Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PRODUKSI DAN PENGOLAHAN BENIH


Kultur Haploid

Disusun oleh

Kelompok 6

Alifia Izzani Q 150510180038


Dian Aprela Putri 150510180074
Evi Entang Fatimah 150510180150
Sukmawati Rizki Pratiwi 150510180184
Kiki Amalia 150510180224
Rifqi Alfi Syauqi 150510180211

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, kami ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya


kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatnya dapat mengerjakan tugas
makalah ini dengan baik. Kami ingin menyampaikan hormat kami yang mendalam
kepada Dosen kami dan semua pihak yang membantu sehingga selesainya makalah
ini.

Berikut kami membuat sebuah makalah yang berjudul “Kultur Haploid”, yang
mana judul ini diberikan kepada kami untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
dan Produksi Benih serta dapat memberikan pemahaman lebih dalam mengenai
gulma.

Melalui kata pengantar ini penulis meminta maaf dan memohon pemakluman
bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan kesalahan.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa


terimakasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.

Sumedang, 17 Septemeber 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II : ISI

A. Pengertian
B. Tujuan
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan insulsi kalus
D. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur antera

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

Daftar Pustaka
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman,


khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang
dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain:
mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah
yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan
mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan
perbanyakan konvensional.

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.


Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.
Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat
pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media
yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang
digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman yaitu
kepalasari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/ pollen (kutur pollen),
ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid. Pada pemuliaan
konvensional, 2 galur tetua disilangkan untuk memperoleh tanaman hibrida F1. Dua
set kromosom pada tanaman F1 bersegregasi acak pada generasi-generasi selanjutnya.
Pemulia tanaman harus menyeleksi gallur yang diinginkan dan menanamnya untuk
sedikitnya 8-10 generasi, dengan seleksi yang kontinyu, sampai 2 set kromosom pada
galur yang disilangkan menjadi identik (homozigot).

Tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai jumlah kromosom sama


dengan gametofitik dalam sporofitik (Bajaj, 1983). Frekuensi terjadinya haploid
spontan di alam masih sangat rendah , yakni sekitar 0,001-0,01%. Produksi haploid
yang spontan biasanya terjadi melalui proses partenokarpi dari telur yang tidak
dibuahi atau apomiksis. Dalam percobaan-percobaan terdahulu, haploid diperoleh
melalui:

1. Hibridisasi jenis tanaman yang berada (distant hybridization)


2. Polinasi tertunda (delayed pollination)
3. Penggunaan polen yang sudah diradiasi.
4. Perlakuan hormon.
5. Shock dengan temperatur tinggi.

Kegunaan tanaman haploid:

1. Tanaman haploid dapat digunakan untuk mandeteksi mutasi dan rekombian yang
unik.

Mutasi yang resesif tidak muncul dalam keadaan diploid. Contohnya pollen dari
hibrida antara MC-160 dan Coker-139 yang ditumbuhkan dihasilkan lini-lini tanaman
baru yang menunjukkan resistensi terhadap penyakit layu bakteri dan Black Shank
yang lebih tinggi (Gunawan, 1988).

2. Penggandaan jumlah kromosom akan diperoleh tanaman homozigot.

Tanaman homozigot sangat penting untuk menghasilkan hibrida terkendali, seperti


tanaman Asparagus. Tanaman Asparagus officinale merupakan tanaman dioeceous
yang menghasilkan bungan betina dan bunga jantan pada tanaman yang berlainan.
Tanaman jantan lebih disukai konsumen karena produksi rebungnya lebih tinggi dan
kualitasnya lebih baik. Usaha penyilangan ditujukan untuk menghasilkan biji yang
menjadi tanaman jantan (XY). Hibrida XY diperoleh dengan menyilangkan tanaman
jantan XY dengan betina XX dengan hasil XY: 50%. Melalui kultur anther, diperoleh
tanaman XY, yang disebut super male.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kultur haploid?


2. Bagaimana cara melakukan kultur haploid pada tanaman?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang berperan dalam keberhasilan kultur haploid
4. Bagaimanakah pengaruh media terhadap pertumbuhan tanaman yang dilakukan
dengan kultur haploid?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kultur haploid


2. Mengetahui proses yang dilakukan dalam kultur haploid
3. Mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam keberhasilan kultur haploid
4. Mengetahui pengaruh media terhadap regenerasi tanaman melalui kultur haploid
II. ISI

A. Pengertian

Kultivar haploid atau kultivar anther merupakan salah satu meted kultur jaringan
untuk menghasilkan tanaman haploid. Perkembangan mikrospora dapat dilihat
dengan mengukur perbandingan ukuran sepal dan petal masing - masing bunga untuk
mendapatkan ukuran bunga yang mempunyai mikrospora inti tunggal yang banyak.
Mikrospora yang mempunyai banyak inti tunggal diberi berbagai tingkat
praperlakuan suhu dingin untuk meningkatkan kemampuan antera jeruk membentuk
kalus. Setelah mendapatkan praperlakuan dingin terbaik kemudian dilakukan induksi
kalus pada antera dengan berbagai formulasi media, dan untuk mengetahui kalus
yang dihasilkan antera merupakan kalus haploid maka dilakukan analisis kromosom.

