Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA LANJUTAN

PERSILANGAN PADA CABAI

Disusun Oleh:
Nama : Yayang Fidia
NIM : 1905101050020
Jadwal Praktikum : Jum’at/16.20-18.00 WIB

LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN


JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Genetika
Lanjutan yang berjudul Persilangan Pada Cabai.
Terima kasih saya ucapkan kepada Asiten Laboratorium yang telah
membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga saya
ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami
sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa laporan Genetika Lanjutan yang kami buat ini
masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun
penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi
lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga laporan Genetika Lanjutan ini bisa menambah wawasan para
pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu
pengetahuan.

Banda Aceh, 2 Desember 2020

Yayang Fidia

i
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting dan
bernilai ekonomis tinggi sehingga mendapat prioritas untuk dikembangkan di Indonesia.
Luas pertanaman cabai di Indonesia mencapai 20,46% paling tinggi dibandingkan dengan
total per tanaman sayuran lainnya (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2009). Permintaan akan
cabai oleh industri dari waktu ke waktu terus meningkat, seiring dengan makin
berkembangnya industri pengolahan bahan baku cabai, seperti sambal, saus, mie instan dan
obat-obatan. Menurut Badan Pusat Statisitik (2012), produksi cabai di Provinsi Aceh pada
tahun 2011 adalah 15.833 ton dengan luas panen 3.523 ha, atau rata-rata produktivitas 4,49
ton/ha. Memperhatikan hal ini Bahar dan Nugrahaeni, dalam Daryanto et al. (2010)
menyatakan angka tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan dengan potensi produksi
cabai yang dapat mencapai 17-21 ton/ha. Rendahnya produktivitas cabai Aceh ini
disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor penyebab tersebut diantaranya petani belum
banyak menggunakan varietas berdaya hasil tinggi (hibrida), yang sesuai dengan agroklimat
Aceh. Selain itu lahan pertanian yang digunakan adalah lahan-lahan yang kurang
menguntungkan
Hibridisasi atau persilangan menurut A Dictionary of Science 6th edition (2010) ialah
proses produksi satu atau lebih organisme hibrid melalui perkawinan tetua-tetua yang
berbeda secara genetik. Teknik ini banyak dimanfaatkan dalam kegiatan pemuliaan tanaman
untuk merakit varietas unggul baru. Prinsip dasar dalam pemuliaan adalah adanya
keragaman, terutama keragaman genetik. Apabila keragaman dalam suatu populasi tinggi,
maka seleksi yang dilakukan akan lebih efektif. Keragaman tersebut bisa didapatkan dalam
dari koleksi plasma nutfah, atau melalui introduksi, apabila keragaman dalam suatu populasi
koleksi terbatas, maka dilakukan berbagai upaya untuk memperluas keragaman. Persilangan
merupakan salah satu cara untuk memperluas keragaman genetik, dan atau menggabungkan
karakter-karakter yang diinginkan dari para tetua sehingga diperoleh populasi-populasi baru
sebagai bahan seleksi dalam program perakitan varietas unggul baru (Biswal et al. 2008).
Pemilihan tetua menjadi salah satu tahap yang krusial dalam proses pemuliaan melalui
persilangan. Keberhasilan persilangan akan meningkat apabila tetua yang digunakan dan
kombinasi persilangannya tepat, sehingga dengan jumlah kombinasi persilangan yang sedikit,
efisiensi pemuliaan akan meningkat (Witcombe et al. 2013). Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam menentukan tetua antara lain: 1) Salah satu tetua memiliki dan membawa
karakter unggul atau karakter yang menjadi target pemuliaan; 2) Salah satu atau kedua tetua
memiliki adaptasi dan penampilan agronomis yang baik, dan 3) Kedua tetua sebaiknya
memiliki jarak kekerabatan yang jauh sehingga dapat menghasilkan keragaman genetik tinggi
pada progeni (keturunannya).
Tanaman tetua yang digunakan dalam persilangan, baik sebagai tetua jantan penyedia
polen maupun tetua betina, pertumbuhannya harus terjaga, bebas hama dan penyakit. Agar
persilangan dapat dilakukan dengan efektif, waktu penanaman tetua jantan dan betina diatur
sehingga diperoleh waktu berbunga yang tepat, dimana putik bunga tetua betina telah reseptif
dan polen tetua jantan telah masak dan siap diserbukkan. Sebagaimana disebutkan oleh
Multhoni et al. (2012) bahwa rendahnya keberhasilan persilangan dipengaruhi oleh waktu
berbunga yang tidak sinkron antar tetua (jantan dan betina). Selain itu ada beberapa faktor
seperti kegagalan tanaman untuk berbunga, kuncup dan bunga rontok sebelum atau setelah
fertilisasi, rendahnya produksi polen, polen tidak viabel, mandul jantan, dan self
incompatibility.
Pada pemuliaan tanaman yang menyerbuk sendiri, persilangan merupakan usaha untuk
memanipulasikan dua atau lebih karakter yang diinginkan dari masing-masing tetuanya agar
terdapat didalam suatu tanaman atau genotype baru yang lebih baik (fehr. 1987). Persilangan
antar spesies merupakan persilangan yang dilakukan antara spesies yang berbeda, namun
masih dalams atu genus yang sama, dalam sistematika tanaman, spesies merupakan bagian
dari genus atau genera yang diklasifikasikan berdasarkan hubungan bioloogis yang terutama
ditentukan oleh perbedaan a dan fisiologis. Dengan demikian, antara spesies dalam satu
genus masihter dapat hubungan secara genetis (Hadley dan Openshaw, 1980). Atas dasar
hubungan genetis itu, orang berusaha mencari manfaat dengan melakukan persilangan antar
spesies yang dihubungkan dengan pemuliaan tanaman guna memperoleh kultivar yang lebih
baik dan bermanfaat (Hadley dan Openshaw, 1980).

