Anda di halaman 1dari 9

Temu Pakar Pertanian Organik Buah-buahan, Bukittinggi Sumatra Barat, 16-19 April 2007

BUDIDAYA APEL ORGANIK 1


Pramono2
Edi Siswanto3

PENDAHULUAN
Apel telah diketahui sebagai buah ajaib yang mampu mencegah dan
menyembuhkan berbagai penyakit. Apel yang dihasilkan dari penerapan pertanian
organik, memiliki khasiat jauh lebih baik dari pada yang non organik. Apel yang
dihasilkan dari proses non organik mengandung berbagai bahan kimia yang bersifat
racun bagi manusia. Apel organik untuk menjaga kesehatan dan apel non organik
dapat membahayakan kesehatan.
Apel Batu sudah lama dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia, bahkan
Kota Batu dikenal banyak orang karena Apel yang dihasilkan. Petani apel Kota Batu
pernah mengalami masa jaya yaitu sekitar tahun 1980 hingga menjelang Reformasi
Keadaan ini dapat dicapai karena tanaman apel masih sangat baik kondisinya dan
umumnya berumur 10 tahunan, lingkungan sangat mendukung dan harga sarana
produksi (terutama pupuk dan pestisida) masih rendah.
Seiring perjalanan waktu, cara budidaya yang diterapkan semakin
mengutamakan input luar yang makin tinggi. Demikian pula penggunaan pestisida
terus mengalami peningkatan. Dampak negatif penggunaan pupuk an organik dan
pestisida khususnya yang sistemik sama sekali belum diperhitungkan.
Lingkungan (ekosistem) pendukung mengalami penurunan akibat pembangunan
yang mengabaikan kelestarian lingkungan. Penurunan kualitas sumber daya alam dan
penerapan praktek budidaya yang buruk menyebabkan makin merosotnya kualitas dan
kuantitas hasil dan bahkan banyak tanaman apel yang merana dan kemudian mati atau
dibongkar.
Dalam keadaan demikian, beberapa petani mengalami kebingungan, sehingga
justru tidak mampu mempertahankan tanaman apelnya. Kehadiran kegiatan SLPHT
Apel seolah menjadi sumber pencerahan ditengah kebinmgungan. Penerapan PHT
pada kenyataannya terbukti mampu menumbuhkan kembali semangat berusahatani
apel. Hal ini terbukti dengan masih berlanjutnya pertemuan SLPHT yang saat ini
sudah hampir setahun.
Model sekolah lapang dengan keragaman materi yang tinggi memberi daya tarik
tersendiri bagi petani karena sesuai dengan kebutuhan petani. SLPHT telah mampu
merubah cara pandang petani dari cara budidaya sesuai kehendak petani menjadi
sesuai kebutuhan tanaman, dan dari pupuk an organik sebagai pupuk utama menjadi
pupuk organik sebagai pupuk utama. Pada perkembangan selanjutnya, beberapa
petani mulai lebih mengarah pada sistem pertanian organik.

Disampaikan dalam rangka Temu Pakar Pertanian Organik Buah-buahan di Bukittinggi Sumatera Barat, tanggal 1619 April 2007
2
Petani Apel, Kelompok tani Makmur Abadi Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji Kota Batu Propinsi Jawa Timur.
(alumni SLPHT Apel 2006)
3
Pemandu SLPHT Apel / Petugas POPT Kota Batu, BPTPH Propinsi Jawa Timur

Halaman 1 dari 9 halaman

Temu Pakar Pertanian Organik Buah-buahan, Bukittinggi Sumatra Barat, 16-19 April 2007

