang kaya manfaat dan berpotensi sebagai sumber antioksidan. Berdasarkan
hasil penelitian mengenai khasiat bubuk buah karamunting sebagai sumber
antioksidan, perlu dilihat kelayakan finansial produk tersebut jika dikembangkan.
Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan produksi bubuk buah
karamunting sebagai sumber antioksidan secara finansial.
Penelitian dilakukan di Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara selama
delapan bulan (Mei sampai Desember 2018). Data yang digunakan adalah data
primer mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usaha pembuatan bubuk
buah karamunting baik operasional dan penerimaan, serta data sekunder yang
diperoleh dari studi literature. Metode yang digunakan untuk menganalisis
kelayakan finansial adalah dengan mengukur Harga Pokok Produksi (HPP), Break
Even Poin (BEP), dan Perhitungan Efisiensi Usaha (R/C) ratio.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan dari berbagai aspek, usaha
industri bubuk buah karamunting ini layak untuk dijalankan. Hal ini dapat dilihat
dari nilai BEP sebesar Rp. 146.231.172,57 dengan jumlah produk 185.162,44
unit, serta nilai efisiensi usaha (R/C) ratio 1,5 yang artinya usaha tersebut
memberikan keuntungan dan layak dilanjutkan.

Kata kunci : karamunting, antioksidan, kelayakan finansial, industri

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi ,
baik flora maupun fauna sehingga dikenal sebagai negara mega-biodiversity.
Kekayaan biodiversitas di Indonesia tertinggi kedua di dunia setelah Brazil
(Wahyono & Shalahuddin 2011). Namun demikian masih banyak jenis tumbuhan
yang belum diketahui dan digali potensinya (Zuhud et al. 2014). Salah satu
pemanfaatan kenekaragaman hayati oleh masyarakat, adalah untuk pengobatan
dan biasanya merupakan warisan secara turun temurun (Rahyuni dan Pitopang.
2013).

1
Salah satu tumbuhan liar yang kaya manfaat dan belum digunakan secara
optimal sebagai obat adalah karamunting. Karamunting (Rhodomyrtus tumentosa
W.Ait) merupakan tanaman yang mudah tumbuh di semua jenis tanah dan di
lahan pertanian dianggap sebagai tanaman pengganggu yang sulit untuk
dikendalikan. Di sisi lain karamunting ini memiliki senyawa bioaktif yang
berpotensi sebagai bahan baku obat maupun sebagai sumber antioksidan.
Menurut Ismandari, Amarullah, dan Jumiati, (2007), pada tanaman karamunting
mengandung senyawa bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan. Sedangkan pada
peneitian Savithramma et al., (2011); Lai et.al., (2013); Gayathri dan Kiruba
(2014); Hamid, Senait, and Mashitah (2017) menyatakan bahwa pada semua
organ tanaman karamunting mengandung senyawa bioaktif seperti flavonoid,
alkaloid, steroid, dan saponin dengan jumlah terbesar pada bagian buah.
Pemanfaatan tanaman karamunting di Kalimantan Utara sampai saat ini
masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan keterbatasan informasi, sarana
prasarana dan Sumber Daya Manusia di daerah tersebut. Padahal aktivitas
antioksidan pada buah karamunting jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan
aktivitas antioksidan pada kulit buah mangis (33,32 μg/ml) maupun daun
mengkudu (123,72 µg/m) (Rohman, Riyanto, dan Hidayati, 2007). Maskam et al,
(2014), menyatakan bahwa ekstrak buah karamunting dapat menghambat DPPH
radikal bebas sebesar 62,13%. Sedangkan menurut Ismandari (2017), pada ekstrak
buah karamunting menggunakan air memiliki aktivitas antioksidan IC50/DPPH
sebesar 1,020 μg/ml. Nilai aktivitas antioksidan semakin kecil menunjukkan
kemampuannya menghambat radikal bebas semakin kuat.
Saat ini masyarakat cenderung merubah pola hidup dan pola makan yang
tidak benar, sehingga seiring dengan pertambahan usia mengakibatkan
pembentukan radikal bebas dalam tubuh. Padatnya aktivitas kerja cenderung
menyebabkan masyarakat mengkonsumsi makanan yang serba instan dan
menerapkan pola makan yang tidak sehat. Makanan yang tidak sehat akan
menyebabkan akumulasi jangka panjang terhadap radikal bebas di dalam tubuh
(Mega dan Swastini,2010). Upaya untuk mencegah atau mengurangi resiko yang