1.2 Perumusan Masalah


Adapun perumusan masalah dari praktikum ini adalah
1. Bagaimana tahapan persilangan pada tanaman cabai?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan persilangan tanaman dengan tanaman yang satu spesies?
3. Faktor apa saja ang mempengaruhi keberhasilan dari persilangan tanaman cabai?

1.3 Tujuan Khusus


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah memahami perilaku pembungaan cabai sebagai
tanaman menyerbuk silang dan melakukan praktek persilangan (crossing) tanaman cabai.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan praktikum ini adalah mampu
memahami perilaku pembungaan pada cabai serta mampu melakukan praktek persilangan
pada tanaman cabai.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Cabai merah (Capsicum annuum L.) memiliki potensi sebagai jenis sayuran buah
untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia, Buah cabe dapat
digunakan sebagai sayuran atau bumbu masak. Selain untuk keperluan rumah tangga cabe
juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, industri bumbu masakan, industri
makanan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan industri obat-obatan atau jamu.
Cabe merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah
Capsicum sp. Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke
negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia.
Tanaman cabai memiliki jumlah kromosom dasar (genom) n = 12. Cabe besar dan
cabe rawit umumnya diploid dengan jumlah kromosom 2n = 24, meskipun jumlah kromosom
keduanya sama, tetapi terdapat perbedaan bentuk dan ukuran kromosom antara keduanya
terutama pada kromosom nomor 1 dan nomor 2 (Greenleaf, 1986). Sampai saat ini, belum
ada laporan tentang keberadaan tanaman cabai poliploid alami. Namun demikian, Kormos
(1954) melaporkan bahwa adanya tanaman yang aneuploid dan triploid. Tanaman cabai
merah termasuk tanaman menyerbuk sendiri, dengan tingkat penyerbukan sendiri. mencapai
63%, sedangkan rata-rata penyerbukan silang sebesar 12% dengan kisaran 10 – 14%
(Greenleaf, 1986).
Bunga tanaman cabai bervariasi, namun memiliki bentuk yang sama, yaitu berbentuk
bintang. Bunga biasanya tumbuh pada ketiak daun, dalam keadaan tunggal atau bergerombol
dalam tandan. Dalam satu tandan biasanya terdapat 2 — 3 bunga saja. Mahkota bunga
tanaman cabai warnanya bermacam-macam, ada yang putih, putih kehijauan, dan ungu.
Diameter bunga antara 5 — 20 mm. Bunga tanaman cabai merupakan bunga sempuma,
artinya dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina. Pemasakan bunga jantan
dan bunga betina dalam waktu yang sama (atau hampir sama), sehingga tanaman dapat
melakukan penyerbukan sendiri. Namun untuk mendapatkan hasil buah yang lebih baik,
penyerbukan silang lebih diutamakan. Karena itu, tanaman cabai yang ditanam di lahan
dalam jumlah yang banyak, hasilnya lebih baik dibandingkan tanaman cabai yang ditanam
sendirian.
Persilangan antar spesifik kebanyakan mengalami kegagalan. Persilangan antara
annum dan pubescens mengalami kegagalan persilangan terutama disebabkan oleh
terhambatnya perkembangan tabung sari (pollen tube). Persilangan antara sinensis dengan
frubescens menghasilkan beberapa biji yang viable. Sementara persilangan antara annum
dengan frubescens tidak terbentuk biji jika annum sebagai tetua betina, tetapi jika frubescens
sebagai tetua betina maka akan terbentuk biji yang viable.
Dewasa ini, tanaman cabai mandul jantan banyak dimanfaatkan dalam pembentukan
varietas hibrida. Tanaman cabai mandul jantan, pertama kali dilaporkan oleh Martin dan
Crawford pada tahun 1951, kemudian melalui persilangan antar spesies dapat terbentuk
mandul jantan (Shifriss, 1995). Teknik persilangan buatan yang diikuti dengan program
seleksi yang terarah merupakan salah satu cara yang banyak digunakan oleh pemulia tanaman
dalam mendapatkan varietas unggul baru dengan rekombinasi genetic yang ideal bagi sifat-
sifat yang diinginkan. Salah satu masalah serius pada budidaya tanaman cabai adalah hama
trips (Trips parvispinus) dan penyakit busuk buah antraknosa (Colletotrichum capsici, C.
acutatum dan C. gloesporeoides). Oleh karena itu perbaikan ketahanan terhadap hama dan
penyakit tersebut merupakan perioritas utama pada cabai yang dikombinasikan dengan
produktivitas tinggi. Setiamihardja (1993) melakukan menyilangkan C. frustencens dan C.
annum. Frustencens dipakai sebagai siumber ketahanan terhadap antraknosa. Dari 30
persilangan dua arah (frustencens x annum dan resiproknya) hanya diperoleh lima buah cabai
dari persilangan frustencens x annum, resiproknya gagal menghasilkan buah. Tidak semua
buah membentuk biji, dari buah yang terbentuk biji diperoleh 15 butir biji dan hanya satu
yang berhasil menjadi kecambah. Tanaman hibridanya fertile dan membentuk buah normal.
Pada generasi F2 terdapat tiga jenis tanaman, yaitu normal, self-fertil dan mandul jantan.
BAB III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Sektor Timur, Fakultas Pertanian,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh pada pukul 07.00WIB-10.00 WIB.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunkan pada praktikum ini
adalah; 1.Pinset
2.Gunting kecil
3. Petridish kecil

3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang diperlukan pada praktikum ini adalah:
1. Cabai Rawit yang telah berbunga varietas Sinbun
2. Kertas Penutup
3. Tali
4. Selotip
5. Kertas Label

