Anda di halaman 1dari 12

Makalah Metode Pemuliaan Tanaman

Metode Seleksi Berbasis Fenotipik dalam Pemuliaan Tanaman


Prosedur Perakitan Mentimun

Kelompok 4

Amallia Sujana (A-058)

Vira Rahmawati (A-061)

Chika Valent N A (A-063)

Kezia Putri N (A-068)

Program Studi Agroteknologi

Fakultas Pertanian

Universitas Padjajaran

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya lah makalah
ini dapat diselesaikan. Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan, seperti
menyampaikan informasi berbeda sehingga tidak sama dengan pengetahuan pembaca lain.
Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kalimat atau kata-kata yang salah. Tidak
ada manusia yang sempurna kecuali Tuhan.

Demikian makalah ini dibuat, semoga bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Terimakasih.

Jatinangor, Oktober 2019


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mentimun (Cucumis sativus L.) adalah salah satu jenis sayuran dan buah dari keluarga
labu-labuan (Cucurbitaceae) yang sudah populer di seluruh dunia. Tanaman ini diyakini
berasal dari wilayah India dan menyebar serta dibudidayakan hampir diseluruh dunia, baik di
daerah tropis maupun subtropis (Zulkarnain,2013). Mentimun merupakan salah satu sayuran
buah yang cukup diminati masyarakat. Berdasarkan data yang dihimpun dari Direkterot
Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, rata-rata produksi mentimun di Indonesia
selama 2007 sampai 2011 memeperlihatkan kecenderungan yang fluktuatif. Rata-rata selama
kurun waktu tersebut adalah 99,3 ton/ha dari luas panen rata-rata 55.809 ha/thn dan produksi
rata-rata 544.983 ton/thn (Zulkarnain,2013).
Peningkatan jumlah penduduk serta berubah-ubahnya selera konsumen berpengaruh
terhadap meningkatnya keragaman serta persediaan konsumsi sayuran. Salah satu upaya
untuk memenuhi keragaman selera dan persediaan konsumsi sayuran adalah dengan
meningkatkan keragaman dan produktivitasnya. Hal ini dapat ditempuh melalui kegiatan
pemuliaan tanaman dengan merakit varietas – varietas baru yang mempunyai keragaman
tinggi dan potensi hasil yang baik sehingga selain dapat memenuhi selera konsumen juga
memiliki produktivitas yang tinggi.
Salah satu kegiatan pemuliaan tanaman guna melihat potensi hasil suatu genotipe adalah
melalui karakterisasi atau evaluasi berdasarkan karakter fenotipnya. Kegiatan ini bertujuan
untuk menghasilkan deskripsi tanaman yang penting artinya sebagai pedoman dalam
pemberdayaan genetik dalam program pemuliaan (Setiamihardja 1990 dalam Gunawan et al.
2002) atau untuk mengetahui sifat-sifat morfologi/fenotipik dan agronomi tanaman (Arsyad
dan Asadi 1996 dalam Gunawan et al. 2002). Hal ini menjadi penting karena identifikasi
sifat-sifat sumber genetik akan mempermudah pemilihan tetua dalam kegiatan pemuliaan
selanjutnya (Soedomo 2000 dalam Gunawan et al.2002). Koleksi genotipe yang telah
dikarakterisasi dapat menghasilkan deskripsi yang bermanfaat untuk dievaluasi sebagai
materi dalam pembentukan varietas unggul baru (Gunawanet al. 2002).
Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mendapatkan deskripsi sifat penting
beberapa genotipe mentimun dalam rangka pengembangan produktivitas maupun kualitas
sehingga diperoleh genotipe-genotipe mentimun yang mempunyai karakter potensi hasil
tinggi, kegenjahan yang baik dan kualitas buah sesuai selera konsumen. Genotipe yang
memiliki potensi produksi tinggi dan kualitas buah sesuai selera konsumen akan digunakan
sebagai materi dalam program pemuliaan lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana prosedur perakitan tanaman mentimun dalam pemuliaan tanaman?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui prosedur perakitan tanaman mentimun dalam pemuliaan tanaman.
BAB II
ISI
2.1 Tanaman Mentimun

Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman yang berasal dari keluarga labu
labuan (Cucurbitaceae). Mentimun merupakan tanaman sayuran ke empat yang terpenting
bagi masyarakat dunia setelah tomat, kubis, dan bawang putih. Bagian tanaman mentimun
yang dikonsumsi ialah pada bagian buahnya sebagai sayuran (Kalloo dan Bergh, 1999).
Mentimun dipercaya mengandung zat-zat saponin (mengeluarkan lendir), protein, lemak,
kalsium, fosfor, besi, belerang, magnesium, vitamin A, B1, dan C (Nurkholis, 2011).
Umumnya di Indonesia buah mentimun dikonsumsi sebagai lalaban, acar, asinan,
salad, bahan campuran kosmetik, dan pengobatan (Sumpena, 2008). Mentimun yang tersebar
dipasaran Indonesia banyak jenisnya, ada mentimun biasa atau lokal dengan ciri warna buah
hijau muda sampai hijau tua, memiliki biji, dan kandungan air banyak, daging buah tipis yang
cocok dijadikan acar, rujak, dan lalaban.
Sejak tahun 2000 sampai 2011 peningkatan luas panen mencapai 23% (Kementan
2013) tetapi tidak diiringi oleh peningkatan produktivitas. Produktivitas mentimun di
Indonesia masih sangat rendah, yaitu 8,5–10,4 t/h (Kementan 2013), sedang produktivitas
mentimun hibrida mencapai 50–60 t/h (Kep. Mentan 2006).
Menurut Anwar et al. (2005) penyebab rendahnya daya hasil tanaman sayuran di
Indonesia ialah masih rendahnya mutu genetik dan fisiologis benih yang digunakan petani.
Penggunaan varietas hibrida di tingkat petani masih terbatas karena mahalnya harga benih
dan mutu genetik benih tidak sesuai dengan selera konsumen (Sarifuddin 2008). Oleh karena
itu program pemuliaan mentimun untuk menghasilkan hibrida sesuai selera konsumen dengan
harga benih terjangkau perlu terus dilakukan. Hibrididasi pada tanaman mentimun diarahkan
pada karakter hasil, komponen hasil, pembungaan, kegenjahan, ukuran buah, kualitas buah,
ketahanan terhadap hama penyakit serta ketahanan terhadap stress lingkungan (Staub et al.
2008).
Langkah awal dalam hibridisasi ialah pemilihan tetua yang berpotensi menghasilkan
hibrida berdaya hasil tinggi dan memiliki karakter yang sesuai dengan preferensi pasar. Hal
ini merupakan komponen yang sangat penting dan paling sulit dihadapi oleh para pemulia
tanaman (Sofi et al. 2006), tetapi dapat ditempuh melalui pendugaan daya gabung umum
(DGU) tetua dan daya gabung khusus (DGK) kombinasi persilangan (Olfati et al. 2012,
Dogra & Kanwar 2011, Suhendi et al. 2004). Menurut Acquaah (2007) dan Kenga et al.
(2004) dalam pemuliaan tanaman, pendugaan daya gabung diperlukan untuk menentukan
metode pemuliaan yang tepat serta untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi proses
seleksi tetua yang akan digunakan dalam suatu persilangan. Menurut Poehlman (dalam
Sujipriharti et al. 2007) dan Wahyudi et al. (2006) pendugaan daya gabung perlu dilakukan
karena tidak semua kombinasi galur murni akan menghasilkan hibrida superior.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyeleksi tetua dan memperoleh hibrida
mentimun melalui pendugaan daya gabung. Wadid et al. (2003) menggunakan pendugaan
daya gabung untuk menghasilkan hibrida mentimun yang mampu berproduksi tinggi pada
suhu rendah, sedang Navazio & Simon (2001) melakukan hibridisasi untuk menghasilkan
mentimun yang memiliki kandungan karotin tinggi.
Penelitian ini bertujuan menduga nilai DGU dan DGK karakter hasil dan agronomi
lima galur mentimun koleksi plasma nutfah Balitsa yang memiliki keragaman sifat unggul
serta interaksinya dengan lokasi. Hipotesis yang diajukan ialah terdapat interaksi antara DGU
dan DGK terhadap lokasi dan terdapat satu atau lebih tetua serta kombinasi persilangan yang
memiliki nilai DGU dan DGK tinggi untuk karakter hasil dan agronomi.

