Disusun Oleh:
Nama : Yayang Fidia
NIM : 1905101050020
Jadwal Praktikum : Jum’at/16.20-18.00 WIB
Yayang Fidia
i
BAB I. PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan praktikum ini adalah mampu
memahami perilaku pembungaan pada cabai serta mampu melakukan praktek persilangan
pada tanaman cabai.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Cabai merah (Capsicum annuum L.) memiliki potensi sebagai jenis sayuran buah
untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia, Buah cabe dapat
digunakan sebagai sayuran atau bumbu masak. Selain untuk keperluan rumah tangga cabe
juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, industri bumbu masakan, industri
makanan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan industri obat-obatan atau jamu.
Cabe merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah
Capsicum sp. Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke
negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia.
Tanaman cabai memiliki jumlah kromosom dasar (genom) n = 12. Cabe besar dan
cabe rawit umumnya diploid dengan jumlah kromosom 2n = 24, meskipun jumlah kromosom
keduanya sama, tetapi terdapat perbedaan bentuk dan ukuran kromosom antara keduanya
terutama pada kromosom nomor 1 dan nomor 2 (Greenleaf, 1986). Sampai saat ini, belum
ada laporan tentang keberadaan tanaman cabai poliploid alami. Namun demikian, Kormos
(1954) melaporkan bahwa adanya tanaman yang aneuploid dan triploid. Tanaman cabai
merah termasuk tanaman menyerbuk sendiri, dengan tingkat penyerbukan sendiri. mencapai
63%, sedangkan rata-rata penyerbukan silang sebesar 12% dengan kisaran 10 – 14%
(Greenleaf, 1986).
Bunga tanaman cabai bervariasi, namun memiliki bentuk yang sama, yaitu berbentuk
bintang. Bunga biasanya tumbuh pada ketiak daun, dalam keadaan tunggal atau bergerombol
dalam tandan. Dalam satu tandan biasanya terdapat 2 — 3 bunga saja. Mahkota bunga
tanaman cabai warnanya bermacam-macam, ada yang putih, putih kehijauan, dan ungu.
Diameter bunga antara 5 — 20 mm. Bunga tanaman cabai merupakan bunga sempuma,
artinya dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina. Pemasakan bunga jantan
dan bunga betina dalam waktu yang sama (atau hampir sama), sehingga tanaman dapat
melakukan penyerbukan sendiri. Namun untuk mendapatkan hasil buah yang lebih baik,
penyerbukan silang lebih diutamakan. Karena itu, tanaman cabai yang ditanam di lahan
dalam jumlah yang banyak, hasilnya lebih baik dibandingkan tanaman cabai yang ditanam
sendirian.
Persilangan antar spesifik kebanyakan mengalami kegagalan. Persilangan antara
annum dan pubescens mengalami kegagalan persilangan terutama disebabkan oleh
terhambatnya perkembangan tabung sari (pollen tube). Persilangan antara sinensis dengan
frubescens menghasilkan beberapa biji yang viable. Sementara persilangan antara annum
dengan frubescens tidak terbentuk biji jika annum sebagai tetua betina, tetapi jika frubescens
sebagai tetua betina maka akan terbentuk biji yang viable.
Dewasa ini, tanaman cabai mandul jantan banyak dimanfaatkan dalam pembentukan
varietas hibrida. Tanaman cabai mandul jantan, pertama kali dilaporkan oleh Martin dan
Crawford pada tahun 1951, kemudian melalui persilangan antar spesies dapat terbentuk
mandul jantan (Shifriss, 1995). Teknik persilangan buatan yang diikuti dengan program
seleksi yang terarah merupakan salah satu cara yang banyak digunakan oleh pemulia tanaman
dalam mendapatkan varietas unggul baru dengan rekombinasi genetic yang ideal bagi sifat-
sifat yang diinginkan. Salah satu masalah serius pada budidaya tanaman cabai adalah hama
trips (Trips parvispinus) dan penyakit busuk buah antraknosa (Colletotrichum capsici, C.
acutatum dan C. gloesporeoides). Oleh karena itu perbaikan ketahanan terhadap hama dan
penyakit tersebut merupakan perioritas utama pada cabai yang dikombinasikan dengan
produktivitas tinggi. Setiamihardja (1993) melakukan menyilangkan C. frustencens dan C.
annum. Frustencens dipakai sebagai siumber ketahanan terhadap antraknosa. Dari 30
persilangan dua arah (frustencens x annum dan resiproknya) hanya diperoleh lima buah cabai
dari persilangan frustencens x annum, resiproknya gagal menghasilkan buah. Tidak semua
buah membentuk biji, dari buah yang terbentuk biji diperoleh 15 butir biji dan hanya satu
yang berhasil menjadi kecambah. Tanaman hibridanya fertile dan membentuk buah normal.