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja dari praktikum ini adalah :
1. Pada tanaman sudah berbunga, dipilih bunga yang akan dijadikan sebagai tetua jantan
dengan kriteria bunga sudah mekar sempurna, warna bunga masih segar, dan bunga
banyak mengandung serbuk sari.
2. Dipilih kuntum bunga yang akan dijadikan sebagai tetua betina dengan kriteria bunga
belum diserbuki sendiri, terlihat dengan tidak adanya tepung sari yang menempel pada
kepala putik dan umumnya mahkota bunga masih kuncup.
3. Emaskulasi benang sari yang masih saling melekat dari bunga yang dijadikan sebagai
tetua betina dengan bantuan pinset ujung runcing, kemudian dibuang. Upayakan agar putik
tidak terluka. Emaskulasi sebanyak 14-16 bunga setiap kelompok.
4. Penyerbukan dilakukan dengan cara mengoleskan polen dari bunga jantan ke kepala
putik bunga betina yang telah diemaskulasi.
5. Diberi label pada bunga yang telah diserbuki dengan kode nama penyerbuk, tgl
penyerbukan, kode tetua betina dan tetua jantan.

3.4 Parameter Pengamatan


Adapun parameter yang digunakan pada praktikum ini adalah keberhasilan persilangan
dan faktor-faktor yang mempengaruhi persilagan tersebut.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Tabel 1. Tahapan persilangan pada tanaman cabai
No. Keterangan Gambar
1. Bunga cabai varietas Simbun 200 yang
digunakan sebagai tetua betina.

2. Pengumpulan polen pada bunga cabai


varietas Simbun 300 sebagai tetua
jantan.

3. Proses penyerbukan, dengan


menempalkan polen dari bunga tetua
jantan pada putik bunga tetua betina
yang telah di kastrasi dan
emaskulasikan
4. Proses isolasi atau penyungkupan bunga
dengan menutup putik bunga yang telah
disilangkan dengan plastic untuk
melindungi dari angina, hujan dan
serbuk sari dari tanaman lain.

5. Proses pelabelan dengan menuliskan


nama tetua jantan dan tetua betinanya.