KELOMPOK TANI MAKMUR ABADI


Kelompok tani Makmur abadi didirikan pada tahun 2002 dengan anggota
sebanyak 50 orang yang mengelola kebun apel seluas 40 ha atau sekitar 52 ribu
pohon. Kelompok Tani Makmur Abadi berada di Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji
Kota Batu Propinsi Jawa Timur.
Mulai 1 Juni 2006 hingga tanggal 3 Agustus 2006 dilaksanakan kegiatan SLPHT
Apel. Namun atas permintaan dan kesepakatan peserta, pertemuan SLPHT hingga
saat ini masih berlanjut dengan dana swadaya. Peserta pertemuan SLPHT meningkat
dari 25 orang menjadi 50 orang, dan saat ini telah pula diikuti oleh beberapa petani
dari luar kelompok Tani Makmur Abadi dan luar Desa Tulungrejo. Hingga saat ini,
pelaksanaan SLPHT telah mencapai pertemuan ke 45 (10 bulan).
Selama pelaksanaan SLPHT, penyemprotan dilakukan sebanyak 19 kali yang
terdiri dari 15 kali aplikasi pestisida dan 4 kali pupuk daun. Hal ini lebnih rendah dari
yang biasa dilakukan petani yaitu mencapai 25 kali penyemprotan yang terdiri dari
20 kali pestisida dan 5 kali pupuk daun. Sebelum SLPHT petani melakukan
pembakaran daun untuk menggugurkan daun, namun saat ini petani tidak lagi
melakukan pembakaran daun. Saat ini telah ada beberapa petani yang hanya 12 kali
melakukan penyemprotan dan tanpa menggunakan pestisida maupun pupuk an
organik.
BUDIDAYA APEL ORGANIK
1. Keadaan Umum Kebun Apel
Tanaman apel di Kecamatan Bumiaji pada umumnya merupakan warisan
tanaman dengan jarak tanam yang tidak ideal (terlalu rapat, 1 - 1,5 m) dan sudah
berumur lebih dari 20 tahun. Keadaan ini tentu tidak menguntungkan dari sisi
kesehatan tanaman. Jarak tanam yang rapat menyebabkan terjadinya kompetisi yang
kuat antar tanaman, serta menimbulkan kelembaban yang tinggi dalam kebun yang
memicu perkembangan penyakit. Praktek budidaya yang dilakukan adalah dengan
mengandalkan input luar bahan kimiawi yang tinggi sehingga membahayakan
sekehatan tanaman dan lingkungan.
Berdasarkan hasil pengujian tanah yang dilaksanakn oleh Laboratorium tanah
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya diketahui bahwa kandungan bahan organik
sangat rendah yaitu hanya 0,79 %. Hal ini menunjukkan bahwa tanah tidak memliki
kemampuan untuk mendukung tanaman tumbuh sehat dan menopang agroekosistem.
Keadaan ini dijadikan rujukan awal terhadap labilnya keadaan agroekosistem yang
ditandai dengan seringnya terjadi peledakan serangan OPT.
Dari hasil pengamatan agroekosistem awal diketahui bahwa keragaman
serangga sangat rendah, bahkan musuh alami tidak ditemukan. Populasi Thrips dan
Kutu Hijau meningkat dengan pesat, demikian pula dengan intensitas serangan
penyakit khususnya Embun Tepung. Dalam keadaan demikian, pengamatan terhadap
suhu dan kelembaban sangat diperlukan sebagai data pendukung untuk
memperkirakan kemungkinan peningkatan serangan penyakit.
2. Tahapan Menuju Penerapan Pertanian Organik
Melalui pemahaman prinsip-prinsip PHT dan analisa agroekosistem, petani
mengetahui bahwa keadaan tanah merupakan faktor penting untuk kesehatan tanaman
dan memungkinkan adanya keseimbangan dalam agroekosistem. Terdapat 4 prinsip
yang harus dapat dipahami oleh para petani Alumni SLPHT agar mampu menerapkan

Halaman 2 dari 9 halaman

Temu Pakar Pertanian Organik Buah-buahan, Bukittinggi Sumatra Barat, 16-19 April 2007

