Anda di halaman 1dari 35

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seokartawi mengatakan bahwa sektor pertanian pangan sangat penting


bagi pembangunan nasional. Situasi tersebut tercermin dari berbagai investasi
pemerintah di industri makanan. Seperti investasi pemerintah di sektor pertanian
dan air, penelitian dan pengembangan teknologi di bidang pertanian dan
kebijakan harga. Salah satu investasi tersebut adalah menyediakan pangan yang
merata dan terjangkau oleh masyarakat (Nurmelyana et al., 2020). Menurut
Direktorat Jenderal Pangan dan Hortikultura, mengoptimalkan produktivitas
lahan menjadi prioritas pembangunan pertanian (Warman dan Kristiana, 2018).
Penggunaan lahan pertanian yang efektif di Indonesia memiliki beberapa
metode penanaman antara lain monokultur dan polikultur (tumpang sari).
Metode ini tidak hanya terpusat tanaman yang digunakan, tetapi juga
membutuhkan komponen penting seperti iklim, tanah dan nutrisi yang diterapkan
(Hulu dan Setiawan, 2022). Pola tanam petani yang paling banyak digunakan
monokultur, yakni penanaman satu jenis tanaman pada suatu lahan. Monokultur
adalah penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan waktu penanaman yang
sama, bisa bergilir atau Bersama-sama. Pola tanam monokultur mempunyai
kelebihan berupa teknis budidaya relatif mudah ditanam karena tanaman yang
akan ditanam hanya satu jenis saja, sedangkan kelemahannya adalah tanaman
relatif mudah terserang terhadap hama maupun penyakit (Simatupang dan
Pangaribun, 2021).
Tumpang sari adalah salah satu bentuk optimalisasi produktivitas lahan.
Tumpang sari atau polikultur adalah cara penanaman lebih dari satu spesies yang
akan ditanam dalam bidang yang sama dan waktu yang berbeda atau bersama-
sama (Neo et al., 2018). Praktek tumpang sari sering digabungkan dengan sistem
pertanian berkelanjutan, dimana sistem rotasi tanaman menjaga keanekaragaman
hayati dengan menyediakan habitat bagi banyak serangga dan organisme tanah
yang tidak ditemukan dalam sistem monokultur. Dalam memilih tanaman yang
baik dan optimal pada tumpang sari, harus ada hubungan yang saling
2

menguntungkan (timbal balik) antara kedua tanaman tersebut, dimana tanaman


lain dapat melengkapi kebutuhan dan kekurangan dari tanaman lainnya seperti
tanaman jagung dan kacang tanah. Tumpang sari jagung dan kacang tanah dapat
memberikan efek positif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung,
sehingga penggunaan pupuk nitrogen dalam tumpang sari menjadi lebih efektif
karena tanaman jagung mengekstraksi nitrogen dari kacang tanah (Anwar et al.,
2021).
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang berasal dari benua
Amerika, tepatnya negara Meksiko. Di Indonesia, jagung digunakan sebagai
pakan ternak dan sebagai bahan utama dalam industri makanan dan minuman.
Efek kesehatan jagung dapat dipelajari berdasarkan kandungan nutrisinya.
Jagung mengandung berbagai nutrisi seperti karbohidrat, protein, serat serta
beberapa vitamin dan mineral yang baik untuk Kesehatan tubuh. Di dalam
jagung terdapat lemak dalam jumlah sedikit (Fiqriansyah et al., 2021).
Tanaman jagung ialah salah satu bahan pangan pokok potensial sekaligus
menjadi satu dari sekian komoditas penting dalam agribisnis. Dalam hal ini, hasil
panen tanaman jagung terbilang penting dalam upaya peningkatan ekonomi
agrikultur hingga agribisnis dunia. Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan
jagung dalam negeri digunakan untuk pakan 30% untuk konsumsi pangan
selebihnya untuk kebutuhan lainnya dan bibit, hal ini menyebabkan kebutuhan
akan jagung terus mengalami peningkatan. Peranan jagung dalam perekonomian
nasional khususnya di pedesaan juga sangat penting (Hasna dan Dika, 2021).
Rata-rata produksi jagung dalam negeri pada tahun 2021 sebanyak 57,09 ku/ha
(Astuti et al., 2022).
Kacang tanah merupakan bahan baku serbaguna yang dapat disebut
sebagai bioindustri karena kacang tanah dapat dikonsumsi langsung dalam
bentuk biji segar dan juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri berbagai
olahan makanan dan minyak nabati. Kacang tanah mengandung 25-30% protein,
40-50% lemak, 12% karbohidrat dan vitamin B1 dan secara nutrisi digolongkan
sebagai kacang kedelai. Manfaat kacang tanah untuk industri antara lain
pembuatan margarin, sabun, minyak goreng (Samosir et al, 2020).
3

Badan Pusat Statistika menunjukan bahwa produksi nasional kacang tanah


di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 512,198 ton (Paput et al., 2022). Kacang
tanah memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai peranan besar dalam
mencukupi kebutuhan bahan pangan jenis kacang-kacangan. Oleh karena itu,
permintaan kacang tanah dalam negeri semakin meningkat karena
berkembangnya industri pangan dan pakan yang menggunakan bahan baku
kacang tanah. Peningkatan penggunaan kacang tanah merupakan peluang pasar
yang besar bagi pengembangan produksi kacang tanah (Arif et al., 2018).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlunya dilakukan praktikum mengenai
Analisis Potensi Ekonomi dan Kelayakan Usaha Sistem Budidaya Tumpang sari
Tanaman Jagung dan Kacang Tanah, Monokultur Jagung dan Monokultur
Kacang Tanah pada Mata Dasar-dasar Agronomi, yang bertujuan untuk
mengetahui analisis potensi ekonomi dan kelayakan usaha dari berbagai sistem
budidaya tanaman. Dengan melakukan praktikum ini, mahasiswa akan
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sistem budidaya tumpang sari,
monokultur jagung, dan monokultur kacang tanah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah


penting, sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi ekonomi dari sitem budidaya tumpang sari antara
tanaman jagung dan kacang tanah dan sistem budidayamonokultur
jagung dan monokultur kacang tanah?
2. Apakah saja faktor yang mempengaruhi kelayakan usaha sistem
budidaya tumpang sari antara tanaman jagung dan tanaman kacang tanah
dan sistem budidaya monokultur jagung dan monokultur kacang tanah?
4

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari laporan pratikum ini:


1. Menganalisis potensi ekonomi budidaya tumpang sari tanaman jagung
dan kacang tanah.
2. Menganalisis potensi ekonomi budidaya monokultur jagung dan
monokultur kacang tanah.
3. Menganalisis kelayakan usaha dari sistem budidaya tumpang sari
tanaman jagung dan kacang tanah dibandingkan dengan monokultur
jagung dan kacang tanah.

