Anda di halaman 1dari 4

SP-016-004

Proceeding Biology Education Conference p-ISSN:2528-5742


Volume 15, Nomor 1
Halaman 791-794 Oktober2018

Mengkaji Sistem Tanam Tumpangsari Tanaman Semusim

Guruh Raditya Warman1*, Riajeng Kristiana2


1
Mahasiswa S2 Ilmu Hukum UNS, Surakarta, Indonesia
2
Dosen Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta Timur, Indonesia
*Corresponding author: guruh.raditya81@gmail.com

Abstract: Tumpangsari merupakan system budidaya tanaman dimana lebih dari satu tanaman ditanam dalam satu areal
penanaman. System ini digunakan untuk memaksimalkan fungsi lahan dan diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas lahan dan juga meningkatkan pendapatan petani. Tanaman semusim dalam budidayanya sering
menggunakan system tumpangsari. Kendala sering dihadapi dalam mengkombinasikan tanaman yang akan
ditanam secara tumpangsari, hal ini berkaitan dengan morfologi tanaman masing-masing spesies yang
berbeda yang akan mempengaruhi interaksi antar tanaman yang ditanam dalam bidang yang sama. Artikel ini
bertujuan untuk mengkaji keefektifan kombinasi berbagai jenis tanaman semusim yang ditanam secara
tumpangsari yang telah diteliti oleh para peneliti sehingga didapatkan gambaran kombinasi tanaman semusim
yang dapat ditanam sacara tumpangsari yang memberikan keuntungan secara maksimal bagi petani, selain itu
juga dapat memberikan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari system tumpangsari
pada tanaman semusim. Hasil yang didapatkan tanaman semusim yang ditanam bersamaan dengan kacang-
kacangan akan memberikan hasil yang lebih baik karena tanaman kcang-kacangan mampu mengikat nitrogen
sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman yang berada disekitarnya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
yaitu perlunya penambahan unsur hara yang tepat, waktu tanam antar tanaman, lebar tajuk antar tanaman,
luas sebaran akar antar tanaman, dan perlu diperhatikan sifat fisiologi tanaman berkaitan dengan senyawa
yang dilepaskan oleh setiap tanaman yang bersifat menghambat atau mendukung pertumbuhan tanaman
disekitarnya.

Keywords: kacang-kacangan, tanaman semusim, tumpangsari

1. PENDAHULUAN campuran tanaman (tumpangsari) dengan hasil pada


pertanaman tunggal (monokultur). LER
Optimalisasi produktivitas lahan menjadi prioritas menunjukkan efisiensi tumpangsari untuk
dalam pengembangan budidaya pertanian (Direktorat menggunakan sumber daya lingkungan dibandingkan
Jendral Pangan dan Hortikultura, 1996). Salah satu monokultur. LER lebih besar dari 1,0 menunjukkan
bentuk dari optimalisasi produktivitas lahan adalah bahwa tumpangsari lebih efisien daripada
dengan pola tanam tumpangsari. Tumpangsari monokultur. Tumpangsari dapat meningkatkan hasil
merupakan penanaman dua jenis tanaman atau lebih panen per lahan dibandingkan dengan monokultur
pada sebidang tanah dalam waktu yang sama tanaman yang sama. Ini dikaitkan dengan pola
(Suwena, 2002). Tujuan dari pola tanam tumpangsari penangkapan sumber daya oleh tanaman (Rodrigo et
adalah memanfaatkan factor produksi yang dimiliki al, 2001).
petani secara optimal (diantaranya keterbatasan: Tanaman semusim merupakan tanaman yang
lahan, tenaga kerja, modal kerja), pemakaian pupuk berkecambah, tumbuh, berbunga, menghasilkan biji
dan pestisida lebih efisien, mengurangi erosi, dan mati dalam setahun atau kurang dari setahun.
konservasi lahan, stabilitas biologi tanah dan (Syafrezani, 2009). Di daerah tropis tanaman ini
mendapatkan produksi total yang lebih besar dapat tumbuh dimana saja termasuk pekarangan
dibandingkan penananman secara monokultur (Tharir rumah. Berbagai tanaman semusim seperti jagung,
dan Hadmasi, 1984). Praktik tumpangsari sering ubi jalar, kacang hijau, kedelai biasa ditanam secara
dikaitkan dengan system pertanian berkelanjutan, tumpangsari. Tumpangsari dapat dilakukan antara
dimana dengan system tumpangsari maka tanaman semusim dengan tanaman semusim,
keanekaragaman hayati tetap terjaga dengan contohnya seperti pada tanaman jagung dan tanaman
menyediakan habitat bagi berbagai macam serangga kacang merah.
dan organisme tanah yang tidak akan hadir pada System tumpangsari dapat meningkatkan
system monokultur. produktivitas lahan pertanian jika jenis-jenis tanaman
Land Requirement Ratio (LER) merupakan indeks yang dikombinasikan dalam system ini membentuk
yang digunakan untuk membandingkan produktivitas interaksi saling menguntungkan (Vandermeer, 1989).
792 Proceeding Biology Education ConferenceVol. 15 (1): 791-794, Oktober 2018

