Dosen Pengampu :
Dr. Imana Martaguri, S.Pt, M.Si
Paralel 05
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITS ANDALAS
PADANG
2022
A. Pola Tanam Polikultur
Pola tanam polikultur memerlukan pengelolaan yang baik, karena selain dilihat dari
sisi ekonomi, sistem polikultur perlu memperhatikan beberapa hal dalam
pelaksanaannya, seperti lingkungan dan pengelolaan. Lingkungan merupakan tempat
dimana tanaman dibudidayakan. Pengelolaan merupakan suatu usaha untuk merawat
tanaman dengan terencana melalu pemanfaatan sumberdaya. Adanya lingkungan dan
pengelolaan yang baik akan memberikan hasil secara optimal .
Polikultur dapat mengurangi resiko kerugian petani akibat gagal panen dan secara
tidak langsung dapat menjaga lingkungan perkebunan tetap baik (Bonsu 2002).
Namun, pemanfaatan lahan dengan pola tanam polikultur yang dilakukan pada
perkebunan rakyat tidak diiringi dengan penggunaan pengelolaan lahan dan
pemupukan yang tepat.
Penelitian mengenai analisis usahatani kakao pada berbagai pola tanam polikultur di
Desa Kare menunjukkan terdapat perbedaan dalam input. Penggunaan input yang
dianalisis berupa pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Berdasarkan Jumin (2008) Jika
penggunaan pupuk berlebih atau kurang dapat berpotensi membuat pertumbuhan dan
produksi terhambat. Proses pemupukan dilakukan setiap satu tahun sekali, sedangkan
proses pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT) dengan menggunakan
pestisida dilakukan minimal 3 kali dalam setahun. Sebagian besar tenaga kerja yang
digunakan, yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan sedikit tenaga kerja luar
keluarga (TKLK).
Adanya sistem pola tanam polikultur ini memberikan implikasi terhadap struktur
biaya dan penerimaan yang mempengaruhi keuntungan usahatani setiap tahunnya.
Pada penelitian ini, tanaman kakao dengan pola tanam polikultur dua komoditas
menunjukan struktur biaya dan penerimaan terbesar. Analisis Usahatani Kakao pada
Dua Pola Tanam Polikultur dibandingkan menggunakan tanam polikultur dengan tiga
komoditas.
B.Pola Tanam Monokultur
Jenis sayuran yang umumnya ditanam dalam skala besar diantaranya kentang,
kubis, cabai, tomat, bawang merah dan bawang putih. Lahan yang diperlukan untuk
sistem tanam monokultur luasnya puluhan hektar, sistem tanam monokultur dilakukan
untuk menghidari kesulitan dalam pemeliharaannya.
Pola tanam monokultur mempunyai kelebihan antara lain kemudahan dalam hal
pembuatan, pengelolaan, pemanenan dan pengawasannya. Monokultur menjadikan
penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara
cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja, pola tanam
monokultur memiliki pertumbuhan dan hasil yang lebih besar daripada pola tanam
lainnya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya persaingan antar tanaman dalam
memperebutkan unsur hara maupun sinar matahari.
Kelemahan pada pola tanam monokultur yaitu hama dan serangan penyakit dapat
menyebar secara cepat . Perkembangan hama dan penyakit cenderung lebih mudah
terjadi karena sumber makanan bagi hama dan patogen selalu tersedia.
Pada jurnal yang dikutip dapat di simpulkan tanam kubis dengan pola tanam kubis
monokultur mempunyai nilai R/C dan ROI yang paling tinggi dibanding pola tanam
lainnya. Nilai R/C pada kubis monokultur tinggi disebabkan karena penerimaannya
tinggi sedangkan biaya totalnya tidak terlalu tinggi sehingga mengakibatkan nilai R/C
tinggi. Nilai ROI pada kubis monokultur tinggi disebabkan keuntungannya tinggi
sedang biaya totalnya tidak tinggi sehingga mengakibatkan nilai ROI tinggi.
Penerimaan dan keuntungan pada pola tanam kubis monokultur nilainya lebih
rendah dibanding dengan pola tanam tumpangsari kubis-bayam tetapi biaya totalnya
lebih rendah dibanding tumpangsari kubis-bayam sehingga nilai R/C dan ROI nya
lebih tinggi dibanding tumpangsari kubis-bayam.
Penelitian menunjukkan bahwa persentase buah terong cukup tinggi. Diduga hal ini
dikarenakan oleh fluktuasi suhu dan kelembaban akibat cuaca panas yang diikuti oleh
hujan. Menurut Odum (1997) kompetisi menunjukkan adanya upaya tanaman untuk
memperoleh sumberdaya yang sama, adanya upaya tanaman untuk memperoleh
sumberdaya yang sama. Pada tingkat ekologi, kompetisi menjadi penting ketika dua
organisme berjuang memperoleh sumberdaya yang sama yang jumlahnya tidak cukup
untuk keduanya.
