Anda di halaman 1dari 23

A.

PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
akan dampak dari sistem pertanian konvensional terhadap
lingkungan, kesehatan dan keamanan pangan,
mengakibatkan saat ini pertanian organik menjadi suatu
bisnis dalam dunia pertanian. Bisnis pertanian organik
selain memproduksi suatu produk yang aman untuk
dikonsumsi, diharapkan pula dalam jangka panjang dapat
meningkatkan dan mempertahankan tingkat produksi serta
kesuburan lahan (Salikin, 2003). Menurut United States
Department of Agriculture Consumer Brochure, produk
pertanian organik adalah produk yang dihasilkan dengan
mengutamakan penggunaan sumbersumber terbarukan
(renewable resources), serta terdapat konversi lahan dan air
untuk meningkatkan kualitas lingkungan bagi generasi
mendatang (Gold, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kandungan gizi pangan organik lebih tinggi
dibandingkan dengan pangan konvensional. Selain unggul
dari sisi nutrisi dan cita rasa, bahan pangan organik juga
bebas bahan kimia berbahaya, sehingga baik untuk
kesehatan (Anwar et al., 2009). Manfaat mengkonsumsi
sayuran organik yang lebih besar dibandingkan sayuran
anorganik, tentu saja akan meningkatkan permintaan

1
sayuran organik, sehingga bisnis ini masih berpeluang
besar untuk dikembangkan.
Meskipun usahatani sayuran organik berprospek ke
depannya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pertanian
merupakan sebuah bisnis yang sangat tergantung dengan
alam. Sifat khas ini mengakibatkan harga komoditas
pertanian relatif mengalami perubahan dari waktu ke waktu
yang dapat mengancam keberlanjutan usahatani. Selain itu,
biaya produksi dalam usahatani organik tergolong cukup
tinggi, karena pemeliharaan dan pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) masih mengandalkan tenaga
kerja manusia. Menurut Reijntjes et al. (1992), keberlanjutan
dapat diartikan sebagai menjaga agar suatu upaya terus
berlangsung, kemampuan untuk bertahan dan menjaga
agar tidak merosot. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan
pada dasarnya berarti kemampuan untuk tetap produktif
sekaligus tetap mempertahankan basis sumber daya.
Dalam menilai pertanian untuk dikatakan pertanian
berkelanjutan jika mantap secara ekologis, bisa berlanjut
secara ekonomis, adil, manusiawi, dan luwes. Keberlanjutan
secara ekonomis, berarti bahwa petani bisa cukup
menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan atau
pendapatan sendiri, serta mendapatkan penghasilan yang

2
mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang
dikeluarkan.
Menurut Suratiyah (2008), sebagai ilmu
pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari cara-cara petani menentukan,
mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan
faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin
sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan
semaksimal mungkin. Sampai saat ini, Kebun Citra Sehat
Organik belum secara rinci melakukan kegiatan ekonomi
yang terkait dengan perhitungan usahataninya. Hal tersebut
perlu dilakukan, mengingat pentingnya analisis usahatani
dalam membantu pelaku bisnis dalam mengambil
keputusan secara tepat dalam memanajemen faktor-faktor
produksi yang ada secara efektif dan efisien. Karena itu,
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana
keberlanjutan usahatani, kelayakan finansial serta trend
permintaan dan harga dari komoditas sayuran organik:
Buncis (Phaseolus vulgaris), Brokoli (Brassica oleraceae),
Tomat (Solanum lycopersicum), Wortel (Daucus carota),
Bayam Hijau (Amaranthus hybridus), dan Bawang Daun
(Allium fistulosum).