Sehingga tanaman yang ditanam secara tumpangsari tanaman yang tumbuh bersama tanaman lain
tersebut dapat memberikan hasil secara maksimal memiliki agen antagonis dari pathogen atau hama
dan lebih menguntungkan daripada ketika ditanam dari tanaman yang satunya.
secara monokultur.

2. MANFAAT TUMPANGSARI 3. FAKTOR YANG MENDUKUNG


KEBERHASILAN TUMPANGSARI
Tumpang sari digunakan untuk meningkatkan
produktivitas lahan, mengurangi risiko usahatani, Penerapan pola penanaman sistem tumpangsari
serta menjamin kelangsungan pendapatan. Dilakukan sangat dipengaruhi oleh pengaturan jarak tanam
dengan pengusahaan tanaman semusim (khususnya (densitas) dan pemilihan varietas. Menurut Sitompul
untuk lahan-lahan datar/landai), dan penggunaan & Guritno (1995), pengaturan jarak tanam
tanaman penaung produktif. Jenisnya disesuaikan merupakan salah satu cara untuk menciptakan faktor-
dengan kebutuhan petani, peluang pasar, nilai faktor yang dibutuhkan tanaman dapat tersedia bagi
ekonomi, dan iklim makro yang ada (Karya Tani setiap tanaman dan mengoptimalisasi penggunaan
Mandiri, 2010). faktor lingkungan yang tersedia. Menurut Sutoro et
Menurut Tharir dan Hadmasi (1984), keuntungan al.. (1988), peningkatan produksi jagung dapat
bentuk sistem tumpang sari ini meliputi: yang dilakukan dengan cara perbaikan tingkat kerapatan
pertama yaitu banyaknya tanaman per Ha mudah tanaman (jarak tanam). Peningkatan tingkat
diawasi dengan mengatur jarak di antara dan di kerapatan tanaman per satuan luas sampai suatu batas
dalam barisan. Barisan tanaman yang teratur dengan tertentu dapat meningkatkan hasil biji. Sebaliknya
jarak tanam yang sudah ditentukan, akam pengurangan kerapatan tanaman jagung per hektar
memudahkan kita melakukan pengawasan terhadap dapat mengakibatkan perubahan iklim mikro yang
tiap individu tanaman. Jumlah tanaman yang ditanam mempengaruhi pertumbuhan dan hasil. Menurut
juga dapat ditentukan, sehingga mempermudah Rubatzky & Yamaguchi (1998), jarak tanam rata-rata
mengestimasi hasil produksi yang akan didapatkan. jagung manis umumnya 20-25 cm dalam barisan dan
Kedua menghasilkan produksi lebih banyak untuk 75-90 cm antar barisan.
dijual ke pasar. Tanaman yang ditanam lebih dari Waktu tanam merupakan upaya untuk
satu jenis tanaman, sehingga petani dapat menjual meningkatkan efisiensi pemanfaatan hara pada lahan
beragam tanamannya, tidak mengandalkan pada kering dalam sistem budidaya tumpangsari.
produksi satu jenis tanaman saja. Ini terkait juga Perbedaan waktu tanam antara dua atau lebih jenis
dengan harga produksi pertanian yang mengalami tanaman pada sebidang tanah dapat mengurangi