6. Setelah seminggu dapat diamati bunga


telah layu dan rontok yang menandakan
persilangan tersebut gagal.
4.2 Pembahasan
Hibridisasi atau persilangan menurut A Dictionary of Science 6th edition (2010) ialah
proses produksi satu atau lebih organisme hibrid melalui perkawinan tetua-tetua yang
berbeda secara genetik. Teknik ini banyak dimanfaatkan dalam kegiatan pemuliaan tanaman
untuk merakit varietas unggul baru. Prinsip dasar dalam pemuliaan adalah adanya
keragaman, terutama keragaman genetik. Apabila keragaman dalam suatu populasi tinggi,
maka seleksi yang dilakukan akan lebih efektif. Keragaman tersebut bisa didapatkan dalam
dari koleksi plasma nutfah, atau melalui introduksi, apabila keragaman dalam suatu populasi
koleksi terbatas, maka dilakukan berbagai upaya untuk memperluas keragaman. Persilangan
merupakan salah satu cara untuk memperluas keragaman genetik, dan atau menggabungkan
karakter-karakter yang diinginkan dari para tetua sehingga diperoleh populasi-populasi baru
sebagai bahan seleksi dalam program perakitan varietas unggul baru (Biswal et al. 2008).
Pada dilakukan persilangan pada dua tanaman cabai yaitu cabai Simbun 300 dan Simbun
200. Cabai Simbun 300 digunakan sebagai tetua jantan yang memiliki karakteristik yaitu
tanamannya tinggi, berbuah lebat dan bentuk buahnya cenderung panjang. Sedangkan Cabai
Simbun 200 digunakan sebagai tetua betina yang memiliki karakteristik yaitu tanamannya
pendek, berbuah lebat dan bentuk buahnya lebih cenderung kecil – kecil. Kedua varietas
sama sama memiliki ketahanan terhadap rendaman atau banjir.
Bedasarkan hasil persilangan diperoleh bahwa bunga cabai mengalami kelayuan dan
rontok yang menandakan bahwa telah terjadinya kegagalan dalam persilangan. Kegagalan
tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan waktu persilangan serta teknik mengoleskan
serbuk sari dan kepala putih yang masih kurang tepat. Penyerbukan sering mengalami
kegagalan bila dilakukan pada saat kondisi lingkungan yang tidak mendukung atau dilakukan
pada saat serbuk sari atau kepala putik dalam keadaan belum matang oleh karena itu saat
penyerbukan yang tepat merupakan faktor penting yang harus diperhatikan agar penyerbukan
berhasil dengan baik. Untuk melakukan penyerbukan harus dipilih waktu yang tepat dan
tidak boleh terlambat dimana pada saat itu putik maupun serbuk sari dalam keadaan segar,
sehat, telah matang, dan cuaca mendukung proses persarian dengan baik. Waktu yang baik
untuk penyerbukan adalah jam 05.00 pagi (sebelum bunga mekar, karena jika bunga telah
mekar ditakutkan sudah mengalami penyerbukan sendiri pada bunga yang dijadikan induk
jantan).Selain itu hal penting yang harus diperhatikan adalah cara meletakkan serbuk sari dari
induk jantan ke atas kepala putik induk betina, dan menjaganya jangan sampai kepala putik
tersebut kejatuhan serbuk sari dari tanaman lain yang tidak dikehendaki maupun dari tanaman
