Disusun oleh
Kelompok 6
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
KATA PENGANTAR
Berikut kami membuat sebuah makalah yang berjudul “Kultur Haploid”, yang
mana judul ini diberikan kepada kami untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
dan Produksi Benih serta dapat memberikan pemahaman lebih dalam mengenai
gulma.
Melalui kata pengantar ini penulis meminta maaf dan memohon pemakluman
bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan kesalahan.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II : ISI
A. Pengertian
B. Tujuan
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan insulsi kalus
D. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur antera
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman yaitu
kepalasari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/ pollen (kutur pollen),
ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid. Pada pemuliaan
konvensional, 2 galur tetua disilangkan untuk memperoleh tanaman hibrida F1. Dua
set kromosom pada tanaman F1 bersegregasi acak pada generasi-generasi selanjutnya.
Pemulia tanaman harus menyeleksi gallur yang diinginkan dan menanamnya untuk
sedikitnya 8-10 generasi, dengan seleksi yang kontinyu, sampai 2 set kromosom pada
galur yang disilangkan menjadi identik (homozigot).
1. Tanaman haploid dapat digunakan untuk mandeteksi mutasi dan rekombian yang
unik.
Mutasi yang resesif tidak muncul dalam keadaan diploid. Contohnya pollen dari
hibrida antara MC-160 dan Coker-139 yang ditumbuhkan dihasilkan lini-lini tanaman
baru yang menunjukkan resistensi terhadap penyakit layu bakteri dan Black Shank
yang lebih tinggi (Gunawan, 1988).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
A. Pengertian
Kultivar haploid atau kultivar anther merupakan salah satu meted kultur jaringan
untuk menghasilkan tanaman haploid. Perkembangan mikrospora dapat dilihat
dengan mengukur perbandingan ukuran sepal dan petal masing - masing bunga untuk
mendapatkan ukuran bunga yang mempunyai mikrospora inti tunggal yang banyak.
Mikrospora yang mempunyai banyak inti tunggal diberi berbagai tingkat
praperlakuan suhu dingin untuk meningkatkan kemampuan antera jeruk membentuk
kalus. Setelah mendapatkan praperlakuan dingin terbaik kemudian dilakukan induksi
kalus pada antera dengan berbagai formulasi media, dan untuk mengetahui kalus
yang dihasilkan antera merupakan kalus haploid maka dilakukan analisis kromosom.
Kultur anter merupakan salah satu teknik in vitro yang dapat mempercepat
perolehan galur murni melalui tanaman haploid ganda langsung pada generasi
pertama, sehingga biaya untuk tenaga kerja, sewa lahan, dan waktu pemuliaan lebih
hemat dibandingkan pemuliaan konvensional (Dewi et al. 1996;Sanint et al. 1996).
Masalah utama dalam kultur anther adalah sedikitnya tanaman hijau dan
banyaknya tanaman yang albino yang diregenerasikan. Peningkatan regenerasi
tanaman hijau pada kultur anther merupakan target utama karena jumlah tanaman
hijau yang banyak dapat mempercepat atau memperbesar peluan untuk memperoleh
galur murni yang diinginkan (Dewi et al. 1996;Sanint et al. 1996).
B. Tujuan
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi produksi tanaman haploid melalui
kultur antera adalah tahap perkembangan mikrospora. Pada sebagian besar jenis
tanaman, antera hanya responsif selama fase uninukleat dari perkembangan polen.
Sebaliknya, pada tanaman tembakau respon optimum ditemukan pada beberapa saat
sebelum, selama dan sesudah fase mitosis pertama dari polen (akhir fase uninukleat
hingga awal binukleat dari polen). Faktor lain yang menentukan keberhasilan kultur
antera ialah pra- perlakuan terhadap antera sebelum kultur antera. Sebelum
diintroduksikan pada lingkungan in vitro, antera dapat diberi praperlakuan cekaman
seperti pemberian manitol, pemberian temperatur (rendah dan tinggi), pemberian
osmotik, pemberian nitrogen dan pemberian karbohidrat (Kyo dan Harada 1986;
Immonen dan Antilla 1999).
Salah satu faktor paling penting yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
morfogenesis dari jaringan tanaman adalah komposisi dari media kultur. Media
dalam kultur jaringan tanaman umumnya terdiri dari komponen hara makro, hara
mikro, vitamin, asam amino atau suplemen nitrogen lainnya, gula, bahan organik,
bahan pemadat (agar) dan zat pengatur tumbuh. Optimasi media terseleksi umumnya
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan medium dalam menginduksi
pembentukan kalus, embrio, maupun regenerasi eksplan yang dikultur (Hu dan Zeng
1984).
ialah antera plasma nut- fah padi subspesies indica toleran cekaman alumi-
nium, yaitu CT 6510-24-1-3, Grogol, Hawara Bunar, Krowal, dan Sigundil (Jagau
2000; Asfaruddin 1997; Suparto 1999) serta media berbasis N6 (Chu 1978) un- tuk
induksi kalus dan MS (Murashige dan Skoog 1962) untuk regenerasi tanaman dengan
penambahan 10-3 M putresin. Percobaan dilaksanakan menggunakan Ran-cangan
Acak Lengkap (RAL) dan masing-masing per-lakuan diulang 15 kali. Setiap ulangan
adalah 1 cawan petri yang berisi +150 antera yang berasal dari 25 buah bunga atau
spikelet muda.
Metode
Hasil penelitian
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ge- notipe tanaman donor nyata
mempunyai peran pen- ting dalam menentukan produksi tanaman hijau me- lalui
kultur antera (Tabel 3). Masyhudi (1997), Razdan (1993), dan Chung (1992) juga
menemukan hasil yang sama pada kultur antera padi javanica dan japonica. Produksi
tanaman hijau, berturut-turut dari yang ter- tinggi ke terendah, diperoleh dari Sigundil,
Krowal, dan Grogol, sedangkan Hawara Bunar dan CT650-24- 1-3 hanya dapat
menghasilkan tanaman albino (Gambar 2).
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kultivar haploid merupakan salah satu meted kultur jaringan untuk menghasilkan
tanaman haploid. Hasil yang diperoleh dari adanya kultur ather yaitu: Pertama,
diperoleh bibit dalam jumlah yang lebih banyak pada waktu yang lebih singkat, dan
ke dua, diperoleh bibit baru berupa tanaman haploid ganda (doubled haploid) dengan
konstitusi genetik homozigot sempurna. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan
kultur antera
B. Saran
Sebaiknya media kultur haploid lebih diperdalam dan dikembangkan karna kultur
haploid bersifat efektif dan efisien,
Daftar Pustaka