1.4. Kegunaan

Adapun kegunaan dalam laporan praktikum ini adalah:


1. Sebagai acuan untuk mengevaluasi kelayakan usaha sistem budidaya
tumpang sari tanaman jagung dan kacang tanah dibandingkan dengan
monokultur jagung dan kacang tanah di daerah tertentu.
2. Sebagai referensi bagi peneliti, mahasiswa, dan akademisi dalam
melakukan studi lanjutan dan penelitian terkait dengan pengembangan
sistem budidaya tumpang sari tanaman jagung dan kacang tanah.
3. Sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya penerapan sistem budidaya tumpang sari
dalam pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan keuntungan
ekonomi.
5

II. TUJUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman

2.1.1. Jagung

Menurut Warrier dan Tripathi (2011), mengatakan bahwa jagung (Zea


Mays) merupakan tanaman serealia termasuk family poaceae, ordo Poales yang
merupakan tanaman berumah satu (monoius) dimana letak bunga jantan terpisah
dengan bunga betina tetapi masih dalam satu tanaman. Jagung adalah tanaman
protandrus, yaitu mekarnya bunga jantan pelepasan tepung sari biasanya terjadi
satu atau dua hari sebelum munculnya bunga betina (Sulaeman, et al., 2019).
Berdasarkan bentuk, struktur biji, serta endospermanya, tanaman jagung
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Jagung mutiara (Z. mays indurate), jagung
gigi kuda (Z. mays indentata), jagung manis (Z. mays saccharata), jagung pod (Z.
tunicate sturt), jagung berondong (Z. mays everta), jagung pulut (Z. ceritina
Kulesh), jagung QPM (Quality Protein Maize), dan jagung minyak yang tinggi
(High Oil) (Fiqriansyah, et al., 2021). Adapun urutan klasifikasi jagung adalah
(Djafar et al., 2021):
Diviso : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monokotiledonae
Ordo : Glumiflorae/
graminae
Familia : Maydeae
Genus : Zea
Species : Zea Mays
Morfologi pada tanaman jagung yaitu, jagung memiliki sistem perakaran
serabut dengan tiga macam akar, yaitu: (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c)
akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari
radikula (akar utama) dan embrio. Akar adventif merupakan akar yang awalnya
berasal dari buku di ujung mesokotil, kemudian akar adventif berkembang dari
6

tiap buku secara berurutan terus ke atas antara 7-10 buku yang seluruhnya berada
di bawah permukaan tanah. Sementara itu, akar penyangga adalah akar adventif
yang berkembang pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah (Wulandari,
2021).
Tinggi batang jagung berkisar antara 150-250 cm yang terbungkus oleh
pelepah daun yang berselang-seling berasal dari setiap buku. Ruas-ruas bagian
atas berbentuk silindris, sedangkan bagian bawah agak bulat pipih. Tunas batang
yang telah berkembang menghasilkan tajuk bunga betina. Percabangan (batang
liar) pada jagung umumnya terbentuk pada pangkal batang (Yovita, 2022).
Jumlah daun jagung bervariasi antara 8 helai sampai dengan 15 helai,
berwarna hijau berbentuk pita tanpa tangkai daun. Daun jagung terdiri atas
kelopak daun, lidah daun (ligula) dan helai daun yang memanjang seperti pita
dengan ujung meruncing (Oktavia, et al., 2020).
Tanaman jagung disebut juga tanaman berumah satu, karena bunga jantan
dan betina terdapat dalam satu tanaman, tetapi letaknya terpisah. Bunga jantan
dalam bentuk malai terletak di pucuk tanaman, sedangkan bunga betina pada
tongkol yang terletak kira-kira pada pertengahan tinggi batang (Naomi, 2020).

2.1.2. Kacang Tanah

Kacang tanah termasuk tanaman herba semusim, berakar tunggang,


memiliki empat helaian daun (tetrafoliate) dengan daun bagian atas yang lebih
besar dari bagian bawah. Berdasarkan bentuk/letak cabang lateral. Kacang tanah
termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri dan penyerbukan terjadi beberapa saat
sebelum bunga mekar sehingga jarang terjadi penyerbukan silang (Nasution,
2019). Klasifikasi tanaman kacang tanah yaitu (Dewi, 2019):
Diviso : Spermatophyta
Kingdo, Plantae
Kelas : Dikotiledoneae
Ordo : Polipetales
Familia : Leguminoceae
Genus : Arachis
7

Species : Arachis Hypogaea, L.

Kacang tanah merupakan tanaman herba semusim dengan akar tunggang


dan akar-akar lateral yang berkembang baik. Akar tunggang biasanya dapat
masuk ke dalam tanah hingga kedalaman 50–55 cm. Sedangkan akar-akar lateral
panjangnya sekitar 15–20 cm dan terletak tegak lurus pada akar tunggangnya
(Novianti, 2021). Batang tanaman kacang tanah mempunyai rata-rata ukuran 50
cm, memiliki cabang empat sampai delapan yang tumbuhnya sama tinggi dengan
batang utama. Warna batang yaitu warna merah, ungu dan hijau (Ndjurumanna,
2022).
Kacang tanah memiliki bentuk daun majemuk bersirip genap, terdiri dari
empat anak daun berbentuk oval atau agak lancip dan berbulu. Warna daun hijau
dan hijau tua. Tangkai daun berwarna hijau dan panjang 5-10 cm (Purba, 2020).
Kacang tanah yang berumur empat sampai enam minggu sudah mulai berbunga
tergantung varietas. Pertama yang muncul adalah rangkaian yang berwarna
kuning orange keluar dari setiap ketiak daun. Setiap bunga mempunyai tangkai
yang berwarna putih. Tangkai ini bukan tangkai bunga, melainkan tabung
kelopak. Bagian mahkota bunga berwarna kuning dan pangkal mahkota bunga
bergaris merah dan merah tua. Sedangkan benang sarinya berstruktur. Setelah
terjadi penyerbukan dan pembuahan, bakal buah akan tumbuh memanjang disebut
ginofor. Ginofor terus tumbuh hingga masuk menembus tanah sedalam 2–7 cm,
kemudian terbentuk rambut-rambut halus pada permukaan, dimana
pertumbuhannya mengambil posisi horizontal (Sinulingga, 2018).
Kacang tanah memiliki buah berbentuk polong dan dibentuk di dalam
tanah. Pembentukan polong terjadi setelah pembuahan, calon buah tersebut
tumbuh memanjang yang disebut ginofor. Polong kacang tanah berkulit keras dan
berwarna putih kecoklat-coklatan. Tiap polong berisi satu sampai empat biji.
Polong memiliki panjang 5 cm dengan diameter 1,5 cm. Biji kacang tanah
terdapat di dalam polong. Kulit luar bertekstur keras, berfungsi untuk melindungi
biji yang berada di dalamnya. Biji bentuk bulat agak lonjong atau bulat dengan
ujung agak datar karena berhimpitan dengan butir 7 biji yang lain selagi di dalam
8

polong. Warna biji kacang bermacam-macam putih, merah kesumba dan ungu.
Perbedaan itu tergantung varietasnya (Nasution, 2018).

