Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HIBRIDISASI TANAMAN JAGUNG DAN SELEKSI MASSA SECARA


INDEPENDENT CULLING LEVEL

Oleh :

SULTAN NAUFAL HARUNI (23010123420023)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung merupakan sebuah komoditas tanaman pangan yang memiliki

peran penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Jagung termasuk dalam

jenis tanaman serealia atau biji-bijian yang dapat tumbuh baik pada iklim tropis

maupun sub-tropis. Seiring meningkatnya pendapatan per kapita dan

pertumbuhan ekonomi nasional, proporsi penggunaan jagung sebagai makanan

berkurang dan lebih banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri pakan

ternak. Sebagian besar produksi jagung nasional digunakan sebagai pakan ternak,

diikuti oleh konsumsi manusia dan kebutuhan industri lainnya serta benih.

Permintaan jagung terus meningkat sebagai akibat dari pertumbuhan

industri peternakan, terutama peternakan ayam petelur, karena kandungan energi,

protein, dan nutrisi lainnya yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Pertumbuhan

permintaan jagung lebih cepat daripada pertumbuhan produksi jagung, sehingga

harga jagung terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi jagung dalam negeri

belum mampu memenuhi kebutuhan, sehingga jagung memiliki potensi untuk

dikembangkan lebih lanjut sebagai sumber bahan pakan, pangan, dan industri

lainnya di masa mendatang.


Adapun permasalahan dalam peningkatan produksi komoditas jagung di

Indonesia yakni luas areal panen jagung dan produktivitas dalam

perkembangannya relatif lamban, mengindikasikan bahwa terdapat kendala-

kendala yang dihadapi dalam upaya meningkatkan produksi jagung nasional.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), impor komoditas jagung sepanjang 2023

meroket 363% menjadi 1,24 juta ton. Untuk mengurangi impor jagung diperlukan

upaya mencari sumber-sumber pertumbuhan baru diikuti dengan upaya

peningkatan produktivitas melalui penggunaan varietas unggul baru, teknologi

budidaya dengan menerapkan teknologi pasca panen yang efisien.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusan masalah

yang dapat dijelaskan dalam makalah berikut:

Permasalahan Umum:

Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan domestik jagung, sehingga

masih mengimpor jagung dalam jumlah yang besar.

Permasalahan Khusus:

Produktivitas tanaman jagung yang masih rendah sehingga diperlukan

strategi pemuliaan tanaman jagung untuk mendapatkan varietas unggul baru.


1.3. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui strategi pemuliaan tanaman jagung untuk mendapatkan

varietas unggul baru.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu sumber utama energi dalam

pakan, terutama untuk hewan ternak monogastrik. Ini disebabkan oleh tingginya

kandungan energi metabolis (ME) dalam jagung dibandingkan dengan pakan

lainnya. Jagung kaya akan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N), yang sebagian

besar terdiri dari pati. Lemak juga merupakan komponen penting dalam jagung,

dan karena kandungan serat kasarnya rendah, jagung mudah dicerna. Analisis gizi

menunjukkan bahwa kandungan nutrien dalam bahan kering jagung adalah

sebagai berikut: BK 87,27%; abu 1,38%; protein kasar 13,22%; lemak kasar

5,8%; dan serat kasar 2,92% (Laboratorium TIP, 2017). Dalam ransum ayam

broiler, jagung dapat digunakan hingga 50% (Hani’ah, 2008).

Tiap varietas jagung yang tumbuh di Indonesia memiliki perbedaan

dalam kandungan protein, berkisar antara 9-13,5% (Arifin, 2013). Perbedaan ini

diyakini dapat memengaruhi kecernaan protein dan energi. Menurut Deptan

(2010), kandungan nutrisi jagung dipengaruhi oleh faktor genetik (varietas), jenis

tanah, ketinggian tempat, pH tanah, serta iklim (curah hujan dan suhu).
Ketinggian tempat memengaruhi pertumbuhan jagung. Dataran rendah

memiliki umur jagung sekitar 3-4 bulan, sementara di dataran tinggi, umurnya

bisa mencapai 4-5 bulan (Effendi, 1987). Kelembaban juga berpengaruh;

kelembaban rendah dapat menyebabkan dehidrasi pada tanaman, sedangkan

kelembaban tinggi dapat menyebabkan penyakit. Menurut Morecroft et al.