Kultur anter merupakan salah satu teknik in vitro yang dapat mempercepat
perolehan galur murni melalui tanaman haploid ganda langsung pada generasi
pertama, sehingga biaya untuk tenaga kerja, sewa lahan, dan waktu pemuliaan lebih
hemat dibandingkan pemuliaan konvensional (Dewi et al. 1996;Sanint et al. 1996).

Masalah utama dalam kultur anther adalah sedikitnya tanaman hijau dan
banyaknya tanaman yang albino yang diregenerasikan. Peningkatan regenerasi
tanaman hijau pada kultur anther merupakan target utama karena jumlah tanaman
hijau yang banyak dapat mempercepat atau memperbesar peluan untuk memperoleh
galur murni yang diinginkan (Dewi et al. 1996;Sanint et al. 1996).

B. Tujuan

Kultur antera atau kultur mikrospora merupakan teknik perbanyakan tanaman


yang jauh lebih efisien dari kultur jaringan meristem pucuk/tunas, kultur suspensi sel,
dan kultur protoplas. Hal ini dapat dicapai karena jumlah mikrospora dalam satu
bunga, jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah sel pada jaringan
meristem pucuk/tunas, suspensi sel, dan protoplas. Setiap mikro-spora berpeluang
untuk berkembang menjadi individu tanaman lengkap apabila dikultur-kan di dalam
medium yang kaya nutrisi karena sel tersebut memiliki sifat totipotensi (dalam
biologi sel menunjukkan kemampuan suatu sel untuk dapat memperbanyak diri dalam
keseluruhan (total) kemungkinan perkembangan yang dimungkinkan). Hasil yang
diperoleh dari adanya kultur ather yaitu: Pertama, diperoleh bibit dalam jumlah yang
lebih banyak pada waktu yang lebih singkat, dan ke dua, diperoleh bibit baru berupa
tanaman haploid ganda (doubled haploid) dengan konstitusi genetik homozigot
sempurna. Setiap pohon tanaman dapat menghasilkan beberapa tangkai bunga, dan
setiap bunga terdiri dari banyak kuncup bunga. Setiap kuncup bunga memiliki
beberapa kepala sari/antera (anthers) yang mengandung dua ruang sari (theca).

Mikrospora yang dikulturkan secara in vitro akan berdiferensiasi membentuk


proembrio, embrio, dan tanaman hijau dan lengkap apabila kebutuhan nutrisi dan
faktor lain bagi perkembangannya terpenuhi selama kultur, sebaliknya akan melalui
jalur pembentukan kalus apabila tidak terpenuhi. Pada fase kultur inilah diperlukan
pengkajian yang seksama untuk mengidentifikasi dan merumuskan faktor-faktor yang
menentukan diferensiasi mikrospora menjadi embrio, dan tanaman hijau dan lengkap.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan insulsi kalus

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan induksi kalus dari kultur antera


diantaranya:
(1) penentuan fase perkembangan mikrospora yang responsif,
(2) perlakuan cekaman suhu atau sumber karbon,
(3) komposisi media yang sesuai, dan
(4) kondisi inkubasi kultur yang mendukung (Thomas dan Davey 1975).

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi produksi tanaman haploid melalui
kultur antera adalah tahap perkembangan mikrospora. Pada sebagian besar jenis
tanaman, antera hanya responsif selama fase uninukleat dari perkembangan polen.
Sebaliknya, pada tanaman tembakau respon optimum ditemukan pada beberapa saat
sebelum, selama dan sesudah fase mitosis pertama dari polen (akhir fase uninukleat
hingga awal binukleat dari polen). Faktor lain yang menentukan keberhasilan kultur
antera ialah pra- perlakuan terhadap antera sebelum kultur antera. Sebelum
diintroduksikan pada lingkungan in vitro, antera dapat diberi praperlakuan cekaman
seperti pemberian manitol, pemberian temperatur (rendah dan tinggi), pemberian
osmotik, pemberian nitrogen dan pemberian karbohidrat (Kyo dan Harada 1986;
Immonen dan Antilla 1999).

D. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur antera

1. Genotipe tanaman donor


Genotipe dari antera memegang peranan penting dalam menentukan berhasil
atau tidaknya kultur antera. Hasil penelitian Hoque et al. (2007) pada tanaman Trapa
sp melaporkan dari 18 genotipe tanaman yang diuji, hanya 15 genotipe tanaman yang
memiliki kemampuan untuk diinduksi membentuk kalus. Hal tersebut menjelaskan
bahwa tiap-tiap genotipe tanaman memiliki respon yang berbeda dalam hal
kemampuannya dalam menginduksi kalus.