yang sama. Oleh karena itu, setelah polinasi bunga ditutup/ dibungkus menggunakan plastik
agar tidak terserbuku bunga lain dan tidak rusak). Faktor lainnya persilangan dilakukan pada
saat serbuk sari atau kepala putik dalam keadaan belum matang oleh karena itu saat
penyerbukan yang tepat merupakan faktor penting yang harus diperhatikan agar penyerbukan
berhasil dengan baik.
Menurut Hadley dan Openshaw (1980) dan Pickergill (1993), kendala dan kesulitan pada
persilangan antar spesies adalah sebagai berikut :
(1)Kurangnya fertilitas. Kegagalan ini terjadi di sebabkan oleh perkecambahan tepung sari
yang rendah, kegagalan pertumbuhan tabung sari, atau ketidakmampuan gamet jantan
mencapai kanton gembrio.
(2) Kurangnya biji hybrid yang berkembang. Berhasilnya proses perubahan/fertilisasi dalam
persilangan anta rspesies tidak selalu di ikuti oleh perkembangan embrio atau endosperm. Hal
ini di sebabkan antara lain oleh : (a) interaksi gen gen yang tidak di harapkan dari kedua
spesies yang menyatu sehingga menghambat proses pembelahan dan di ferensiasisel, (b)
ketidakcocokan interaksi dalam sel-sel Zigotik antara sitoplasma dan gen-gen inti, (c)
ketidakcocokan hubungan antara embrio, endosperm dan jaringan tetua betina, dan (d)
jumlah ovul yang fertile tidak cukup untuk mencegah aborsi bunga atau buah.
(3) Pertumbuhan biji hybrid tidak cukup kuat. Hal ini di sebabkan oleh ketidakcocokan
interaksi gen gen inti kedua tetua atau gen inti hybrid dengan sitoplasma.
(4) Sterilitas hybrid : Sterilitas ini dapat berupa betina steril, jantan steril atau kedua- duanya.
Hal ini di sebabkankarena proses perpasangan promosom (bivalent) yang tidak
sesuai.Persilangan antar spesies umumnya merupakan sumber mandul jantan sitoplasmik
(Lasa dan Bosemark,1993).
(5) Pertumbuhan dan pertilitas keturunan yang rendah : Umumnya keturunan hibrid F1 dan
generasi selanjutnya menunjukan penampilan berupa pertumbuhan dan fertilitas yang rendah.
Adapun tahap dalam melakukan persilangan buatan yaitu dilakukan langkah sebagai
berikut. Pilih bunga yang sudah siap (anthesis), kemudian tutup putik dengan kertas minyak
(atau plastik) : dilakukan agar kita bisa memastikan bahwa putik ini benar-benar belum
diserbuki oleh pollen yang tidak diinginkan. Pastikan kertas menutup putik dengan rapat. Dan
berhati-hatilah agar jangan sampai serbuk sari bunga beterbangan jadi lakukan proses ini
dengan perlahan-lahan. Lalu lakukan kastrasi yaitu buang seluruh benang sari dengan cara
mengguntingnya. Dan kurangi goncangan agar serbuk sari tidak masuk ke putik. Jika perlu
kita boleh menggunduli bunga dengan memotong mahkota bunganya untuk mempermudah
penyerbukan. Setelah kastrasi dilakukan tangan kita akan banyak sekali mengandung serbuk
sari jadi alangkah baiknya kita mencuci tangan terlebih dahulu untuk mengurangi