(1996), ketinggian tempat memengaruhi kandungan protein, dengan nilai gizi

daun jagung lebih tinggi di dataran tinggi dibandingkan di dataran rendah.

Aoeptah (2002) juga mencatat bahwa kandungan serat kasar rumput cenderung

lebih tinggi di dataran rendah dibandingkan dengan di dataran tinggi.

Jagung termasuk dalam kategori tanaman yang menyerbuk silang.

Meskipun tumbuhan jagung memiliki organ kelamin jantan dan betina pada satu

tumbuhan, proses penyerbukan pada jagung secara alami melibatkan transfer

serbuk sari dari tassel (organ kelamin jantan) ke silk (organ kelamin betina) yang

terdapat di telinga jagung. Oleh karena itu, penyerbukan jagung bisa terjadi antara

bunga jagung yang berada pada tumbuhan yang sama (disebut sebagai

penyerbukan sendiri) maupun antara tumbuhan jagung yang berbeda (disebut

sebagai penyerbukan silang). Meskipun penyerbukan silang lebih umum terjadi,

ada mekanisme alami yang mencegah penyerbukan antara bunga pada tumbuhan

yang sama, yang disebut inkompatibilitas sendiri (self-incompatibility), untuk

memastikan keragaman genetik yang lebih besar.


3.2. Seleksi

Seleksi adalah metode pemuliaan yang paling mudah dan memiliki

peluang besar untuk mendapatkan hasil genetik yang besar pada generasi

pertama. Prinsip dari seleksi adalah nilai genetik rata-rata dari individu yang

terseleksi akan lebih baik jika dibandingkan dengan nilai individu rata-rata dalam

populasi secara bersamaan.

Seleksi terhadap dua sifat atau lebih pada pemuliaan tanaman lazim

dilakukan. Salah satu metodenya adalah independent culling level yakni seleksi

terhadap dua sifat atau lebih pada intensitas tertentu pada sesama generasi

tetapi berurutan. Metode ini memberikan nilai minimum untuk setiap

sifat. Seleksi dilakukan sekaligus beberapa sifat berdasarkan batas-batas

minimum yang ditetapkan bagi masing-masing sifat (Soemartono et al., 1992).

Pada tanaman menyerbuk silang, seleksi massa merupakan seleksi individu

berdasarkan fenotipe dalam suatu populasi kawin acak. Biji diperoleh dari

tanaman yang telah dipilih dan sejumlah biji yang sama dari setiap tetua

(tanaman terpilih) dicampur untuk membentuk bahan pertanaman generasi

berikutnya. Tidak ada penyerbukan yang dikendalikan dan diasumsikan,

bahwa tetua betina yang diseleksi dikawinkan dengan sampel acak

gamet-gamet jantan dalam seluruh populasi (Nasir, 2001).

Seleksi massa telah dilakukan pada tanaman jagung karena prosedurnya

sederhana dan mudah dilakukan dibandingkan dengan metode lainnya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Poespodarsono (1988) yang menyatakan bahwa

seleksi massa terhadap hasil umumnya mengalami kemajuan seleksi rendah

karena keragaman genetik rendah akibat seleksi terus dilakukan secara masa

penanaman.

Seleksi massa dilakukan dengan cara menyeleksi suatu populasi yang

ditanam pada suatu areal yang cukup luas berdasarkan kenampakan luar

tanaman. Dalam seleksi massa terdapat dua cara untuk pemilihan tanaman, yaitu

seleksi massa positif dan seleksi massa negatif. Pada pemilihan dengan cara

seleksi massa positif hanya dipilih individu-individu tanaman yang sesuai dengan

tujuan pemuliaan. Sedangkan pada seleksi massa negatif, tanaman yang

menyimpang dari sifat-sifat yang dikehendaki disingkirkan. Setelah didapatkan

kriteria tanaman yang menonjol tanaman yang terpilih secara individual dipanen

secara terpisah dan diberi nomor atau kode sebagai bahan pertanaman berikutnya

hingga didapatkan tanaman yang sesuai kriteria yang telah ditetapkan.

Peningkatan kemajuan seleksi dapat dilakukan dengan berbagai cara,

yaitu dengan grid system untuk mengurangi efek lingkungan (Gardner, 1961).