PHT dilahannya, yaitu Budidaya tanaman sehat, pengamatan mingguan (rutin),


pelestarian musuh alami dan petani sebagai ahli PHT.
Budidaya tanaman sehat merupakan langkah awal untuk meminimalkan
serangan hama dan penyakit. Dengan asumsi bahwa jika tanaman telah tumbuh
dengan sehat, maka tanaman memiliki kemampuan mempertahankan diri dari
serangan hama maupun penyakit.
Budidaya tanaman sehat mencakup berbagai aspek mulai dari pra tanam hingga
panen. Tanaman sehat dapat diperoleh jika bibit yang digunakan sehat, di tanam pada
tanah yang sehat, penerapan cara budidaya yang baik dan didukung oleh lingkungan
yang sehat.
Pengamatan merupakan bagian penting dalam budidaya apel. Dengan
pengamatan, dapat diketahui pertumbuhan tanaman, keberadaan serangga hama dan
musuh alaminya, intensitas serangan hama dan penyakit dan keadaan lingkungan
yang berpengaruh terhadap perkembangan tanaman, hama dan penyakit. Hasil
pengamatan dianalisa dan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
yaitu tindakan yang perlu dilakukan untuk melindungi tanaman agar dapat tumbuh
sehat.
Pelestarian musuh alami merupakan kegiatan yang ditujukan untuk menjaga
keberadaan dan kemampuan musuh alami dalam menjalankan fungsinya yaitu sebagai
pengendali alami hama dan penyakit tanaman. Keberadaan musuh alami dipengaruhi
oleh ketersediaan pakan dan lingkungan hidupnya. Musuh alami pada umumnya peka
terhadap penggunaan pestisida. Oleh sebab itu, penggunaan pestisida harus menjadi
alternatif terakhir jika seperangkat cara pengendalian yang lain tidak mampu
mengendalikan populasi maupun intensitas serangan hama dan penyakit sesuai yang
diharapkan.
Sebagai pengambil keputusan dalam usaha tani maka petani alumni SLPHT
diharapkan sebagai Ahli PHT yaitu memiliki kemandirian dalam penerapan PHT
dan sebagai pemilik PHT. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pengendalian
hama dan penyakit merupakan bagian integral dari seluruh tahapan proses usahatani,
dan tindakan pengendalian harus dilakukan sedioni mungkin, cepat dan tepat.
Dengan pemahaman terhadap agroekosistem dan prinsip-prinsip PHT
memudahkan bagi petani untuk merencanakan tahapan-tahapan menuju penerapan
sistem pertanian organik. Beberapa tahapan yang telah dan akan dilaksanakan secara
terus menerus adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan Daya Dukung Lahan.
Pemberian pupuk organis adalah untuk meningkatkan kesuburan fisik, biologis
dan kimiawi tanah. Fisik tanah yang remah dan dengan rongga tanah yang cukup
sangat dibutuhkan oleh akar tanaman dan baik untuk tempat hidup
mikroorghanisme tanah.
Kesuburan biologis yang cukup, akan menjamin ketersediaan unsur hara bagi
tanaman dan pengendalian penyakit perakaran oleh agens antagonis. Adanya
kehidupan serangga pengurai dalam tanah sangat membantu dalam pelestarian
musuh alami (sebagai pakan selain hama).
Kesuburan kimiawi adalah tersedianya unsur hara tanaman dalam jumlah dan
jenis yang cukup sesuai pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk organik yang
tepat akan menyediakan unsur hara sesuai kebutuhan tanaman baik dalam jumlah
maupun jenisnya. Dosis pupuk organik yang dibutuhkan tanaman berdasarkan
hasil uji tanah adalah 30 50 kg per pohon. Namun, sebagian besar petani masih
memberikan pupuk organik dibawah 10 kg per tanaman.
b. Perbaikan kualitas tanaman.

Halaman 3 dari 9 halaman

Temu Pakar Pertanian Organik Buah-buahan, Bukittinggi Sumatra Barat, 16-19 April 2007