2. Komposisi media kultur

Salah satu faktor paling penting yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
morfogenesis dari jaringan tanaman adalah komposisi dari media kultur. Media
dalam kultur jaringan tanaman umumnya terdiri dari komponen hara makro, hara
mikro, vitamin, asam amino atau suplemen nitrogen lainnya, gula, bahan organik,
bahan pemadat (agar) dan zat pengatur tumbuh. Optimasi media terseleksi umumnya
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan medium dalam menginduksi
pembentukan kalus, embrio, maupun regenerasi eksplan yang dikultur (Hu dan Zeng
1984).

3. Kondisi tanaman (eksplan)

Umur dan kondisi fisiologis eksplan sering mempengaruhi keberhasilan kultur


antera. Secara umum, respon yang paling baik berasal dari bunga pertama yang
dihasilkan oleh tanaman, dan antera yang dikulturkan harus berasal dari bunga yang
masih kuncup. Berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

4. Tingkat perkembangan mikrospora Antera

Hanya responsif selama fase uninukleat dari perkembangan polen pada


sebagian besar jenis tanaman. Sebaliknya, pada tanaman tembakau respon optimum
ditemukan pada beberapa saat sebelum, selama dan sesudah fase mitosis pertama dari
polen (akhir fase uninukleat hingga awal binukleat dari mikrospora) (Hidaka et al.
1984). Embriogenesis mikrospora dilakukan dengan cara membelokkan
perkembangan gametofitik kearah sporofitik untuk menghasilkan embrio dan
tanaman melalui embriogenesis (Touraev et al. 1997). Pra perlakuan stres berperan
dalam pembelokan jalur perkembangan tersebut, tanpa stres mikrospora akan
berkembang menjadi pollen masak yang normal (Heberle 1999).
Regenerasi Tanaman pada Kultur Antera Beberapa Aksesi Padi Indica
Toleran Aluminium

 Bahan yang digunakan

ialah antera plasma nut- fah padi subspesies indica toleran cekaman alumi-
nium, yaitu CT 6510-24-1-3, Grogol, Hawara Bunar, Krowal, dan Sigundil (Jagau
2000; Asfaruddin 1997; Suparto 1999) serta media berbasis N6 (Chu 1978) un- tuk
induksi kalus dan MS (Murashige dan Skoog 1962) untuk regenerasi tanaman dengan
penambahan 10-3 M putresin. Percobaan dilaksanakan menggunakan Ran-cangan
Acak Lengkap (RAL) dan masing-masing per-lakuan diulang 15 kali. Setiap ulangan
adalah 1 cawan petri yang berisi +150 antera yang berasal dari 25 buah bunga atau
spikelet muda.

 Metode

Pelaksanaan kultur antera mengikuti metode Dewi et al. (1994). Malai


dikoleksi saat tanaman padi pada fase bunting, kemudian disimpan selama 8 hari
dalam ruang bersuhu 5oC. Sebelum dilakukan pena- naman antera dilakukan seleksi
malai untuk menda- patkan antera yang berisi butir sari/mikrospora uni- nukleat.

 Hasil penelitian

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ke- mampuan setiap genotipe


dalam menghasilkan kalus dan meregenerasikannya menjadi tanaman berbeda- beda

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ge- notipe tanaman donor nyata
mempunyai peran pen- ting dalam menentukan produksi tanaman hijau me- lalui
kultur antera (Tabel 3). Masyhudi (1997), Razdan (1993), dan Chung (1992) juga
menemukan hasil yang sama pada kultur antera padi javanica dan japonica. Produksi
tanaman hijau, berturut-turut dari yang ter- tinggi ke terendah, diperoleh dari Sigundil,
Krowal, dan Grogol, sedangkan Hawara Bunar dan CT650-24- 1-3 hanya dapat
menghasilkan tanaman albino (Gambar 2).

III. PENUTUP
A. Kesimpulan

Kultivar haploid merupakan salah satu meted kultur jaringan untuk menghasilkan
tanaman haploid. Hasil yang diperoleh dari adanya kultur ather yaitu: Pertama,
diperoleh bibit dalam jumlah yang lebih banyak pada waktu yang lebih singkat, dan
ke dua, diperoleh bibit baru berupa tanaman haploid ganda (doubled haploid) dengan
konstitusi genetik homozigot sempurna. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan
kultur antera

1. Genotipe tanaman donor


2. Komposisi media kultur
3. Kondisi tanaman (eksplan)
4. Tingkat perkembangan mikrospora Antera

B. Saran
Sebaiknya media kultur haploid lebih diperdalam dan dikembangkan karna kultur
haploid bersifat efektif dan efisien,

Daftar Pustaka

Iswari S, Dewi. Bambang S, Puewoko. Harial Aswidinnor, Ida. H,Somantri. M A,


Chozin. 2006. Regenerasi Tanaman pada Kultur Antera Beberapa Aksesi Padi Indica
Toleran Aluminium. Bogor Agricultural University. Bogor

Anda mungkin juga menyukai