2
ditimbulkan oleh aktivitas radikal bebas adalah dengan mengkonsumsi makanan
atau suplemen yang mengandung antioksidan (Lusiana, 2010)
Pengembangan agroindustri melalui pemberdayaan UKM (usaha kecil
menengah), dapat dijadikan sebagai strategi yang ditempuh untuk
mengembangkan perekonomian daerah, khususnya daerah perbatasan seperti di
Tarakan. Agroindustri dapat menjadi salah satu pilihan strategis dalam
menghadapi masalah, upaya meningkatan perekonomian dan pendapatan
masyarakat di perbatasan, serta menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat
yang hidup di perbatasan sehingga mereka tidak tergoda mencari pekerjaan ke
negara tetangga. Salah satu contoh home industry dan industri kecil yang banyak
berkembang di masyarakat adalah industri pengolahan hasil pertanian, yang
meliputi pengolahan tanaman pangan, tanaman buah-buahan, dan tanaman obat
(Yasin 2003 dalam Sarman,Susy, Ahmad. 2015).
Produk olahan dari tanaman berpotensi obat diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi kesehatan manusia dan pengembangan industri pertanian yang
berdampak pada kegiatan perekonomian dan penyerapan tenaga kerja. Semakin
maraknya penggunaan obat tradisional maupun suplemen-suplemen kesehatan
berbahan baku tanaman, semakin memperluas peluang usaha di bidang ini.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai khasiat bubuk buah karamunting sebagai
sumber antioksidan, maka perlu dilihat kelayakan finansial produk tersebut jika
dikembangkan.
Penilaian aspek finansial sangat diperlukan untuk melihat perkembangan
usaha kedepan, melihat keuntungan yang diperoleh dan berapa lama
pengembalian modal yang diinvestasikan pada usaha tersebut, serta melihat
resiko-resiko yang harus dihadapi yang dapat mempengaruhi besar kecilnya
keuntungan (Ibrahim, 2009). Berdasarkan uraian diatas, penulis mengangkat
permasalahan untuk melakukan analisis kelayakan finansial bubuk buah
karamunting sebagai sumber antioksidan di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan
Utara. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kelayakan produksi bubuk buah
karamunting sebagai sumber antioksidan secara finansial.

3
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitan
Penelitian ini dilakukan di Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara.
Penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2018 sampai dengan Desember 2018.
Jenis Dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usaha
pembuatan bubuk buah karamunting sebagai sumber antioksidan baik operasional
dan penerimaan. Data sekunder diperoleh dari studi literature, internet, catatan,
dokumen yang ada yang berkaitan dengan materi penelitian (Sugiyono, 2014).
Konsep Pengukuran Variabel
Variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Aspek teknis dan produksi, yaitu: lokasi usaha, ketersediaan bahan baku,
bahan penunjang, teknologi, tenaga kerja, fasilitas umum, transportasi,
penanganan limbah, dan pemasaran.
2. Aspek ekonomis, kelayakan ekonomis dari usaha pengolahan bubuk buah
karamunting sebagai sumber antioksidan dalam penelitian ini ditinjau dari
beberapa aspek yaitu : Biaya Produksi, Harga Pokok Produksi (HPP), Break
Even Poin (BEP), dan Perhitungan Efisiensi Usaha

Metode Analisis Data


Data yang diperoleh dari sampel terlebih dahulu dikumpulkan untuk
selanjutnya ditabulasi dan dianalisa.
Harga Pokok Produksi (HPP)
Harga pokok penjualan (HPP) adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
barang yang diproduksi dan dijual dalam kegiatan bisnis, atau bisa juga disebut
harga perolehan dari barang yang dijual (Sumilat, 2013).
TC
HPP=
Q ....................................................................(1)