Selain itu sistem tumpangsari lebih efisien dalam pengunaan air dibandingkan
monokultur, hal ini disebabkan naungan yang ditimbulkan rumput gajah dapat
menahan air dari dalam tanah sehingga dapat mengurangi evaporasi. Lengas tanah
lebih awet tersimpan pada tanah yang permukaannya tertutup dibanding permukaan
yang relatif terbuka, radiasi surya yang mampu mencapai permukaan tanah lebih
banyak sehingga energi yang tersedia bagi penggunaan lengas tanah juga lebih banyak
dibandingkan petak tanah yang lebih tertutup (Gutiérrez, 2007)
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa hasil uji beda nyata terkecil
(BNT) kombinasi pola tanam tumpangsari yang berbeda dan dosis pupuk kandang
sapi yang berbeda terhadap adanya kompetisi antara terong dan rumput gajah.
Menurut Odum (1997) kompetisi menunjukkan adanya upaya tanaman untuk
memperoleh sumberdaya yang sama, adanya upaya tanaman untuk memperoleh
sumberdaya yang sama.
Kombinasi tumpangsari dengan pemberian dosis pupuk kandang sapi yang berbeda
memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terong dan
rumput gajah.
Tanam kelapa sawit 9 m x9mx 9m memiliki areal lahan luas yang dapat
dimanfaatkan untuk tanaman sela. Tanaman sela berupa kacang-kacangan dan jagung
dapat dijadikan sebagai alternatif tanaman yang dapat ditanam di lahan replanting
kelapa sawit.
Tanaman jagung digunakan sebagai tanaman sela karena tanaman jagung merupakan
tanaman C4 yang membutuhkan pencahayaan penuh. Oleh karena itu, ketika ditanam
di lahan replanting kelapa sawit dengan pencahayaan penuh, tanaman jagung dapat
tumbuh dan berproduksi dengan baik. Tanaman kacang tanah menunjukan
pertumbuhan dan hasil tanaman yang baik pada pola penanaman tumpangsari di lahan
peremajaan kelapa sawit.
Hal ini disebabkan syarat tumbuh tanaman kacang tanah menghendaki tanah yang
berstruktur ringan, berdraenase dan aerasi baik. Selain sebagai tanaman sela manfaat
tanaman kacang dapat meningkatkan kandungan bahan organic tanah, memperbaiki
kondisi fisik tanah yaitu aerasi dan menjaga kelembaban tanah, mencegah dan
mengurangi erosi permukaan tanah, mengikat (fiksasi) unsur hara nitrogen dari udara
dan menekan pertumbuhan hama dan penyakit .
Sistem pertanaman tumpangsari jagung dan kacang tanah layak untuk diterapkan di
lahan replanting Kelapa sawit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
tumpangsari berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan serta hasil tanaman jagung dan
kacang tanah di lahan replanting tanaman kelapa sawit. Perlakuan tumpangsari 1
jagung + 1 kacang tanah nyata menghasilkan bobot brangkasan tanaman jagung dan
bobot tongkol serta hasil per tanaman kacang tanah dan bobot brangkasan lebih besar
dibandingkan perlakuan monokultur. Hasil berbeda pada peubah hasil per petak
menunjukkan bahwa perlakuan monokultur nyata menghasilkan hasil per petak lebih
besar dibandingkan perlakuan monokultur.
Pada Jurnal kali ini menunjukkan bahwa spesies tumbuhan yang mendominasi
adalah jenis rumput-rumputan, teki-tekian dan kacang kacangan. Hal ini didukung
oleh kondisi alam yang memungkinkan jenis tanaman tersebut tumbuh dengan baik
diarea perkebunan kelapa sawit.
Produksi hijauan pakan dari waktu ke waktu semakin menurun seiring dengan
beralihnya fungsi lahan untuk pemukiman, jalan, industri serta produksi tanaman
pangan dan perkebunan, sementara produksi hijauan pakan sebagian besar dilakukan
pada lahan lahan marjinal. Pemanfaatan ikutan perkebunan yang semula dipandang
cukup menjanjikan sebagai pengganti hijauan unggul ternyata sulit diaplikasikan di
lapangan karena rendahnya kandungan gizi dan tingginya faktor pembatas yang
mengakibatkan rendahnya kecernaan.
Lahan di bawah tanaman kelapa sawit ditumbuhi hijauan vegetasi pastura alam
baik rumput, legume maupun gulma yang tumbuh liar, walaupun daya hasil dan
kualitas hijauan jenis ini rendah dan sebagian di antaranya kurang disenangi (low
edible) bagi ternak sapi, tetapi karena kekurangan hijauan maka terpaksa peternak
menggembalakan atau memberikan pakan hijauan jenis lokal tersebut.