2.2. Syarat Tumbuh Tanaman

2.2.1. Jagung

Tanah yang baik untuk pertumbuhan jagung adalah subur, gembur, banyak
mengandung bahan organic, earase dan drainasenya baik. Tanaman jagung
menghendaki tempat terbuka dan menyukai cahaya. Penentuan jumlah biji
tanaman jagung ditentukan seberapa banyak jumlah radiasi surya yang
diterimanya selama fase pertumbuhan. Temperatur udara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman jagung adalah 230C– 270C. Curah hujan yang ideal untuk
tanaman jagung pada umumnya antara 200 sampai dengan 300 mm per bulan atau
yang memiliki curah hujan tahunan antara 800 sampai dengan 1200 mm. Tingkat
kemasaman tanah (pH) tanah yang optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jagung berkisar antara 5,6 sampai dengan 6,2. Saat tanam
jagung tidak tergantung pada musim, namun tergantung pada ketersediaan air
yang cukup. Kalau pengairannya cukup, penanaman jagung pada musim kemarau
akan memberikan pertumbuhan jagung yang lebih baik (Yohanes, 2020).
Secara fisiologis tanaman jagung termasuk tanaman C4. Pertumbuhannya
memerlukan cahaya yang penuh. Golongan tanaman C4 ini juga lebih efisien
dalam memanfaatkan CO2 yang diperlukan dalam proses fotosintesis. Hal ini
dapat berlangsung karena tanaman jagung memiliki sel seludang daun atau bundle
seath cells yang mengelilingi pembuluh daun (Sariyah dan Agus, 2020).

2.2.2. Kacang Tanah

Tanaman kacang tanah cocok ditanam di dataran dengan ketinggian 0-


1500 meter di atas permukaan laut. Kacang tanah relatif toleran kekeringan dan
membutuhkan sekitar minimal 400 mm/bulan curah hujan selama masa
pertumbuhan. Untuk pertumbuhan optimal dibutuhkan curah hujan tahunan 750-
1250 mm/tahun. Suhu merupakan faktor pembatas utama untuk hasil kacang
tanah, untuk perkecambahan dibutuhkan kisaran suhu 15 0-450C. Selama masa
9

pertumbuhan, dibutuhkan suhu dengan rata-rata 220-270C. Kacang tanah termasuk


tanaman yang memerlukan sinar matahari penuh. Adanya keterbatasan cahaya
matahari akibat naungan atau halangan dan atau awan lebih dari 30% akan
menurunkan hasil kacang tanah karena cahaya mempengaruhi fotosintesis dan
respirasi (Tando, 2020).
Kacang tanah dapat ditanam pada lahan sawah maupun tegalan. Tanah
yang cocok untuk kacang tanah ialah jenis tanah lempung berpasir, liat berpasir
atau lempung liat. Kemasaman tanah yang cocok untuk kacang tanah adalah pH
5,0-6,5. Tanah yang baik sistem drainasenya akan menciptakan aerase yang baik,
sehingga akar tanaman lebih mudah menyerap air dan hara (Suprapto, et al.,
2018).

2.3. Tumpang Sari

Tumpang sari merupakan penanaman dua jenis tanaman atau lebih pada
sebidang tanah dalam waktu yang sama yang akan memberikan banyak
keuntungan (Arwati, 2018). Setiap jenis tanaman mempunyai daya adaptasi dan
respon berbeda terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, dengan mengetahui
respon tanaman terhadap lingkungannya akan diperoleh pedoman untuk
membudidayakan tanaman tersebut secara tepat . Salah satu aspek berhasilnya
tanaman ganda (tumpang sari) bahwa tersedianya air dan pengetahuan yang
mendalam tentang varietas. Selanjutnya dikatakan bahwa faktor lingkungan fisik
besar pengaruhnya karena menyangkut iklim dan input yang diberikan (Katamso,
2020).
Dua jenis tanaman tidak akan terjadi persaingan jika sumber daya yang ada
yakni air, unsur hara, dan radiasi surya dalam keadaan cukup bagi kebutuhan
kedua jenis tanaman tersebut. Tetapi apabila unsur-unsur tersebut yang tersedia
lebih kecil atau tidak mencukupi sesuai dengan kebutuhan tanaman, maka
persaingan akan terjadi pada setiap komunitas tanaman. Pengelolaan lahan secara
tumpang sari, akan meningkatkan intensitas penggunaan lahan. Dengan intensitas
penggunaan lahan yang yang tinggi mempunyai dampak positif terhadap
10

pendapatan petani dimana semakin tinggi intensitas penggunaan lahan maka


pendapatan petani semakin meningkat (Aksara et al., 2022).

2.4. Monokultur

Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di


lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal (Maria, et al.,
2021). Penerapan sistem monokultur terbukti dapat meningkatkan produksi,
sehingga keuntungan bertambah disebabkan pada lahan tersebut tidak terjadi
persaingan dengan komoditas tanaman lainnya. Lahan yang diperlukan untuk
sistem tanam monokultur luasnya puluhan hektar, sistem tanam monokultur
dilakukan untuk menghindari kesulitan dalam pemeliharaannya (Sunarjono dan
Febriani, 2018).
Pada sistem monokultur pertumbuhan satu jenis tanaman utama dapat
mencapai maksimal, namun sistem ini memiliki risiko gagal panen lebih tinggi,
akibatnya petani tidak mendapatkan hasil dari usaha taninya dan berdampak
terhadap pendapatan petani. Kelebihan sistem pertanian monokultur adalah teknis
budidayanya relatif mudah dan simpel (lebih sederhana) karena komoditas
tanaman yang ditanam dan dipelihara hanya satu jenis tanaman saja diberikan
(Sukmawani, et al., 2019).

2.5. Potensi Ekonomi dan Kelayakan Usaha

Menurut Hasna, et al. (2022), Salah satu faktor penentu dalam pembentukan
suatu daerah yakni potensi ekonomi. Potensi ekonomi adalah kemampuan
ekonomi yang terdapat di daerah mampu untuk dikembangkan dan terus untuk
dikembangkan agar menjadi sumber pendapatan daerah tersebut serta menjadi
sumber penghidupan perekonomian masyarakat setempat. Dengan pengembangan
potensi yang ada bahkan dapat mendorong pembangunan perekonomian daerah.
Kelayakan usaha adalah kemampuan suatu usaha atau bisnis untuk menghasilkan
keuntungan dan bertahan dalam jangka panjang. Kelayakan usaha dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti modal usaha, keuntungan yang diharapkan, risiko
usaha, persaingan pasar, dan sektor ekonomi yang dijalankan. Usaha yang layak
11

akan mampu memberikan keuntungan yang memadai bagi pemilik usaha serta
memberikan manfaat bagi masyarakat (Hasan et al., 2022).
2.6. Kerangka Pikir

Budidaya tanaman jagung dan kacang tanah masih dihadapkan dengan


kurangnya produktivitas ekonomi. Dengan menerepkan praktik pola tanaman
monokultur jagung dan kacang tanah dan tumpang sari jagung dan kacang tanah,
diharapkan dapat memperbaiki produktivitas ekonomi sehingga budidaya tersebut
layak untuk dijalankan.