4
Keterangan :
TC : Total Biaya Produksi selama 1 tahun
Q : Jumlah Produksi selama 1 tahun

Break Even Point (BEP)


BEP atau titik impas adalah volume penjualan dimana jumlah pendapatan dan
jumlah bebannya sama, tidak ada laba maupun rugi bersih (Simamora, 2012).
TR = TC
P.Q =F+V.Q

F
BEP ( Q )=
P−V ......................................(2)

BEP ( Rp) = BEP (Q) x P


F
¿ xP
P−V
F
BEP( Rp)=
V
1−
P
...........................................(3)
Keterangan:
BEP (Rp ) = Titik Pulang Pokok (dalam rupiah)
BEP (Q) = Titik Pulang Pokok (dalam unit)
Q = jumlah unit yang dijual
F = biaya tetap
V = biaya variable per unit
P = harga jual netto per unit
TR = pendapatan total
TC = Biaya total

Efisiensi Usaha
Efisiensi usaha agroindustri bubuk buah karamunting ditentukan dengan nilai
R/C, yaitu perbandingan antara pendapatan kotor dengan total biaya produksi
menggunakan rumus (Soekartawi, 2001)
R/C = Total penerimaan / Total biaya..........................................(4)
Kriteria Efisiensi usaha adalah bila :
R/C > 1 maka usaha bisa dikatakan sudah efisien dan menguntungkan
R/C = 1 maka usaha bisa dikatakan tidak menguntungkan dan tidak merugikan
R/C < 1 maka usaha bisa dikatakan tidak efisien dan bahkan merugikan

5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelayakan dari sisi teknis
1. Lokasi Pabrik
Penentuan lokasi suatu perusahaan atau pabrik, akan mempengaruhi
risiko dan keuntungan perusahaan tersebut secara keseluruhan. Hal ini mengingat
lokasi sangat mempengaruhi biaya tetap maupun biaya variabel, baik dalam
jangka menengah maupun jangka panjang (Heizer & Render (2006) dalam Fu’ad,
2015).
Lokasi pabrik pengolahan bubuk buah karamunting direncanakan akan
dibangun di Binalatung Kelurahan Amal Lama, Kecamatan Tarakan Timur, Kota
Tarakan Provinsi Kalimantan Utara. Dasar pemilihan lokasi tersebut adalah
sebagai berikut :
a) Berdekatan dengan sumber bahan baku.
Lokasi yang akan dibangun pabrik merupakan daerah yang banyak ditumbuhi
tanaman karamunting secara liar, dan merupakan daerah pengembangan
budidaya tanaman karamunting Fakultas Pertanian Universitas Borneo
Tarakan.
b) Harga lahan murah.
Desa Binalatung, Kelurahan Amal Lama merupakan daerah dengan harga
lahan yang relatif masih murah. Harga lahan per meter persegi saat ini berkisar
Rp. 15.000,- s/d Rp. 20.000,-/m2 (KPP Pratama Tarakan, 2017). Selain harga
lahan yang relatif murah, jumlah penduduk di daerah tersebut juga masih
sedikit, dengan rata-rata kerapatan jumlah penduduk 844 jiwa/km2 (BPS Kota
Tarakan, 2017), sehingga pengembangan perkebunan tidak terganggu dengan
aktivitas masyarakat.
c) Dekat dengan sumber air dan pelabuhan
Mengingat keterbatasan kondisi alam di Pulau Tarakan, dimana masyarakat
sulit untuk menemukan sumber air bersih (sumur), maka air sungai merupakan
alternatif kedua setelah air hujan. Rencana lokasi pabrik pengolahan bubuk
buah karamunting dekat dengan Sungai Binalatung (± 700 m), sehingga

6
kebutuhan air untuk kegiatan pencucian bahan baku dapat memanfaatkan air
sungai tersebut. Selain berdekatan dengan Sungai Binalatung, lokasi pabrik
juga dekat dengan Pelabuhan Pantai Amal (± 2 km) (Gambar 1.). Hal ini
memberikan keuntungan dan kemudahan dalam pendistribusian produk.