Selain itu, kemajuan seleksi juga ditentukan oleh variabilitas dan

heritabilitas sifat yang diseleksi (Jain, 1982). Keberhasilan seleksi selain

tergantung dari variabilitas dan heritabilitas sifat yang diseleksi, juga

ditentukan oleh intensitas seleksi (Hallauer dan Miranda, 1982; Chaudhary,

1984).
3.3. Hibridisasi

Hibridisasi (persilangan) adalah penyerbukan silang antara tetua yang

berbeda susunan genetiknya (Syukur et al., 2012). Pada tanaman menyerbuk

sendiri, hibridisasi merupakan langkah awal pada program pemuliaan setelah

dilakukan pemilihan tetua. Umumnya program pemuliaan tanaman menyerbuk

sendiri dimulai dengan menyilangkan dua tetua homozigot yang berbeda

genotipenya. Pada tanaman menyerbuk silang seperti jagung, hibridisasi biasanya

digunakan untuk menguji potensi tetua atau pengujian ketegaran hibrida dalam

rangka pembentukan variestas hibrida. Selain itu, hibridisasi juga bertujuan untuk

memperluas keragaman.

Bioteknologi adalah bidang ilmu yang menggunakan teknologi dan

prinsip-prinsip biologi untuk mengembangkan solusi atau produk yang berguna

bagi manusia, hewan, dan lingkungan. Hibridisasi adalah salah satu teknik dalam

bioteknologi yang melibatkan persilangan antara individu atau varietas yang

berbeda dalam satu spesies atau antara spesies yang berbeda untuk menghasilkan

keturunan yang memiliki sifat-sifat yang diinginkan dari kedua induknya

(Darmayani et al., 2021).


BAB III

PEMBAHASAN

Strategi pemuliaan tanaman jagung untuk menghasilkan varietas unggul

baru adalah dengan melakukan persilangan dan seleksi berulang. Pendekatan ini

merupakan usaha pemuliaan jangka panjang. Selain itu, strategi juga mencakup

introduksi gen-gen dari luar negeri dan perbaikan populasi jagung. Seleksi untuk

stabilitas hasil dilakukan di berbagai sentra produksi jagung. Salah satu metode

seleksi yang sering digunakan dalam perbaikan populasi jagung adalah seleksi

massa. Seleksi massa ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas populasi secara

keseluruhan dengan memilih individu yang memiliki sifat yang diinginkan.

Dalam proses seleksi, terdapat 3 kategori yang akan mengalami perbaikan

yaitu umur panen, berat berangkasan segar, dan daya hasil. Dalam pelaksanaan

seleksi independent culling level dilakukan dengan dua cara didasarkan atas

perbandingan presentase tanaman terpilih ketiga sifat tersebut. Hal ini bertujuan

guna memperoleh rerata ketiga sifat lebih tinggi.

Dengan membagi petak seleksi menjadi grid-grid (plot-plot), pengaruh

lingkungan terhadap tanaman terpilih dapat dikurangi, sehingga varian tersebut


sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik. Hal ini dapat meningkatkan

kemajuan seleksi, seperti yang telah dibuktikan oleh penelitian-penelitian

sebelumnya. Implementasi sistem grid telah berhasil digunakan untuk

meningkatkan kemajuan seleksi massa pada tanaman jagung. Besar kecilnya

varian genetik pada setiap plot mempengaruhi besarnya kemajuan seleksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Sudika et al. (2018) menggabungkan tiga

varietas unggul jagung komposit dengan populasi C2.1 melalui proses hibridisasi

resiprok. Proses ini melibatkan penyerbukan silang antara tanaman-tanaman yang

dipersiapkan baik dari varietas unggul maupun populasi C2.1. Setelah itu,

tepungsari dari tanaman C2.1 digunakan untuk menyerbuki putik tanaman pada

varietas unggul, dan sebaliknya. Tongkol hasil persilangan dari masing-masing

varietas unggul ditargetkan sebanyak 144 tanaman. Panen dilakukan setelah 35

hari persilangan saat biji dan kelobot sudah kering, lalu tongkol-tongkol hasil

persilangan digabungkan menjadi tiga kelompok. Setiap kelompok dipisahkan,

biji-biji diambil untuk menjadi populasi dasar yang akan digunakan dalam

seleksi percobaan selanjutnya.

Seleksi dilakukan menggunakan metode independent culling level pada

siklus pertama, dimana tanaman yang panen lebih awal dipilih sebanyak 75%

dalam setiap grid. Dari tanaman tersebut, dipilih 33,33% tanaman dengan

brangkasan segar tertinggi, lalu dari mereka dipilih 20% tanaman dengan tongkol

terberat. Setelah seleksi, tongkol-tongkol dipilih dikeringkan dan biji diambil


untuk menjadi populasi hasil seleksi massa (P1.1). Pada cara kedua, 60%

tanaman dipilih dalam setiap grid yang panen lebih awal, dan seleksi dilakukan

serupa dengan cara pertama, menghasilkan populasi seleksi cara kedua P1.2.