Kegiatan ini ditujukan untuk mengganti cabang-cabang yang sudah tua dan ada
kerusakan jaringan akibat penggunaan pestisida sistemik yang berlebihan maupun
oleh faktor lain. Dengan adanya cabang baru yang sehat, diharapkan akan
menghasilkan buah dan daun yang lebih baik. Pada keadaan tertentu, juga
dilakukan pangkas pohon pokok (pangkas habis) pada tanaman apel yang batang
pokoknya rusak akibat serangan penyakit. Kegiatan ini ternyata mampu
menumbuhkan batang baru yang sehat dan lebih baik. Pada batang pohon yang
mengalami kerusakan parah hingga ke akar tanaman, maka dilakukan
pembongkaran untuk mencegah penularan penyakit dan untuk penjarangan pohon
agar jarak tanamnya lebih baik.
c. Perbaikan kualitas kebun.
Apel membutuhkan ketersediaan air secara terus menerus, tetapi tidak tahan
terhadap genangan air (air jenuh). Dalam kondisi daya serap tanah terhadap air
rendah, sangat diperlukan adanya sistem irigasi yang baik untuk menjamin
ketersediaan air. Saat ini, pada salah satu kebun telah ada rancang bangun sistem
irigasi tetes yang dibuatkan oleh Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya Malang.
Penyiangan kebun dilakukan untuk memanen hijauan sumber bahan organik
sehingga tidak perlu dengan pencangkulan yang dalam maupun dengan herbisida.
Sisakan sebagian gulma untuk penutup tanah, tempat hidup beberapa serangga
dan mencegah erosi permukaan tanah. Penyiangan sebaiknya dilakukan dengan
membabat gulma sebelum menghasilkan biji.
Untuk meningkatkan keragaman serangga dan sekaligus untuk melestarikan
musuh alami dalam rangka menjaga keseimbangan agroekosistem perlu dilakukan
penanaman beberapa tanaman non apel, baik sebagai penutup tanah, sumber
bahan organik serta sebagai barier atau tanaman pagar.
d. Pemanfaatan dan pelestarian musuh alami
Salah satu faktor yang menyebabkan usahatani menjadi mahal dan tidak efisien
adalah tidak adanya atau sangat rendahnya populasi musuh alami. Sehingga
sangat banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk menggantikan peran musuh
alami dalam menekan populasi hama. Untuk memancing kehadiran seerangga
dewasa musuh alami, perlu penanaman tanaman yang berbunga, namun perlu
diperhitungkan kehadiran hama Thrips yang juga menyukai bunga.
Musuh alami secara umum lebih peka terhadap pestisida, oleh sebab itu dalam
aplikasi pestisida (insektisida) lebih baik menggunakan yang berspektrum sempit
dan jika diperlukan lakukan aplikasi spot-spot. Akan lebih baik jika menggunakan
pestisida nabati dengan memanfaatkan tanaman yang ada. Pengendalian hama
juga dapat dilakukan dengan cendawan entomopatogen yaitu Beauveria bassiana
atau Metarhizium sp (keduanya telah dieksplorasi dari kebun apel). Untuk
pengendalian penyakit digunakan bubur california (BC). Strategi penggunaan BC
adalah dengan aplikasi dini berdasarkan suhu dan kelembaban serta arah angin,
fase pertumbuhan tanaman dan serangan di kebun sekitar (sumber inokulum di
hamparan). Hal ini perlu dilakukan karena keterlambatan aplikasi dapat
mengakibatkan tidak efektifnya penggunaan BC dan belum adanya pengendali
alami akibat penggunaan fungisida yang tinggi pada waktu yang lalu.
Pada tanah dengan kandungan bahan organik rendah, tanaman akan mudah
terserang penyakit perakaran atau tular tanah. Oleh sebab itu, pemberian bahan
organik sebaiknya ditambahkan mikroorganisme yang mampu mengendalikan
serangan penyakit dan berfungsi sebagai perombak atau pengurai yang membantu
ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Mikroorganisme yang telah digunakan

Halaman 4 dari 9 halaman

Temu Pakar Pertanian Organik Buah-buahan, Bukittinggi Sumatra Barat, 16-19 April 2007