fluktuatif, sehingga dapat menghindarkan petani dari persaingan dalam pemanfaatan hara, ruang tumbuh
kerugian. Ketiga yaitu risiko kegagalan kurang dan air. Penundaan waktu tanam dari satu jenis
dibandingkan dengan monokultur. Penanaman tanaman yang ditumpangsarikan juga dimaksudkan
dengan tumpangsri dapat meminimalkan kegagalan agar saat pertumbuhan maksimum terjadi pada waktu
dalam mengambil produksi. Jika tanaman yang satu yang tidak bersamaan. Hal ini, akan membatu usaha
hasilnya kurang baik, karena terserang penyakit atau pencapaian potensi produksi dari kedua jenis
harga yang sedng rendah, maka petani tetap dapat tanaman yang ditumpangsarikan (Arma et al. 2013)
memperoleh keuntungan dari hasil tanaman yang Pemilihan jenis tanaman yang akan
lainnya. Keempat yaitu lebih efisien dalam dikombinasikan harus dipikirkan dengan teliti. Kalau
penggunaan lahan dan sumberdaya yang tersedia. morfologi tanaman saling tumpang tindih, tentu akan
Beragamanya tanaman yang ditanam di satu areal mengakibatkan pertumbuhan tidak maksimal.
penanaman merupakan cara efisien untuk Naungan merupakan faktor pembatas dalam
menggunakan lahan pertanian. Sumber daya alam pertumbuhan tanaman tertentu, hal ini karena
yang tersedia di alam seperti curah hujan, sinar naungan akan menurunkan aktivitasfotosintesis yang
matahari, suhu yang optimal, kelembaban dan akan mengakibatkan penurunan fotosintat. Kondisi
tekanan pada satu waktu tertentu dpat digunakan ini yang kemudianmenyebabkan ketersediaan energi
secara bersama-sama oleh berbagai tanaman untuk cahaya matahari menjadi dasar pertimbangan
tumbuh dan berkembang dengan maksimal sehingga untukpemilihan jenis tanaman sela tumpangsari dan
dapat memberikan hasil yang lebiih baik. sampai berapa lama dapat terus diusahakan.Cahaya
Penggunaan pupuk juga lebih dapat efisien, karena matahari dibutuhkan oleh tanaman/tumbuhan sebagai
dapat memberikan pupuk secara langsung untuk sumber energi pada proses fotosintesis. Asimilat
pertumbuhan beberapa tanaman secara langsung. sebagai hasil dari proses fotosintesis dimobilisasi dan
Kelima yaitu banyak kombinasi jenis-jenis tanaman digunakan untuk mendukung pertumbuhan dan
dapat menciptakan stabilitas biologis perkembangan tanaman pada fase vegetatif dan
terhadap serangan hama dan penyakit. Pemilihan generatif (Sasmita, et al. 2006).
kombinasi tanaman yang tepat dapat membuat Pemilihan jenis tanaman juga terkait dengan
putusnya rantai serangan penyakit maupun hama senyawa yang dikeluarkan oleh tanaman. Tanaman
yang menyerang tanaman tertentu. Dimungkinkan tertentu ada yang mengeluarkan alelopat yaitu
senyawa yang dapat mengganggu pertumbuhan
Warman & Riajeng. Kajian Sistem Tanam Tumpangsari Tanaman Semusim 793