S. Binalatung

Pabrik

Pelabuhan Amal
Lama

Gambar 1. Peta Pulau Tarakan

Seperti terlihat pada Gambar 1. tanda adalah rencana lokasi pabrik

pengolahan bubuk buah karamunting.

d) Ketersediaan bahan baku


Bahan baku berupa buah karamunting segar diperoleh dari kebun-kebun
karamunting yang sudah dibudidayakan, dan dari tanaman yang tumbuh liar
hampir diseluruh wilayah Kota Tarakan yang jumlahnya sangat melimpah.
Berdasarkan data yang ada, luasan tanaman wilayah tumbuhnya karamunting

7
yang tersebar di empat kecamatan di Pulau Tarakan ± 223 ha, dengan kisaran
produksi buah 168.75 ton (Amarullah, 2012); BPS Kota Tarakan (2016)).
Bahan baku yang digunakan adalah buah karamunting yang telah masak
fisiologis, yang ditandai dengan pecahnya salah satu buah dalam satu tandan,
seperti disajikan pada Gambar 2. di bawah ini.

Gambar 2. Buah Karamunting

e) Peralatan
Peralatan pembuatan bubuk buah karamunting ada yang tersedia di
Tarakan dan ada yang didatangkan dari Pulau Jawa. Alat yang digunakan untuk
ekstraksi sederhana menggunakan panci susun steinlis steel banyak terdapat di
Tarakan, sedangkan oven vacuum dan alat pengemas, maupun peralatan pembantu
lainnya didatangkan dari Pulau Jawa.
f) Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan faktor yang paling penting dalam menjamin
kelancaran proses produksi. Ketersediaan tenaga kerja dengan tingkat
keterampilan yang memadai dan dengan jumlah yang tepat selalu menjadi tujuan
dari pelaksanaan produksi itu sendiri, meskipun tidak melupakan faktor penting
lainnya yang berpengaruh dalam proses produksi seperti mesin, peralatan dan lain
sebagainya (Ginting, 2007). Dalam menentukan jumlah tenaga kerja yang akan
dipergunakan dalam pabrik bubuk buah karamunting dalam skala kecil
menggunakan metode Analisa Beban Kerja ( Work Load Analysis).
Adapun rumus Work Load Analysis (WLA) menurut Ranupandoyo (1997)
dalam Sofyan (2014) adalah sebagai berikut :

8
Jumlah produk x waktu proses tiap unit
WLA ¿ x 1orang ..........(5)
Hari kerja x jam kerja

Sebelum melakukan perhitungan WLA, terlebih dahulu harus ditentukan


berapa jumlah work centre perusahaan bubuk buah karamunting. Dalam pabrik
bubuk buah karamuting terdiri dari 5 stasiun kerja atau work centre
 Work centre I terdiri atas dua kegiatan yaitu kegiatan sortasi dan pencucian
 Work centre II terdiri atas kegiatan ekstraksi
 Work centre III terdiri atas kegiatan foam mat drying
 Work centre IV yaitu kegiatan finishing yang terdiri atas kegiatan pengemasan
 Work centre V yaitu kegiatan pemasaran yang terdiri atas kegiatan pengemasan
Nilai WLA hasil analisa seperti terlihat pada Tabel 1. di bawah ini.
Tabel 1. Hasil Rekapitulasi WLA (Orang)
No Work centre WLA (oang) Pembulatan
(orang)
1 Sortasi & pencucian 1.57 2
2 Ekstraksi 2.558 3
3 Foam mat drying 2.558 3
4 Pengemasan 1.4 1
5 Pemasaran 1.4 1