kontaminasi pada saat penyerbukan.Setelah kastrasi selesai buka penutup putik. Ambillah
serbuk sari dari bunga tanaman lain (tanaman asal serbuk sari kita katakan sebagai tetua
jantan) dan oleskan serbuk sari tersebut hingga putik terlihat penuh dengan serbuk sari.
Tutuplah putik kembali untuk menjaga agar putik tidak lagi diserbuki oleh bunga
lain.Persilangan selesai. Amati bunga yang disilangkan selama 7 hari. Jika dasar bunga
(receptaculum) masih terlihat segar 7 hari setelah persilangan. Maka persilangan bisa
dikatakan berhasil. (Pitojo,.2006)
Tanaman tetua yang digunakan dalam persilangan, baik sebagai tetua jantan penyedia
polen maupun tetua betina, pertumbuhannya harus terjaga, bebas hama dan penyakit. Agar
persilangan dapat dilakukan dengan efektif, waktu penanaman tetua jantan dan betina diatur
sehingga diperoleh waktu berbunga yang tepat, dimana putik bunga tetua betina telah reseptif
dan polen tetua jantan telah masak dan siap diserbukkan. Sebagaimana disebutkan oleh
Multhoni et al. (2012) bahwa rendahnya keberhasilan persilangan dipengaruhi oleh waktu
berbunga yang tidak sinkron antar tetua (jantan dan betina). Selain itu ada beberapa faktor
seperti kegagalan tanaman untuk berbunga, kuncup dan bunga rontok sebelum atau setelah
fertilisasi, rendahnya produksi polen, polen tidak viabel, mandul jantan, dan self
incompatibility.
Persilangan antar spesies dilakukan, selain untuk mengkombinasikan karakter karakter
unggul, pickergill (1993) mengemukakan tujuan persilangan antar spesies adalah : (1)
memperbesar keragaman ginetik , (2) memdapatkan sikap pertahanan, (3) memperoleh
kultivar baru. Selain itu, menurut Briggs dan Knowles (1967, di kutip setia miharja 1993)
persilangan antar spesies biasanya di lakukan antara lain bila hanya satu atau sedikit gen yang
akan di kombinasikan, serta untuk memperoleh karakter tertentu yang tidak terdapat dalam
suatu spesies. Pada persilangan antar spesies akan di jumpai banyak kendala yang
menyebabkan keberhasilan persilangan sangat tergantung pada kedekatan hubungan secara
biologis atau genetis kedua ketua yang di silangkan. Makin jauh hubungan secara biologis
makin besar gagalnya hasil persilangan antar spesies (Hadley dan Openshaw, 1980).
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. Persilangan dilakukan pada dua tanaman cabai yaitu cabai Simbun 300 dan Simbun 200.
Cabai Simbun 300 digunakan sebagai tetua jantan dan Simbun 200 digunakan sebagai tetua
betina.
2. Langkah dari persilangan cabai yaitu pemilihan tetua betina, kastrasi, emaskulasi, isolasi
dan pelabelan.
3. Bedasarkan hasil persilangan diperoleh bahwa bunga cabai mengalami kelayuan dan
rontok yang menandakan bahwa telah terjadinya kegagalan dalam persilangan. Kegagalan
tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan waktu persilangan serta teknik mengoleskan
serbuk sari dan kepala putih yang masih kurang tepat.