tanaman lain yang ada disekitarnya. Walalupun yang ditanam 10 HSB tanaman jagung memberikan
alelopati ini sebenarnya merupakan bentuk hasil pertumbuhan tanaman jagung yang lebih baik
komunikasi antar tanaman, tanaman dengan dari perlakuan yang lain. Kacang tanah merupakan
mikroorganisme, namun komunikasi yang sering tanaman legume yang dapat bersimbiosis dengan
terjadi yaitu komunika yang bersifat negatif.Inderjit rhizobium yang mampu mengikat Nitrogen bebas di
dan Keating (1999) melaporkan 41 spesies tanaman udara dan dapat menyuburkan tanah (Prasetyo,
semusim mengeluarkan senyawa alelopati, termasuk 2009). Selanjutnya dilakukan penanaman jagung
padi, jagung, kedelai, buncis, dan ubi jalar. Batish et sehingga N yang difiksasi oleh rhyzobium mampu
al. (2001) melaporkan 56 spesies tanaman semusim dimanfaatkan pula oleh tanaman jagung. Tumpang
bersifat alelopati terhadap tanaman yang lain, 56 sari antara tanaman legume (kacang tanah) dan non
legume (jagung) sangat cocok, karena tanaman
spesies tanaman semusim bersifat alelopati terhadap
legume dapat mengikat N bebas dari udara melalui
gulma, dan 31 spesies tanaman semusim bersifat
rhizobium pada bintil akarnya, 30% dari N fiksasi
autotoxic . Adanya senyawa alelopati dari tanaman tersebut disumbangkan kepada tanaman jagung
dapat memberikan dampak yang baik jika senyawa dalam sistem tumpang sari (Wargino, 2005).
alelopati tersebut menyebabkan penekanan terhadap Tumpangsari dapat dilakukan antara tanaman
pertumbuhan gulma, patogen, ataupun hama. Namun semusim dengan tanaman semusim yang saling
hal ini perlu menjadi perhatian pada saat menguntungkan, misalnya antara jagung dan kacang-
mengkombinasikan tanaman pada system kacangan. Salah satu jenis family Leguminosaceae
tumpangsari. yang dapat ditumpangsarikan dengan jagung manis
yaitu kacang merah (Marliah et al. 2010). Hasil
4. KOMBINASI TANAMAN penelitiannya juga menunjukkan bahawa tanaman
SEMUSIM PADA SISTEM jagung yang ditanam secara tumpangsari dengan
TUMPANGSARI kacang merah memberikan hasil yang baik bagi
pertumbuhan jagung dengan jarak tanam 100 cm x
Interaksi antar tanaman menjadi penting dipelajari 30 cm.
ketika tanaman tersebut ditumbuhkan bersama-sama Dalrymple (1971) menyatakan bahwa system
dalam satu lahan. Tanaman yang satu akan tumpangsari di daerah tropis 98% menggunakan
kacang-kacangan sebagai tanaman kombinasi. Di
mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang ada
Kolumbia 90% tanaman buncis ditumbuhkan
disekitarnya. Menjadi penting memahami sifat
bersama-sama dengan tanaman yang lain seperti
tanaman baik dari segi morfologi maupun fisiologi jagung dan kentang. Di Indonesia sendiri khususnya