Berdasarkan hasil perhitungan WLA, diperoleh hasil bahwa dalam satu


unit usaha bubuk buah karamunting dalam skala kecil direncanakan akan
membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 orang tenaga kerja langsung dan
tambahan 2 orang tenaga kerja tidak langsung (1 manager dan 1 administrasi).
Pada proses pengolahan bubuk buah karamunting, perekrutan tenaga kerja
dilakukan dari daerah sekitar berdirinya unit usaha, sehingga diharapkan dapat
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Pembagian tugas dan
tanggung jawab tenaga kerja disajikan pada Tabel 2. di bawah ini.
Tabel 2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab Tenaga Kerja

No Jabatan Tugas Pendidikan Jumlah

1 Manager Manager bertanggung jawab atas semua S1 1


kegiatan di pabrik atau perusahaan
2 Administrasi Membukukan semua kegiatan produksi dan S1/D3 1
pemasaran

9
3 Proses Produksi Menjalankan semua kegiatan produksi, SMA 9
mulai penyediaan bahan baku, produksi
bubuk, pengemasan, sampai tahap
penyimpanan produk akhir
4 Penjualan dan Mempromosikan produk perusahaan, SMA 1
promosi mencari konsumen, dan melakukan transaksi
penjualan produk

Produksi bubuk buah karamunting dilakukan oleh tenaga kerja yang


sebelumnya telah mendapatkan pelatihan untuk penguasaan teknologi pengolahan
buah karamunting, mulai dari persiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan,
sampai dengan penyimpanan produk akhir. Sehingga diharapkan mampu
menjalankan operasi produksi dengan baik.
g) Fasilitas Umum
Fasilitas umum yang tersedia di daerah Binalatung Kelurahan Amal Lama,
Kecamatan Tarakan Timur, Kota Tarakan adalah PLN, PLTU, PDAM, Pelabuhan,
SPBU, dan Embung Binalatung.
h) Transportasi
Sarana transportasi dan jalan di daerah tersebut sudah memadai sehingga
memudahkan dalam pengangkutan bahan baku dan produki ke konsumen.
Transportasi selain melalui darat juga dapat menggunakan transportasi laut,
karena daerah tersebut dekat dengan pelabuhan.
i) Pemasaran
Pemasaran bubuk buah karamunting sementara dilakukan di daerah
Tarakan, dan daerah di luar Pulau Tarakan, seperti daerah Malinau, Bulungan, dan
Nunukan. Sedangkan dalam jangka panjang direncanakan dapat dipasarkan keluar
Provinsi Kalimantan Utara.
j) Penanganan limbah
Pengolahan bubuk buah karamunting ini tidak menghasilkan limbah
berbahaya, karena bahan baku yang digunakan tanpa menggunakan bahan kimia.
Sisa-sisa dari ekstraksi akan dikembalikan lagi ke lahan sebagai kompos.

Kelayakan dari Sisi Ekonomis

10
Sebelum mendirikan suatu usaha, selain faktor teknis, faktor ekonomis
juga merupakan salah satu faktor utama yang harus diperhatikan. Kelayakan
ekonomis dari usaha pengolahan bubuk buah karamunting dalam penelitian ini
ditinjau dari beberapa aspek yaitu :

1. Biaya produksi
Biaya ini terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead pabrik (Sutrisno, 2012). Sedangkan Mulyadi (2012),
menambahkan bahwa biaya produksi adalah biaya-biaya yang ditimbulkan dari
kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi yang siap untk dijual.
Perhitungan biaya produksi dilakukan dalam periode waktu 1 tahun, yang
terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap dalam 1 tahun seperti yang tertera
pada Tabel 3. di bawah ini.
Tabel 3. Biaya Produksi Bubuk Buah Karamunting
No Jenis Keterangan
1 Biaya tetap selama 1 tahun (FC) Rp. 64,722,667,-
(Gaji, biaya pemeliharaan alat dan bangunan, biaya penyusutan,
biaya admininistrasi, dan PBB)
2 Biaya tidak tetap selama 1 tahun (VC)
(biaya bahan baku, biaya bahan pembantu, biaya pengemas, utilitas,
gaji tenaga tidak tetap) Rp. 330,150,000,-
3 Total Biaya selama 1 tahun (TC) Rp. 394,872,667,-
4 Jumlah Produksi selama 1 tahun (@ 200 mg) (Q)
(dikemas dalam bentuk kapsul) 750,000
5 Biaya tidak tetap per unit (VC per unit)
(VC/Q) Rp. 440,-