adalah Trichoderma sp (telah dieksplorasi dari kebun apel), Gliocladium sp dan


Pseudomonas flourescens.
Kegiatan tersebut diatas, ditujukan untuk menciptakan keadaan lahan yang
sehat, mampu mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat dan ekosistem yang baik.
Kegiatan budidaya lainnya tetap dilakukan sebagaimana biasa, namun dengan dasar
pemikiran dan tujuan yang berbeda.
a. Penyiangan, dilakukan untuk mengurangi kelembaban, sebagai sumber bahan
organik, dan disisakan untuk tempat hidup musuh alami (refugia). Dilakukan
dengan cara membabat (sabit), dihindari pencangkulan yang dalam untuk
mencegah erosi permukaan tanah, penahan aliran air.
b. Pengairan, dilakukan untuk menjaga agar air dalam keadaan tersedia bagai
tanaman. Hindari cara leb-leban (penggenangan) yang dapat berpengaruh buruk
terhadap perakaran. Jika diperlukan dengan cara dikocor atau sistem irigasi tetes.
Sistem drainase yang baik, agar saat musim hujan air mudah mengalir.
c. Perompesan, jangan terlalu dekat atau terlalu lama dari masa panen. Sebaiknya
dilakukan ketika bakal tunas telah siap dan perlu dilakukan pemupukan
sebelumnya agar tanaman memiliki cukup cadangan energi untuk pertunasan.
Hindari perompesan daun dengan cara dibakar(dengan bahan kimia, misal pupuk
N) karena dapat merusak jaringan kulit batang dan memudahkan pertumbuhan
penyakit. Perompesan daun dilakukan secara manual (dengan tangan) dengan hatihati dan hasil rompesan digunakan sebagai sumber bahan organik.
d. Pemangkasan, dilakukan setelah perompesan dengan tujuan mengatur
percabangan untuk dibuahkan maupun untuk mengurangi kelembaban, dan
membuang sumber inokulum (penyakit) serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan
sumber energi (unsur hara dan sinar matahari). Dalam pemangkasan, diupayakan
sepertiganya adalah untuk menghasilkan percabangan baru yang pada musim
berikutnya dibuahkan. Cara pemangkasan harus tepat (dekat knop/bakal tunas jika
untuk pembungaan) dan diatur sedemikian rupa agar munculnya bunga merata
pada seluruh sisi pohon dengan harapan semua buah mendapat pencahayaan yang
cukup.
e. Pada tanaman yang belum menghasilkan, pemangkasan dilakukan untuk
membentuk tajuk tanaman yang baik. Hasil pangkasan dapat digunakan sebagai
sumber bahan organik (dicacah dan diproses) atau untuk keperluan lain. Jika sisa
pangkasan banyak terdapat sumber penyakit, maka harus segera dikeluarkan dari
kebun atau dibakar.
f. Pelengkungan cabang, dilakukan untuk menyerempakkan pertumbuhan tunas
lateral sehingga pembungaan relatif seragam. Kegiatan ini dapat dilakukan jika
jarak tanam memenuhi syarat. Pada jarak tanam yang rapat, cara ini tidak banyak
dilakukan.
g. Penjarangan buah, perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas buah (ukuran,
penampakan). Kegiatan ini dilakukan jika buah terlalu banyak pada umur 2-3
bulan. Jumlah buah yang banyak dalam satu tunas dapat terjadi jika digunakan
ZPT atau pemangkasan yang tidak tepat (banyak tunas yang tidak berbunga)
sehingga buah menngumpul pada beberapa tunas saja. Penjarangan buah harus
didasari keyakinan bahwa pengurangan jumlah buah tidak akan berpengaruh nyata
pada bobot hasil. Dengan penjarangan akan dihasilkan buah yang lebih berkualitas
dan memiliki harga jual lebih baik, sehingga meningkatkan pendapatan petani.
h. Pembelongsongan buah, dilakukan 3 bulan sebelum panen pada apel manalagi.
Pembelongsongan dilakukan menggunakan kertas minyak atau bekas buku telpon