5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum ini yaitu diharapkan kedepannya dapat memilih waktu
persilangan yang lebih efektif dan memilih tetua serta teknik persilangan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Amilin, A. R., A. Setiamiharja., Baihaki dan M. H. Karmana. 1995. Pewarisan heretabilitas


dan kemajuan genetic pertahanan terhadap penyakit antraknosa pada persilangan cabai
rawit x cabai merah. Zuriat vol 6 (2):75-80.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Ringkasan Eksekutif Analisis Perkembangan Sektor
Pertanian Kabupaten Lima Puluh Kota. BPS Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi
Sumatera Barat. Katalog BPS 9 hal.

Barbosa, A.M.M., I.O. Geraldi, L.L. Benchimol, A.A.F. Garcia, C.L. Souza, A.P. Souza.
2003. Relationship of intra- and interpopulation tropical maize single cross hybrid
performance and genetic distances computed from AFLP and SSR markers. Euphytica
130(5) :87–99

Biswal, MK, Mondal, MAA, Hossain, M & Islam, R 2008, ‘Utilization of genetic diversity
and its association with heterosis for progeny selection in potato breeding programs’,
American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci. 6(5):882-887.

Bosland, P.W., Iglesias, J. dan Gonzalez, M.M. 1994. ‘Numex Centennial’ and ‘Numex
Twilight’ ornamnetal chiles. Hort. Sci. 29(9): 1090 – 1094.

Cahyono, B. 2003. Cabai Rawit.Kanisius, Yogyakarta

Dictionary of Science sixth edition. 2010. Oxford University Press Inc., New York.

Gultom, Andry. 2006. Keragaman 13 Genotipe (Capsicum sp) dan Ketahanannya Terhadap
Penyakit Antraknosa yang Disebabkan Oleh Colletotrichum gloeosporioides (Penz).
Skripsi.IPB. Bogor

Hallauer, A.R., J.B. Miranda. 1995. Quantitative Genetics in Maize Breeding, Second
Edition. Lowa State University Press. America.

Knott, J.E. and J.R. Deanon. 1970. Vegetable Production in Southeast Asia. Univ. of
Phillipines College of Agricultural College. Los Banos, Laguna, Phillipines. 6(9) : 97-
133.

Multhoni, J, Shimelis, H, Melis, R & Kabira, J 2012, ‘Reproductive biology and early
generation’s selection in vonventional potato breedinG. AJCS 6(3): 488-497.
Rubatzky, V.E dan M. Ymaguchi 1997. World Vegetable. Principles, Produktion and
Nutritive Values. Second Edition. Chapman and Hall. New York

Setiamihardja, R. Rostini, N. Hersanti. Kusandriani, Y. 2009. Perakitan cabai merah tahan


antraknos (Collectotrichum capsici). Ringkasan Eksekutif : Hasil-Hasil Penelitian
Tahun 2009. KKP3T.

Sumarni, N. dan A. Muharam. 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah. Seri Panduan Teknis
PTT Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2(7) : 78-88.

Welles, G.W.H. 1990. Pepper. International Agric. Center. Wageningen, The Netherlands.

Wien, H.C. 1997. The Physiology of Vegetable Crops. Cab. International, US

Witcombe, JR, Gyawali, S, Subedi, M, Virk, DS & Joshi, KD 2013. Plant breeding can be
made more efficient by having fewer, better crosses. BMC Plant Biology. 6(13) :13-
22.
LAMPIRAN

Gambar 1. Bunga cabai varietas Gambar 2. Pengumpulan polen


Bunga cabai varietas Simbun
Simbun 200 sebagai tetua betina
300 sebagai tetua jantan

Gambar 3. Proses penyerbukan Gambar 4. Proses isolasi/penyungkupan

Gambar 5. Proses pelabelan

Anda mungkin juga menyukai