ketika ingin menanam tanaman dalam system di Jawa Timur, mayoritas petani memilih kacang
tumpangsari. Tanaman semusim yang sering tanah tanaman yang ditumpangsarikan dengan
dibudidayakab dengan menggunakan system ini, hal tanaman lain seperti jagung dan singkong. Hal ini
ini karena tanaman semusim cepat dipetik hasilnya sesuai dengan Smeltekopet.al (2002) bahwa
dalam satu kali musim tanam. Tanaman semusim penggunaan tanaman kacang tanah dalam
yang sering dijadikan tanaman sela dalam tumpangsari dapat menyumbang unsure N pada
tumpangsari yaitu tanaman leguminosa seperti tanah. Sedangkan hasil penelitian Wangiyana W dan
kedelai, kacang hijau, kacang merah, kacang Kusnarta IGM (1997) juga menyatakan, bahwa kadar
tunggak, kacang tanah. Lakitan (1995) mengatakan N pada zone perakaranjagung sedikit lebih tinggi
bahwa tanaman leguminosa sering dipakai sebagai pada sistem tumpangsari dengan legum dibandingan
tanaman kombinasi dalam pola tanam tumpangsari, dengan pada system pertanaman jagung monokultur.
karena berpengaruh positif terhadap tanaman lainnya.
Turmudi (2002)dalam penelitiannya menyatakan
bahwa sistem tumpangsari jagungdengan kedelai dari 5. SIMPULAN
berbagai kultivar kedelai pada berbagai waktu
tanaman secara keseluruhan lebihmenguntungkan Sistem tumpangsari merupakan system tanam yang
dari pada sistem monokulturnya. dapat mendukung pertanian berkelanjutan karena
Perlakuan varietas jagung dan kacang hijau beraneka ragam tanaman yang ditanam pada satu
dalam penelitian Polnaya & Patty (2012) yang areal tanam dalam waktu yang sama dapat
ditanam dengan sistem tumpangsari memberikan meningkatkan efisiensi dan produktivitas lahan.
pengaruhnyata pada tinggi tanaman, diameter batang Kombinasi yang tepat akan memberikan pengaruh
dan indeks pertumbuhan tanaman jagung, dikatakan yang positif bagi pertumbuhan masing-masing
hal ini terjadi karena penyisipan kacang hijau tanaman. Kombinasi tanaman yang sering digunakan
diantara tanaman jagung dapat memacu, yaitu tanaman semusim dari leguminosae, dimana
pertumbuhan tanaman jagung, disebabkan oleh simbiosis tanaman ini dengan bakteri rhizobium
tanaman kacang hijau dapat mengikat nitrogen dari dapat mengikat N bebas sehingga ketersediaan N
udara sehingga kebutuhan nitrogen untuk tanaman bagi tanaman sendiri maupun tanaman disekitar
jagung dapat tersedia. dapat terpenuhi.
Arma et al. (2013) dalam penelitiannya antara
tanaman kacang tanah dan jagung dengan peubah
waktu tanam, terlihat bahwa tanaman kacang tanah
794 Proceeding Biology Education ConferenceVol. 15 (1): 791-794, Oktober 2018