Total biaya produksi bubuk buah karamunting selama 1 tahun adalah


sebesar Rp. 394.872.667,- yang terdiri dari biaya tetap (fixed cost) sebesar Rp.
64.722.667,- dan biaya tidak tetap (variabel cost) sebesar Rp. 330.150.000,-
dengan produksi bubuk buah karamunting sebanyak 150 kg yang dikemas dalam
bentuk kapsul dengan berat @ 200 mg, sehingga diperoleh 750.000 butir kapsul
dengan biaya per unit Rp. 440,-.

2. Harga Pokok Produksi (HPP)

11
Harga pokok produksi adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan dalam
pengolahan bahan baku menjadi sebuah produk. Lebih jauh Mulyadi (2012)
menambahkan bahwa biaya produksi adalah sejumlah biaya yang secara langsung
berhubungan dengan produksi, yaitu biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja
langsung.
Harga Pokok Produksi pengolahan bubuk buah karamunting adalah
sebesar Rp. 526.5,-/kapsul, yang diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan
rumus (1). Sedangkan harga jual dari produsen ke pengecer sebesar Rp.
789.75,-/kapsul, dengan asumsi pengambilan mark up sebesar 50% dari setiap
produk yang terjual.

3. Break Even Point (BEP)


Analisis BEP merupakan salah satu cara untuk mengetahui volume
penjualan minimal agar suatu usaha tidak mengalami tetapi juga belum
memperoleh laba. Hasil perhitungan BEP dengan menggunakan rumus (2)
terlihat bahwa titik balik pokok akan tercapai pada saat volume penjualan
185.162,44 unit atau senilai Rp. 146.231.172,57,-. Hal ini menunjukkan bahwa,
jika perusahaan telah mencapai angka penjualan 185.162,44 unit (kapsul) maka
dapat diartikan bahwa perusahaan telah mencapai titik dimana perusahaan tidak
mengalami kerugian maupun keuntungan.
4. Efisiensi Usaha
Efisiensi usaha atau keuntungan yaitu pendapatan kotor dibagi dengan
biaya produksi yang telah dikeluarkan. Jika R/C ratio yang dihasilkan semakin
besar, maka semakin besar keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha jamu
tradisional tersebut. Perhitungan dengan menggunakan rumus (4) diperoleh nilai
Efisiensi usaha produksi bubuk buah karamunting sebesar 1,5. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha tersebut memberikan keuntungan.

KESIMPULAN
1. Biaya produksi bubuk buah karamunting selama 1 tahun adalah sebesar Rp.
394.872.667,- yang terdiri dari biaya tetap (fixed cost) sebesar Rp.

12
64.722.667,- dan biaya tidak tetap (variabel cost) sebesar Rp. 330.150.000,-
dengan produksi bubuk buah karamunting sebanyak 150 kg atau setara
dengan 750.000 kapsul.
2. Harga Pokok Produksi pengolahan bubuk buah karamunting adalah sebesar
Rp. 526.5,-/kapsul.
3. Harga jual di tingkat produsen ke pengecer sebesar Rp. 789.75,-/kapsul,
dengan asumsi pengambilan mark up sebesar 50% dari setiap produk yang
terjual
4. Break Even Point (BEP) tercapai pada saat volume penjualan 185.162,44 unit
atau senilai Rp. 146.231.172,57,-.
5. Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan efisinsi usaha produksi
bubuk buah karamunting tersebut sebesar 1,5, menunjukkan usaha tersebut
layak dan efisien untuk dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA
Fu’ad, Eko, Nur.(2015).Pengaruh Pemilihan Lokasi Terhadap Kesuksesan Usahan
Bersekala Mikro/Kecil Di Komplek Centre Jepara.[Online]MEDIA
EKONOMI DAN MANAJEMENVol. 30 No. 1 Januari 2015 ISSN: 085-
1442. Tersedia:https://media.neliti.com/media/publications/ 25110-ID-
pengaruh-pemilihan-lokasi-terhadap-kesuksesan-usaha-berskala-
mikrokecil-di-kompl.pdf (6 April 2019)
Gayathri, Kiruba, 2014. Phytochemical Analysis of Leaf Powder Extract of
Rhodomyrtus tomentosa. In International Journal of Current Research,
Vol. 6, Issue, 05:.6527-6530
Ginting, Rosnani. 2007, Sistem produksi, Penerbit: Graha Ilmu, Yogyakarta.
Hamid, Senait, Mashitah, 2017. Rhodomyrtus Tomentosa: A Phytochemical and
Pharmacological Review. In Asian J Pharm Clin Res, Vol 10, Issue : 10-
16.
Ibrahim, Yacob. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: PT Rineka Cipta