Halaman 5 dari 9 halaman

Temu Pakar Pertanian Organik Buah-buahan, Bukittinggi Sumatra Barat, 16-19 April 2007

dengan tujuan untuk mendapatkan warna kulit buah tetap mulus dan terhindar dari
serangan burung atau kelelawar.
i. Panen, sebaiknya dilakukan pada saat buah matang secara fisiologis. Jika panen
dilakukan saat buah belum siap akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan
tanaman dan pembungaan pada musim berikutnya. Biasanya tanaman akan
menghasilkan tunas vegetatif yang berlebihan dan pembungaan pada musim
berikutnya akan kesulitan (banyak yang tidak jadi buah). Cara panen harus
dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kerusakan tanaman dan
kerusakan buah.
j. Perlakuan khusus dilakukan dengan memberikan zat hormonal tertentu disertai
beberapa nutrisi mikro yang hanya dilakukan pada saat berbunga pada musim
hujan dengan tujuan mempertahankan bunga agar menjadi buah. Perlakuan ini
diperlukan jika hujan cukup lebat, berlangsung lama pada siang hari dan tanaman
belum sehat sepenuhnya.
Penerapan pertanian organik pada tanaman apel harus didukung oleh cara
budidaya yang baik. Berikut di bawah ini beberapa perubahan cara budidaya yang
diperlukan.
No Aspek Budidaya
1. Pemupukan

2.

Perompesan

3.

Pemangkasan

4.

5.
6.

7.

Tidak Organik
Untuk
memenuhi
kebutuhan unsur hara
khususnya
makro
(kesuburan kimia)
Pupuk Kimia sebagai
unsur utama
Sesuai rekomendasi umum
Dibakar dengan bahan
kimia tertentu
Diutamakan untuk tunas
dan
bunga
muncul
sebanyak-banyaknya.
Membuang cabang yang
sakit
(tidak
menghasilkkan)

Menuju Organik
Untuk menjaga kesuburan
fisik, biologi dan kimia tanah
Pupuk Organik sebagai unsur
utama
Didasari oleh hasil pengujian
tanah
Secara manual

Untuk kesehatan tanaman


dengan pengaturan cabang dan
ranting
agar
maksimal
mendapat cahaya dan ruang
tumbuh,
serta
untuk
mengurangi kelembaban
Meminimalkan inokulum awal
Penggunaan ZPT Aplikasi ZPT untuk tunas Untuk
keserempakan
dan pupuk daun
dan bunga muncul lebih munculnya bunga
banyak dan serempak.
Mencegah
kerontokan
bunga maupun buah
Penyiangan
Gulma dimatikan, lahan Sisakan gulma dan dipanen
bersih dari gulma
untuk bahan pupuk organik
Penyiraman
Tergenang (jenuh) bahkan Tidak tergenang (tersedia)
menggenangi leher akar didukung oleh daya serap air
atau kekurangan air
oleh tanah dan sistem irigasi
yang baik
Penjarangan buah Dilakukan untuk buah Untuk meningkatkan kualitas
yang sakit
buah (jika menggunakan
perangsang pembungaan).
Halaman 6 dari 9 halaman

Temu Pakar Pertanian Organik Buah-buahan, Bukittinggi Sumatra Barat, 16-19 April 2007

8.

Pengendalian
Mengandalkan
Hama
dan kimiawi
Penyakit

pestisida Bagian integral seluruh proses


budidaya
Mengutamakan
peran
pengendali alami
Mengkombinasikan berbagai
cara pengendalian
Pestisida kimiawi sebagai
alternatif terakhir.
Mengendalikan
(menekan)
populasi bukan memusnahkan
Panen belum saat matang Dipanen saat matang secara
fisiologis
fisiologis

9.