Kurangnya produktivitas ekonomi

Produksi tanaman jagung dan kacang tanah


rendah

Melakukan budidaya tumpang sari jagung dan


kacang tanah serta monokultur jagung dan
monokultur kacang tanah

Meningkatnya produktivitas ekonomi dan


kelayakan usaha
12

2.7. Hipotesis

Hipotesis Potensi Ekonomi:


 Sistem budidaya tumpang sari pada tanaman jagung dan kacang tanah
memiliki potensi ekonomi yang lebih tinggi daripada sistem monokultur
jagung dan monokultur kacang tanah.
 Sistem budidaya tumpang sari pada tanaman jagung dan kacang tanah
memberikan keuntungan ekonomi yang lebih besar dalam hal pendapatan
petani dan efisiensi penggunaan lahan.
Hipotesis Kelayakan Usaha:
 Sistem budidaya tumpang sari pada tanaman jagung dan kacang tanah
memiliki kelayakan usaha yang lebih baik dibandingkan dengan sistem
monokultur jagung dan monokultur kacang tanah.
 Sistem budidaya tumpang sari pada tanaman jagung dan kacang tanah
memberikan keuntungan finansial yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sistem monokultur jagung dan monokultur kacang tanah.
13

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di lahan 2 kebun percobaan dan


Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo di kota
Kendari. Penelitian ini dilaksanakan seminggu sekali, setiap hari sabtu dimulai
dari jam 8 pagi hingga jam 11 pagi. Rentang waktu pelaksanaan penelitian ini
berlangsung mulai bulan Maret hingga bulan Agustus.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit jagung, benih kacang
tanah, kertas lakmus, pupuk (urea, SP-36, KCL dan NPK), kapur dolomit,
pestisida (furadan dan insektisida). Alat yang digunakan dalam penelitian ini: arit,
tugal, cangkul, gembor, parang, tali rafia, patok, ring sampel, timbangan, wadah
air, penggaris, meteran kain, wadah air.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Plot Penelitian


Ukuran bedengan sekitar 4 m x 4 m dengan luas lahan 1 ha. Alat berupa
cangkul, arit serta parang digunakan untuk membersihkan dan mengemburkan
bedengan. Bedengan digemburkan dan dinaikkan tanahnya setinggi sekitar 30-40
cm. Pembuatan drainase pada bedengan agar nantinya akar tanaman tidak mudah
membusuk. Pada bedengan diberikan jarak sekitar 25 cm ujung bedengan dengan
area tanam dan diberikan patok dan tali rafia sebagai pembatas bedengan.

3.3.2. Pengapuran dan Pemupukan


Waktu pemberian kapur dilakukan sekitar 2 minggu sebelum penanaman
atau sesudah kegiatan pengolahan tanah. Pemberian kapur dilakukan dengan cara
disebar atau diaduk dengan tanah pada lapisan atas. Kebutuhan kapur yang
diberikan disesuaikan kondisi pH tanah dan luas tanam.
14

Pemupukan dilakukan setelah penanaman yang terdiri dari pupuk urea, SP-
36, KCL, dan pupuk NPK. Pemberian pupuk pertama yaitu pupuk urea dan
pupuk NPK. Setelah 2 minggu, menyusul pemberian pupuk SP-36 dan KCL.

3.3.3. Penyemaian Benih


Benih kacang tanah disortir terlebih dahulu lalu dipindahkan kedalam
wadah berisi media air. Benih direndam dahulu dalam air selama 24 jam. Setelah
periode rendaman selesai, benih kacang tanah ditiriskan dan dipindahkan ke
wadah yang kering.
3.3.4. Penanaman
Pada penanaman budidaya monokultur kacang tanah, benih yang sudah
memiliki tunas akan siap untuk ditanam. Sebelum melakukan penanaman, dibuat
lubang tanam sedalam 3 cm dengan 13 baris lubang tanam dalam satu baris
bedengan dan 13 jalur dalam satu jalur sehingga total lubang dalam satu
bedengan yaitu 169 lubang tanam, jarak antar baris adalah 25 cm dan jarak antar
lubang dalam satu baris adalah 25 cm. Setiap lubang tanam ditanami 3 benih per
lubang tanam, guna untuk meminimalisir terjadinya kegagalan. Tanaman
kemudian ditimbun dengan tanah bekas galian lubang. Tanah kemudian diratakan
dan disiram untuk menjaga kelembabannya.
Sistem budidaya monokultur jagung dalam satu lubang tanam ditanami 3
bibit dengan jarak antar baris adalah 70 cm dan jarak tanam antar lajur adalah 25
cm sehingga total lubang tanam dalam satu bedengan sekitar 60 lubang tanam.
Sistem budidaya tumpang sari jagung dan kacang tanah dalam satu lubang
tanam ditanami 3 bibit dengan jarak antar baris 25 cm dan jarak antar lajur 25 cm
sehingga total lubang tanam dalam satu bedengan sebanyak 13 lubang tanam
dalam satu baris dan 13 lubang tanam dalam satu lajur yang totalnya 169 lubang
tanam dalam satu bedengan.
15

3.3.5. Pemeliharaan Tanaman

a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari dengan
menggunakan gembor. Penyiraman dilakukan tergantung pada curah hujan.

b. Penyulaman

Bibit yang digunakan untuk menggantikan bibit yang rusak diambil dari
bibit berumur 7 hari setelah tanam, dengan demikian pertumbuhan tanaman yang
baru (bibit sulaman) pertumbuhannya dapat sama dengan tanaman lainnya yang
tidak disulam.

c. Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma yang berada di area


penanaman, agar tidak terjadi persaingan nutrisi antara tanaman budidaya dan
gulma. Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali seminggu yaitu dari mulai umur 7
hari setelah tanam.

d. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman


Pengendalian serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada
tanaman untuk penelitian ini dilakukan secara kimia yaitu dengan menggunakan
pestisida yaitu furadan dan insektisida.
e. Panen

Panen dilakukan ketika tanaman telah memenuhi kriteria panen, yaitu


untuk kacang tanah ditandai dengan daun berwarna kekuningan dan batang
terlihat kering serta keras. Cara pemanenan kacang tanah sangat sederhana, yaitu
dengan mengangkat umbi kacang tanah dari tanah dan letakkan dalam wadah
atau keranjang. Sedangkan, untuk jagung ketika tongkolnya sudah cukup besar
dan benihnya telah mengisi dengan baik. Selain itu, daun-daun pada tanaman
jagung akan mulai mengering dan mengubah warnanya menjadi kuning
kecoklatan. Cara pemanenan jagung dilakukan dengan memotong tangkai
tongkol jagung dari batang tanaman menggunakan pisau tajam atau alat potong
16

yang sesuai. Setelah dipotong, tongkol jagung dapat langsung dipetik dan
disimpan dalam wadah atau karung untuk pengolahan atau penyimpanan
selanjutnya.
3.3.6. Penentuan Populasi dan Sampel

Penentuan populasi pada penelitian ini adalah seluruh tanaman budidaya


yang berada dalam bedengan. Sedangkan, untuk pemilihan sampel berdasarkan
dengan tinggi tanaman dan memilih tanaman yang tumbuh di tengah populasi.

3.4. Analisis Potensi Ekonomi dan Kelayakan Usaha

Potensi ekonomi dilakukan melalui rumus yang digunakan pada sistem


tumpang sari dan monokultur. Rumus dilakukan dengan mempertimbangkan
harga pasar yang berlaku untuk jagung dan kacang tanah serta volume hasil panen
yang diperoleh dari setiap sistem budidaya. Kelayakan usaha akan dievaluasi
berdasarkan beberapa faktor yang relevan. Salah satu faktor yang akan dianalisis
adalah biaya produksi yang mencakup biaya benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja,
dan biaya operasional lainnya yang terkait dengan setiap sistem budidaya. Selain
itu, faktor pendapatan juga akan menjadi pertimbangan dalam analisis kelayakan
usaha. Pendapatan akan dihitung berdasarkan hasil panen dan harga jual yang
berlaku. Indikator lain yang digunakan dalam analisis potensi ekonomi dan
kelayakan usaha yaitu Operating Profit (OP), Benefit Cost Ratio, Break even
Point (BEP) Produksi, Break Even Point (BEP) Nilai, dan Return Of Investment
(ROI). Adapun rumusnya:
 Penerimaan
TR = P×Q,
Keterangan: TR = Penerimaan total (Rp)
P = Produksi (kg)
Q = Harga (Rp)
17

 Pendapatan/keuntungan
π : TR −¿ TC
Keterangan: π = Pendapatan/keuntungan (Rp)
TR = Penerimaan total (Rp)
TC = Biaya total (Rp)

 Operating Profit (OP)


OP: TR – VC
Keterangan: OP = Operating profit (Rp)
TR = Penerimaan total (Rp)
VC = Biaya tidak tetap (Rp)

 Benefit cost ratio (BCR)


BCR: TR ¿ TC
Keterangan: BCR = Benefit cost ratio
TR = Penerimaan total (Rp)
TC = Biaya total (Rp)

 Break Even Point (BEP) Produksi (Rp)


BEP: Total seluruh biaya (TC)/ Total seluruh produksi
 Break Even Point (BEP) Produksi
BEP: Total seluruh biaya (TC)/ Harga penjualan
 Retrun Of Investment (ROI)
ROI: Laba usaha/Modal usaha x 100%

3.5. Variable Pengamatan

a. Tinggi Tanaman

Pengukuran untuk tinggi tanaman dilakukan menggunakan alat penggaris


atau mistar. Pengukuran dimulai dari akar tanaman hingga daun yang paling
tinggi. penggaris akan ditempatkan sejajar dengan tanaman dan diukur dari dasar
tanaman atau permukaan tanah hingga titik tertinggi pada daun.
18

b. Jumlah Daun

Perhitungan untuk jumlah daun, dihitung pada satu batang tanaman yang
sudah diukur tingginya (memiliki ukuran yang paling tinggi). Perhitungan untuk
jumlah tanaman dilakukan 2 minggu sekali.
c. Berat Basah
Berat basah pada tanaman kacang tanah dan jagung diukur dengan
mengambil sampel tanaman yang belum mengalami proses pengeringan. Bagian-
bagian tertentu dari tanaman, seperti daun, batang, atau biji, dipotong atau
dipisahkan dari tanaman utuh, kemudian ditimbang menggunakan timbangan
yang akurat untuk mendapatkan berat basahnya. Data berat basah ini berguna
untuk mengestimasi jumlah air yang terkandung dalam tanaman dan memperoleh
gambaran tentang kelembaban tanaman pada saat pengambilan sampel.

d. Produksi Per Plot


Bedengan untuk lahan penelitian dibagi menjadi beberapa bedengan yang
berukuran 4 m x 4 m. Pada setiap bedengan, seluruh tanaman jagung dan kacang
tanah yang tumbuh di dalamnya akan dipanen. Setelah panen, hasil panen dari
masing-masing tanaman dihitung dan dicatat. Selanjutnya, hasil panen dari setiap
tanaman pada satu bedengan akan dijumlahkan untuk mendapatkan total produksi
per plot.

e. Indeks Panen
Pengamatan terhadap indeks panen dilakukan pada akhir penelitian
dengan cara menggunakan rumus yang menggabungkan berbagai parameter
pertanian seperti berat panen, jumlah tanaman, atau luas lahan yang digunakan.
Data ini kemudian dianalisis secara statistik untuk menentukan sejauh mana
produksi tanaman jagung dan kacang tanah mencerminkan efisiensi penggunaan
lahan dan sumber daya. Indeks panen dihitung dengan rumus:

Y
HI =
W
19

HI = Indeks panen
Y = Hasil tanaman
W = Berat kering total tanaman
Keterangan:

3.6. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan penelitian ini adalah analisis deskriptif


kualitatif dan kuantitatif. Teknik kualitatif bertujuan untuk memberikan gambaran
umum tentang sistem budidaya monokultur dan tumpang sari pada tanaman
jagung dan kacang tanah di lokasi penelitian, dan menentukan kelayakan usaha
sistem tersebut untuk tanaman jagung dan kacang tanah. Sementara itu, teknik
analisis kuantitatif bertujuan untu
20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Variabel Pengamatan


Jenis budidaya
No Variabel Monokultur Monokultur
Tumpang sari
Jagung Kacang Tanah
1. Tinggi Tanaman (cm) 195,016 53,23 285,6
2. Jumlah Daun (helai) 9 127 60
3. Berat basah (kg) 799,60 299,46 923,30
4. Produksi Per Plot (kg) 19 5.982,60 38,4
5. Indeks Panen (%) 2% 54% 75%
6. Produksi Total (kg) 285 70 537,6

4.2.1. Analisis Potensi dan Kelayakan Ekonomi

Tabel 2. Komponen Biaya


Harga Total
No Komponen Biaya Satuan Volume
Satuan (Rp) (Rp)

1. Biaya tetap
a. Gembor Buah 1 45.000 45.000
b. Cangkul Buah 1 - -
c. Sabit Buah 1 - -
d. Parang Buah 1 - -
e. Waring Meter 3 4.000 12.000
f. Ring sampel Buah 5 - -
g. Spayer Buah 1 40.000 40.000
h. Meteran Rol Buah 1 - -
i. Penggaris Buah 1 - -
j. Kamera Buah 1 - -
Sub total 97.000
2. Biaya tidak tetap
a. Benih kacang tanah Liter 1 30.000 30.000
b. Benih Jagung Pcs 1 60.000 60.000
c. Kertas lakmus Pcs 1 25.000 25.000
21

d. Tali Rapiah Meter 100 250 25.000


e. Kapur dolomit Kg 4 3.500 14.000
f. Pupuk urea Kg 0,36 7.000 2.520
g. Pupuk KCL Kg 0,15 10.800 1.620
h. Pupuk SP-36 Kg 0,15 9.200 1.380
i. Racun Tikus Pcs 1 5.000 5.000
j. Pestisida Pcs 1 25.000 25.000
Sub total 189.520
Total 286.520