3
B. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 22
September–12 Desember 2012 berlokasi di Desa
Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara
sengaja (purposive) dengan pertimbangan di lokasi
tersebut terdapat perusahaan-perusahaan yang
mengusahakan sayuran organik.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif (descriptive
research). Dalam penelitian deskriptif ini, tidak dilakukan
pengujian hipotesa melainkan hanya mengolah dan
menganalisa data menggunakan pengolah statistik yang
bersifat deskriptif (statistic descriptive) (Faisal, 2007).
Metode penelitian yang digunakan adalah survey yang
merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan
menggunakan pertanyaan terstruktur, serta seluruh
jawaban akan dicatat, diolah dan dianalisis (Prasetyo et
al., 2008).
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui catatan
kegiatan usahatani, observasi dan wawacara
langsung. Data sekunder diperoleh dari catatan
kegiatan usahatani yang berkaitan dengan
permintaan dan harga sayuran organik. Pengambilan
4
sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Kebun Citra Sehat Organik ini
dipilih sebagai sampel penelitian karena merupakan
salah satu perusahaan usahatani sayuran organik
yang sudah beroperasi selama 3 tahun.
Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kuantitatif. Data
dianalisis dengan software Microsoft Excel 2007.
Dalam pengujian kestabilan harga tiap komoditas
sayuran, digunakan koefisien variasi. Menurut
Rachman (2005), analisis statistik sederhana seperti
koefisien variasi dari data harga komoditas secara
deret waktu banyak digunakan untuk mengetahui
stabilitas harga. Alat analisis yang digunakan dalam
mengukur kestabilan harga yaitu koefisien variasi
(Nawari, 2010) dengan kategori: Sangat Tinggi
(7,005%-9,995%), Tinggi (10,005%-12,995%),
Sedang (13,005%- 15,995%), Rendah (16,005%-
18,995%), Sangat Rendah (19,005%-21,995%)

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Usahatani Sayuran Organik Berikut
merupakan hasil analisis usahatani keenam komoditas

5
sayuran meliputi; Buncis, Brokoli, Tomat, Wortel, Bayam
Hijau dan Bawang Daun.

Tabel 1. Analisis Usahatani Sayuran Organik per ha.Musim


Tanam-1

Sumber: Data Primer, 2012


Analisis Usahatani Buncis (Phaseolus vulgaris) Organik
(Februari – Mei 2012)
Biaya variabel tertinggi yang dikeluarkan dalam
budidaya Buncis adalah biaya pemupukan berupa pupuk
kompos, kotoran kambing, pupuk organik cair dan pupuk
kocor. Biaya untuk pupuk permusim tanam tiap 10 m 2
mencapai Rp.61.292,-. Hal ini mengakibatkan usahatani
Buncis organik mempunyai R/C ratio < 1. Supaya layak
untuk diusahakan, pemupukan dapat dikurangi baik dari
segi dosis maupun jenis pupuknya, mengingat Buncis
merupakan tanaman legume.
Menurut Cahyono (2003) dalam Evita (2009),
produktivitas Buncis secara anorganik dikatakan rendah bila
tidak mencapai rata-rata hasil panen ± 14 ton.ha-1 . Hasil
6
panen Buncis di Kebun Citra Sehat Organik mencapai 11
ton.ha-1 . Jumlah tersebut dapat dikatakan tinggi, karena
diusahakan secara organik. Berdasarkan tabel di atas, nilai
BEP harga dari komoditas Buncis sebesar Rp.9.397,-/kg,
sedangkan harga jual komoditas Buncis dari CV. Kebun
Citra Sehat Organik nilainya masih di bawah BEP harga
yaitu hanya sebesar Rp.8.143,-/kg.
Tingkat harga jual yang masih di bawah BEP harga
membuat nilai R/C ratio di bawah nilai 1 (satu) atau dengan
kata lain belum memberikan keuntungan bagi perusahaan.
Hal ini seiring dengan Faqih (2009) yang menyatakan
bahwa BEP harga produksi menggambarkan tingkat harga
terendah untuk mencapai titik pulang modal. Apabila harga
jual ditingkat petani lebih rendah dibandingkan harga dasar,
maka usahatani akan mengalami kerugian. Indikator nilai
BEP harga ini juga berlaku untuk komoditas-komoditas
sayuran organik lainnya.

Analisis Usahatani Brokoli (Brassica oleraceae) Organik


(April – Juli 2012)

Menurut data lapangan, Brokoli merupakan tanaman


yang paling rentan terhadap penyakit, sehingga
pemeliharaan tanamannya intensif dilakukan dengan
pengendalian OPT secara manual. Komoditas Brokoli cukup

7
banyak diminati konsumen. Hal inilah yang menyebabkan
Brokoli mempunyai R/C ratio > 1 yaitu 1,72 karena nilai
komoditas yang tinggi dibandingkan komoditas lainnya.
Selain itu, sayuran Brokoli merupakan komoditas unggulan
di Kebun Citra Sehat Organik.