Polakitan (2012) melaporkan bahwa integrasi tanaman dan ternak di areal kelapa
dapat meningkatkan produksi buah kelapa hampir dua kali lipat jumlahnya, melalui
pemanfaatan limbah lumpur kotoran ternak (bioslurry) sebagai pupuk organik. Usaha
budidaya ternak sapi potong, masih mengalami tantangan utama yaitu kurangnya atau
kelangkaan ketersediaan pakan hijauan makanan ternak (HMT).
Berdasarkan hasil analisis tersebut, produktivitas HMT di areal kebun sawit cukup
tinggi, nilai proper use factor 68,6 % merupakan tingkat kepantasan pemanfaatan
hijauan (HMT) oleh ternak sapi di areal kebun sawit umur 4 - 6 tahun, hal ini cukup
potensial untuk mendukung kegiatan integrasi usaha ternak sapi di areal kebun
sawit.
Pemilihan jenis HMT untuk perkebunan sawit : (1) disukai ternak (2) cepat menutup
tanah, (3) mempunyai toleransi terhadap naungan, (4) dapat tumbuh bersama sama
dengan tanaman HAT jenis lainnya, (5) daya tumbuh dengan biji yang cukup tinggi.
1. Penghijuan kembali
2. Penyediaan sumber makanan dan pakan ternak
3. Penyediaan kayu bangunan dan kayu bakar
4. Meningkatkan pendapatan petani/penduduk
miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan meningkatnya
kepedulian warga masyarakat terhadap upaya pelestarian lingkungan.
5. Mengurangi pemanasan global.
Pola penanaman agroforestri dapat dilakukan dengan menanam secara bergilir atau
bergantian sesuai dengan kebutuhan dan kesinambungan lanskap lahan dengan
memperhatikan konsep triple bottom line benefite, yaitu lingkungan (ekologi),
masyarakat (sosial-budaya) dan ekonomi.
Kapasitas infiltrasi tanah pada sistem agroforestri umumnya 1,3- 2,0 kali lebih besar
dibandingkan pada sistem pertanian monokultur. Ini berarti kemampuan tanah dalam
menyerap air pada sistem agroforestri lebih besar dibandingkan pada sistem pertanian
monokultur. Akibat daya serap tanah yang lebih kecil pada sistem pertanian
monokultur menyebabkan limpasan permukaan lebih besar, demikian sebaliknya,
limpasan permukaan pada system agroforestri lebih kecil karena daya serap tanahnya
terhadap air lebih besar.
Faktor-faktor yang menjadi ancaman dalam penerapan sistem agroforestri ini adalah
terjadinya penurunan kualitas lahan apabila tidak dikelola dengan maksimal. Posisi
strategi pengembangan sistem agrosilvopastura untuk peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani. Hal ini berarti bahwa strategi pengembangan sistem
agrosilvopastura sangat memberikan keuntungan, memiliki kekuatan dan peluang
sehingga diharapkan dapat memanfaatkan peluang sebaik mungkin.
Daftar Jurnal
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=contoh+jurnal+tanaman+pola+tumpang+sari&oq=#d=gs_qa
bs&t=1671196024565&u=%23p%3Dkjc7FD3hAqMJ
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=contoh+jurnal+tanaman+pola+tumpang+sari&oq=#d=gs_qa
bs&t=1671196126684&u=%23p%3DIsC1D2U1txoJ
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=contoh+jurnal+tanaman+pola+tumpang+sari&oq=#d=gs_qa
bs&t=1671196163797&u=%23p%3Dpj8mDacxwA0J
https://scholar.google.com/scholar?q=related:YOiGoxUaGWwJ:scholar.google.com/
&hl=id&as_sdt=0,5#d=gs_qabs&t=1671196468399&u=%23p
%3DYOiGoxUaGWwJhttps://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0,5&q=jurnal+integrasi+sistem+silvopastura#d=gs_qabs&t=167119672
6156&u=%23p%3D7jh8zXlc2xgJ
https://scholar.google.com/scholar?q=related:YOiGoxUaGWwJ:scholar.google.com/
&hl=id&as_sdt=0,5#d=gs_qabs&t=1671196534705&u=%23p%3DzufK4JXLVrcJ
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=contoh+jurnal+tanaman+pola+tumpang+sari&oq=#d=gs_qa
bs&t=1671196181149&u=%23p%3DLSihjIAkpO8J
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=contoh+jurnal+tanaman+pola+tumpang+sari&oq=#d=gs_qa
bs&t=1671196255896&u=%23p%3DcwgHcgkGd3gJ
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pola+tanam+monokultur+pada+hijauan&oq=pola+tanam+
monokultur+pada+hijau#d=gs_qabs&t=1671851141695&u=%23p%3Di1oCana3hGoJ
http://jurnal.una.ac.id/index.php/jb/article/download/95/87
https://www.jurnal.uts.ac.id/index.php/Tambora/article/download/2004/1031