Amarullah, Ismandari, Jumiati, Willem, 2012. Kajian Potensi Tumbuhan


Karamunting Sebagai Tanaman Obaat di Kota Tarakan. Laporan
Penelitian. Universitas Borneo Tarakan.
Lai, Marie, Joelle, Quetin, Thi, Herve, Yvan, Christelle, 2013. Piceatannol, a
potent bioactive stilbene, as major phenolic component in Rhodomyrtus
tomentosa. In Food Chemistry 138:1421–1430

13
Lusiana. 2010. Kemampuan Antioksidan Asal Tanaman Obat dalam Modulasi
Apoptosis sel khamir (saccharomyces cerevisiae). Tesis. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Maskam, M. F., Mohamad, J., Abdulla, M. A., Afzan, A. and Wasiman, I. 2014.
Antioxidant Activity of Rhodomyrtus tomentosa (Kemunting) Fruits and
Its Effect on Lipid Profile in Induced-cholesterol New Zealand White
Rabbits. Sains Malaysiana 43(11): 1673-1684
Mega, IM dan Swastini, DA. 2010. Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antiradikal
Bebas Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Gyrinops versteegii). Jurnal Kimia
4(2): 187-192
Mulyadi. 2012. Akuntansi Biaya. Unit penerbit dan percetakan Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen YKPN.Yogyakarta
Rahyuni, E. Yniati, & R. Pitopang. 2013. Kajian etnobotani tumbuhan ritual Suku
Tajio di Desa Kasimbar, Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal of Natural
Science 2(2): 46--54.
Rohman, A. and Riyanto, S. 2005. Aktivitas antioksidan ekstrak buah mengkudu
(Morinda citrifolia). Agritech 25 (3): 131-13.
https://doi.org/10.22146/agritech.13347
Sarman, Susy Edwina, Ahmad. 2015. Business Analysis of Traditional Herbal
Agroindustri Medicine In Labuh Baru Timur Village Payung Sekaki
District Pekanbaru. Jom Faperta Vol. 1 No. 2
Savithramma, N., Rao, M. L. and Suhrulatha, D. 2011. Screening of medicinal
plants for secondary metabolites. Middle-East Journal of Scientific
Research 8(3): 579-584
Soekartawi. 2001. PengantarAgroindustri. Edisi 1. Jakarta : Cetakan 2. PT Raja
Grafindo Persada.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta
Sutrisno, 2009. Manajemen Keuangan Teori, Konsep, dan Aplikasi. Jakarta:
Ekonosia
Wahyono S, Shalahuddin L. 2011. Direktori Penelitian Asing di Indonesia.
Sekretariat Perijinan Penelitian Asin. Biro Hukum dan Humas,
Kementrian Riset dan Teknologi. ISSN 2088-1916
Zuhud. Ervizal, Yeni, Agus.Hikmat, Abdul, Arya. 2014. IPB Biodiversity
Informatics (IPBIOTICS) for Sustainable Development. Media Konservasi
Vol. 19, No. 1: 12 – 18

14

Anda mungkin juga menyukai