Tabel 3. Penerimaan dan Keuntungan


Hasil
Monokultur Monokultur
No Uraian Tumpang sari
Jagung Kacang tanah
(Rp) (Rp) (Rp)
1. Penerimaan (TR)
- Jumlah Produksi
285 Kg 70 Kg 537,6
(P)
- Harga (Q) 7.000 25.000 30.000
TR : P x Q 1.995.000 1.750.000 16.128.000

2. Pendapatan
- Penerimaan (TR) 1.995.000 1.750.000 16.128.000
- Biaya Total (TC) 286.520 286.520 286.520
π = TR−¿TC 1.708.480 1.463.480 15.841.480

Tabel 4. Hasil Perhitungan Analisis Kelayakan Usaha


No Kriteria Rumus Nilai
1. Operating Profit (OP) TR−¿VC =
- Jagung 1.805.480
- Kacang tanah 1.560.480
- Tumpang sari 15.938.480
2. Benefit Cost Ratio (BCR) TR/TC =
- Jagung 6,96
- Kacang tanah 6,10
- Tumpang sari 56,28
3. Break Even Point (BEP) Total biaya
Produksi Harga Penjualan
22

- Jagung 40,93 kg
- Kacang tanah 11,46 kg
- Tumpang sari 9,55 kg
4. Break Even Point (BEP) Nilai Total biaya
Total Produksi
- Jagung Rp1005,33
- Kacang tanah Rp4.093,14
- Tumpang sari Rp.523,96
5. Return On Investment (ROI) Laba usaha
× 100%
Modalusaha
- Jagung 5,96%
- Kacang tanah 5,10%
- Tumpang sari 55,28%

4.2. Pembahasan

Berdasarkan pada tabel 1, menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman


pada budidaya monokultur jagung sebesar 195,016 cm, monokultur kacang tanah
53,23 cm, dan rata-rata tinggi tanaman untuk budidaya tumpang sari 285,60 cm.
Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata jumlah daun pada budidaya
monokultur jagung adalah 9 helai daun, monokultur kacang tanah adalah 127
helai daun, dan rata-rata jumlah daun untuk budidaya tumpang sari adalah 60 helai
daun. Berat basah untuk budidaya monokultur jagung yaitu 799,60 gram,
monokultur kacang tanah yaitu 299,46 gram, dan berat basah tanaman untuk
budidaya tumpang sari yaitu 923,30 gram. Produksi per plot monokultru jagung
yaitu 19 kg, monokultur yaitu 5.982.60, dan tumpang sari yitu 38,4. Indeks panen
sebesar 2% untuk monokultur jagung, 54% untuk monokultur kacang tanah, dan
tumpang sari 75%. Produksi total monokultur jagung sebesar 285 kg, monokultur
kacang tanah 70 kg, dan tumpang sari 537,6 kg.
Pada tabel 2. Komponen biaya, menunjukkan semua unit usaha dalam biaya
produksi, digunakan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh suatu usaha.
Jumlah Biaya produksi untuk budidadaya sebesar Rp286.530. Meliputi biaya
tetap sebesar Rp97.000 dan biaya tidak tetap sebesar Rp189.520.
23

Pada tabel 3. penerimaan dan keuntungan, analisa penerimaan dan


keuntungan digunakan untuk mengetahui apakah setiap budidaya pada penelitian
memilik potensi ekonomi atau tidak. perhitungan untuk penerimaan yaitu total
produksi untuk setiap budidaya dikalikan dengan harga jual. Pada monokultur
jagung penerimaan dan keuntungan, total produksi untuk budidaya jagung adalah
285 kg dan harga jual yang digunakan sebesar 7.000/kg, sehingga penerimaan
total untuk tanaman jagung adalah Rp1.995.000 dan hasil analisa pendapatan
diperoleh Rp1.708.480. Total produksi kacang tanah adalah 70 kg dan harga jual
yaitu 25.000/kg, maka penerimaan monokultur kacang tanah sebesar
Rp1.750.000. Hasil analisa pendapatan kacang tanah yaitu Rp1.463.480.
Tumpang sari untuk total produksinya adalah 537,6 kg dan harga jual yang
digunakan adalah 30.000/kg, sehingga penerimaan total adalah Rp16.128.000 dan
hasil pendapatan tumpang sari yaitu Rp15.841.480.
Pada Tabel 4, hasil analisa nilai Opertating profit (OP), digunakan untuk
melihat keuntungan yang diperoleh untuk biaya produksi berikutnya. Jika nilai
OP lebih tinggi jumlahnya dibandingkan keuntungan yang diterima, maka usaha
budidaya mendatangkan keuntungan. Hasil analisa pada budidaya monokultur
jagung diperoleh OP sebesar Rp1.805.480, monokultur kacang tanah yaitu
Rp1.560.480, dan tumpang sari adalah Rp15.938.480. Analisa nilai Benefit Cost
Ratio (BCR), menunjukkan apakah budidaya untuk monokultur jagung,
monokultur kacang tanah, dan tumpang sari dapat memperoleh keuntungan pada
proses produksi atau tidak. Perhitungannya yaitu penerimaan dibagi dengan
seluruh biaya total. Jika hasil >1. Maka usaha layak dijalankan. Perhitungan BCR
untuk monokultur jagung adalah 6,96, monokultur kacang tanah 6,10, dan
tumpang sari 56,28.
Analisa nilai Break Even Point (BEP) produksi, digunakan untuk
mengetahui titik impas pada setiap budidaya yang dilakukan, artinya apakah
mendatangkan keuntungan atau tidak. Perhitungan BEP produksi yaitu total biaya
dibagi dengan total produksi. Pada monokultur jagung diperoleh 40,93 kg,

monokultur kacang tanah 11,46 kg, dan tumpang sari 9,55 kg . Analisa Break
24

Even Point (BEP) nilai, titik dimana pendapatan sama dengan modal yang
dikeluarkan, tidak terjadi kerugian atau keuntungan. Total keuntungan dan
kerugian ada pada posisi 0 (nol). Perhitungannya yaitu total biaya dibagikan
dengan total produksi untuk setiap budidaya. Hasil perhitungan untuk setiap
tahun budidaya monokultur jagung sebesar Rp1005,33 monokultur kacang tanah
Rp4.093,14 dan tumpang sari Rp523,96. Analisis Return On Investment (ROI)
menunjukkan bahwa usaha budidaya monokultur jagung, monokultur kacang
tanah, dan tumpang sari apakah layak atau tidak untuk dijalankan. Perhitungan
ROI yaitu laba usaha budidaya dibagi dengan modal usaha hasilnya dikalikan
dengan 100%. Pada monokultur jagung diperoleh ROI sebesar 5,96%,
monokultur kacang tanah yaitu 5,10%, dan tumpang sari 55,28%.
25