Analisis Usahatani Tomat (Solanum lycopersicum) Organik


(Juli-Oktober 2012)

Biaya variabel yang dikeluarkan dalam mengusahakan


Tomat paling besar diantara kelima komoditas lainnya,
karena terdapat kegiatan pemeliharaan pada Tomat yang
cukup banyak. Berdasarkan data lapangan, permintaan
konsumen atas sayuran Tomat sedang meningkat, sehingga
meskipun biaya yang dikeluarkan besar, tetapi dapat
mendatangkan keuntungan. Penetapan harga Tomat yang
hampir 3 kali lipat dari nilai BEP harga mengakibatkan
tingginya pula keuntungan yang diperoleh. Menurut
Tugiyono (1999), waktu tanam yang baik untuk Tomat
adalah beberapa bulan sebelum musim hujan berakhir
sehingga pada saat musim kemarau atau menjelang musim
kemarau Tomat sudah berbuah. Hal ini pula yang dilakukan
oleh Kebun Citra Sehat Organik, sehingga jumlah produksi
Tomat cukup tinggi. Dari hasil analisis, Tomat mempunyai
R/C ratio tertinggi yaitu 2,70.
8
Analisis Usahatani Wortel (Daucus carota) Organik (Juli-
November 2012)

Berdasarkan pada hasil penelitian Mei (2006), rata-


rata produksi Wortel organik untuk satu bedengan dengan
luasan 10 m2 adalah 25 kg, sehingga untuk luasan 1 ha
dapat mencapai 25 ton. Wortel yang mampu dihasilkan
Kebun Citra Sehat Organik dalam luasan 1 ha hanya 10 ton.
Oleh karena itu, penerimaan yang diterima lebih kecil
dibandingkan biaya yang dikeluarkan, sehingga R/C ratio <
1 yang berarti tidak layak untuk diusahakan. Rendahnya
penerimaan yang diterima juga disebabkan oleh nilai
komoditas Wortel yang rendah pula (tidak lebih tinggi dari
BEP harga) yaitu sebesar Rp.6.889,-/kg.
Menurut Cahyono (2002), benih Wortel membutuh
waktu yang lama untuk berkecambah. Untuk mempercepat
perkecambahan, benih memerlukan beberapa penanganan
khusus sebelum di tanam salah satunya adalah benih
direndam dalam air dingin. Selain itu untuk memperoleh
hasil maksimal perlu dilakukan pengaturan jarak tanam.
Benih yang akan disebar pada bedengan juga perlu
dicampur dengan pasir terlebih dahulu agar benih tidak
melekat satu sama lain dan memudahkan dalam penaburan
benih. Salah satu faktor yang menyebabkan masih
rendahnya produktivitas Wortel adalah benih yang langsung
9
disebar pada bedengan tanpa dilakukan penanganan
khusus dan pengaturan jarak tanam. Faktor lainnya adalah
pertumbuhan Wortel yang kurang maksimal akibat
kekurangan air disaat musim kemarau.

Analisis Usahatani Bayam Hijau (Amaranthus hybridus)


Organik (Juli – Pertengahan September 2012)

Umur tanaman Bayam Hijau paling singkat


dibandingkan sayuran lainnya yaitu hanya 1,5 bulan. Oleh
karena itu, jumlah biaya tetap yang dikeluarkan untuk
Bayam Hijau tidak sebesar komoditas lainnya. Bayam Hijau
mengeluarkan total biaya terkecil dalam budidayanya. Hal
ini dikarenakan sayuran Bayam Hijau mudah untuk
diusahakan serta tidak diperlukan kegiatan pemeliharaan
yang intensif seperti komoditas lainnya. Kecilnya
penerimaan yang diterima dibandingkan total biaya yang
dikeluarkan disebabkan oleh permintaan akan Bayam Hijau
yang masih sedikit, sehingga terjadi over-supply yang
menurunkan harga jualnya yaitu sebesar Rp.7.000,- /kg.
Penetapan harga jual tersebut lebih rendah dari BEP harga.
Hal ini menyebabkan nilai R/C ratio yang diperoleh hanya
sebesar 0,83 (R/C ratio < 1) atau dengan kata lain
mengalami kerugian. Oleh karena itu, produksi untuk Bayam

10
Hijau perlu diseimbangkan dengan permintaan, sehingga
harga jualnya terjamin.

Analisis Usahatani Bawang Daun (Allium fistulosum)


Organik (Juni - Agustus 2012)

Bawang Daun ditanam menggunakan bibit lokal.