2.2 Metode Seleksi


Seleksi pada dasarnya merupakan suatu proses untuk mempertahankan frekuensi gen-
gen yang diinginkan dari suatu populasi yang beragam. Seleksi merupakan suatu kegiatan
memillih atau menyeleksi suatu tanaman yang diinginkan dalam suatu populasi. Banyak
metode seleksi yang dapat diterapkan, penggunaan masing-masing ditentukan oleh berbagai
hal, seperti moda reproduksi (klonal, berpenyerbukan sendiri, atau silang), heritabilitas sifat
yang menjadi target pemuliaan, serta ketersediaan biaya dan fasilitas, serta jenis kultivar yang
akan dibuat.
Tanaman yang dapat diperbanyak secara klonal merupakan tanaman yang relatif
mudah proses seleksinya. Keturunan pertama hasil persilangan dapat langsung diseleksi dan
dipilih yang menunjukkan sifat-sifat terbaik sesuai yang diinginkan.
Seleksi massa dan seleksi galur murni dapat diterapkan terhadap tanaman dengan
semua moda reproduksi. Hasil persilangan tanaman berpenyerbukan sendiri yang tidak
menunjukkan depresi silang dalam seperti padi dan gandum dapat pula diseleksi secara curah
(bulk). Teknik modifikasi seleksi galur murni yang sekarang banyak dipakai adalah keturunan
biji tunggal (single seed descent, SSD) karena dapat menghemat tempat dan tenaga kerja.
Terhadap tanaman berpenyerbukan silang atau mudah bersilang, seleksi berbasis nilai
pemuliaan (breeding value) dianggap yang paling efektif. Berbagai metode, seperti seleksi
"tongkol-ke-baris (ear-to-row)" beserta modifikasinya, seleksi saudara tiri, seleksi saudara
kandung, dan seleksi saudara kandung timbal-balik (reciprocal selection), diterapkan apabila
tanaman memenuhi syarat perbanyakan seperti ini. Metode seleksi timbal-balik yang
berulang (recurrent reciprocal selection) adalah program seleksi jangka panjang yang banyak
diterapkan perusahaan-perusahaan besar benih untuk memperbaiki lungkang gen (gene pool)
yang mereka miliki. Dua atau lebih lungkang gen perlu dimiliki dalam suatu program
pembuatan varietas hibrida.
Penggunaan penanda genetik sangat membantu dalam mempercepat proses seleksi.
Apabila dalam pemuliaan konvensional seleksi dilakukan berdasarkan pengamatan langsung
terhadap sifat yang diamati, aplikasi pemuliaan tanaman dengan penanda (genetik) dilakukan
dengan melihat hubungan antara alel penanda dan sifat yang diamati. Agar supaya teknik ini
dapat dilakukan, hubungan antara alel/genotipe penanda dengan sifat yang diamati harus
ditegakkan terlebih dahulu.

2.3 Metode Seleksi pada Tanaman Mentimun


Tanaman mentimun termasuk tanaman yang menyerbuk silang. Pada dasarnya tanaman
penyerbuk silang adalah heterozigot dan heterogenus. Satu individu dan individu lainnya
genetis berbeda. Karena keragaman genetis yang umumnya cukup besar dibanding dengan
tanaman penyerbuk sendiri dalam menentukan kriteria seleksi diutamakan pada sifat
ekonomis yang terpenting dulu, tanpa dicampur aduk dengan sifat–sifat lain yang kurang
urgensinya. Pengertian yang bertalian dengan keseimbangan Hardy-Weinberg pengertian
mengenai silang dalam, macam–macam gen dan sebagainya sangat membantu memahami
sifat–sifat tanaman penyerbuk silang dan metode–metode seleksinya.
a. Seleksi Massa

b. Seleksi Pedigree / silsilah


BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Ardian., Suprayogi, B., Timotiwu, P.B. 2016. Evaluasi Daya Hasil Mentimun Hibrida
Persilangan Dua Varietas Mentimun. Jurnal Agrotek Tropika Vol. 4, No. 3: 186–192
Wiguna, G. 2014. Keragaman Fenotifik Beberapa Genotipe Mentimun (Cucumis sativus L.).
Mediagro Balai Penelitian Tanaman Sayuran Vol. 10. No.2: 45-56
Wiguna, G., Purwantoro, A., Nasrullah. 2013. Evaluasi Daya Gabung Lima Galur Mentimun
(Cucumis sativus L.) Hasil Persilangan Dialel. J. Hort. 23(4):310-317

Anda mungkin juga menyukai