Pada generasi F2 terdapat tiga jenis tanaman, yaitu normal, self-fertil dan mandul jantan.
BAB III. METODE PRAKTIKUM
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang diperlukan pada praktikum ini adalah:
1. Cabai Rawit yang telah berbunga varietas Sinbun
2. Kertas Penutup
3. Tali
4. Selotip
5. Kertas Label
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. Persilangan dilakukan pada dua tanaman cabai yaitu cabai Simbun 300 dan Simbun 200.
Cabai Simbun 300 digunakan sebagai tetua jantan dan Simbun 200 digunakan sebagai tetua
betina.
2. Langkah dari persilangan cabai yaitu pemilihan tetua betina, kastrasi, emaskulasi, isolasi
dan pelabelan.
3. Bedasarkan hasil persilangan diperoleh bahwa bunga cabai mengalami kelayuan dan
rontok yang menandakan bahwa telah terjadinya kegagalan dalam persilangan. Kegagalan
tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan waktu persilangan serta teknik mengoleskan
serbuk sari dan kepala putih yang masih kurang tepat.
5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum ini yaitu diharapkan kedepannya dapat memilih waktu
persilangan yang lebih efektif dan memilih tetua serta teknik persilangan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Barbosa, A.M.M., I.O. Geraldi, L.L. Benchimol, A.A.F. Garcia, C.L. Souza, A.P. Souza.
2003. Relationship of intra- and interpopulation tropical maize single cross hybrid
performance and genetic distances computed from AFLP and SSR markers. Euphytica
130(5) :87–99
Biswal, MK, Mondal, MAA, Hossain, M & Islam, R 2008, ‘Utilization of genetic diversity
and its association with heterosis for progeny selection in potato breeding programs’,
American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci. 6(5):882-887.
Bosland, P.W., Iglesias, J. dan Gonzalez, M.M. 1994. ‘Numex Centennial’ and ‘Numex
Twilight’ ornamnetal chiles. Hort. Sci. 29(9): 1090 – 1094.
Dictionary of Science sixth edition. 2010. Oxford University Press Inc., New York.
Gultom, Andry. 2006. Keragaman 13 Genotipe (Capsicum sp) dan Ketahanannya Terhadap
Penyakit Antraknosa yang Disebabkan Oleh Colletotrichum gloeosporioides (Penz).
Skripsi.IPB. Bogor
Hallauer, A.R., J.B. Miranda. 1995. Quantitative Genetics in Maize Breeding, Second
Edition. Lowa State University Press. America.
Knott, J.E. and J.R. Deanon. 1970. Vegetable Production in Southeast Asia. Univ. of
Phillipines College of Agricultural College. Los Banos, Laguna, Phillipines. 6(9) : 97-
133.
Multhoni, J, Shimelis, H, Melis, R & Kabira, J 2012, ‘Reproductive biology and early
generation’s selection in vonventional potato breedinG. AJCS 6(3): 488-497.
Rubatzky, V.E dan M. Ymaguchi 1997. World Vegetable. Principles, Produktion and
Nutritive Values. Second Edition. Chapman and Hall. New York
Sumarni, N. dan A. Muharam. 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah. Seri Panduan Teknis
PTT Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2(7) : 78-88.
Welles, G.W.H. 1990. Pepper. International Agric. Center. Wageningen, The Netherlands.
Witcombe, JR, Gyawali, S, Subedi, M, Virk, DS & Joshi, KD 2013. Plant breeding can be
made more efficient by having fewer, better crosses. BMC Plant Biology. 6(13) :13-
22.
LAMPIRAN