6. UCAPAN TERIMAKSIH Smeltekop H, David E Clay and Sharon A. Clay. 2002. The
Impact of Intercropping Annual ‘Sava’ Sanil Medic on
Ucapan terima kasih penulis ucapankan kepada Corn Production. J. Agron 94: 917-924.
panitia Seminar Biologi yang telah memberikan Sutoro, Soelaeman, Y. & Iskandar. 1988. Budidaya
ruang bagi penulis untuk mempublikasi tulisan ini. Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan,
Bogor.
Suwena, M. 2002. Peningkatan produktivitas lahandalam
7. DAFTAR PUSTAKA system pertanian akrab lingkungan.Institut Pertanian
Bogor. 20 April 2008).
SYAFREZANI, SAMPAGUITA (2009). Manfaat Tumbuhan
Bunga Penghias Pekarangan. hal.12. Bandung:Titian
Abidin, Z. 1991. Pengujian waktu tanam kedelai (Glycine
Ilmu. ISBN 978-979-027-105-1.
max (L.) Merrill) dan pemupukan TSP pada sistem
Tim Karya Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung.
tumpangsari dengan tanaman jagung (Zea mays L.) .
Bandung Nuansa Aulia. Bandung
Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala,
Tharir, M dan Hadmadi. 1984. Populasi Gilir (Multiple
Banda Aceh.
Croping). Yasaguna, Jakarta.
Arma MJ, Uli F, Laode S. 2013. Pertumbuhan Dan
Turmudi, E. 2002. Kajian Pertumbuhan dan Hasil Dalam
Produktivitas Jagung (Zea mays L. ) Dan Kacang
Sistem Tumpangsari Jagung dengan Empat Kultivar
Tanah (Arachis hypogaea L.) Melalui Pemberian
Kedelai pada Berbagai waktu tanam. Jurnal Ilmu-Ilmu
Nutrisi Organik Dan Waktu Tanam Dalam Sistem
Pertanian Indonesia, 4 (2) : 89-96.
Tumpangsari.J. AGROTEKNOS. Vol. 3 No. 1. Hal 1-7
Wangiyana, W dan Kusnarta IGM, 1997. Penyerapan
ISSN: 2087-7706
Nitrogen dan Hasil Tanaman Jagung
Batish DR, HP Singh, RK Kohli, S Kaur. Crop allelopathy
yangDitumpangsaikan dengan beberapa Jenis
and its role in ecological agriculture. J Crop Prod, 4
Tanaman Legum. Laporan Hasil Penelitian UNRAM.
(2001), pp. 121-161.
Wargino, J. 2005. Peluang pengembangan kacang tanah
Dalrymple GD. 1971. Survey of Multiole Cropping in less
melalui sistem tumpangsari dengan ubi kayu.
developed nations, U.S. Ageng for International
http://www.Puslittan. Bogor.net.
Development, Wshington DC.
Vandermeer J H (1989). The ecology of intercropping.
Direktorat Jendral Tanaman Pangan danHortikultura. 1996.
Cambridge Univ. Press. Cambridge, UK.
Kebijakanpengembangan tanaman benih langsungpadi
sawah. Makalah Seminar Nasional
Inderjit, KI Keating. Allelopathy: principles, procedures,
processes, and promises for biological control.DL
Sparks (Ed.), Adv Agron, Vol 67, Acad Pr., San Diego Diskusi:
(1999), pp. 141-231. Penanya:
Lakitan, B. 1995. Hortikultura Teori,Budidaya dan Pasca
Panen. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Mashudi
Marliah A, juminil, dan Jamilah. 2010. Pengaruh Jarak (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanam Antar Barisan Pada Sistem Tumpangsari Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan)
Beberapa Varietas Jagungung Manis Dengan Kacang
Merah Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil.Agrista. 14
No. 1.
Bagaimana agen petani mau menanam tanaman
Polnaya F, Dan JE Patty. 2012. Kajian Pertumbuhan dan tumpangsari yang diusulkan?
Produksi Varietas Jagung Lokal Dalam System
Tumpangsari. Agrologia vol 1 no.1 April.2012. 42-50. Jawab:
Prasetyo, E.I., Sukardjo dan H. Pujiwati, 2009. Dengan pendekatan dan sosialisasi
Produktifitas lahan dan NKL pada tumpangsari jarak
pagar dengan tanaman pangan. Jurnal Akta Agrosia,
12(1): 51–55.
Purwono dan R. Hartono, 2011. Bertanam jagung unggul.
Penebar Swadaya. Jakarta. 64 hal.
Rodrigo VHL, Stirling CM, Teklehaimanot Z, Nugawela
A. 2001. Intercropping with banana to improve
fractional interception and radiation-use efficiency of
immature rubber plantations. Field Crops Research.
69(3): 237-249.
Rubatzky, V. E. & M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 1
(Terjemahan Catur Herison). ITB, Bandung.
Sasmita, P., Purwoko, B. S., dan Sujiprihati, S. 2006.
Evaluasi Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo
Haploid GandaToleran Naungan dalam Sistem
Tumpang sari. Buletin Agronomi, 34(2), 79–86.
Sitompul, S. M. & B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan
Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai