Anda di halaman 1dari 11

ISSN:25282956 Jurnal Agro Indragiri

ZAT PENGATUR TUMBUH KINETIN UNTUK


PERTUMBUHAN SUB KULTUR PISANG BARANGAN
(Mussa paradisiaca L) DENGAN METODE KULTUR
JARINGAN
Yoyon Riono1,
1
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Indragiri, Tembilahan

Email: yoyonriono353@gmail.com

Abstract

"Kinetin Growth Regulatory Substances for Growth of Dragon Fruit Sub Culture
(Hylocerus undatus L) with the Tissue Culture method" has been carried out at the
Laboratory of Plant Biotechnology, Faculty of Agriculture, Riau Islamic University, Pekanbaru.
The duration of the study was three months starting from November 2014 to January 2015.
With the aim of the study was to determine the effect of Kinetin concentration on the growth
of Barangan banana sub-culture in vitro. The design used in this study was a Non Factorial
experiment in a Completely Randomized Design (CRD) and three replications. Kinetin factor,
consisting of four levels, namely: K0 (0 ppm), K1 (4 ppm), K2 (5 ppm), and K3 (6 ppm).
The parameters observed were the age of shoots, number of shoots, shoot height,
number of roots and root length. The results showed that the treatment of giving various
concentrations of Kinetin had a significant effect on all parameters observed with the best K3
treatment (6 kpm kinetin administration), namely the age of buds (9.22 days), number of K0
shoots (3.94 pieces), height of K3 shoots (7.36 cm) , the number of K2 roots (15.44 pieces)
and the length of K2 roots (5.66 cm).

Keywords: Growth Regulating Substances, Kinetin, Tissue Culture, Barangan Banana

Abstrak
“Zat Pengatur Tumbuh Kinetin untuk Pertumbuhan Sub Kultur Buah Naga (Hylocerus
undatus L) dengan metode Kultur Jaringan”telah dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi
Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau Pekanbaru. Waktu pelaksanaan
penelitian selama tiga bulan yang dimulai dari Nopember 2014 sampai dengan Januari 2015.
Dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh konsentrasi Kinetin terhadap
pertumbuhan sub kultur pisang barangan secara in vitro. Rancangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah percobaan Non Faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan
tiga ulangan. Faktor Kinetin, terdiri dari empat taraf yaitu: K0 (0 ppm), K1 (4 ppm), K2 (5
ppm), dan K3 (6 ppm).
Parameter yang diamati adalah umur muncul tunas, jumlah tunas, tinggi tunas,
jumlah akar dan panjang akar. Hasil penelitian menunjukan Perlakuan pemberian berbagai
konsentrasi Kinetin memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter
pengamatan dengan perlakuan terbaik K3 (pemberian kinetin 6 ppm) yaitu umur muncul
tunas (9.22 hari), jumlah tunas K0 (3.94 buah), tinggi tunas K3 (7.36 cm), jumlah akar K2 (
15.44 buah) dan panjang akar K2 (5.66 cm).
Kata kunci:Zat Pengatur Tumbuh, Kinetin, Kultur Jaringan, pisang barangan

1. PENDAHULUAN menjadi 3.023.485 ton di tahun 1996 dan


Produksi buah pisang di Indonesia 3.376.660 ton di tahun 2000. Hal tersebut
menduduki urutan pertama diantara buah- berpengaruh pada volume ekspor pisang;
buahan tropika yang lain (BPS 2008), dari 76.982 ton di tahun 1998 menurun
walaupun pernah mengalami penurunan menjadi 2.222 ton di tahun 2000 (BPS
drastis dari 3.805.431 ton pada tahun 1995 2000). Dari tahun 2001 sampai 2005 terjadi

Jurnal Agro Indragiri (Yoyon Riono.) 23


ISSN : Jurnal BAPPEDA Jurnal BAPPEDA

peningkatan produksi pisang berturut-turut Menurut Gunawan (1990), dari sekian


adalah 4.300.422, 4.384.384, 4.177.155, banyak jenis media dasar yang digunakan
4.874.439 dan 5.177.608 ton (BPS 2005). dalam teknik kultur jaringan, tampaknya
Produksi pisang tahun 2008 meningkat media MS (Murashige-Skoog) mengandung
menjadi 6.004.615 ton/tahun (BPS 2008) jumlah hara organik yang layak untuk
dan tahun 2009 menjadi 6.373.533 memenuhi kebutuhan banyak jenis sel
ton/tahun. tanaman dalam kultur jaringan.
Konsumsi pisang di Indonesia cukup Media tanam memberikan pengaruh yang
tinggi, pada tahun 2005 konsumsi buah besar terhadap keberhasilan kultur jaringan.
pisang perkapita sebanyak 8.889 kg per Dalam media tanam kultur jaringan terdapat
tahun. Konsumsi ini lebih besar penambahan zat pengatur tumbuh.
dibandingkan dengan konsumsi perkapita Tanaman membutuhkan zat pengatur
jeruk 6.24 kg per tahun dan papaya 3.28 kg tumbuh alami (fitohormon) untuk proses
per tahun (Suyanti dan Supryadi, 2008). pertumbuhan, yaitu zat pengatur tumbuh
Nilai ekspor pisang di Indonesia pada tahun auksin dan sitokonin. Zat pengatur tumbuh
2006 adalah sebesar Rp. 15.923.313.840,-. berfungsi merangsang pertumbuhan
Nilai ini merupakan jumlah yang besar tanaman, misalnya pertumbuhan akar,
sebagai pendapatan negara dari komoditas tunas, perkecambahan dan sebagainya
pisang sehingga pisang merupakan (Hendrayono dan Wijayani, 1994).
komoditas yang prospek pengembangannya Kinetin (6-fufury amino purine)
masih terbuka lebar. tergolong zat pengatur tumbuh dalam
Menurut Cahyono (1995), permintaan kelompok sitokonin. Kinetin adalah
komoditas pisang dalam negeri akan terus kelompok sitokinin yang berfungsi untuk
mengalami peningkatan seiring dengan pengaturan pembelahan sel dan
bertambahnya jumlah penduduk, morfogenesis. Dalam pertumbuhan jaringan
meningkatnya pendidikan, meningkatnya tanaman, sitokinin bersama-sama dengan
pendapatan dan kesadaran akan pentingnya auksin memberikan pengaruh interaksi
gizi masyarakat terhadap deferensiasi jaringan (Sriyanti dan
Dewasa ini, kendala pengadaan bibit Wijayani, 1994)
unggul secara konvensional adalah sulit Berdasarkan hal tersebut diatas,
mendapatkan bibit yang berkualitas dalam penulis memandang dan tertarik untuk
jumlah besar dalam waktu yang singkat, mengadakan suatu penelitian dengan judul”
dengan demikian salah satu teknik yang Zat Pengatur Tumbuh Kinetin Untuk
terapkan adalah teknik kultur jaringan, Pertumbuhan Sub Kultur Pisang Barangan
dimana teknik ini merupakan keunggulan (Mussa Paradisiaca L) Dengan Metode Kultur
perbanyakan tanaman, melalui teknik kultur Jaringan
jaringan sangat dimungkinkan mendapatkan
bahan tanam dalam jumlah besar dalam 2. TINJAUAN PUSTAKA
jumlah singkat (Priyono et al., 2000).
2.1. Tinjauan Umum Tanaman Pisang
Ada dua cara untuk menyediakan bibit,
yaitu konvensional dan kultur jaringan (in Pisang yang memiliki nama latin Mussa
vitro). Perbanyakan secara konvensional paradisiaca L adalah tanaman herba yang
melalui anakan (sucker), bonggol dan berasal dari kawasan Asia Tenggara
belahan bonggol membutuhkan waktu yang (termasuk Indonesia). Tanaman buah ini
lama, bibit yang dihasilkan sedikit, tidak kemudian tersebar luas dikawasan Afrika
seragam dan kesehatannya tidak terjamin. (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika
Sedangkan teknik kultur jaringan (in vitro) Tengah. Penyebaran tanaman ini selanjutnya
dapat menghasilkan bibit pisang yang sehat hampir merata diseluruh dunia, yaitu
dan seragam dalam jumlah besar dalam meliputi daerah tropik dan subtropik, mulai
kurun waktu yang relatif singkat dan tidak dari Asia Tenggara ke timur melalui Lautan
tergantung iklim, sehingga ketersediaan Teduh sampai ke Hawai. Selain itu, tanaman
bibit terjamin. pisang tersebar dibarat melalui Samudra
Teknik kultur jaringan akan berhasil Atlantik, Kepulauan Kanari, sampai Benua
dengan baik apabila syarat-syarat yang Amerika (Suyanti dan Supriyadi, 2008).
diperlukan bagi proses pembiakan tersebut Klasifikasi botani tanaman pisang adalah
dapat terpenuhi. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut : Divisi; Spermatophyta
meliputi beberapa hal berikut ini : Pemilihan (tanaman berbiji), Sub divisi; Angiospermae
eksplan atau bahan tanaman, penggunaan (biji berada dalam buah), Kelas;
media yang cocok, keadaan aseptik dan Monocotyledonae (biji berkeping satu),
pengaturan udara yang baik (Nugroho dan Famili; Musaceae, Genus; Musa, Spesies;
Sugito, 2002). Musa spp.(Simmonds 1970)

24 Jurnal AGRO INDRAGIRI, Vol. 1 No. 2, Juli 2019


ISSN:25282956 Jurnal Agro Indragiri

Famili Musaceae terdiri dari dua genera menghasilkan pati yang bermutu baik
yaitu genus Musa dan Ensete. Genus Musa dengan warna lebih putih jika dibandingkan
terbagi atas empat kelompok yaitu dengan pati dari pisang ambon dan siem
Australimusa, Callimusa, Eumusa dan yang menghasilkan pati bewarna coklat
Rhodochlamys. Kelompok Callimusa dan kehitaman (Satuhu dan Supriyadi, 2000;
Rhodochlamys banyak digunakan sebagai Prabawati, dkk 2008). Jenis-jenis pati yang
tanaman hias, sedangkan Australimusa dan demikian tidak menarik walaupun aroma
Eumusa banyak dimanfaatkan untuk buah, pisangnya lebih kuat dibandingkan pati yang
serat dan sayuran. (Simmonds, 1970) terbuat dari pisang kepok.
Kelompok Eumusa paling banyak Pisang kepok termasuk pisang berkulit
dibudidayakan dan tersebar luas. Kelompok tebal dengan warna kuning yang menarik
ini memiliki banyak jenis yang buahnya kalau sudah matang. Satu tandan terdiri dari
dapat dimakan. Pisang yang dikonsumsi 10-16 sisir dengan berat 14-22 kg. Setiap
sekarang berasal dari dua spesies liar yang sisir terdapat lebih kurang 20 buah.
merupakan kelompok Eumusa, yaitu Musa Kandungan nutrisi tiap 100 gram daging
acuminata (A) dan Musa balbisiana (B). buah pisang mengandung zat gizi sebagai
Persilangan alami kedua spesies tersebut berikut : kalori 79 kkal, karbohidrat 21,2
menghasilkan Musa paradisiaca (Simmonds, gram, protein 1,1 gram, lemak 0,2 gram, air
1970). 75,5 gram, vitamin A 0,022 gram, vitamin C
Kelompok Eumusa memiliki jumlah 0,0094 gram dan riboflavin 0,002 gram.
kromosom dasar 11. Jenis-jenis pisang yang (Anonim, 2003)
ada memiliki jumlah kromosom beragam, Pohon pisang akan berbunga setelah
ada yang bersifat diploid (22), triploid (33) berumur kira-kira 8 bulan misalnya pisang
dan tetraploid (44). Kultivar yang raja, ada juga baru berbunga kira-kira 10
mempunyai anggota paling banyak adalah bulan yaitu salah satunya pisang kepok.
yang bersifat triploid, sedangkan yang Setelah bunga pisang muncul dari pohonya,
anggotanya paling sedikit adalah yang baru mengeluarkan buah kira-kira berumur
bersifat tetraploid (Simmonds, 1970). 4-10 hari, baru bunga pisang dapat diambil
Genom dari kultivar yang bersifat diploid setelah 15-20 hari, umur bunga pisang atau
adalah AA (pisang Mas dan pisang Seribu) kira-kira setelah terbentuk tangkai bunga
dan AB, yang bersifat triploid adalah AAA sepanjang 10-20 cm.
(pisang Ambon, pisang Ambon Lumut, Daun pisang merupakan daun yang
pisang Badak dan pisang Raja Sereh), AAB cukup banyak penggunanya, mulai dari daun
(pisang Rajabulu dan pisang Tanduk), dan muda sampai daun tua, bahkan sampai
ABB (pisang Kepok) dan yang bersifat kering dapat digunakan. Di waktu musim
tetraploid adalah AAAA dan ABBB kering, jarang terdapat rumput hijau.
(Simmonds, 1970). Sebagai bahan makanan ternak, daun
Simmonds (1970) juga menyatakan pisang muda juga dipergunakan sebagai
bahwa pisang merupakan tanaman herba makanan ternak. Daun pisang yang sudah
tahunan dengan sistem perakaran dan tua (mulai mengering) setelah berumur kira-
batang di bawah tanah (bonggol). Bonggol kira 2 bulan lebih, umumnya dipergunakan
pisang memiliki tunas-tunas samping yang sebagai pembungkus. (Semangun, H 1989)
disebut anakan (sucker). Batang yang Batang pisang mempunyai manfaat
terlihat di atas permukaan tanah adalah cukup banyak, tidak hanya dipergunakan
batang semu yang merupakan kumpulan sebagai landasan tempat berpijak wayang
pelepah daun yang saling membungkus dalam resepsi, tetapi dapat pula
rapat. Akar pisang dimulai dari bonggol dipergunakan sebagai bahan makanan
dengan ketebalan 5-8 mm, berwarna putih, tambahan bagi ternak dimusim kering, dan
berdaging, jika sudah tua akan mengeras. dapat juga digunakan sebagai bahan baku
Daun berkembang dari bagian tengah pupuk kompos, yang nantinya akan
batang semu dalam keadaan rapat mempunyai nilai-nilai ekonomi yang baik.
membuka penuh. Bakal daun pisang tumbuh Kulit pisang merupakan bahan buangan
dari bonggol pisang dan dengan tekanan (limbah buah pisang) yang cukup banyak
yang kuat meneroboskan gulungan daun jumlahnya, yaitu kira-kira 1/3 dari buah
keluar dari batang semu. Jika satu daun pisang yang belum dikupas. Pada umumnya
telah keluar maka di dalam batang terbentuk kulit pisang ini juga dimanfaatkan untuk
lagi satu daun muda. pakan ternak, selain itu kulit pisang, salah
Pada dasarnya semua varietas pisang satunya pisang kepok juga dimanfaatkan
dapat diolah menjadi pati. Namun, tidak sebagai bahan baku minuman beralkohol
semua varietas pisang menghasilkan pati (anggur), karena pisang ini memiliki aroma
dengan mutu yang baik. Buah pisang kapok yang tajam.

Jurnal Agro Indragiri (Yoyon Riono.) 25


ISSN : Jurnal BAPPEDA Jurnal BAPPEDA

Buah pisang dapat diolah menjadi pada musim kemarau. Angin ini tidak
bentuk lain yang memungkinkan akan lembab, sangat kering, dan deras
mempertinggi nilai tambah. Hal ini mengalirnya. Tanaman pisang daunya tidak
disebabkan karena pisang kepok, pisang raja begitu kuat menahan angin yang deras,
dan pisang muli memiliki rasa yang enak, hingga daunya robek-robek. Keadaan
salah satunya pisang kepok mengandung tersebut tidak sedikit mempengaruhi
bahan kering (daging pisang kering) yang pertumbuhan, maupun hasilnya. Faktor
tinggi, menyusul pisang raja, pisang gabu, angin ini masih dapat diatasi, dengan
pisang kidang, dan pisang susu. diusahakan adanya tumbuh-tumbuhan
penahan angin. Misalnya pekarangan-
2.2. Syarat Tumbuh Tanaman pekarangan tumbuhnya pisang rata-rata
Pisang. tidak menderita akibat dari derasnya angin.
Tanaman pisang dapat tumbuh pada Terra, juga menyimpulkan bahwa,
iklim tropis basah, lembab dan panas yang tanaman pisang dapat tumbuh dengan baik
mendukung pertumbuhan. Pisang masih dengan keadaan iklim sebagai berikut: (1).
dapat tumbuh didaerah subtropis, pada Curah hujan dalam 1 tahun harus diimbangi
kondisi tanpa air, pisang masih tetap dengan keadaan air didalam tanah. (2).
tumbuh karena air disuplai dari batangnya Curah hujan dalam 12 bulan terus-menerus
yang berair tetapi produksinya tidak dapat basah, diimbangi dengan air dalam tanah 50
diharapkan. cm hingga sangat dalam. (3). Kurang dari 9-
2.2.1. Iklim 12 bulan basah dan 2-1 bulan kering,
Menurut Terra, bahwa tanaman diimbangi dengan air didalam tanah 50 -
pisang di seluruh dunia kebanyakan terdapat 200cm. (4). Kurang dari 7 bulan basah
didaerah tropis, negara penghasil pisang dengan 4 bulan kering, diimbangi dengan air
letaknya disebelah Utara dan Selatan garis didalam tanah 50-150 cm. (hujan basah
katulistiwa. Walaupun demikian tidak ditiap- sama dengan curah hujan jumlahnya lebih
tiap daerah tersebut dapat menghasilkan dari 100 mm dalam satu bulan, dan bulan
pisang dengan baik. Faktor-faktor iklim dan kering sama dengan 100 mm kebawah).
tanah sangat erat hubunganya satu sama 2.2.2. Tanah
lain seperti ketinggian daerah, angin dan Tanaman pisang dipekarangan
curah hujan. biasanya hidupnya subur karena tumbuhnya
dekat tempat pembuangan sampah, atau
Ketinggian daerah tiap-tiap jenis memang ditanam ditempat bekas
pisangpun dapat tumbuh ditempat-tempat pesampahan. Di daerah pegunungan dimana
yang sama. Di Indonesia tanaman pisang kadar humusnya didalam tanah masih
juga dapat tumbuh didaerah pegunungan tinggi, tanaman pisang tumbuhnya juga
hingga ketinggian 2000 m, yang hawanya sehat-sehat dan baik pula hasilnya.
rata-rata dingin. Salah satunya pisang Tanaman pisang tumbuhnya sangat
kepok, pisang muli dan pisang raja juga subur didataran rendah, ditanah lempung
dapat tumbuh didataran rendah hingga yang warnanya sawo matang, dimana
ditempat-tempat yang ketinggianya lebih tanaman tebu juga dapat hidup dengan
dari 1000 m. Lain-lain jenis pertumbuhanya subur. Jelaslah bahwa tanah-tanah
lebih memuaskan dibawah ketinggian perkebunan tebu pada saat itu masih banyak
tersebut. (Anonim, 2003) mengandung humus.
Tanaman pisang rata-rata dapat Tanah untuk tanaman pisang harus
tahan terhadap kekeringan, karena dapat mengandung air tetapi tidak boleh
batangnya dapat dan banyak mengandung menggenang, seperti halnya didataran-
air. Walaupun demikian jangan diharapkan dataran rendah dekat pantai pada
hasil yang lebih baik dari pohon pisang yang umumnya. Di daerah-daerah yang tanahnya
kekeringan. Saat kekeringan sebaliknya merupakan tanah lempung berat dan airnya
dapat diatasi, bila keadaan air dalam tanah mudah menggenang harus diusahakan
tidak begitu dalam atau dengan pengairan. adanya pembuangan air. Tanaman pisang
Di negara Siam misalnya, didataran rendah yang sering tergenang oleh air dan tidak
didaerah aliran sungai Mekong, tanaman mudah dibuang akan mengalami
pisang jenis “Raja Siem), dengan baiknya pembusukan akar dan serangan penyakit.
dapat tumbuh dan menghasilkan, walaupun Tanah yang mengandung kapur
terdapat iklim 5-6 bulan kering tetapi tergolong tanah yang baik untuk dapat
dengan air dibawah tanah 6-10 m. menghasilkan pisang yang baik, seperti buah
Faktor iklim yang tidak kurang pisang keluaran pulau Madura yang banyak
pentingya adalah angin. Di Indonesia angin bukit-bukit kapurnya. Pada umumnya agar
kumbang (gending) adalah angin yang ada tanaman pisang dapat berhasil dengan baik

26 Jurnal AGRO INDRAGIRI, Vol. 1 No. 2, Juli 2019


ISSN:25282956 Jurnal Agro Indragiri

menghendaki tanah kemasaman tersebut, pertama dari jaringan yang terbentuk dari
dinyatakan dengan angka pH 6 – pH 8. eksplan awal. Sedangkan passage kedua
Tanaman pisang ditanah yang masam berarti adalah sub kultur kedua, demikian
mudah diserang penyakit jamur. seterusnya. Masa inkubasi tiap kultur
Dapat disimpulkan bahwa, tanah berbeda untuk tiap spesies yang berbeda
yang baik untuk penanaman pisang adalah pula. Demikian pula untuk jumlah passage.
sebagai berikut : (1). tanah cerul, yaitu Bahan yang diambil dari setiap sub kultur
tanah yang banyak mengandung humus disebut inokulan. Inokulan dapat berupa
dengan pH 6 – pH 8. (2). untuk tanah yang eksplan maupun tunas steril. Sub kultur
telah mengalami erosi (larut) sehingga tanah eksplan dilakukan dengan memindahkan
bagian atas sudah hilang atau tinggal sedikit eksplan yang diinginkan yang sebelumnya
saja, tidak akan menghasilkan pisang yang dipotong terlebih dahulu, yang berarti
baik. (3). tanahnya harus yang agak dalam, ukuran eksplan lebih kecil dari sebelumnya,
air hujan dapat dengan mudah meresap sehingga ruang untuk tunas baru yang akan
kebawah. (4). tanahnya harus yang subur terbentuk bertambah. Inilah salah satu
dalam arti cukup banyak mengandung zat- tujuan dilakukan sub kultur, sedangkan sub
zat yang diperlukan. kultur tunas steril dilakukan dengan
2.3. Perbanyakan Tanaman memindahkan tunas yang sebelumnya telah
Pisang Secara Konvensional dipotong daunnya. Tujuannya adalah untuk
Pisang yang dapat dimakan mengurangi resiko kontaminasi pada kultur.
umumnya tidak berbiji atau berbiji steril, Tujuan sub kultur yang lain adalah untuk
sehingga diperbanyak secara vegetatif. pemantapan klon (Gunawan, 1992).
Secara konvensional tanaman pisang Beberapa peneliti terdahulu
diperbanyak dengan menggunakan bonggol melakukan teknik sub kultur dalam metode
(corm), belahan bonggol dan anakan kultur jaringan. Armini (1992) melakukan
(sucker). Petani-petani tradisional di sub kultur sebanyak dua kali untuk
Indonesia umumnya menggunakan anakan multiplikasi tunas pisang dengan selang
sebagai bahan perbanyakan tanaman. antara sub kultur 12 minggu, sub kultur
Masing-masing induk tanaman menghasilkan sebanyak dua kali dengan selang empat
1-2 anakan sehingga sangat terbatas jumlah minggu terhadap eksplan tunas melon
bibit yang dapat dikembangkan dari anakan. (Cucumis melo L.). Hasil penelitian
Para petani di Sukamekar Krisnaningtyas (2003) menunjukkan bahwa
(Kabupaten Cianjur) memperbanyak anakan perlakuan sub kultur berulang merangsang
pisang dengan cara menimbun bonggol pertumbuhan dan perkembangan anyelir
dengan tanah. Bonggol yang ditimbun, secara in vitro. Semakin banyak frekuensi
dikelupas pelepah-pelepah daun atau batang sub kultur dapat meningkatkan jumlah tunas
semunya terlebih dahulu sehingga seluruh dan tinggi tunas Dianthus caryophyllus L.
bonggol terbuka. Dari bonggol tersebut akan 2.5. Kultur Jaringan (In Vitro)
tumbuh tunas atau anakan sekitar 4 anakan Pada Pisang
dalam waktu 6 bulan. Kultur jaringan (in vitro) pada pisang
Akan tetapi, perbanyakan tanaman saat ini banyak dilakukan. Eksplan ujung
secara konvensional memiliki kelemahan: tunas (shoot tip) dapat digunakan sebagai
(1) waktu yang diperlukan untuk bahan tanaman yang dapat menghasilkan 8
memperbanyak anakan atau mata tunas tunas per 30 hari. Dalam 360 hari dapat
sangat lama, (2) jumlah bibit yang diperoleh kurang lebih 1.000.000 tunas.
dihasilkan sedikit, (3) hasil perbanyakan Penerapan kultur in vitro pada pisang
memungkinkan bagi meluasnya patogen, ditujukan untuk perbanyakan tunas dan
yang akan sangat nyata menurunkan perlindungan tanaman dari penyakit.
produksi. Menambah ukuran optimal eksplan yang
2.4. Sub kultur Jaringan digunakan tergantung dari tujuannya. Untuk
Sub kultur merupakan salah satu perbanyakan cepat, ukuran eksplan 3- 10
kegiatan penting dalam metode kultur mm, sedangkan jika untuk tujuan
jaringan (in vitro). Menurut Gunawan (1992) menghilangkan bakteri ukuran eksplan 0.5-1
sub kultur adalah pemindahan kultur aseptik mm. Media untuk perbanyakan mikro pisang
dari satu media kultur ke dalam media kultur adalah MS + 30-40 g/l sukrosa, 2.25 mg/l
yang lain, baik yang sama maupun berbeda BA + 0.175 mg/l IAA (untuk inisiasi tunas),
jenis atau komposisi media kulturnya, dan pemadat agar 5-8 g/l.
dengan jangka waktu tertentu. Masa saat Penerapan kultur in vitro pada
kultur aseptik berada didalam media disebut pisang Rajabulu dewasa ini juga telah
masa inkubasi. Setiap masa inkubasi disebut banyak dilakukan. Menurut Sukma (1994)
passage. Passage pertama adalah sub kultur perlakuan yang terbaik pada pisang

Jurnal Agro Indragiri (Yoyon Riono.) 27


ISSN : Jurnal BAPPEDA Jurnal BAPPEDA

Rajabulu, dengan eksplan tunas in vitro dari Peranan sitokinin antara lain: 1)
sucker, adalah pada 10.5 mg/l BAP + bersama dengan auksin dan giberelin
3.0 mg/l IAA yang menghasilkan rata-rata merangsang pembelahan sel-sel tanaman,
7.68 tunas. Hasil penelitian Ernawati et 2) merangsang morfogenesis
al., (1994), dengan menggunakan eksplan (inisiasi/pembentukan tunas) pada kultur
dari sucker pisang Rajabulu, tunas jaringan, 3) merangsang perluasan daun
terbanyak yaitu rata-rata 7.17 tunas yang dihasilkan dari pembelahan sel atau
dihasilkan pada perlakuan 7.0 mg/l BAP + merangsang pemanjangan titik tumbuh daun
3.0 dan merangsang pembentukan akar cabang,
mg/l IAA. Eksplan yang biasa digunakan 4) meningkatkan membuka stomata pada
dalam perbanyakan pisang berasal dari beberapa spesies tanaman, 5) mendukung
anakan (sucker). konversi etioplastis ke kloroplas melalui
Inisiasi tunas pisang Rajabulu tidak stimulasi sintesisi klorofil, 6) menghambat
sulit. Pada umur 2 minggu setelah inisiasi, proses penuaan (senescence) daun, 7)
eksplan sudah memperlihatkan warna hijau mematahkan dormansi biji.
(hidup). Namun, hasil percobaan Kinetin merupakan suatu turunan
Kasutjianingati (2004) yang sama dengan dari basa adenin yang berfungsi
hasil percobaan Ernawati et al., (2000) meningkatkan pembelahan sel (cytokineisi)
menunjukkan bahwa dormansi apikal pisang (Wattimena, 1988 dan Dwijoseputro, 1980).
Rajabulu/AAB lebih susah mengalami break Menururt Wetherell (1982) kinetin bersifat
dan memerlukan inisiasi lebih lama memacu pertumbuhan tunas lateral yang
dibanding pisang mas/AA, Ambon biasanya tidak terlihat nyata akibat
Kuning/AAA dan Barangan/AAA. pengaruh dari tunas apical pucuk. Hal inilah
Percobaan Kasutjianingati juga yang selanjutnya menjadi dasar fisiologi dari
menunjukkan bahwa penggandaan tunas upaya meningkatkan jumlah cabang lateral,
dan kemampuan berakar pisang yang seperti diketahui sangat penting
Rajabulu/AAB lebih rendah dibanding pisang artinya bagi pembiakan secara in vitro.
mas/AA, Ambon Kuning/AAA dan Menurut Pierik (1987) saat
Barangan/AAA. Sedangkan kombinasi BAP tumbuhnya akar juga dipengaruhi
dan IAA yang dianjurkan untuk pertumbuhan tunas: tunas tumbuh dengan
menghasilkan tunas layak pisang baik memacu pertumbuhan akar, apabila
Rajabulu/AAB dan Kepok Kuning/AAB adalah pertumbuhan tunas terhambat maka
BAP 5 mg/l dan IAA 3 mg/l. pertumbuhan akar pun terhambat.
Sementara itu, Isnaeni (2008) Terhambatnya pertumbuhan akar juga
melaporkan bahwa pada tahap inisiasi tunas disebabkan oleh tingginya konsentrasi
pisang Rajabulu, penggunaan Thiadiazuron kinetin dalam media. Pada tembakau
(TDZ) memberikan hasil yang lebih baik bila (Nicotiana tabacum) kalus tidak
dibandingkan dengan BAP. Jumlah tunas berdiferensiasi jika medium mengandung 2
hidup tertinggi dihasilkan oleh media dengan mg/l IAA dan 0.001 mg/l Kinetin. Bila kinetin
penambahan TDZ 0.04 mg/l. Namun, diturunkan sampai 0.002 mg/l tanpa
penggunaan TDZ berpengaruh lebih buruk merubah IAA, dari kalus akan terbentuk
pada multiplikasi pisang Rajabulu banyak akar (Skoog dan Miler, 1957)
dibandingkan dengan media MS0. (Soepraptopo, 1981, dalam Ambarwati,
2.1. Zat Pengatur Tumbuh Kinetin 1987)
Adapun kinetin (6-furfury amino Hasil penelitian Domoreo dan Barba
purine) tergolong zat pengatur tumbuh (1984) dalam Ambarwati et all., (1994)
dalam kelompok sitokinin. Menurut Anonim terhadap pisang saba menghasilkan 200.000
(2010) sitokinin adalah hormon tumbuhan bibit dalam waktu 10 bulan dengan eksplan
turunan adenin berfungsi untuk merangsang dari belahan bonggol pada media MS dan
pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, penambahan 10 mg/l kinetin.
disintesis pada ujung akar dan ditranslokasi Pada hasil penelitian Avivi dan
melalui pembuluh xylem. Aplikasi untuk Ikrarwati (2003) terhadap pisang abaca
merangsang tumbuhnya tunas pada kultur pada media MS dengan perlakuan zat
jaringan atau tanaman induk, namun sering perangsang tumbuh yaitu Kinetin, BAP, NAA.
tidak optimal untuk tanaman dewasa. Pada perlakuan BAP 6 ppm memberikan
Sitokonin dapat mengatur keseimbangan pengaruh baik terhadap parameter jumlah
sel. Penambahan sitokinin dalam jumlah tunas (9 tunas) dan tinggi tunas 2,62 cm,
banyak dapat mengakibatkan batang untuk kinetin pada konsentrasi 7 ppm
bertambah besar, daun kecil dan pucat. memberikan pengaruh yang paling baik
terhadap parameter jumlah tunas (9 tunas)
dan tinggi tunas 2,76 pada tahap

28 Jurnal AGRO INDRAGIRI, Vol. 1 No. 2, Juli 2019


ISSN:25282956 Jurnal Agro Indragiri

pengakaran tunas mikro, perlakuan NAA 1 K2 : Pemberian Kinetin 2 ppm = 0.5


ppm memberikan pengaruh paling baik ppm/100 ml
terhadap parameter jumlah akar (6,67 akar K3 : Pemberian Kinetin 3 ppm = 0.6
per eksplan). ppm/100 ml
Hasil penelitian Isnaini (2008)
menunjukan bahwa pemberian kinetin pada 3.1. Pelaksanaan Penelitian
berbagai sumber eksplan (tunas, pucuk, 3.1.1. Sterilisasi Alat
buku pertama, buku kedua) belum diperoleh Alat-alat yang digunakan untuk
konsentrasi yang optimal untuk semua penanaman harus dalam keadaan steril.
peubah pengamatan. Jumlah tunas tertinggi Alat-alat logam dan gelas ada yang
diperoleh pada eksplan yang berasal dari disterilkan dalam autoklaf, dan ada pula
buku pertama krisan yaitu 2,47 yang disterilkan dalam oven. Alat-alat
tunas/eksplan dan jumlah buku 12,97 tersebut dibungkus dengan kertas kemudian
buku/eksplan yang berasal dari buku kedua disterilisasi pada suhu 121°C selama 1 jam
krisan. Jumlah daun terbanyak diperoleh pada tekanan 17.5 psi (jika memakai
pada eksplan berasal dari buku pertama autoklaf) dan selama 1 jam pada suhu
dengan konsentrasi 3 ppm kinetin yaitu 170°C (jika memakai oven). Sterilisasi botol
17,41 daun/eksplan. Jumlah akar dan berat dilakukan setelah botol dicuci terlebih
basah tanaman tertinggi diperloeh pada dahulu. Botol kultur steril selanjutnya
konsentrasi 0 ppm kinetin yaitu 8,14 disimpan pada tempat yang bersih dan siap
akar/eksplan dan 0,944. digunakan. Alat-alat tanam seperti pinset
dan skalpel dapat disterilkan kembali dengan
3. METODOLOGI PENELITIAN pemanasan di atas api spiritus, setelah
3.1. Tempat dan Waktu dicelupkan pada alkohol 90% sebelum
Penelitian ini dilaksanakan di penanaman dilakukan.
Laboratorium Bioteknologi Fakultas 3.1.2. Sterilisasi Air Suling dan
Pertanian Universitas Islam Riau Jalan Ruang Inokulasi (LAFC)
Kaharudin Nasution Km 113 Kelurahan Air suling yang digunakan terlebih
Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya, dahulu disterilkan dalam autoklaf. Air suling
Marpoyan, Kota Pekanbaru. disterilisasi dengan menggunakan botol
3.2. Bahan dan Alat kultur yang berisi 100 ml air suling dan
Bahan yang digunakan dalam ditutup dengan plastik, dan diautoklaf
penelitian ini adalah tunas subkultur pisang selama 1 jam pada suhu 121°C dengan
kepok (hasil inisiasi dari tim laboratorium tekanan 17.5 psi.
bioteknologi UIR), bahan kimia Media 3.1.3. Sterilisasi Ruang.
Murashige-Skoog, aquades steril, Alkohol, Bagian dalam laminar air flow
tepung agar, gula, Kinetin, deterjen, kertas disemprot dengan alkohol 70%, kemudian
tisu, kertas label, karet gelang dan bahan- lampu ultraviolet (UV) dinyalakan selama 1
bahan lain yang mendukung penelitian ini. jam, saat akan digunakan lampu neon dan
Alat-alat yang digunakan adalah kipas dinyalakan (Zulkarnaen, 2009)
Laminar air flow cabinet, autoclave, 3.1.4. Pemasangan label
timbangan analitik, erlenmeyer, gelas ukur, Pemasangan label dilakukan satu
gelas piala, petridish, jarum injeksi, pipet, hari sebelum pemberian perlakukan, yang
pengaduk kaca, pinset, scapel, lampu bertujuan untuk memudahkan pada saat
spritus, hand sprayer, pisau, pH meter, botol pemberian perlakuan dan disesuaikan
kultur, kompor gas, panci berlapis enamel, dengan lay out penelitian (lampiran 3).
lemari penyimpan bahan kimia, tabung 3.1.5. Pembuatan media
reaksi, labu ukur, gunting, rak kultur, ember a. Pembuatan Media Kultur (Media MS)
plastik, alat tulis dan alat-alat lain yang Media yang digunakan adalah media
mendukung penelitian ini. MS dengan kombinasi IAA dan Kinetin sesuai
3.3. Rancangan Penelitian dengan perlakuan. Bahan-bahan nutrisi
Rancangan yang akan digunakan media MS yang ditimbang sesuai dengan
dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak komposisi masing-masing, selanjutnya
Lengkap (RAL) NonFaktorial yang terdiri bahan-bahan tersebut dilarutkan dalam
pemberian Kinetin (K) yang terdiri dari 4 aquades steril sesuai dengan daftar larutan
taraf stoknya.
K0 : Tanpa pemberian Kinetin =0 Larutan stok hara dipipet sesuai
ppm/100 ml dengan volume yang ditetapkan yaitu untuk
K1 : Pemberian Kinetin 1 ppm = 0.4 hara makro 20 ml/l, mikro 10 ml/l, zat besi
ppm/100 ml 10 ml/l, vitamin 2 ml/l dan mioinositol 5 ml/l
dimasukan kedalam gelas kimia ukuran

Jurnal Agro Indragiri (Yoyon Riono.) 29


ISSN : Jurnal BAPPEDA Jurnal BAPPEDA

1000 ml setelah itu ditambahkan atau yang telah dipanaskan didekat api dan baru
campurkan dengan aquades sampai 1000 diikat menggunakan karet gelang bening
ml. karena media yang digunakan adalah ½ dan tahan panas.
MS, maka stok hara yang dipipet dibagi dua, Setelah ditanam dalam botol kultur,
misalnya 20 ml/l bearti 10 ml/l. Selanjutnya kemudian botol diputar diatas api lampu
baru dimasukan agar-agar powder swallow spritus selanjutnya plastik juga dipanaskan
sebanyak 7 gr/l dan diaduk. Tahap diatas api dan baru botol ditutup kembali
berikutnya diberi perlakuan IAA dan Kinetin dengan menggunakan plastik yang telah
sesuai konsentrasi dan diukur pH nya dipanaskan, plastik dirapatkan atau
dengan alat pengukur pH meter. ditegangkan dengan tangan dan diikat
pH larutan ditetapkan 5.8 dengan dengan karet gelang, kemudian bagian
cara menambahkan HCL apabila pH nya plastik yang pinggir botol dirapikan dengan
tinggi dan menambahkan NaOH untuk gunting. Setelah itu botol kultur dikeluarkan
menaikan pH sambil diaduk. Setelah pH dari laminar air flow cabinet dan dimasukkan
sampai 5.8, maka media dimasukan dalam ruang kultur yang selanjutnya
kedalam panci dan dimasak menggunakan dilakukan parameter pengamatan.
kompor gas dan diaduk menggunakan 3.1.7. Pemeliharaan Eksplan
pengaduk kaca sehingga tidak menggumpal, Pemeliharaan meliputi pemeliharaan
setelah mendidih baru media dituangkan media ruang kultur dengan menjaga suhu
kedalam botol kultur sebanyak 25 ml dan ruangan antara 21–250 C dan memberikan
ditutup dengan plastik yang diikat dengan penyinaran dengan lampu neon 20 watt.
karet gelang tahan panas. Botol yang sudah Menjaga agar ruangan kultur tetap steril
berisi media disterilisasi dengan dengan cara mengepel ruangan dan
menggunakan autoklaf pada tekanan 17.5 memisahkan eksplan yang terkontaminasi
psi dan suhu 121 C selama 15 menit. oleh bakteri atau jamur. Ruangan kultur
Setelah dingin media disimpan didalam disemprot dengan formalin 0,4% bila perlu
ruang yang ber AC selama tiga hari sebelum yang berfungsi untuk mensterilkan ruangan.
digunakan, hal ini bertujuan untuk melihat Dan juga kalau ada karet yang putus diganti
kesterilan media yang ditandai dengan tidak dengan karet yang baru tetapi sebelum di
adanya kontaminasi media tersebut ikatkan ke botol maka karet harus
b. Pemberian Perlakuan IAA disemprotkan terlebih dahulu menggunakan
Sebelum pemberian perlakuan IAA, alkohol.
telah disiapkan larutan IAA sesuai dengan
konsentrasi yang ditetapkan. Untuk 3.2. Pengamtan
membuat 1 perlakuan membutuhkan 100 ml 3.2.1. Umur Muncul Tunas (hari)
media stok karena untuk 1 perlakuan Pengamatan terhadap umur muncul
terdapat 4 botol. Untuk perlakuan IAA yaitu tunas dilakukan dengan cara melihat eksplan
: A0 : 0 ppm/100 ml/l, A1 : 0.4 ppm/100 dari luar botol kultur, yaitu terhitung dari
ml/l, A2 : 0.5 ppm/100 ml/l dan A3 : 0.6 jumlah hari sejak penanaman, hasil
ppm/100 ml/l. pengamatan dianalisis secara statistik dan
disajikan dalam bentuk tabel.
3.1.6. Penanaman Eksplan 3.2.2. Jumlah Tunas (buah)
Penanaman eksplan dilakukan Pengamatan jumlah tunas dilakukan
didalam laminar air flow dengan kondisi dengan cara melihat eksplan pisang dari luar
yang aseptik. Sebelum bekerja, tangan botol kultur. Pengamatan terhadap jumlah
disemprot dahulu dengan menggunakan tunas dilakukan pada akhir penelitian
alkohol 96%. Laminar juga disemprot dengan cara menghitung jumlah
menggunakan alkohol dan dilap keseluruhan tunas yang tumbuh pada setiap
menggunakan tissue. Eksplan diambil dalam eksplan. Hasil pengamatan ini dianalisa
botol kultur menggunakan pinset yang telah secara statistik dan disajikan dalam bentuk
disterilkan. Selanjutnya eksplan diletakkan tabel.
dalam Petridis dan dipotong–potong sesuai 3.2.3. Tinggi tunas (cm)
dengan ukuran eksplannya 0,5 cm. Pengamatan terhadap tinggi tunas
Selanjutnya diambil media yang telah dilakukan dengan cara melihat eksplan
disiapkan, dipanaskan diatas api sambil pisang dari luar botol kultur yaitu dengan
diputar–putar setelah itu baru dibuka mengukur tunas mulai pangkal muncul tunas
plastiknya dan eksplan dimasukkan kedalam hingga pada ujung tunas dengan
botol media menggunakan pinset. 1 botol menggunakan rol. Pengamatan terhadap
kultur ditanam 4 eksplan pisang kepok yang tinggi tunas dilakukan pada akhir penelitian.
posisi dan letaknya disesuaikan setelah itu Hasil pengamatan ini dianalisa secara
botol ditutup kembali menggunakan plastik statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.

30 Jurnal AGRO INDRAGIRI, Vol. 1 No. 2, Juli 2019


ISSN:25282956 Jurnal Agro Indragiri

3.2.4. Jumlah Akar konsentrasi kinetin 4 ppm tidak mampu


Pengamatan terhadap jumlah akar untuk pembelahan sel, ini jelas terlihat
dilakukan dengan cara melihat eksplan bahwa dalam kultur jaringan pisang kepok
pisang dari luar botol kultur yaitu dengan menginginkan konsentrasi relative tinggi
cara menghitung jumlah keseluruhan akar yaitu 6 ppm, hal ini menunjukan bahwa
yang tumbuh pada setiap eksplan. semakin tinggi pemberian kinetin maka akan
Pengamatan terhadap jumlah akar dilakukan semakin meningkat pula pertumbuhan tunas
pada akhir penelitian. Hasil pengamatan eksplan pisang kepok.
dianalisis secara statistik dan disajikan Sitokinin digunakan untuk
dalam bentuk tabel. merangsang pembelahan sel, terutama bila
3.2.5. Panjang Akar (cm) ditambahkan bersama-sama dengan auksin.
Pengamatan panjang akar dilakukan Penambahan Konsentrasi sitokinin dalam
dengan cara mengambil dan mengeluarkan ukuran yang berbeda dapat mendorong
eksplan dari botol kultur. Akar dicuci bersih pembentukan tunas dan menghambat
dengan cara menyemprotkan air ke akar pembentukan akar. Pembentukan tunas
sampai sisa media tanam (agar) hilang dan aksiler meningkat karena menurunnya
akar menjadi bersih, setelah itu dikering- dominansi apikal (Pierik, 1984).
anginkan. Kemudian pengukuran dilakukan
mulai dari pangkal batang sampai ujung 4.2. Jumlah Tunas (buah)
akar terpanjang. Pengamatan panjang akar Berdasarkan hasil analisis sidik
dilakukan pada akhir penelitian. Data hasil ragam (lampiran 5b) dari data hasil
pengamatan dianalisis secara statistik pengamatan parameter Jumlah Tunas, maka
kemudian disajikan dalam bentuk tabel perlakuan secara tunggal kinetin
berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas
4. HASIL DAN PEMBAHASAN pisang barangan
4.1. Umur Bertunas (Hari) Tabel 2. Rerata jumlah tunas (buah)
Berdasarkan hasil analisis sidik Eksplan Pisang Kepok dengan
ragam (lampiran 4c) dari data parameter perlakuan konsentrasi kinetin
Umur Bertunas, pemberian utama
konsentrasi kinetin, berpengaruh nyata Konsentrasi
Jumlah tunas (buah)
terhadap umur bertunas eksplan pisang kinetin (ppm)
barangan K0 3,94 a
Tabel 1. Rerata Umur Bertunas (HST) K1 3,33 b
Eksplan Pisang Kepok dengan K2 2,75 c
perlakuan konsentrasi kinetin K3 3,03 bc
Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh
huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji
Konsentrasi lanjut BNJ pada taraf 5%.
Umur Muncul Tunas (h)
kinetin (ppm) Pemberian konsentrasi Kinetin pada
K0 10,58 b perlakuan K0 (tanpa kinetin) dan K3 (6
K1 9,45 a ppm) berbeda nyata dengan K1 (4 ppm) dan
K2 11,25 b
K2 (5 ppm). Dilihat dari angka, perlakuan
K3 9,25 a
yang paling banyak jumlah tunasnya adalah
Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh
huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji K0 dengan jumlah tunas 3.94 buah dan
lanjut BNJ pada taraf 5%. diikuti oleh K3 dengan jumlah tunas 3.03
Dari tabel juga dapat dilihat bahwa buah kemudian K1 dengan jumlah tunas
pemberian Kinetin K3 (6 ppm) dan K1 (4 3.33 buah dan yang paling sedikit jumlah
ppm) berbeda nyata dengan K0 (tanpa tunasnya adalah K2 dengan jumlah tunas
Kinetin) dan K2 (5 ppm). Perlakuan terbaik 2.72 buah. Perlakuan terbaik terdapat pada
untuk umur tunas terdapat pada perlakuan perlakuan K0 (tanpa kinetin) hal ini diduga
K3 yaitu 9.25 hari pada penelitian ini fitohormon yang terdapat didalam tanaman
konsentrasi Kinetin yang tinggi dapat mampu membentuk tunas walaupun tidak
mempercepat pertumbuhan tunas dan ditambahkan zat pengatur tumbuh
tunas-tunas yang dihasilkan dengan Utami (1998) mengemukakan bahwa
konsentrasi 6 ppm 9.25 hari, K1 (2 ppm) sitokinin berperan memacu terjadinya
9.45 hari, menghasilkan tunas yang lebih sintesis RNA dan protein pada jaringan yang
kokoh bila dibandingkan dengan perlakuan selanjutnya dapat mendorong terjadinya
K0 (10.58 hari). Sedangkan perlakuan K2 (4 pembelahan sel. Selain itu juga dapat
ppm) pertumbuhan tunasnya terganggu memacu jaringan untuk menyerap air dari
karena kinetin yang diberikan jumlahnya sekitarnya sehingga proses sintesis protein
lebih rendah dan tunas-tunas yang dan pembelahan sel dapat berjalan dengan
dihasilkan lebih pendek, hal ini diduga baik.

Jurnal Agro Indragiri (Yoyon Riono.) 31


ISSN : Jurnal BAPPEDA Jurnal BAPPEDA

4.3. Tinggi tunas (cm) pemberian kinetin yang semakin meningkat


Berdasarkan hasil analisis sidik disebabkan kinetin merupakan ZPT golongan
ragam (lampiran 5b) dari data hasil sitokinin yang dapat mendorong pembelahan
pengamatan parameter tinggi Tunas, maka sel, membantu perkecambahan embrio
perlakuan kinetin berpengaruh nyata secara teratur pada perkecambahan biji,
terhadap tinggi tunas pisang barangan menghambat degradasi klorofil dan
Tabel 3. Rerata tinggi tunas (cm) Eksplan menghambat penuaan. Dengan
Pisang barangan dengan perlakuan meningkatnya pembelahan sel pada jaringan
konsentrasi kinetin tanaman maka akan semakin meningkat
pula tinggi tanaman.
Konsentrasi
Tinggi tunas (cm)
kinetin (ppm) 4.4. Jumlah akar (buah)
K0 5,25 c Berdasarkan hasil analisis sidik
K1 5,91 B ragam (lampiran 5b) dari data hasil
K2 5,86 c pengamatan parameter jumlah akar, maka
K3 7,36 a
perlakuan kinetin berpengaruh nyata
Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh
huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji terhadap jumlah akar pisang barangan
lanjut BNJ pada taraf 5%. Tabel 4. Rerata jumlah akar (buah) Eksplan
Pemberian konsentrasi Kinetin pada Pisang barangan dengan perlakuan
perlakuan K3 (6 ppm) berbeda nyata dengan konsentrasi kinetin
K1 (4 ppm), K2 (5 ppm) dan K0 (tanpa
Kinetin). Perlakuan Kinetin yang paling tinggi Konsentrasi
Jumlah akar
tunasnya adalah K3 yaitu 7.36 cm diikuti K1 kinetin (ppm)
dengan tinggi tunas 5.91 cm dan diikuti K2 K0 13,80 b
dengan tinggi tunas 5.85 cm dan yang K1 10,08 d
paling rendah adalah K0 (tanpa Kinetin) K2 15,44 a
K3 12,39 c
Tinggi tunas dengan konsentrasi
Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh
Kinetinnya 6 ppm pertumbuhan tunas huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji
sangat baik dan pertumbuhan daun-daun lanjut BNJ pada taraf 5%.
eksplan pisangnya panjang dan tersusun Pemberian konsentrasi Kinetin pada
rapi. Tinggi tunas yang konsentrasi perlakuan K2 (5 ppm) berbeda nyata dengan
kinetinnya 2 ppm pertumbuhan tunasnya K0 (tanpa kinetin) dan K3 (6 ppm) dan K1 (
cenderung mengarah kesamping dan setelah 4 ppm). Angka tertinggi pada jumlah akar
itu baru naik keatas dan begitu juga dengan K2 yaitu 15.44 buah dan menginginkan
perlakuan 4 ppm, kinetin 2 ppm kalau kinetin yang sedang untuk pertumbuhan
dibandingkan dengan kinetin 4 ppm jumlah akarnya dan jumlah akar yang
pertumbuhan tunasnya agak sedikit bagus. dihasilkan dengan konsentrasi K2 (4 ppm)
Hal ini diduga akibat tekanan osmotik yang menunjukan pertumbuhan yang baik,
terlalu tinggi, sehingga menyebabkan akarnya banyak dan bagus-bagus kalau
pecahnya dinding-dinding sel sehingga lebih dilihat dan dibandingkan dengan K0 (tanpa
mengarah pada pembelahan sel. Tanpa kinetin) 13.30 buah yang sifat
pemberian kinetin akan menyebabkan pertumbuhannya sedikit. Sedangkan K1 (4
terhambatnya eksplan pisang dalam ppm) 10.08 buah, K3 (6 ppm) 12.39 buah
membentuk tunas. pertumbuhan jumlah akarnya terganggu ,
Dari hasil penelitian Wilkins ternyata untuk pertumbuhan jumlah akar
(1992) dalam Sutriana (2010) tidak cocok untuk diberikan dalam jumlah
mengemukakan bahwa pertumbuhan tunas sedang.
tanaman terutama tinggi merupakan hasil Dimana Kinetin (sitokinin) dalam
pendayagunaan fotosintesis yang ada berbagai konsentrasi telah memberikan
didalam tanaman, kemudian pada sel terjadi respon pertumbuhan akar. Wattimena
proses metabolisme sehingga sel-sel (2000), pada konsentrasi yang tinggi,
tanaman terus berkembang dan bertambah sitokinin mampu mendorong proliferasi
tunasnya, kegiatan tersebut dapat aktif tunas, dan sebaliknya dapat menghambat
dengan adanya pemberian zat pengatur pembentukan akar.
tumbuh pada tanaman.
Panjaitan (2005) mengemukakan 4.5. Panjang akar (cm)
bahwa pemberian zat pengatur tumbuh Berdasarkan hasil analisis sidik
golongan sitokinin yang semakin meningkat, ragam (lampiran 5b) dari data hasil
akan menyebabkan semakin meningkat pula pengamatan parameter panjang akar, maka
pertambahan tinggi planlet tanaman. perlakuan kinetin berpengaruh nyata
Terjadinya peningkatan tinggi planlet karena terhadap panjang akar pisang barangan

32 Jurnal AGRO INDRAGIRI, Vol. 1 No. 2, Juli 2019


ISSN:25282956 Jurnal Agro Indragiri

Tabel 5. Rerata panjang akar (cm) Eksplan oleh Lukman dan Samaryono. ITB.
Pisang barangan dengan perlakuan Bandung
konsentrasi kinetin [3] Satuhu, S. dan A. supriyadi, 2000.
Pisang, Budidaya, Pengolahan dan
Konsentrasi
Panjang akar (cm)
Prospek Pasar. Penebar Swadaya,
kinetin (ppm) Jakarta.
K0 4,40 b [4] Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit
K1 5,46 a Tanaman Holtikultura di Indonesia.
K2 5,66 a
Jokjakarta : Fakultas Pertanian UGM.
K3 5,41 a
Angka-angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh
[5] Simmonds, N. W. 1970. Bananas.
huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Longman. London.
lanjut BNJ pada taraf 5%. [6] Suyanti dan A. Supriyadi. 2008. Pisang
Pemberian konsentrasi Kinetin pada : Budidaya Pengolahan, dan Prospek
perlakuan K2 (5 ppm/l), K1 (4 ppm/l), K3 ( Pasar. Penebara Swadaya. Jakarta
6 ppm/l) berbeda nyata dengan K0 (tanpa [7] Sukma, D. 1994. Pengaruh IAA dan BAP
kinetin). Perlakuan yang paling tinggi jumlah Terhadap Perbanyakan Tunas Mikro
akarnya adalah K2 yaitu 5.66 cm diikuti Pisang Mas (Musa acuminate AA. Grup)
oleh K1 yaitu 5.49 cm kmudian K3 dengan Pisang Ambon dan Barangan (Musa
panjang akar 5.41 cm dan yang rendah acuminate. L.AAA grup) dan Raja Bulu
adalah K0 dengan panjang akar 4.40 cm (Musa paradisiacal LAAB grup) secara
Pemberian Kinetin (4 ppm) sedang, in-vitro. Skripsi Jurusan Budidaya
rendah dan tinggi tidak menyebabkan Pertanian Faperta. IPB Bogor
terganggunya pertumbuhan panjang akar [8] Sutriana, S. 2010. Kombinasi BAP
melainkan dapat memperpanjang akar (Benzil amino purin) dan IAA (indol
pisang kepok, sedangkan tanpa pemberian asam asetat) Pada eksplan Anthurium
Kinetin dapat menghambat pertumbuhan (Anthurium sp) Dalam Kultur Jaringan.
panjang akar pisang kepok. Jadi dapat Skripsi Pertanian Universitas Islam
disimpulkan, bahwa pemberian kinetin Riau. Pekanbaru.
sedang, pemberian kinetin rendah dan [9] Sriyanti. D. P. dan A Wijayani 1994.
pemberian kinetin tinggi dapat mempercepat Teknik Kultur Jaringan. Yayasan
pertumbuhan panjang akar pada eksplan Kanisius. Yokyakarta.
pisang barangan [10] Street, N. E. 1979. Embryogenesis and
chemically induced organogenesis. In:
5. KESIMPULAN DAN SARAN Plant cell and tissue culture principles
5.1. Kesimpulan and applications. Ohio State Uris. Press.
Pemberian perlakuan Kinetin Columbus.
berpengaruh nyata terhadap parameter [11] Utami ESW. 1998. Pengaruh
Umur muncul tunas yaitu K3 (9.22 hari), Penambahan Ragi Roti Sebagai
jumlah tunas yaitu K0 (3.94 buah), tinggi Alternatif Pengganti Zat Pengatur
tunas yaitu K3 (7.36 cm), jumlah akar yaitu Tumbuh BA Untuk Diferensiasi Pada
(15.44 buah) dan panjang akar yaitu (5.66 Kultur Jahe Merah (Zingiber officinale
cm). var. sunti val). Fakultas MIFA
5.2. Saran Universitas Airlangga.
[12] Wattimena, G. A. 1988, 1991, 2000.
Untuk penelitian lanjutan, Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat
konsentrasi Kinetin bisa diberikan Antar Universitas. Institut Pertanian
konsentrasi yang berbeda-beda untuk Bogor. Bogor
mendapatkan hasil yang terbaik. [13] Wetherell, D, F, 1982. Pengantar
Progasasi Tanaman Secara In Vitro.
DAFTAR PUSTAKA IKIP Semarang Press. Semarang.
[1] Rahmaniar, A. 2007. Pengaruh [14] Willkins, 1992. Bioteknologi Tanaman
Macam Eksplan dan Konsentrasi 2,4-D- PAU IPB. Bogor.
Dichlorophenoxyacetic Acid (2,4-D) [15] Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara
terhadap Pertumbuhan Anthurium Memperbanyak Tanaman Secara
(Anthuriumm plowmanii Croat) pada Efisien. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Medium MS. Skripsi Fakultas Pertanian
UNS. Surakarta.
[2] Salisbury, F. B. dan Ross, 1992.
Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Terjemahan

Jurnal Agro Indragiri (Yoyon Riono.) 33

Anda mungkin juga menyukai