Panen

Penerapan pertanian organik, pada dasarnya tidak dapat dilakukan sekaligus


dalam waktu yang singkat. Tetapi harus dalam tahapan proses yang berimbang antara
kondisi tanah, tanaman, perkembangan agroekosistem, dan lingkungan. Jika
penerapan pertanian organik pada tanaman apel diterapkan secara langsung (langsung
tanpa menggunakan bahan an organik) akan rawan kegagalan, karena agroekosistem
belum siap (unsur penyusun belum berfungsi optimal) dan ekosistem sekitar belum
mampu mendukung.
Di Kelompok Tani Makmur Abadi, saat ini baru 0,2 hektar kebun apel yang
telah organik penuh, 10 ha sudah mampu mengurangi bahan an organik sampai 80 %
dan sisanya sudah mampu menekan hingga 40 % penggunaan bahan an organik.
Secara umum, hampir semua petani telah menggunakan pupuk organik dan bubur
california untuk pengendalian penyakit. Sebagian petani telah menggunakan pupuk
organik cair sejak tahun 2003, namun penggunaan pupuk organik padat baru
dilakukan pada saat dan setelah petani melaksanakan SLPHT Apel.
Dibawah ini perkembangan dan perbandingan penggunaan bahan organik dan
alokasi biaya produksi serta BC ratio dari sebelum tahun 2003, tahun 2003 hingga
2006 dan setelah SLPHT tahun 2006.
Perbandingan Penggunaan Bahan organik dan an organik pada Praktek Budidaya Apel
di Kelompok Tani Makmur Abadi
No Uraian
< tahun 2003
2003 - <SLPHT
SLPHT 2006
1. Pupuk
organik Tidak diberikan
Diberikan
Diberikan
cair
2. Pupuk
organik Tidak diberikan
Tidak diberikan
Diberikan 5 20
padat
ton/ha
3. Pupuk an organik 2 kg /pohon
1 kg/pohon 0 200 gr/ pohon
NPK
(tidak
mampu
beli)
4. Aplikasi pestisida 30 35 kali
20 30 kali
0 8 kali
5. Aplikasi BC
Tidak
0 10 kali
10 16 kali
6. Aplikasi
Tidak
Tidak
1 Lt untuk 1 ton
Trichoderma sp.
pupuk organik
7. Aplikasi Pf *)
Tidak
Tidak
1 Lt untuk 1 ton
pupuk organik
8. Aplikasi
Tidak
Tidak
0 2 lt / ha
Beauveria
*) Pseudomonas flourescens

Halaman 7 dari 9 halaman

Temu Pakar Pertanian Organik Buah-buahan, Bukittinggi Sumatra Barat, 16-19 April 2007

Perbandingan Alokasi Biaya Produksi dan Hasil Panen pada kebun Apel seluas 1,6
hektar saat berbuah Musim Penghujan
No Uraian
2004
1. Biaya beli pestisida 16.828.500
(Rp.)
2. Aplikasi pestisida *)
27 kali
3. Total Biaya (Rp.)
38.234.000

2005
15.334.500

2006
14.274.000

2007
12.259.000

25 kali
35.397.500

24 kali
31.525.500

21 kali
23.011.000

4.
5.
6.

59,989
80.496.000
1.27

- **)
73.264.000
1.32

39 **)
108.200.000
3.70

Hasil panen (ton)


Hasil penjualan (Rp)
B/C ratio

54,739
84.297.700
1.20

*) Termasuk yang menggunakan bubur california


**) dengan petik kebun
- data tidak lengkap

Dari data di atas nampak bahwa biaya total, biaya dan frekwensi penggunaan
pestisida dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Penurunan biaya tertinggi
terjadi pada tahun 2007, yaitu setelah pelaksanaan PHT. Tahun 2007, biaya pembelian
pestisida lebih murah karena bahan yang digunakan 70 % adalah bubur california dan
pengendalian hama /penyakit dilakukan sesuai dengan prinsip PHT. Biaya total tahun
2007 sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya, karena sudah tidak
menggunakan pupuk kimia NPK (an organik) dan biaya tenaga kerja dapat dihemat
hingga 100 %.
B/C ratio tertinggi diperoleh pada tahun 2007, yaitu setelah penerapan PHT
pada dua musim buah. Hal ini menunjukkan bahwa setelah SLPHT dan penerapan
PHT di lahan usaha, kami mampu melakukan efisiensi biaya usaha yang sangat tinggi,
dan kualitas buah yang dihasilkan jauh lebih baik sehingga harga jualnya juga tinggi.
KEGIATAN PENDUKUNG
1. Kelembagaan Petani
Kegagalan petani dalam pemanfaatan teknologi seringkali terjadi akibat ketidak
seimbangan antara kemampuan menerapkan teknologi dengan kemampuan
menajemen usaha. Akibatnya manfaat teknologi menjadi tidak terasa. Berdasar
pengalaman tersebut, kami merancang adanya kelembagaan usaha yang kuat,
mengelola seluruh hamparan, dikelola secara profesional untuk menghasilkan
buah apel yang jelas kualitas dan jumlahnya, dan mampu menetapkan harga jual
petani. Saat ini, kami telah memiliki unit usaha produksi pupuk organik sebagai
embrio kelompok usaha produksi buah apel. Serta pra koperasi yang membidangi
kegiatan pemasaran. Harapannya, penjualan apel dapat dikontrol melalui koperasi,
dan koperasi mampu membantu pemenuhan kebutuhan hidup petani sehingga
tidak mengganggu proses produksi di lahan usaha.
2. Mitra Kerja
a. Paguyuban Petani Madani, sebagian petani menjadi anggota
b. BIO Indonesia, Malang : kemitraan untuk teknologi dan sarana produksi
pertanian organik dan penjaminan mutu produk.
c. Lembaga Pemberdayaan Pertanian dan Pedesaan (LP3) Malang : kemitraan
untuk bimbingan manajemen usaha ekonomi produktif.