Tujuan dari hibridisasi ini adalah untuk menghasilkan populasi C2.1 yang

memiliki sifat-sifat tertentu, seperti fiksasi gen pengendali umur genjah dan daun

tetap hijau saat panen. Dari varietas unggul, diharapkan daya hasil tinggi dan

jumlah daun yang lebih banyak, untuk meningkatkan hasil dan berat brangkasan

segar.

Keberhasilan hibridisasi jagung dinilai tinggi karena struktur dan biologi

bunga jagung yang memungkinkan proses hibridisasi dengan mudah. Jagung

termasuk tanaman berumah satu (monoecious), di mana bunga jantan terbentuk

di ujung batang dan bunga betina di pertengahan batang. Meskipun masaknya

bunga jantan dan betina tidak bersamaan, lamanya waktu tepung sari cukup lama,

sehingga memungkinkan proses polinasi yang efektif


BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pemuliaan

jagung melibatkan persilangan, seleksi massa, dan penggunaan sistem grid untuk

menciptakan varietas unggul baru dengan peningkatan dalam umur panen, berat

berangkasan segar, dan daya hasil.

.
DAFTAR PUSTAKA

Aoeptah. A. 2002. Fluktuasi ketersediaan dan kualitas gizi padang rumput alam di
Pulau Timor. Jurnal Informasi Penelitian Lahan Kering. Pusat Penelitian
Lahan Kering. Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana Kupang.
32-37.

Arifin, H. 2013. Evaluasi nutrisi beberapa varietas jagung terhdap kecernaan protein,
retensi nitrogen, dan energi metabolisme pada ayam pedaging. Skripsi.
Faklutas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.

Chaudhary, R. C., 1984. Introduction to Plant Breeding. Oxford and IBH Pub. New
Delhi, Bombay.

Darmayani, S., Hidana, R., Sa’diyah, A., Isrianto, P. L., Hidayati, H., Jumiarni, D., ...
dan Gultom, V. D. N. 2021. Bioteknologi Teori dan Aplikasi. Widina
Media Utama.

Deptan. 2010. Budidaya Jagung Manis.

Effendi, S. 1987. Bercocok Tanaman Jagung. CV Yasaguna, Jakarta.

Gardner, C. O., 1961. An evaluation of effect of mass selection and seed irradiation
with thermal neutron on yield of corn. Crop Sci. 1(2): 241 – 245.

Hallauer, A.R. and J. B. Miranda, F. O. 1982. Quantitaive Genetics in Maize


Breeding. Iowa State University Press/Ames.
Hani’ah. 2008. Performa ayam broiler yang diberi ransum berbasis jagung dan
bungkil kedelai dengan suplementasi DL-metionin. Skripsi. Fakultas
Peternakan IPB, Bogor.

Jain, J. P., 1982. Statistical Techniques in Quantitative Genetics. Tata Mc. Graw Hills
Pub. Co. Ltd. New Delhi.

Laboratorium Teknologi Industri Pakan. 2017. Fakultas Peternakan Universitas


Andalas, Padang.

Morecroft, M. D. dan Woodward, F. I. 1996. Experiments on the causes of altitidinal


dofferences in the leaf nutriant contents, siza of Alchemilla alpina. New
Phytologist,134:471-479. Doi: 101.1111/j.1469-
8137.1996.tb04364.x.UK.

Syukur, S. P., Sujiprihati, I. S., dan Rahmi Yunianti, S. P. 2012. Teknik Pemuliaan
Tanaman. Penebar Swadaya Grup.

Nasir, 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi,


Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Poespodarsono, S., 1988. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. PAU, IPB, Bogor.

Soemartono, Nasrullah dan Hari Hartiko, 1992. Genetika Kuantitatif dan


Bioteknologi Tanaman. PAU Bioteknologi, UGM, Yogyakarta.

Sudika, Idris, dan E Listiana. 2018. Pembentukan varietas unggul jagung tahan kering
dengan hasil, berangkasan segar tinggi, umur genjah (Crop agro,
Scientific Journal Of Agronomy, 4(1): 6 – 12.

Anda mungkin juga menyukai