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisisa, budidaya monokultur jagung dan monokultur kacang


tanah dengan tumpangsari tanaman jagung dan kacang tanah memiliki potensi
ekonomi. Namun, potensi ekonomi budidaya tumpangsari tanaman jagung dan
kacang tanah lebih menguntungkan dibandingkan dengan monokultur jagung dan
monokultur kacang tanah. Dalam sistem tumpang sari, sinergi antara kedua
tanaman tersebut menghasilkan peningkatan hasil panen dan pendapatan. Selain
itu, tumpangsari juga membawa manfaat seperti pengurangan risiko kerugian
akibat serangan hama atau penyakit spesifik, efisiensi penggunaan lahan yang
lebih tinggi, serta peningkatan kualitas dan kuantitas hasil panen. Meskipun
monokultur jagung dan monokultur kacang tanah juga memiliki potensi ekonomi
yang baik, penggabungan kedua tanaman ini dalam sistem tumpangsari
menawarkan keuntungan tambahan. Oleh karena itu, dari segi ekonomi, usaha
sistem budidaya tumpangsari tanaman jagung dan kacang tanah layak
dipertimbangkan dan dapat menjadi alternatif yang menjanjikan bagi petani
dalam meningkatkan produktivitas dan keuntungan mereka.
5.2. Saran
Petani sebaiknya mempertimbangkan untuk beralih dari monokultur jagung
atau monokultur kacang tanah ke sistem budidaya tumpang sari antara kedua
tanaman tersebut. Sistem tumpangsari menawarkan potensi ekonomi yang lebih
menguntungkan dengan adanya sinergi antara jagung dan kacang tanah. Hal ini
dapat meningkatkan hasil panen dan pendapatan petani. Namun, sebelum
mengadopsi sistem budidaya tumpangsari, petani disarankan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang persyaratan tanah, iklim, dan manajemen usaha
yang optimal untuk tanaman jagung dan kacang tanah. Ini akan membantu
memastikan kesuksesan implementasi sistem tumpangsari dan optimalisasi
potensi ekonomi.
26

DAFTAR PUSTAKA

Anwar K, Juliawati, dan Ilya P. 2021. Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Jagung Manis pada Sistem Tumpangsari dengan Kacang Tanah dan Jarak
Tanam. Jurnal Sains dan Aplikasi. 9(1): 23–30.

Arif S, Nurlina N, dan Mayor J. 2018. Peningkatan Produktifitas Petani di


Kabupaten Kediri Melaluo Teknologi Pengupas Kulit Kacang Tanah.
Pengabdian pada Masyarakat. 3(1): 56–60.

Arwati S. 2018. Pengantar Ilmu Pertanian Berkelanjutan. Makassar. Inti


Mediatama.

Astuti K, Dicky MR, dan Isnaeni NK. 2022. Analisis Produktivitas Jagung dan
Kedelai di Indonesia. Jakarta. BPS-RI.

Dewi APD. 2019. Pemanfaatan Darah Sapi dan Legin terhadap Peningkatan
Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah. Skripsi. Universitas Islam
Riau.

Djafar MFY, Lini A, Wawan H, Fitran H, dan Fadel MH. 2021. Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Produksi Jagung Kelompok Tani Bangkit
Bersama di Desa Ambara. Jurnal Agribisnis. 5(2): 155–161.

Fiqriansyah M, Putri SA, Syam R, dan Rahmadani AS. 2021. Teknologi Budidaya
Tanaman Jagung (Zea mays, L.) dan Sorgum (Sorgum Bicolor, L.
Moench).
Makassar. Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Hasan S, Elpisah, Joko S, Zarkasi dan Fachrurazi. 2022. Studi Kelayakan Usaha.
Jawa Tengah. Pena Persada.

Hasna M, dan Dika S. 2021. Partisipasi Petani dalam Program Pengembangan


Jagung Hibra (Studi Kasus pada Kelompok di Desa Mulyasari Kecamatan
Mande Kabupaten Cianjur). Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah
Berwawasan Agribisnis. 7(1): 352–376.

Hulu YH, dan Setiawan AW. 2022. Efektivitas Penanaman Tanaman Jagung (Zea
mays, L.) dan Kacang Tanah (Arachis hypogaea, L.) dengan Metode
Tumpangsari. Jurnal Ilmu Pertanian. 10(1): 1–11.

Maria, Srida MA, dan Lani. 2021, Perbandingan Pertumbuhan Tanaman Porang
(Amorphophallus muelleri) Agroforestry dan Monokultur pada Kelompok
Tani Sari Bunga Kayu Kabupaten Luwu Timur. Jurnal Penelitian
Kehutanan Bonita. 3(2): 23–31.
27

Naomi MR. 2020. Peran Pupuk Fosfat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung
Hibrida (Zea mays, L.). Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Nasution MF. 2019. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Tanah
(Arachis hypogaea, L.) dengan Pemberian POC Limbah Ikan dan Pupuk
Hayati. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Ndjurumanna ELW, Marten UG, Lusia DL. 2022. Identifikasi Varietas Kacang
Tanah Sandle Berdasarkan Karakter Morfologi pada Varietas Kacang
Tanah Lokal di Kecamatan Haharu. Jurnal Pertanian Berkelanjutan.
10(1): 14–25.

Neo XF, dan Syprianus C. 2018. Pengaruh Model Tumpangsari dan Pengaturan
Jarak Tanam Kacang Nasi (Vigna angularis, L.) Kultivar Lokal terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays, L.). Jurnal Pertanian
Konservasi Lahan Kering. 3(1): 14–17.

Novianti F. 2021. Pengaruh Dosis Pupuk P dan Mikoriza Vesikular Arbuskular


terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis
hypogaea, L. Merr). Disertasi. Universitas Siliwangi.

Nurmelyana D, Santoso TI, dan Mulyati NS. 2020. Efensiensi Usahatani


Tumpangsari Jagung (Zea mays, L.) dan Kacang Tanah (Arachis
hypogaea, L.) di Lahan Tanaman Jati (Tectona granis, L.F.) Milik Perum
Perhutani pada Kelompok Tani Maju Tani. Jurnal Agribisnis. 12(2): 99–
05.

Nuryasin M. 2018. Pengaruh Level Inokulum Trichoderma Viride Terhadap


Kualitas Kimia Fermentasi Kulit Kacang Tanah (Arachis hypogaea, L.)
Skripsi. Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Oktavia W, Lizah K, dan Nyimas PI. 2020. Pengaruh Berbagai Varietas Jagung
Manis (Zea mays saccharata strut, L.) terhadap Tinggi Tanaman, Jumlah
Daun dan Kandungan Lignin Tanaman Jagung. Jurnal Nutrisi Ternak
Tropis dan Ilmu Pakan. 2(2): 60–70.

Paput FA, Sugitha IM, Anak AISW. 2022. Pengaruh Perbandingan Susu Kacang
Tanah (Arachis hypogeae,L.) Dan Susu Skim Terhadap Karakteristik Fisik
Dan Kimia Susu Modifikasi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 11(4):
712–721.

Purba, J. 2020. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Tanah


(Arachis hypogaea, L.) Terhadap Pemberian Dolomit dan Pupuk NPK.
Repository. Universitas HKBP Nommensen.
28

Samosir OM, Marpaung RG, dan Laia T. 2020. Respon kacang Tanah (Arachis
hypogaea, L.) Pemberian terhadap Unsur Mikro. Jurnal Agrotekda. 3(2):
74–83.

Sarjiyah, dan Agus NS. 2020. Upaya Meningkatkan Produktivitas Lahan dengan
Tumpangsari Jagung Manis dan Kacangan. Prosiding University Research
Colloquium: 361–370.

Simatupang S, dan Pangaribuan EB. 2021. Pola Tanam. Depok: Balittra.

Sinulingga R. 2018. Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kacang Tanah


(Arachis hypogaea, L.) Terhadap Pemberian Pupuk TSP Dan Bokashi
Kotoran Sapi. Thesis. Universitas Muhammadiya Sumatera Utara.

Sukmawani R, Ema HM, Amalia NM, Endang TA, Neneng KR, Ira N, Deni R,
Imas L, dan Bayu S, 2019. Buku Manual Tri Satya Usaha Tani Pada Jahe
Merah. Sukabumi. UMMI Press.

Suleman R, Kandowangko NY dan Absul A. 2019. Karakterisasi Morfologi dan


Analisis Proksimat Jagung (Zea Mays, L.) Varietas Momala Gorontalo.
Jambura Edu Biosfer Journal. 1(2): 72−¿81.

Sunarjono H, dan Febriani AN. 2018. Bertanam Sayuran Daun dan Umbi.
Jakarta. Penebar Swadaya.

Suprapto A, Hadi R, Historiawati, dan Whinarko J. 2018. Peningkatan


Produktivitas Tanah Sawah dan Kering dengan Budidaya Tanaman
Kacang Tanah di Desa Balesari, Kecamatan Windusari, Kabupaten
Magelang. Prosiding University Research Colloquium: 53–61.

Tando E. 2020. Upaya Peningkatan Produktivitas Tanaman Kacang Tanah dan


Perbaikan Kesburan Tanah Podzolik Merah Kuning melalui Pemanfaatan
Teknologi Biochar di Sulawesi Tenggara. Agroradix: Jurnal Ilmu
Pertanian. 3(2): 15–22.

Warman RA, dan Kristiana R. 2018. Mengkaji Sistem Tanam Tumpangsari


Tanaman Semusim. Proceeding Biology Education Conference. 15(1):
791–794.

Wulandari R. 2021. Teknik Karakterisasi Jagung Manis (Zea mays saccharata


strut, L.) Galur 004 005 dan 006 di Teaching Farm Politeknik Negerti
Lampung Bandar Lampung. Thesis. Politeknik Negeri Lampung.

Yohanes PS. 2020. Biochar Bambu Perbaikan Kualitas Tanah dan Hasil Jagung.
Surabaya. Scopindo Media Pustaka.
29

Yovita V. 2022. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung pada


Berbagai Paket Teknologi Budidaya. Skripsi. Universitas Hasanuddin
Makassar.
30

DENAH LAHAN

Lampiran 1. Denah Lampiran


U

K J J

K K J J J

K K J J J

K K J J J

K K K J J

K K K J J

K K KJ KJ KJ

KJ KJ KJ KJ KJ

KJ KJ KJ KJ KJ

KJ KJ KJ

Keterangan: K = Kacang Tanah; J = Jagung; KJ = Tumpang Sari.


Lebar Plot 6 = m; Panjang Plot 6 = m; Irigasi = 50 cm
31

LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Tinggi tanaman (cm)


- Monokultur Jagung

No Minggu
Total
. 1 2
S1 236 239 475
S2 230 282 512
S3 238 283 521
S4 287 287 574
S5 272 272 544

- Monokultur kacang tanah


No Minggu
Total
. 1 2
S1 51 65 116
S2 52 63 115
S3 54,5 70 124,4
S4 53 68 121
S5 50 63 113

- Tumpangsari
Jagung Kacang tanah
No Minggu Minggu Total
1 2 1 2
S1 115 227 42 51 435
S2 121 198 32 62 413
S3 127 208 40 54 429
S4 112 125 48 50 335
S5 88 190 36 64 378
32

2. Daun tanaman
- Monokultur Jagung (Helai)

No Minggu
Total
. 1 2
S1 44 47 91
S2 44 31 75
S3 48 35 83
S4 48 51 99
S5 8 30 38

- Monokultur kacang tanah

No Minggu
Total
. 1 2
S1 40 48 88
S2 37 68 105
S3 37 53 90
S4 40 46 86
S5 41 58 99

- Tumpangsari pada Tanaman Jagung


Jagung Kacang tanah
No
Minggu Minggu Total
.
1 2 1 2
S1 8 10 23 40 81
S2 7 9 36 42 94
S3 7 9 29 41 86
S4 7 10 34 39 90
S5 6 9 29 52 96

3. Penerimaan (TR)
TR : Jumlah produksi (P) x harga (Q)
- Monokultur Jagung = 285 x 7.000 = 1.995.000
- Monokultur Kacang tanah = 70 x 25.000 = 1.750.000
- Tumpangsari = 538 x 20.000 = 10.760.000
Total penerimaan = 1.995.000 + 1.750.00 + 10.760.000 = 14.505.000
33

4. Pendapatan (π )
π : Penerimaan (TR) – biaya total (TC)
- Monokultur Jagung = 1.995.000 – 1.450.000 = 545.000
- Monokultur Kacang tanah = 1.750.000 – 1.370.000= 380.000
- Tumpangsari = 10.706.000 – 2.805.000 = 7.955.000
Penjumlahan pendapatan = 524.000 + 380.000 + 7.995.000 = 8.880.000

5. Operating Profit (OP)


OP : Penerimaan (TR) – Biaya tidak tetap (VC)
- Monokultur Jagung 1.995.000 – 550.000 = Rp1.445.000
- Monokultur Kacang tanah = 1.750.000 −¿ 825.000 = Rp925.000
- Tumpangsari = 10.760.000 - 2.210.000 = Rp8.550.000

6. Benefit Cost Ratio (BCR)


BCR : Penerimaan (TR)¿biaya total (TC)
- Monokultur Jagung = 1.995.000 ¿ 1.450.000 = 1,37
- Monokultur Kacang tanah = 1.750.000¿ 1.370.000 = 1,27
- Tumpangsari =10.760.000 / 2.805.000 = 3,83

7. Break Event Point (BEP) Produksi


Total biaya
BEP Produksi (Kg):
Harga Penjualan
1.450.000
- Monokultur Jagung = = 207.14 kg
7.000
1.370.000
- Monokultur Kacang tanah = = 54,8 kg
25.000
2.805.000
- Tumpangsari = = 140,25 kg
20.000

8. Break Event Point (BEP) Nilai


Total biaya
BEP Nilai (Rp):
Total Produksi
1.450.000
- Monokultur Jagung = = Rp5.088
285
34

1.370.000
- Monokultur kacang tanah = = Rp19.571
70
2.805.000
- Tumpangsari = = Rp5.214
538
9. Return On Investment (ROI)

Laba Usaha
ROI = x 100%
Modalusaha

625.000
- Monokultur Jagung = x 100 = 37,59%
1.370.000

380.000
- Monokultur kacang tanah =
1.370.000
x 100% = 27,74%

7.995.000
- Tumpangsari =
2.805.000
x 100%= 283,6
35

Anda mungkin juga menyukai