Komoditas ini merupakan komoditas baru yang dicoba pada
tahun 2011. Penanaman komoditas Bawang Daun jarang
dilakukan apabila tidak ada permintaan. R/C ratio terkecil
terdapat pada Bawang Daun. Berdasarkan penelitian
Sitanggang (2008), produksi rata-rata Bawang Daun organik
di Desa Batulayang dengan luasan lahan 0,3 ha.musim
tanam-1 adalah 2,5 ton. Hal ini berarti, hasil panen Bawang
Daun untuk luasan lahan 1 ha adalah sebanyak 8,3 ton.
Kebun Citra Sehat Organik hanya mampu menghasilkan 5
ton.ha-1 . Rendahnya produktivitas tersebut dikarenakan
belum adanya keseriusan untuk mengusahakan Bawang
Daun oleh sebab kontinuitas permintaan Bawang Daun
yang masih rendah serta adanya penetapan harga yang
lebih rendah dari BEP harga.

1. Keberlanjutan Usahatani dalam Aspek Ekonomi


Dimensi ekonomi dalam menilai bagaimana kondisi
keberlanjutan usahatani terdiri atas 6 parameter yaitu:

11
kestabilan harga produk, kontribusi produk terhadap
pendapatan petani, kontribusi produk terhadap pendapatan
asli daerah (PAD), transfer keuntungan, ketersediaan
lembaga pemasaran dan ketersediaan lembaga keuangan
(Mamat et al., 2006). Dalam penelitian ini, indikator yang
digunakan berupa kestabilan harga dan kontribusi
pendapatan tiap komoditas terhadap pendapatan.

Kestabilan Harga Sayuran Organik


Kestabilan harga berkaitan dengan pendapatan yang
diterima oleh pengusaha. Jika harga tidak stabil, maka
pendapatan yang diterima juga fluktuatif, sehingga
mengurangi minat dalam mengusahakan jenis komoditas
sayuran tertentu. Berikut merupakan hasil perhitungan nilai
koefisien variasi tiap komoditas sayuran.

Tabel 2. Nilai Koefisien Variasi dan Kategori Kestabilan


Harga Sayuran Organik

Brokoli dan Tomat memiliki harga yang lebih stabil


dibandingkan komoditas lainnya. Hal ini seiring dengan nilai
12
R/C ratio yang dihasilkan, yaitu lebih besar dari satu.
Sebaliknya, komoditas Wortel dan Bawang Daun
mempunyai kestabilan harga yang lebih rendah sehingga
memiliki nilai R/C ratio yang lebih rendah pula bila
dibandingkan dengan komoditas lainnya. Dari pernyataan di
atas, disimpulkan bahwa kestabilan harga mempengaruhi
penerimaan usahatani dan R/C ratio, di mana kedua hal
tersebut berkaitan langsung dengan keberlanjutan suatu
usahatani. Menurut Irawan (2007), fluktuasi harga sayuran
pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara
kuantitas pasokan dan kuantitas permintaan. Jika terjadi
kelebihan pasokan maka harga komoditas akan turun, dan
sebaliknya. Fenomena tersebut terjadi di Kebun Citra Sehat
Organik, di mana jika terjadi over-supply, maka harga
sayuran dijual dengan harga yang lebih murah kepada
pemilik.

Kontribusi Sayuran Organik terhadap Pendapatan


Indikator kedua dalam mengukur keberlanjutan
usahatani adalah besarnya kontribusi sayuran organik
terhadap pendapatan. Semakin besar kontribusi
pendapatan yang diberikan dari budidaya suatu komoditas,
maka keberlanjutan usahatani akan lebih terjamin.