Halaman 8 dari 9 halaman

Temu Pakar Pertanian Organik Buah-buahan, Bukittinggi Sumatra Barat, 16-19 April 2007

PENUTUP
SLPHT Apel telah mampu menumbuhkan harapan bagi petani untuk
meningkatkan pendapatannya. Penerapan PHT telah meningkatkan efisiensi dan
efektifitas usahatani apel, memperbaiki kualitas dan menjaga agar tanaman apel terus
berproduksi. Pemahaman terhadap agroekosistem, meyakinkan petani untuk
menerapkan PHT secara berkelanjutan dalam hamparan yang luas, dan menuju
pertanian organik.
Secara bertahap, penggunaan input kimiawi terus berkurang dan penggunaan
bahan organik terus meningkatkan. Beberapa petani telah mulai memperbaiki
(regenerasi) percabangan bahkan melakukan pangkas habis. Tanaman apel yang tidak
sehat juga telah dibuang dari kebun, yang sekaligus untuk memperbaiki jarak tanam.
Sehingga diharapkan muncul cabang atau batang pokok baru yang lebih sehat.
Perbaikan kualitas (kesehatan) tanah, tanaman, dan penerapan cara budidaya
yang baik yang mengutamakan penggunaan bahan organik, agen hayati dan
pelestarian musuh alami telah dilaksanakan pada beberapa lokasi. Jika hal ini terus
dilakukan dan meluas pada seluruh hamparan maka kawasan apel organik akan dapat
dicapai.
Namun, tahapan dan proses menuju pertanian organik harus dilalui dengan baik,
agar memberikan pemahaman yang utuh terhadap bekerjanya suatu sistem kehidupan
di kebun apel yang kemudian hasilnya dipetik. Harus selalu diingat untuk mampu
mengendalikan jumlah yang boleh dijual dan berapa yang harus dikembalikan ke
kebun.
Bantuan berbagai pihak untuk mendukung upaya petani melakukan efisiensi
dalam usahatani hingga menerapkan sistem pertanian organik sangat dibutuhkan.
Proses produksi dalam budidaya tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar,
sehingga dukungan semua pihak (bidang pembangunan) yang sinergis sangat
dibutuhkan. Secara khusus, perlu ada penghargaan dan kebanggaan tersendiri
terhadap produk pertanian organik. Kepedulian seluruh elemen masyarakat dan
pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan sektor pertanian merupakan faktor
penting untuk mewujudkan tersedianya pangan yang sehat, cukup jumlahnya dan
murah harganya. Sudah waktunya petani tidak lagi mensubsidi pangan masyarakat,
agar kehidupan petani menjadi sejahtera.
Ucapan terima kasih, secara tulus kami sampaikan, khususnya kepada BPTPH
Jawa Timur, Bpk Ir. Nasikin beserta jajarannya, petugas POPT setempat yang telah
memungkinkan kami beserta kelompok tani kami, kembali memiliki harapan untuk
mempertahankan apel batu dan berharap dapat kembali mewujudkan masa kejayaan
petani apel seperti tahun 1980 an.

Halaman 9 dari 9 halaman

Anda mungkin juga menyukai