13
Tabel 3. Kontribusi Sayuran Organik terhadap Pendapatan
Usahatani

Kebun Citra Sehat Organik mengusahakan 35 jenis


sayuran, namun keberlanjutan usahatani yang dibahas
dalam penelitian ini hanya difokuskan pada 6 komoditas.
Dalam pertanian organik, tidak hanya satu jenis sayuran
saja yang diusahakan, sehingga kerugian yang dialami akan
tertutup oleh jenis sayuran lainnya. Dengan kata lain, terjadi
subsidi silang antar jenis tanaman, maupun subsidi antar
musim tanam. Meskipun terdapat beberapa komoditas
sayuran yang berkontribusi negatif terhadap pendapatan,
tetapi tetap diusahakan oleh Kebun Citra Sehat Organik. Hal
ini dilakukan untuk menjaga kontinuitas persediaan sayuran
tersebut sehingga dapat mempertahankan konsumen.
Selain itu, pertanian organik yang diusahakan baru berjalan
selama 3 tahun, sehingga komoditas tersebut tetap
diusahakan untuk mengembangkan keterampilannya dalam
mengusahakan sayuran secara organik.

14
Analisis Keberlanjutan Usahatani Sayuran Organik
Adapun analisis keberlanjutan usahatani setiap
komoditas sayuran dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Tingkat Keberlanjutan Usahatani pada Tiap


Komoditas Sayuran Organik

Tomat merupakan sayuran yang mempunyai tingkat


keberlanjutan tertinggi. Hal ini dikarenakan tingginya
kontinuitas permintaan akan Tomat yang mengakibatkan
kestabilan harga Tomat terjamin serta kontribusi terhadap
total pendapatan usahatani yang diberikan sangat tinggi.
Sebaliknya, Bawang Daun memiliki tingkat keberlanjutan
usahatani terendah, dikarenakan rendahnya kontinuitas
permintaan yang mengakibatkan kestabilan harga Bawang
Daun kurang terjamin dan akhirnya berdampak pula pada
kontribusinya terhadap total pendapatan usahatani. Dengan
penetapan harga jual komoditas yang lebih besar dari BEP
harga juga menentukan tingkat keberlanjutan yang
dihasilkan. Tercermin dari tabel di atas, komoditas dengan

15
harga jual di atas nilai BEP harga mempunyai keberlanjutan
usahatani dengan kategori tinggi dan sangat tinggi.

2. Trend Permintaan dan Harga Sayuran Organik


Dalam mengestimasi trend, data yang digunakan
adalah data berkala. Analisis data berkala memungkinkan
kita untuk mengetahui perkembangan waktu ataubeberapa
kejadian serta hubungannya terhadap kejadian lainnya
(Supranto, 2000). Estimasi trend permintaan digunakan data
time series selama 11 bulan, begitu pula dengan estimasi
trend harga sayuran organik, terkecuali Bawang Daun (data
time series selama 8 bulan). Hasil estimasi trend dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Hasil Estimasi Trend Permintaan dan Harga


Sayuran Organik

Sayuran Brokoli dan Tomat merupakan komoditas


yang diminati saat ini oleh konsumen, sehingga meskipun
harga kedua komoditas terus meningkat, konsumen akan
tetap mengkonsumsinya. Hal ini seiring dengan teori
16
permintaan bahwa selera konsumen mempengaruhi
permintaan suatu barang (Damanik et al., 2003). Bawang
Daun mempunyai hasil estimasi trend permintaan dan harga
yang bernilai positif, tetapi hasil estimasi trend harganya
tidak signifikan. Trend harga yang tidak signifikan ini
dikarenakan komoditas Bawang Daun sampai saat ini hanya
dimanfaatkan sebagai barang komplementer dalam
konsumsi rumah tangga. Kegunaan ini mengakibatkan tidak
ada kaitan antara waktu dengan harga. Buncis, Wortel dan
Bayam Hijau mempunyai hasil estimasi trend permintaan
yang negatif tetapi estimasi trend harganya positif. Hal ini
seiring dengan teori permintaan oleh Gilarso (2003), bahwa
jika harga suatu barang naik, maka permintaan produk
tersebut akan berkurang. Untuk komoditas Wortel, hasil
estimasi trend permintaannya tidak signifikan. Hal ini
dikarenakan sayuran Wortel dapat disubstitusi dengan
sayuran jenis lainnya.

17
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Faisal dan Ali Khomsan. 2009. Makan Tepat, Badan
Sehat. Jakarta: PT Mizan Publika.

Cahyono, Bambang. 2002. Wortel: Teknik Budidaya dan


Analisis Usahatani. Yogyakarta: Kanisius.

Damanik, Konta Intan dan Gatot Sasongko. 2003.


Pengantar Ilmu Ekonomi. Salatiga: Fakultas Ekonomi
Universitas Kristen Satya Wacana.

Evita. 2009. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik


Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Kacang Buncis (Phaseolus vulgaris L). Jurnal
Agronomi, Volume 13, Nomor 1, Januari-Juni 2009,
21-24.

Faisal, Sanafiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Faqih. 2009. Analisis Biaya, Pendapatan, Titik Impas (BEP)


dan Kelayakan Usahatani Ubi Jalar (Ipomoea batatas
L). Jurnal M’Power Nomor 09, Volume 09, Maret
2009.

Gilarso, T. 2003. Pengantar Teori Ilmu Ekonomi Mikro.


Yogyakarta: Kanisius.

Gold, Mary V. 2009. Alternative Farming System Information


Center.
http://www.nal.usda.gov/afsic/pubs/ofp/ofp.shtml
(diakses tanggal 21 Januari 2013 pukul 17:24)

18
Irawan, Bambang. 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga
dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah. Jurnal
Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 5, Nomor 4,
Desember 2007: 358-373.

Mamat, H.S., S.R.P. Sitorus, H. Hardjomidjojo dan A.K.


Seta. 2006. Analisis Mutu, Produktivitas,
Keberlanjutan dan Arahan Pengembangan Usahatani
Tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa
Tengah. Jurnal Litri 12(4), Desember 2006, Halaman
146-153.

Mei, Theresia. 2006. Analisis Pendapatan Usahatani dan


Pemasaran Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana
Bhakti. Bogor: Skripsi-Program Sarjana Eksistensi
Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian IPB.

Nawari. 2010. Analisis Statistik dengan MS Excel 2007 dan


SPSS 17. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2008.


Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Rajawali Pres.

Rachman, Handewi P.S. 2005. Metode Analisis Harga


Pangan. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian.

Reijntjes, Coen., Bertus Haverkort dan Ann Waters-Bayer.


1992. Pertanian Masa Depan. Diterjemahkan oleh:
Y.Sukoco. Yogyakarta: Kanisius.

Salikin, Karwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan.


Yogyakarta: Kanisius.

19
Sitanggang, Nelda Yessi Romauli. 2008. Analisis Usahatani
Bawang Daun Organik dan Anorganik. Bogor:
Skripsi- Program Sarjana Eksistensi Manajemen
Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Sitanggang, Nelda Yessi Romauli. 2008.
Analisis Usahatani Bawang Daun Organik dan
Anorganik. Bogor: Skripsi- Program Sarjana
Eksistensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.

Supranto, J. 2000. Metode Ramalan Kuantitatif: Untuk


Perencanaan Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Suratiyah, Ken. 2008. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Tugiyono, Hery. 1999. Bertanam Tomat. Jakarta: Penebar


Swadaya.

20
DINAS KETAHANAN PANGAN, TANAMAN PANGAN
DAN HORTIKULTURA
PROVINSI SULAWESI SELATAN

21
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan saduran
buku ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga buku ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
sebagai materi penyuluhan pertanian.
Harapan saya semoga buku ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi buku
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Buku ini saya akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu
saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan buku ini.
Makassar, Desember 2018
Penyusun

i22
DAFTAR ISI

A. Pendahuluan..................................................................1

B. Metode penelitian...........................................................4

C. Hasil dan pembahasan...................................................5

1. Keberlanjutan usahatani dalam aspek

ekonomi......11

2. Trend permintaan dan harga sayuran organik........16

23

ii

Anda mungkin juga menyukai